"When you teach less,
the children will learn more"
John Holt
Pendahuluan
Pola kegiatan anak usia dini (0-6) tahun berbeda dibandingkan dengan anak usia sekolah. Perbedaan itu terutama disebabkan perkembangan syaraf-syarat otak dan fisik anak usia dini sedang bertumbuh.
Perbedaan itu harus disadari agar proses perkembangan anak bisa berkembang secara optimal dalam jangka panjang. Proses yang salah, baik karena sengaja maupun tidak sengaja, dapat berakibat buruk untuk perkembangan anak dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, penting bagi orangtua yang akan m e n j a l a n i h o m e s c h o o l i n g u n t u k u s i a d i n i u n t u k memperhatikan “rambu-rambu” dalam proses menstimulasi anak pada usia dini.
Perkembangan Fisiologis Anak
Perkembangan syaraf-syaraf pada otak anak berkembang secara bertahap, pada bagian yang berbeda-beda, dan setiap anak menjalin pola pertumbuhan syaraf otak yang berbeda.
Perkembangan otak kiri dan otak kanan baru mulai bersambung sekitar usia 7-8 tahun, bahkan bisa lebih. Otak kanan yang mengolah sisi visual berkembang lebih dahulu dibandingkan otak kiri yang mengembangkan kemampuan logis pada anak.
Salah satu indikasi tersambungnya otak kiri dan otak kanan adalah anak bisa “berbaris dengan alami”: kaki kiri maju selaras bersama tangan kanan ke depan dan sebaliknya ketika kaki kanan ke depan selaras dengan tangan kiri yang mengayun.
Karena syaraf-syaraf otak anak masih berkembang dalam rentang usia HS Usia Dini, rambu-rambu yang perlu diperhatikan oleh orangtua diantaranya:
Anak butuh suasana yang aman dan nyaman sebagai prasyarat otaknya bisa tumbuh optimal. Pengkondisian dan pemaksaan kegiatan mungkin dituruti oleh anak. Tetapi kalau jenis kegiatannya tak selaras dengan pertumbuhan fisik anak, kegiatan tersebut tak akan berkembang berkelanjutan. Bahkan, anak dapat mogok atau melakukan pembangkan
Otak setiap anak berkembang dengan cara dan kecepatan yang berbeda-beda. Penting bagi orangtua untuk memahami perbedaan ini sepenuh hati sehingga tidak memberi label buruk pada anak dan tak membanding-bandingkan pertumbuhan anaknya dengan anak lain. Anak yang diterima apa-adanya akan terpenuhi kebutuhan emosionalnya sehingga dapat tumbuh sesuai kecepatannya yang optimal.
Anak usia dini belum siap untuk instruksi formal, duduk diam dan mendengarkan. Bergerak adalah kegiatan yang alami pada anak sehingga kegiatan belajar yang dilakukan oleh anak
konsentrasi anak meningkat adalah melakukan hal-hal yang disukai dan menjadi perhatiannya.
Bermain, berlari, dan melakukan aneka kegiatan fisik bukan hanya membuat anak sehat dan bahagia, tetapi juga menambahkan oksigen pada otak yang membuat otak berkembang lebih cepat dan lebih kuat sehingga anak lebih mampu menghadapi tekanan terhadap stress.
Prinsip-prinsip Kegiatan
Beberapa prinsip kegiatan pembelajaran untuk anak usia dini (menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan) antara lain:
a. Berpusat pada perkembangan anak dan optimalisasi perkembangan
Keberhasilan pendidikan dapat diukur pada sejauh m a n a p e n d i d i k a n b e rh a s i l m e n g i d e n t i f i k a s i , mengembangkan, dan mengoptimalkan potensi setiap anak sesuai dengan karakteristik perkembangannya. Oleh karena itu, keberhasilan proses pembelajaran berbasis alam terletak pada peningkatan optimalisasi
seluruh potensi perkembangan anak dengan menjadi lingkungan alam sebagai sumber belajar yang utama.
b. Membangun kemandirian anak
Proses pembelajaran yang berbasis alam diharapkan dapat membangun dan mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri (kemandirian), kedisiplinan dan sosialisasi agar terbentuk karakter kemandirian yang kuat. Dalam pembelajaran yang berbasis alam, anak akan terbiasa dihadapkan pada sejumlah persoalan kehidupan secara faktual. Anak dapat berusaha memecahkan persoalan tersebut, baik secara individual maupun bekerja sama dengan teman-temannya.
c. Belajar dan bermain dari lingkungan sekitar
Melalui bermain, memungkinkan anak untuk terlibat dalam lingkungannya, melalui konflik internal maupun eksternal sehingga anak belajar melalui berbagai pengalaman dengan objek, orang, kegiatan yang ada di sekitarnya. Pembelajaran yang dialami anak akan menjadi lebih menarik, menyenangkan (fun learning), bermakna dan tidak membosankan.
d. Memanfaatkan sumber belajar yang mudah dan murah
Dengan memanfaatkan lingkungan sekitar, anak dapat mempelajari banyak hal dari lingkungan terdekatnya (lingkungan alam, lingkungan fisik, lingkungan sosial, kultur budaya, dll) sehingga sumber belajar tidak harus sengaja dirancang dengan mengeluarkan biaya yang mahal.
e. Pembelajaran menggunakan pendekatan tematik
Pembelajaran tema adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang didasarkan atas ide-ide pokok/ sentral tentang anak dan lingkungannya. Melalui pembelajaran tema dapat memberikan pengalaman langsung tentang objek yang riil bagi anak untuk menilai dan memanipulasinya, menumbuhkan cara berpikir yang komprehensif.
f. Membangun kebiasaan berpikir ilmiah sejak usia dini
Berpikir ilmiah yang dimaksud pada prinsip ini adalah memperkenalkan dan membiasakan anak untuk
menemukan berbagai permasalahan yang ada di lingkungannya dan berpikir untuk menemukan cara memecah-kannya. Kegiatan berpikir seperti ini dapat dilakukan melalui eksplorasi berbagai hal yang terjadi/ ada dari lingkungannya, dari hal yang mudah/ sederhana ke arah yang lebih kompleks/sukar.
g. Pembelajaran inspiratif, menarik, kreatif dan inovatif
Anak adalah subjek dalam pembelajaran. Kegiatan-kegiatan pembelajaran perlu disiapkan untuk membangun rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis dan menemukan hal-hal yang baru.
h. Memberikan ruang bagi anak untuk belajar secara aktif (active learning).
Dengan belajar dari sumber lingkungan sekitar dan lingkungan lain yang mendukung akan mendorong anak untuk menunjukkan aktivitas belajarnya. Anak akan berusaha mengamati, mencari dan menemukan
berbagai pengetahuan dan konsep yang penting berkaitan dengan berbagai bidang perkembangan.
PAUD Non-formal & Informal
Hal yang membedakan antara homeschooling usia dini (pendidikan informal) dengan PAUD non-formal terutama terletak pada setting proses belajar. Proses belajar HS Usia Dini sebagian besar di rumah sendiri atau di tempat-tempat lain dengan keterlibatan penuh orangtua dalam proses kegiatannya.
Setting rumah bersifat informal (tidak resmi). Hubungan dan interaksi anak dengan orangtua bersifat cair dan bersifat personal. Interaksi informal ini menjadi ciri utama yang menjadi kekhasan homeschooling anak usia dini.
Sisi informalitas HS menjadi faktor pembeda dengan PAUD (formal maupun informal). PAUD bukan hanya berlokasi di luar rumah, tetapi hubungan antara guru-anak bersifat lebih formal. Betapapun suasana dan proses belajar dibangun santai dan informal, guru berbeda dengan orangtua dan anak mengetahui hal itu.
Sisi informal dalam kondisi keluarga memberikan peluang sekaligus tantangan dalam kegiatan belajar anak-anak. Peluang dari model pendidikan informal pada homeschooling anak usia dini antara lain:
Proses kegiatan berlangsung santai dan alami. Tak ada target dan tenggat waktu tertentu yang harus dipenuhi. Kondisi ini membuat kegiatan belajar menjadi menyenangkan bagi anak dan tak menjadi beban bagi orangtua.
Selain itu, sisi informal membuat proses belajar lebih bersifat kontekstual, memanfaatkan keseharian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dan melintas dalam kehidupan anak.
Kondisi belajar yang menyenangkan dan proses belajar yang terkait dengan kehidupan anak membuat serapan terhadap materi belajar menjadi tinggi. Aktivitas anak menjadi kegiatan belajar yang efektif.
Tantangan dalam proses belajar di rumah dibandingkan melalui lembaga antara lain:
a. Hubungan antara anak dan orangtua yang bersifat informal memberikan sisi positif berupa hubungan yang personal dan emosional. Tantangan dalam menjalin hubungan seperti ini adalah interaksi tak berbasis pada ketaatan, tetapi melalui tarik ulur interaksi dan negosiasi. Orangtua harus belajar mengembangkan komunikasi yang baik dengan anak agar proses interaksi yang terjadi bukan hanya menyenangkan, tetapi juga produktif untuk proses kegiatan belajar.
b. Komunikasi orangtua-anak membutuhkan pendekatan yang agak berbeda dari dibandingkan guru-siswa. Anak tak hanya menurut perintah sebagaimana yang biasa dilakukannya terhadap guru. Tetapi dia bisa menolak atau melakukan negosiasi justru karena ikatan yang personal dengan orangtuanya.
c. Orangtua harus meningkatkan diri agar bisa
memperkaya proses keseharian menjadi kegiatan pembelajaran yang berkualitas bagi anak. Termasuk diantaranya adalah mencari keseimbangan antara
model belajar berdasarkan keseharian yang alami dengan kegiatan belajar yang lebih terstruktur.
Pola Kegiatan HS Usia Dini
Secara umum, kegiatan homeschooling anak usia dini terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Kegiatan alami yang mengikuti perkembangan dan kondisi anak.
b. Kegiatan terencana yang diinisiafkan orangtua untuk pengembangan anak.
a. Memfasilitasi dan Memperkaya Kegiatan alami
Pola kegiatan anak-anak pada usia dini pada umumnya masih belum teratur dan terjadwal karena fokus dan rentang perhatian mereka masih sangat pendek. Ada hal-hal yang bisa dilakukan secara rutin untuk membangun kebiasaan baik, misalnya: mandi, menggosok gigi, dan makan. Di luar itu, pola kegiatan anak biasanya relatif tidak teratur. Oleh karenanya,
orangtua tidak perlu stress karena mengharapkan keteraturan dalam proses kegiatan homeschooling anak.
b. Memanfaatkan apa yang ada di sekitar
Anak tidak membutuhkan jenis kegiatan dan barang yang “wah”. Berbagai materi sederhana dan yang ada di sekitar rumah dapat menjadi bahan belajar yang berkualitas tinggi. Kuncinya adalah keterlibatan kita sehingga hal sederhana itu menjadi menyenangkan. Jadi, lihatalah apa yang dimiliki dan kemudian manfaatkan. Ada bola, belajar lempar-lempar bola; di halaman, main lompat-lompat berbagai gaya; ada kertas anak bisa menggambar atau membuat craft. Ada tangga, anak bisa belajar berhitung atau berlatih naik-turun tangga dengan aman. Ada televisi, anak bisa belajar menggunakan remote control dengan benar. Dan sebagainya.
c. Memperkenalkan kegiatan terencana
Selain melakukan kegiatan keseharian yang bersifat alami, secara bertahap orangtua perlu
memperkenal-kan anak dengan kegiatan yang disiapmemperkenal-kan oleh orangtua.
Dalam kegiatan yang terencana, orangtua menawarkan kepada anak untuk menjalani kegiatan bersama. Melakukan kegiatan bersama merupakan proses transisi sebelum anak mampu melakukan kegiatan sendiri.
Dalam kegiatan bersama, orangtua bisa mengajak anak memasak, membantu pekerjaan rumah, membuat prakarya (craft), menggambar, mewarnai, melukis, bermain dan belajar menggunakan media kertas (worksheet).
d. Melakukan kegiatan khusus bersama anak
Kegiatan khusus bersama anak adalah kegiatan yang memang dirancang khusus untuk anak, misalnya: membuat prakarya, melakukan percobaan percobaan, mengerjakan lembar kerja, dan sejenisnya.
Jenis-jenis kegiatan khusus yang bisa dilakukan anak jumlahnya tak terkira. Kita bisa mendapatkan
ide-idenya di berbagai buku dan bisa mendapatkannya dengan melakukan googling di Internet. Intinya, begitu kita punya kesempatan dan membutuhkan ide, tinggal membuka buku atau melakukan googling; kemudian berkegiatan bersama anak.
e. Melibatkan anak pada kegiatan keluarga
Kegiatan homeschooling tak harus mengambil bentuk kegiatan yang direncanakan secara khusus untuk anak. Kalau orangtua terlalu mengandalkan kegiatan khusus, orangtua dapat overwhelmed dan merasa kelelahan dalam menjalankan homeschooling.
Orangtua perlu berusaha mengintegrasikan sebagian kegiatan anak pada kegiatan keluarga. Sesuai dengan usianya, anak dapat disertakan dalam berbagai kegiatan keluarga.
Misalnya, saat mencuci, anak dapat ikut bermain air; saat memasak, anak ikut mengambilkan bahan; saat memasukkan pakaian yang sudah diseterika, anak ikut membantu memasukkan pakaian ke lemari.
Pada saat berkegiatan bersama ini, banyak hal yang bisa diperkaya melalui obrolan bersama anak.
f. Sediakan sarana untuk melakukan kegiatan sendiri
Sebagian besar waktu, biasanya anak melakukan kegiatan sendiri. Kunci untuk melakukan kegiatan mandiri adalah:
• anak terbiasa berinisiatif dan mengambil keputusan. Inisiatif ini dibangun dengan memperbanyak interaksi yang menggunakan pertanyaan dan mengeksplorasi pendapat anak.
• anak sudah memiliki keterampilan melakukan kegiatan sendiri. Proses ini dibangun melalui kegiatan yang dicontohkan orangtua, sering dilakukan bersama, dan anak mengetahui proses yang harus dilakukannya.
• orangtua menyediakan materi-materi yang disukai anak dan bisa menjadi sumber kreativitas kegiatan mereka, misalnya: kertas, puzzle, blok kayu, atau mainan-mainan yang mereka sukai.
Membangun Pola Kegiatan
P a d a a w a l n y a , s e b a g i a n b e s a r k e g i a t a n a n a k homeschooling usia dini merupakan kegiatan keseharian. Orangtua hanya menyediakan lingkungan yang kondusif bagi anak untuk bertumbuh, memberikan stimulasi untuk mengeksplorasi anak, dan memperkaya proses keseharian yang dijalani anak.
Dalam perkembangan selanjutnya, orangtua perlu memperkenalkan pola kegiatan kepada anak. Pola kegiatan yang sederhana adalah kegiatan-kegiatan yang berulang pada waktu yang sama; misalnya: bangun, mandi, makan, dan tidur. Selain itu, secara bertahap anak diperkenalkan dengan kegiatan rutin bersama orangtua, misalnya: jalan pagi, kegiatan bersama usai mandi pagi, kegiatan sore hari, mendengarkan cerita di malam hari. Setiap kegiatan bisa mengambil waktu 15-30 menit atau lebih tergantung kondisi.
Ketika anak belum siap untuk kegiatan terstruktur, hal yang penting untuk diraih pada titik ini adalah membangun pola keseharian. Kegiatan pada waktu-waktu tersebut bisa
disesuaikan dengan kondisi anak, tetapi orangtua secara mental sudah mengalokasikan waktu-waktu tersebut untuk berkegiatan bersama anak.
Kegiatan bersama itu bisa menjadi modal untuk kegiatan-kegiatan yang lebih terstruktur pada saat anak mulai tumbuh. Kegiatan rutin itu seperti jadwal bagi anak dan orangtua. Waktu-waktu itu menjadi semacam “jadwal belajar”. Ketika anak sudah semakin besar, “jadwal belajar” yang sudah dikenali anak itu bisa diisi dengan materi & kegiatan yang lebih bervariasi, misalnya: percobaan, prakarya, kegiatan menggunakan lembar kerja (worksheet), dan lain-lain.
Tips Praktis:
a. Peran orangtua adalah memberikan lingkungan yang aman dan nyaman, yang memberikan ruang bagi anak untuk bertumbuh. Peran kedua adalah memberikan stimulasi sesuai perkembangan kondisi anak.
b. Fokuslah pada kondisi anak, bukan pada target kemampuan anak. Nikmati dan syukuri atas apa yang terjadi, Apa yang sudah mampu dilakukan oleh anak, apresiasilah dengan ucapan yang disampaikan kepada anak secara langsung. Berikan lingkungan untuk mematangkan dan stimulus untuk meningkatkan kualitas.
c. Hal-hal sederhana berpengaruh besar dalam kualitas kegiatan/pembelajaran anak; senyum, bahagia, tawa, apresiasi. Jangan lupakan hal-hal sederhana semacam ini dalam kegiatan bersama anak.
d. Awal kegiatan anak adalah kegiatan alami (tak terstruktur), kemudian secara perlahan menuju terstruktur. Karena setiap anak memiliki kesiapan yang
berbeda, carilah pola yang paling sesuai dengan anak Anda. Cari keseimbangan antara kegiatan alami dan terstruktur.
e. Cari kegiatan-kegiatan yang sesuai dan bisa
dipraktekkan di keluarga Anda, bukan kegiatan yang keren.
f. Kegiatan fisik sangat penting bagi anak usia dini. Kegiatan fisik bukan hanya menjaga kesehatan dan kebugaran, tetapi juga berpengaruh langsung dalam perkembangan kecerdasan anak.
g. Jika Anda membutuhkan ide kegiatan, carilah dari keluarga lain. Tempatkan keluarga lain sebagai inspirasi. Jagalah agar Anda tak merasa terintimidasi dan merasa rendah diri dengan proses yang Anda jalani. Yang penting Anda selalu berusaha menjadi lebih baik. Setiap anak dan keluarga adalah indah dengan kondisinya masing-masing.
h. Jangan lupa untuk merefleksikan kegiatan Anda: apakah yang Anda lakukan untuk kepentingan anak,
bukan untuk kepentingan orangtua atau untuk memberi kesan tertentu pada orang lain.
i. Pesan yang akan terus saya ulang-ulang: waktu Anda bersama anak-anak ini sangat pendek. Bersabarlah dan nikmati kebersamaan yang hanya sebentar ini. Lihatlah keajaiban-keajaiban kecil yang ditunjukkan Tuhan melalui anak Anda, saat mereka menapaki pertumbuhannya. Kebahagiaan Anda dan kebahagiaan anak Anda menjadi stimulasi kuat untuk membangun kematangan psikologis anak yang akan menjadi modal besar untuk pertumbuhannya secara jangka panjang.
Penulis
Sumardiono, biasa dipanggil Aar, adalah seorang ayah dari 3
(tiga) anak, yaitu Yudhistira (2001), Tata (2004), dan Duta (2008). Bersama isterinya, Mira Julia (Lala), mereka memilih homeschooling untuk pendidikan anak-anaknya. Aar dan Lala menjalani homeschooling sejak anak-anak mereka lahir hingga saat ini.
Aar memiliki latar belakang pendidikan di bidang teknologi dan manajemen keuangan. Aar menyelesaikan pendidikan di Teknik Informatika ITB dan Magister Manajemen bidang Keuangan di Lembaga PPM, Jakarta.
Sempat berkarir di dunia keuangan, Aar saat ini memilih untuk menjadi bapak rumah tangga dan menjadi Working At Home Dad (WAHD).
Dalam dunia homeschooling, Aar aktif menulis dan mengelola blog Rumah Inspirasi (www.rumahinspirasi.com). Aar juga telah menulis buku tentang homeschooling berjudul “Homeschooling Lompatan Cara Belajar” dan “Warna-warni Homeschooling” yang diterbitkan oleh penerbit Elex Media Komputindo.
Blog: www.RumahInspirasi.com
Facebook: https://www.facebook.com/aar.sumardiono Twitter: @AarSumardiono