Sejawat Tenaga Kesehatan yang kami hormati,
Kembali kami hadir menyapa sejawat sekalian dalam Buletin Berita MESO Edisi Juni 2011, dengan menyajikan beberapa informasi aspek keamanan terkini dari beberapa obat yang mencuat dan menjadi pembahasan. Selain itu, kami juga men-getengahkan informasi tindak lanjut regulatori oleh Badan POM RI hingga pertengahan tahun ini. Dan pada bagian akhir, kami sampaikan laporan kasus efek samping obat yang kami terima pada tahun 2010.
Informasi aspek keamanan yang pertama yaitu terkait risiko hypomagnesemia pada penggunaan obat golongan proton
pump inhibitor terutama pada penggunaan jangka panjang. Golongan obat ini untuk indikasi tertentu cenderung diresepkan
kepada pasien dalam waktu jangka panjang. Pengkajian terhadap data aspek keamanan post-market yang dilakukan oleh US FDA menunjukkan bahwa ditengarai terdapat peningkatan risiko hypomagnesemia. Selengkapnya sejawat dapat menyi-maknya pada Buletin ini. Yang kedua, kami menyampaikan informasi terkait rekomendasi yang diterbitkan oleh European
Medicines Agency (EMA) tentang penggunaan obat golongan fibrat yang digunakan pada pasien dengan gangguan lipid
da-rah. Obat golongan fibrat ini direkomendasikan digunakan sebagai terapi lini kedua untuk kondisi pasien tertentu. Lebih lanjut, pada halaman berikutnya kami menyampaikan informasi terkait tindak lanjut regulatori yang dilakukan oleh Badan POM RI terhadap beberapa produk yang beredar di Indonesia. Permasalahannya tidak secara langsung terkait den-gan produk obat tersebut, namun terkait denden-gan produk penyerta yang ada dalam kemasan sekunder produk obat tersebut, yaitu kontaminasi alcohol swabs pada beberapa produk obat Peg-Intron® dan INTRON A ®, dan laporan adanya blocked injection needle pada beberapa produk Lucentis®.
Pada bagian akhir, untuk memberikan feedback kepada sejawat tenaga kesehatan sekalian, kami menampilkan laporan ESO terkait ceftriaxone pada pasien anak-anak, profil laporan ESO yang diterima pada tahun 2010. Kami juga memberi-kan informasi tentang update kegiatan sosialisasi/workshop pharmacovigilance kepada sejawat tenaga kesehatan di rumah sakit yang kami lakukan hingga pertengahan tahun 2011 ini.
Demikian kami sampaikan Buletin Berita MESO Edisi Juni 2011 ini, semoga berkenan dan bermanfaat bagi seluruh sejawat tenaga kesehatan sekalian.
Redaksi
Volume 29, No. 1
Juni 2011
B u l e t i n
BADAN
POM
No. ISSN: 0852-6184
Editorial
DAFTAR ISI Halaman
Hypomagnesemia dan Proton Pump Inhibitor 2
Rekomendasi Penggunaan Fibrat sebagai Pengobatan Lini Kedua pada Pasien
dengan Gangguan Lipid Darah 3
Tindak Lanjut Regulatori Badan POM terkait Aspek Keamanan Obat hingga
Pertengahan Tahun 2011 4
Laporan Kasus Efek Samping Obat (ESO) terkait Ceftriaxone pada Anak-anak 4
Update Kegiatan Sosialisasi/Workshop Pharmacovigilance di Rumah Sakit 2011 5
Proton Pump Inhibitor (PPI) merupakan
golongan obat yang bekerja dengan menurunkan jumlah atau menekan sekresi asam lambung dengan menghambat akti-fitas enzim H/K ATPase (proton pump) pada permukaan kelenjar sel parietal gas-trik pada pH < 4. Obat yang berikatan dengan proton (H) secara cepat akan diubah menjadi sulfonamide, suatu proton
pump inhibitor yang aktif.
Obat golongan PPI digunakan untuk terapi kondisi seperti gastroesophageal reflux
disease (GERD), stomach dan small intes-tine ulcers, dan inflamasi esophagus.
Obat–obat yang dikategorikan sebagai PPI dan beredar di Indonesia antara lain: eso-meprazole, oeso-meprazole, lansoprazole dan pantroprazole.
Informasi aspek keamanan terkini terkait produk obat golongan PPI yang diperoleh dari US FDA menyebutkan bahwa terdapat kemungkinan peningkatan risiko
penu-runan kadar magnesium
(hypomagnesemia) jika digunakan dalam jangka waktu panjang.
Informasi keamanan tersebut merupakan hasil review US FDA terhadap laporan dari
Adverse Event Reporting System (AERS),
literatur medis, dan periodic safety update
report (PSUR) untuk kasus-kasus hypo-magnesemia pada pasien yang sedang
menerima perpanjangan terapi PPI.
Hypo-magnesemia dilaporkan terjadi pada
pasien dewasa yang menerima PPI mini-mal 3 bulan, tetapi sebagian besar
hypo-magnesemia terjadi setelah 1 tahun terapi
dengan PPI.
Kadar serum magnesium yang rendah menyebabkan efek samping serius terma-suk muscle spasm (tetany), irregular
heartbeat (arrhytmias) dan convulsions
(seizures), namun tidak semua pasien mempunyai gejala-gejala tersebut.
Hypo-magnesemia juga menyebabkan sekresi
hormon parathyroid terganggu dan dapat berkembang menjadi hypocalcemia. Me-kanisme terjadinya risiko
hypomagnese-mia pada penggunaan jangka panjang
PPI belum diketahui, tetapi mungkin terkait dengan perubahan absorpsi intestinal mag-nesium.
Terapi pada pasien yang mengalami
hypo-magnesemia umumnya adalah dengan
pemberian suplemen magnesium dan mung-kin juga perlu penghentian terapi PPI. Dokter disarankan untuk memeriksakan ka-dar magnesium ka-darah pasien sebelum me-mulai terapi PPI jangka waktu panjang, dan secara periodik selama masa pengobatan. Pemeriksaan kadar magnesium juga perlu dilakukan terutama apabila pasien menda-patkan terapi PPI bersamaan dengan obat lain seperti digoxin atau diuretik. Beberapa jenis obat diuretik yang dapat menurunkan k a d a r m a g n e s i u m d a l a m d a r a h (hypomagnesemia) antara lain loop
diure-tics dan thiazide diurediure-tics dalam bentuk
tunggal maupun kombinasi dengan obat hipertensi lain. Pada pasien yang menerima digoxin (obat jantung), pertimbangan terse-but juga sangat penting karena kadar mag-nesium yang rendah berisiko meningkatkan efek samping yang serius.
Hingga saat ini, Badan POM RI belum mene-rima laporan kasus efek samping
hypomag-nesemia yang dicurigai sebagai akibat
peng-gunaan PPI jangka panjang. Untuk mening-katkan kehati-hatian dan kewaspadaan ter-kait isu aspek keamanan produk obat golo-ngan PPI, informasi ini disampaikan kepada sejawat kesehatan sekalian.
Kami menghimbau kepada sejawat tenaga kesehatan di Indonesia untuk dapat melaku-kan pemantauan dan pelaporan kepada Badan POM apabila terjadi reaksi efek sam-ping utamanya hypomagnesemia.
Daftar Pustaka:
1. US FDA : FDA Drug Safety communication: Low magnesium levels can be associated with long-term use of Proton Pump Inhibitor drugs (PPIs), 3 Februari 2011
2. Data Badan POM RI V O LU ME 2 9 , NO .1 , J U N I 20 11
Hypomagnesemia dan Proton Pump Inhibitor
BE R I TA ME SO
Fibrat merupakan golongan obat yang telah d i g u n a k an b e r t a hu n - t a hu n un t u k menurunkan kadar lipid, seperti trigliserida dan kolesterol dalam darah.
Akhir-akhir ini dilakukan review oleh The
European Medicines Agency’s Committee for Medicinal Products for Human Use
(CHMP) terhadap obat golongan fibrat, karena terbatasnya informasi aspek keamanan penggunaan obat ini dalam jangka waktu panjang. Hasil review
menyimpulkan bahwa obat golongan fibrat memiliki rasio manfaat yang lebih besar daripada risiko. Namun, dokter sebaiknya tidak meresepkan fibrat sebagai pengobatan lini pertama pada pasien baru yang didiagnosis mengalami gangguan lipid d a r a h , k e c u a l i p a d a p a s i e n hipertrigliseridemia parah atau pasien yang tidak dapat menggunakan statin.
Jenis obat golongan fibrat yang beredar antara lain: bezafibrat, ciprofibrat, fenofibrat dan gemfibrozil.
Sebelumnya, pada tahun 2005, CHMP
Pharmacovigilance Working Party juga
pernah melakukan review terkait rasio manfaat dan risiko fibrat karena terbatasnya bukti mengenai manfaat jangka panjang dalam menurunkan risiko kardiovaskular. CHMP Pharmacovigilance
Working Party menyimpulkan bahwa
obat-obat golongan fibrat dapat terus digunakan dalam terapi gangguan lipid, namun sebaiknya tidak digunakan sebagai pengobatan lini pertama.
Review CHMP Pharmacovigilance Working Party terhadap data baru yang ada juga
merekomendasikan fibrat dapat digunakan bersama dengan statin jika statin sendiri tidak cukup kuat untuk mengontrol kadar lipid darah.
Sementara itu, listed efek samping terkait penggunaan obat golongan fibrat yang se-ring dilaporkan adalah ini antara lain:
di-gestive, gastric or intestinal disorders
(seperti abdominal pain, nausea, vomiting, diare, dan perut kembung); skin reactions (seperti rash, pruritus, urticaria dan
photo-sensitivity, dan pada beberapa pasien
da-pat mengalami cutaneous photosensitivity dengan manifestasi eritema, vesiculation atau nodulation pada bagian kulit yang
ter-papar matahari). Sekaitan dengan hal tersebut, kami
meng-himbau sejawat tenaga kesehatan untuk dapat melakukan individual assessment terhadap pasien sebelum meresepkan obat golongan fibrat ini, dan memantau serta melaporkan apabila terjadi efek samping yang tidak diinginkan.
Dalam rangka jaminan keamanan produk beredar di Indonesia, Badan POM RI akan terus melakukan upaya pemantauan ke-amanan dan tindak lanjut yang diperlukan untuk melindungi kesehatan masyarakat.
Daftar Pustaka:
1. EMA, Press release: European Medicines Agency Recommends Use of Fibrates as Second-line Treatment, 22 October 2010.
2. Aronson, JK, Meyler’s, Side Effects of Drugs: The International Encyclopedia of Adverse Drug Reactions and Interactions Adverse Drug Reactions, Fifteenth Edition, elsevier BV, The Netherlands, 2006
3. Data Badan POM RI V O LU ME 2 9 , NO .1 , J U N I 20 11
Rekomendasi Penggunaan Fibrat sebagai Pengobatan Lini
Kedua pada Pasien dengan Gangguan Lipid Darah
Ethic in Pharmacovigilance:
Jika kita mengetahui sesuatu yang dapat membahayakan kesehatan orang lain yang tidak mengetahuinya, dan kita
tidak memberitahukannya adalah tidak etis (to know of something that is harmful to another person,
1. Penarikan semua lot produk Alcohol Prep
Pads Alcohol Swabs dan Alcohol Swabstick
yang diproduksi oleh TRIAD Group Amerika Serikat
Beberapa waktu lalu, di awal tahun 2011, terda-pat informasi dari US FDA terkait dengan adanya penarikan semua lot produk Alcohol Prep Pads Alcohol Swabs dan Alcohol Swabstick yang diproduksi oleh suatu perusahaan di US (TRIAD Group). Hal ini dilakukan terkait adanya potensi kontaminasi produk alkohol tersebut oleh bakteri Bacillus cereus. Penggunaan alkohol yang terkontaminasi tersebut dapat memicu infeksi yang membahayakan jiwa terutama pada populasi yang berisiko (immune suppressed and surgical patients
Namun perlu dipahami oleh sejawat kesehatan sekalian bahwa produk-produk obat tersebut tidak terkontaminasi dan tetap aman digunakan sesuai dengan informasi produk dan sesuai dengan anjuran dokter, kecuali untuk alcohol swabs tidak boleh digunakan dan harus diganti dengan alcohol swabs yang lain.
Terdapat produk obat yang terdaftar dan beredar di Indonesia yang diketahui menggunakan produk alkohol tersebut sebagai tambahan dalam kemasan sekundernya, yaitu Peg-Intron dan INTRON A.
2. Presence of blocked injection needles in
some Lucentis® injection administration packs
Terdapat sejumlah keluhan teknis terkait dengan Becton Dickinson (BD) Microlance 3 injection needles yang tersumbat (blocked injection needles) dan merupakan bagian dalam kemasan sekunder produk obat Lucentis® 0,5 mg/0,05 ml solution, yang diterima oleh pemegang izin edar (global).
Setelah dilakukan identifikasi, disebutkan bahwa kasus blocked injection needles ini terjadi pada semua nomor bets jarum injeksi Lucentis® yang diproduksi antara pertengahan bulan Agustus 2010 dan bulan Januari 2011 yaitu nomor bets jarum: 100224 dan 100609 yang terdapat dalam kemasan sekunder produk obat Lucentis® dengan nomor bets S0042A, S0043, S0044, S0046, S0047, S0047A, S0049, S0050, S0051, S0053 dan S0053A. Sedangkan dari data impor-tasi ke Indonesia, nomor bets produk obat Lucentis®yang masuk ke Indonesia adalah: S0044, S0045A, S0049, S0050 dan S0052. Keluhan teknis terkait jarum injeksi yang tersumbat (blocked needles) tersebut tidak berpengaruh pada produk obat Lucentis® vial tetapi menggunakan alternatif jarum lain dengan ukuran 30 gauge (0.3x12mm) untuk injeksi
ophthalmic yang tersedia di rumah sakit atau klinik.
Sekaitan dengan hal tersebut, Badan POM RI telah meminta kepada pemegang izin edar produk tersebut untuk melakukan identifikasi dan segera memberikan informasi kepada dokter terkait hal tersebut. Badan POM juga menerbitkan Informasi Untuk Dokter (Dear Doctor Letter) melalui IDI untuk dapat disebarluaskan kepada sejawat kesehatan sekalian.
Dari laporan kasus efek samping obat (ESO) di Indonesia yang diterima oleh Badan POM RI, terdapat sejumlah laporan kasus ESO terkait ceftriaxone yaitu tahun 2008: 8 laporan, 2009: 3 laporan, dan 2010: 5 laporan dengan manifestasi ESO yang beragam. Namun kami melakukan high light terhadap 2 kasus ESO bengkak pada mata yang terjadi pada pasien anak-anak sebagai berikut:
Kasus 1:
Pasien berusia 9 tahun menerima ceftriaxone injeksi dengan dosis 1 gram sekali sehari dan sirup paracetamol dengan dosis 7,5 ml empat kali sehari. Kedua obat diberikan bersamaan pada hari yang sama untuk indikasi infeksi dan demam. Setelah pasien menerima obat, masih pada hari yang sama, pasien mengalami bengkak pada mata. Dokter memperkirakan efek samping bengkak pada mata (oedema periorbital) disebabkan oleh ceftriaxone, sehingga antibiotik dihentikan namun sirup parasetamol tetap diteruskan. Efek samping hilang sendiri setelah ceftriaxone dihentikan. Kesudahan efek samping, pasien dilaporkan sembuh. Hasil analisa kausalitas Tim Pengkaji MESO adalah certain.
Kasus 2:
Pasien berusia 8 tahun menerima ceftriaxone injeksi dengan dosis 1 gram sekali sehari. Pasien sebelumnya telah melakukan skin test ceftriaxone dengan hasil negatif. Injeksi ceftriaxone disuntikkan melalui infus secara intravena. Pasien mengalami reaksi efek samping gatal-gatal dan bengkak pada mata (conjunctivities) setelah 20 menit pemberian injeksi ceftriaxone. Pemberian ceftriaxone segera dihentikan dan kesudahan efek samping pasien dilaporkan sembuh. Hasil analisa kausalitas Tim Pengkaji MESO adalah certain.
Sekaitan dengan laporan tersebut di atas, kami menghimbau kepada sejawat kesehatan untuk dapat memantau kemungkinan kejadian ESO tersebut dan melaporkan kepada kami untuk dapat dilakukan evaluasi lebih lanjut.
BE R I TA ME SO
Tindak Lanjut Regulatori Badan POM terkait Aspek Keamanan Obat hingga pertengahan Tahun 2011
V O LU ME 2 9 , NO .1 , J U N I 20 11
Laporan Kasus Efek Samping Obat (ESO) terkait Ceftriaxone
Pada tahun 2010, Badan POM RI telah menerima sejumlah 520 laporan efek samping obat (ESO) yang diperoleh dari dari tenaga kesehatan (27%) di rumah sakit, puskesmas, apotek dan dari in-dustri farmasi pemegang ijin edar (73%). Namun dari total jumlah laporan tersebut, sebagian besar adalah laporan ESO luar negeri (foreign report) (69%) sedangkan laporan ESO dalam negeri (local report) (31%) masih perlu ditingkatkan. Jenis efek samping obat yang sering dilaporkan selama tahun 2010 adalah rash (21%), rash
maculo-papular (15%), dyspnoea (7%), dan Ste-vens johnson syndrome (6%). Sedangkan untuk
golongan obat yang paling sering dilaporkan men-imbulkan kejadian efek samping adalah obat-obat golongan Antibiotik (17%), NSAID (17%) dan golongan Antasida (10 %). Gambaran lebih leng-kap tentang jenis efek samping yang sering dila-porkan dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Efek samping yang dilaporkan terjadi
Untuk meningkatkan peran aktif sejawat tenaga kesehatan dalam pelaporan ESO, beberapa waktu lalu telah diadakan workshop dengan mengun-dang sejawat dari beberapa sarana pelayanan kesehatan (tahun 2010) yang antara lain mereko-mendasikan untuk revisi formulir kuning yang ada. Revisi yang kami lakukan yaitu dengan menambahkan Algoritma Naranjo, untuk memu-dahkan sejawat untuk melakukan self causality
assessment terhadap kasus ESO yang terjadi.
Hingga saat ini jumlah laporan ESO yang dikirim oleh Indonesia ke World Health Organization (WHO) sangat kecil dibanding dengan negara-negara lain. Harapan kami, hal ini akan men-dorong sejawat untuk berperan lebih aktif lagi dalam melaporkan kejadian ESO yang diamati dalam praktik klinik sehari-hari. Formulir kuning laporan ESO yang ada dalam lampiran Buletin Berita MESO Edisi kali ini telah ditambahkan Algo-ritma Naranjo.
Dalam rangka mempromosikan kegiatan
pharma-covigilance ke sejawat kesehatan, terutama yang
bertugas di sarana pelayanan kesehatan, Badan POM RI secara rutin mengadakan kegiatan berupa Sosialisasi/Workshop terkait pharmacovigilance. Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pe-mahaman sejawat kesehatan tentang pentingnya aktifitas pharmacovigilance sebagai bagian dari jaminan keamanan pasien (patient safety) dan ke-pedulian sejawat untuk melakukan pemantauan dan pelaporan kejadian efek samping yang mung-kin ditemui atau teramati pada praktik klinik se-hari-hari di sarana pelayanan kesehatan.
Kegiatan ini pada tahun-tahun sebelumnya juga telah diselenggarakan di beberapa Rumah Sakit, seperti Rumah Sakit Dr. Soetomo di Surabaya, Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin di Bandung, Rumah Sakit Dr. Sardjito di Yogyakarta, Rumah Sakit Dr. M. Djamil di Padang, dan Rumah Sakit Dr. Kariadi di Semarang. Untuk penyelenggaraan tahun 2011 ini, telah dilakukan sosialisasi/
workshop di dua rumah sakit yaitu Rumah Sakit H.
Adam Malik di Medan dan Rumah Sakit Sanglah di Denpasar.
Dalam penyelenggaraan kegiatan ini, Badan POM RI memberikan penjelasan terkait program
macovigilance di Indonesia dan pentingnya phar-macovigilance bagi jaminan keamanan obat
bere-dar dengan tujuan akhir jaminan keamanan pasien (patient safety). Di samping itu, Badan POM RI mengundang Nara Sumber dari akademisi terkait untuk memberikan penjelasan secara ilmiah ten-tang efek samping obat dan permasalahan lainnya terkait penggunaan obat serta peran dan tanggung jawab rumah sakit dalam jaminan keamanan pasien (patient safety) yang dapat dicapai dan didukung dengan pelaksanaan pharmacovigilance. Peserta yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah sejawat kesehatan mulai dari dokter spesialis, dok-ter umum, farmasis klinik, serta perawat. Badan POM RI mendapat sambutan baik dalam penye-lenggaraan ini, dan secara umum pihak rumah sa-kit mendukung program pharmacovigilance di In-donesia. Selanjutnya Badan POM RI berharap bahwa ke depan kegiatan sosialisasi/workshop ini akan meningkatkan jumlah laporan efek samping yang diterima dari sejawat tenaga kesehatan se-cara individual ataupun dari rumah sakit sese-cara kolektif.
BE R I TA ME SO V O LU ME 2 9 , NO .1 , J U N I 20 11
Laporan Efek Samping Obat
(ESO) Tahun 2010
Update Kegiatan Sosialisasi/Workshop Pharmacovigilance di Rumah Sakit 2011
2% 2%2% 3% 3%3% 4% 5% 5% 6% 7% 15% 21% 22% Dermatitis Vomiting Bronchospasme Angioedema Extrapyramidal disorder Nausea Urticaria Fever Rash erythematous Steven Johnson Syndrome Dyspnoea Rash makulo papular Rash
Lain-lain
IMPORTANT MESSAGES!
ONE REPORT CAN MAKE A DIFFERENT NO DRUGS, 100% SAFE
Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping akibat obat perlu dilaporkan. Laporan tidak harus didasarkan atas kepas-tian seratus persen adanya hubungan kausal antara efek samping dengan obat. Bila Saudara menemukan reaksi yang masih diragukan hubungannya dengan obat yang digunakan, adalah lebih baik dilaporkan daripada tidak sama sekali.
Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat. Terutama efek samping yang selama ini tidak pernah / belum pernah dihubungkan dengan obat yang bersangkutan .
Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat.
Setiap reaksi efek samping serius, antara lain :
Reaksi anafilaktik
Diskrasia darah
Perforasi usus
Aritmia jantung
Seluruh jenis efek fatal
Kelainan congenital
Perdarahan lambung
Efek toksik pada hati
Efek karsinogenik
Kegagalan ginjal
Edema laring
Efek samping berbahaya seperti sindroma Stevens Johnson
Serangan epilepsi dan neuropati
Setiap reaksi ketergantungan
Sebagai contoh klasik adalah yang berkaitan dengan obat golongan opiat; walaupun demikian berbagai obat lain dapat menimbulkan reaksi ketergantungan fisik dan atau psikis
Setiap laporan ESO yang diterima dievaluasi oleh Badan POM RI sebagai Pusat MESO Nasional untuk menentukan hubungan kausal produk obat yang dicurigai dengan efek samping yang dilaporkan, menggunakan kriteria yang telah ditetapkan.
Indonesia telah tercatat sebagai negara anggota dalam kegiatan WHO-UMC Collaborating Centre for International Drug Monitoring. Untuk itu laporan ESO di Indonesia yang diterima oleh Pusat MESO Nasional dari Saudara, akan dikirim ke “Pusat Monitoring Efek Samping Obat Internasional” (WHO-UMC Collaborating Centre), di Uppsala, Swedia. Data ESO dari seluruh dunia yang dikirimkan termasuk dari Indonesia, selanjutnya akan masuk dalam data base Pusat MESO Internasional. Drug
Regulatory Authorities (DRAs) dari negara-negara anggota saling bertukar menukar informasi berkaitan drug safety melalui
e-mail Vigimed Lists.
Laporan efek samping yang dikaji/evaluasi sesuai derajat/tingkat kegawatan efek samping dan/atau insidens atau hal lain, hasilnya dapat berbentuk saran serta tindak lanjut terhadap kasus yang bersangkutan oleh pihak regulatori, dan dipublikasi di dalam bulletin BERITA MESO. Pusat MESO Nasional sangat mengharapkan dan menghargai peran aktif untuk berpartisipasi di dalam kegiatan MESO dengan cara mengirimkan laporan efek samping obat yang Saudara jumpai.
Dra. Lucky S. Slamet, MSc.; Drs. Roland Hutapea, MSc; Dra. Endang Woro, Apt, MSc.; Dra. Retno Tyas Utami, M.Epid; Dr. Suharti K.S., SpFK; Prof.Dr. Armen Muchtar, SpFK; Prof.Dr. Hedi Rosmiati, SpFK; Dr. Nafrialdi, SpPD, PhD; Dra. Yunida Nugrahanti S., Apt., MP, Apt; Dra. Ega Febrina, Apt; Dra. Nurma Hidayati Apt., M. Epid.; Siti Asfijah Abdoellah, SSi, Apt, MMedSc; Dra. Warta Br. Ginting, Apt; Dra. Umma Latifah, Dra. Herawati, Apt., M.Biomed.; Dra. Lela Amelia Apt.; Rahma Dewi Handari, SSi, Apt; Zulfa Auliyati Agustina, S.KM.
Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Jl. Percetakan Negara No. 23 Kotak Pos No. 143 JAKARTA 10560 Telp : (021) 4245459; 4244755 ext. 111 Fax : (021) 4243605; 42883485
e-mail : [email protected]; [email protected]
APA YANG PERLU DILAPORKAN
REAKSI-REAKSI APA YANG SEYOGYANYA DILAPORKAN ?
APA PERANAN LAPORAN EFEK SAMPING OBAT (ESO) SAUDARA ?
DEWAN REDAKSI BULETIN BERITA MESO: