• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN APLIKASI TEKNOLOGI NUKLIR DALAM BIDANG KEDOKTERAN. Johan S. Masjhur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN APLIKASI TEKNOLOGI NUKLIR DALAM BIDANG KEDOKTERAN. Johan S. Masjhur"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN APLIKASI TEKNOLOGI NUKLIR

DALAM BIDANG KEDOKTERAN

Johan S. Masjhur

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung

Abad ke-20 lalu ditandai dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat, di antaranya dalam pemanfaatan energi nuklir dalam bidang kedokteran yang melahirkan disiplin ilmu baru yaitu ilmu kedokteran nuklir. Ilmu kedokteran nuklir merupakan salah satu wujud pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai, lahir dari perkembangan berbagai disiplin ilmu dan teknologi pendukungnya seperti fisika nuklir, mikroelektronika, dan alat-alat deteksi radasi, sistem komputer/informatika, biologi, farmasi dan tentunya ilmu kedokteran sendiri terutama ilmu-ilmu biomedik.

Penemuan radionuklida buatan pertama, yaitu P-30, oleh pasangan suami istri Jean Frederic Joliot dan Irene Joliot-Curie pada tahun 1934 merupakan revolusi teknologi mengawali pemanfaatan teknik nuklir dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti industri, pertanian, irigasi, biologi dan kedokteran sendiri. Dalam bidang kedokteran, penemuan tersebut kemudian dilengkapi dengan

dirancangnya alat-alat deteksi radiasi seperti tabung Geiger-Muller (GM tube), pencacah sintilasi,

scanner, probes, kamera gamma

planar, serta terakhir kamera SPECT (Single Photon Emission Tomography) dan PET (Positron Emission Tomography). Dalam

tahun-tahun terakhir ini berkembang pula kamera hibrida yang menggabungkan kamera SPECT atau PET dengan CT scan atau MRI (dikenal sebagai kamera SPECT-CT dan kamera PET-MRI), menjadikan kemampuan pencitraan lebih baik dan spesifik.

Perkembangan lainnya adalah dalam teknik penandaan (labeling) dan radiofarmasi, radiobiologi, imunologi, dan komputer/sistem informatika yang membawa kita kepada ilmu dan teknologi kedokteran nuklir seperti yang dikenal sekarang ini. Tampak di sini bagaimana perkembangan dan pendekatan multidisplin bermuara pada suatu displin ilmu baru yaitu ilmu kedokteran nuklir.

George C. de Hevessy dianggap sebagai Bapak Kedokteran Nuklir

(2)

karena dialah yang meletakkan prinsip dasar perunut dan mengembangkan konsep metabolisme pada makhluk hidup. Dia yg pertama kali menerapkan prinsip perunut menggunakan Pb-32 untuk mempelajari absorpsi dan translokasi Pb Nitrat pada tumbuh-tumbuhan (1923); menggunakan isotop stabil (deuterium oxide) untuk mengukur air tubuh dan

turn-overnya (1935), meletakkan dasar

analisis aktivasi neutron (1936-1938), serta penandaan eritrosit in vitro untuk mengukur

volume darah (1942). De Hevessy menyatakan : ”...by adding

radioactive isotope to the atoms or molecules, we can label these and follow their path. That the labelling device was bound to find a very extended field of applications was clearly already in 1923 when it first applied “. De Hevessy memperoleh

hadiah Nobel pada tahun 1943 dan

Atoms for Peace Awards pada tahun

1959.

Pionir lainnya adalah Lawrence dan Livingston, perancang siklotoron (1923), serta Fermy dkk., pendiri reaktor nuklir pertama (1942). Untuk alat-alat deteksi, Benedict Cassen merancang alat deteksi untuk pemetaan kelenjar tiroid yang kemudian berkembang menjadi

rectilinear scanner (1949), dan Hal

Anger merancang kamera gamma pada tahun 1957. Kamera gamma (disebut juga kamera Anger)

merupakan andalan alat deteksi kedokteran nuklir sampai sekarang. Penemuan Technetium-99m (Tc-99m) oleh Perrier dan Segre serta penggunaannya dalam bidang biologi oleh Harper (1961) merupakan salah satu tonggak sejarah perkembangan kedokteran nuklir. Tc-99m sampai saat ini merupakan “kuda tunggang” kedokteran nuklir karena sifat-sifat fisik dan kimianya yang sangat ideal untuk digunakan dalam berbagai tujuan kllinik. Dengan generator Mo-99-Tc-99m (dirancang oleh Powell Richards), dengan mudah unit-unit kedokteran nuklir di manapun memperoleh Tc-99m setiap kali dibutuhkan.

Dalam bidang diagnostik in-vitro, tercatat nama Solomon Berson dan Rosalyn Yallow yang meletakkan

dasar-dasar teknik

radioimmunoassay (RIA) atau prinsip competitive-binding

radioassay. Teknik RIA pertama kali

digunakan untuk menentukan kadar hormon insulin dalam plasma. Teknik RIA dikenal sebagai suatu teknik analisis yang ajek dengan spesifisitas dan sensitivitas tinggi sehingga sering digunakan sebagai

gold standard. Dengan menggunakan prinsip ini titer atau kadar berbagai hormon, antigen , antibodi, enzim dan obat dalam darah dapat diukur dengan ketepatan dan ketelitian yang sangat tinggi. Dasar-dasar teknik

(3)

RIA kemudian digunakan dalam pengembangan berbagai teknik non-isotopik lain yang banyak digunakan sekarang ini. Untuk penemuannya tersebut, Berson dan Yallow menerima hadiah Nobel pada tahun 1977.

Dalam aplikasinya kedokteran nuklir telah memberikan kontribusi yang berarti dalam pelayanan kesehatan (diagnostik maupun terapi) serta penelitian kedokteran dasar dan terapan. Melalui teknik diagnostik in vivo, radiofarmaka diberikan kepada pasien (melalui oral atau parenteral) untuk mempelajari morfologi dan fungsi organ atau sistem tubuh; dengan teknik diagnostik in vitro atau in vivtro, dapat dianalisa spesimen yang berasal dari tubuh pasien seperti darah, urine, feses , dan saliva; sedangkan dengan memberikan radionuklida tertentu dapat dilakukan pengobatan penyakit seperti hipertiroidi, karsinoma tiroid berdiferensiasi, polisitema vera, dan lain-lain. Radionuklida yang banyak digunakan dalam kedokteran nuklir antara lain adalah Tc-99m, 123, I-125, I-131,Tl-201, Ga-67, F-18, P-32, Sm-153, dan Sr-89.

Ilmu Kedokteran Nuklir

Molekuler

Ilmu kedokteran modern ditandai dengan perkembangan yang pesat

di bidang biologi molekuler. Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman tentang membran sel serta komunikasi antar dan intra sel telah melahirkan paradigma baru yaitu kedokteran molekuler. Beranjak dari sudut pandang kedokteran molekuler maka diagnosa, terapi dan pemantauan penyakit berubah menjadi berdasarkan pendekatan molekuler. Kalau dalam beberapa dasawarsa lalu suatu penyakit dilihat sebagai kelainan struktur atau fungsi organ (organ oriented), maka sekarang kelainan itu akan dilihat sebagai disfungsi molekuler (molecular

oriented). Selain itu terjadi pula

perubahan fokus pelayanan yang semula ditekankan pada penapisan (screening) untuk mengetahui penyakit (konsep lama), menjadi keputusan klinik (clinical decision

making) untuk memilih atau

mengoptimasikan pengobatan (konsep baru), serta diagnosa (konsep lama) menjadi luaran (konsep baru). Dari sudut pandang kedokteran molekuler, masalah pasien akan dilihat sebagai disfungsi molekuler bukan lagi kelainan struktur. Hal ini memberi peluang luas bagi kedokteran nuklir karena keunikannya justru terletak pada kemampuan mempelajari perubahan fisiologi dan biokimia yang terjadi pada tingkat sel dan molekul serta implikasi prognostiknya. Ilmu kedokteran nuklir memadukan dan

(4)

memanfaatkan kemajuan dalam bidang biologi molekuler, imunologi dan genetika ke dalam bentuk yg aplikatif, dalam bentuk uji diagnostik dan terapi menggunakan radionuklida. Bidang garapan kedokteran nuklir lebih tertuju pada studi in vivo tentang metabolisme, imunologi serta reseptor seperti reseptor endokrin, tumor, dan neurotransmitter, serta radioimunoterapi dengan radiofarmaka. Radiofarmaka molekuler serta kamera SPECT dan PET akan banyak digunakan untuk tujuan tersebut.

Perkembangan tersebut di atas lebih memantapkan dan menegaskan kembali prinsip dasar teknologi kedokteran nuklir, yaitu dengan digunakannya istilah ilmu kedokteran nuklir molekuler dan pencitraan molekuler (molecular

nuclear medicine and molecular imaging). “Slices of life” dari

molekul yang diperoleh melalui teknik kedokteran nuklir bersama dengan histopatologi akan merupakan salah satu cara untuk mendiagnosis dan memahami patofisiologi penyakit. Selain teknologi kedokteran nuklir yang telah dikenal selama ini, Positron

Emission Tomography (PET)

merupakan andalan kedokteran nuklir molekuler. Dengan PET dapat diungkap proses biokimiawi fungsi

signal-transducing pada manusia

hidup. Studi biokimia tersebut tidak

hanya berguna untuk mendeteksi penyakit tetapi juga merencanakan strategi pengobatan dan memonitor hasilnya. Secara umum ada tiga bidang studi menggunakan PET yaitu : (1). Regional blood flow (aliran darah regional); (2). Metabolisme substrat; dan (3). Sites

recognition (pengenalan tapak)

termasuk reseptor dan enzim.

Penutup

Prof. Dr. Henry N. Wagner, Jr – Guru Besar Ilmu Kedokteran Nuklir dari Johns Hopkins University Amerika Serikat merumuskan perkembangan ilmu kedokteran nuklir dengan kata-kata sebagai berikut :

Nuclear medicine does not just provide new tests for old diseases, but new ways of defining disease. It answers questions such as whether or not a lesion is metabolically active, or whether it contains certain “recognition” sites as marker of disease “.

Bandung, 1 Juli 2009. Disampaikan pada :

Seminar Keselamatan Nuklir – Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jakarta, 5-6 Agustus 2009.

(5)

Tanya Jawab Diskusi

1. Arif Jauhari (Poltekkes Jakarta II)

Pertanyaan:

Bagaimana penerapan & blueprint pengembangan Nuclear Medicine di Indonesia?

Jawaban:

Kedokteran Nuklir yang telah disampaikan belum dilakukan semua di Indonesia, baru sebatas penelitian.

2. Hendaryah Sutanto (Pensiunan BAPETEN)

Pertanyaan:

Ditinjau dari segi resiko akibat radiasi bagi pasien, mana yang lebih tinggi resiko radiasi antara kedokteran nuklir, radiologi dan radiotherapi?

Jawaban:

Kedokteran nuklir resiko lebih rendah dari yang

lainnya karena menggunakan radioisotop dengan T ½ pendek.

3. Tri Murni Soedyartomo (Women in Nuclear)

Pertanyaan:

− Bagaimana TL-201 bisa memperbaiki atau membangunkan

kembali otot jantung yang tidur.

− Apakah di RS Indonesia sudah menggunakan LDR Brachytherapy yang berbentuk

seed-seed dengan

kandungan radioisotop I-125?

Jawaban:

− Brachiterapi LOW DOSE RATE Sudah tidak digunakan lagi di Indonesia yang saat ini digunakan adalah brachiterapi HIGH DOSE

RATE dengan

(6)

4. Prof. Dr. Djarwani S. Soejoko (FMIPA -UI) Pertanyaan: − Apakah semua pemeriksaan yang di bicarakan telah di laksanakan di Indonesia?

− Apakah MIBI sudah dipakai untuk pasien kanker, dan sudah disosialisasikan?

Jawaban:

Aplikasi kedokteran nuklir yang telah disampaikan belum dilakukan semua di Indonesia, baru sebatas penelitian.

5. Yekti Nastiti (Radiologi -RSCM)

Pertanyaan:

Cara atau inovasi pengembangan Kedokteran Nuklir di Indonesia karena tidak berkembang dengan cepat?

Jawaban:

Dengan membentuk kolokium kedokteran nuklir di Indonesia (Kedokteran nuklir spesialis mulai tahun 1998). Setiap tahun untuk 6 spesialis kedokteran nuklir, di samping mengajar di universitas, komunikasi dan kontak langsung dengan spesialis kedokteran nuklir lainnya, selalu dilakukan. Fasilitas kedokteran nuklir perlu investasi mahal untuk ruangan, kamera, dan lain lain.

Referensi

Dokumen terkait

To characterize the biological properties of carnation main virus, host range test was conducted using CarMV of West Java (Idn-WJ) isolate. Inocula were prepared

Apabila kedudukan bulan seperti pada gambar peristiwa yang terjadi adalah ..... Gerhana

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap prestasi kerja 2) untuk mengetahui apakah kepuasan kerja berpengaruh

Sedangkan PAK di sekolah adalah merupakan pendidikan yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan pada peserta didik

Sehingga bisa dibilang bahwa kelemahan dari sistem ekonomi komando ini adalah matinya inisiatif idividu untuk maju karena sering terjadinya monopoli yang merugikan masyarakat

Karsinoma Nasofaring Dalam :Buku Ajar Telinga Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6,

Sangat Lemah hubungan karena memang dominan maindset atau pemikiran masyarakat Desa Gunung Muda ter- hadap Reklamasi Lahan Bekas Tam- bang Kebun Percontohan Air

Adanya gangguan pada psoriasis dalam merespons stres, peningkatan norepinefrin secara bermakna dan peningkatan yang tidak signifikan pada kortisol menyebabkan kelebihan