• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Brehm dan Kassin (dalam Dayakisni, 2003), kesepian adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Brehm dan Kassin (dalam Dayakisni, 2003), kesepian adalah"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II LANDASAN TEORI

II.A. Kesepian

II.A.1. Defenisi Kesepian

Menurut Brehm dan Kassin (dalam Dayakisni, 2003), kesepian adalah perasaan kurang memiliki hubungan sosial yang diakibatkan ketidakpuasan dengan hubungan sosial yang ada. Sesuai dengan Hogg (1995), yang mengatakan bahwa kesepian merupakan ketidakpuasaan dalam suatu hubungan. Kesepian juga berarti suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan–perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain (Bruno dalam Dayakisni, 2003).

Kesepian merupakan emosi yang tidak menyenangkan dan pemikiran yang didasari oleh keinginan berhubungan dekat tapi mereka tidak dapat memperolehnya (Baron dan Bryne, 2000)

Wrigtsman & Deaux (1993) mengatakan bahwa kesepian merupakan pengalaman subjektif dan tergantung pada interpretasi individu terhadap suatu kejadian. Berdasarkan definisi tersebut, Wrigtsman & Deaux menyimpulkan ada tiga elemen penting dari kesepian, yaitu:

a. Kesepian merupakan pengalaman subjektif yang tidak bisa diukur dengan observasi sederhana

(2)

c. Secara umum kesepian merupakan hasil dari kurangnya atau terhambatnya hubungan sosial

Peplau & Perlman (dalam Taylor, Peplau & Sears, 2000) mengatakan bahwa kesepian terjadi sebagai akibat kurangnya hubungan yang berarti dengan orang lain dan hal ini dapat menyebabkan keadaan yang tidak menyenangkan. Baron & Byrne (2000) mengatakan bahwa kesepian muncul ketika terjadi kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan dalam kehidupan interpersonal individu.

Kesepian mengacu pada ketidaknyamanan subjektif yang dirasakan seseorang ketika beberapa kriteria penting dari hubungan sosial individu tersebut terhambat atau tidak terpenuhi. Kekurangan tersebut dapat bersifat kuantitatif seperti tidak memiliki teman seperti yang diinginkan dan bersifat kualitatif seperti merasa bahwa hubungan sosial yang dibina hanya bersifat seadanya atau kurang memuaskan (Perlman & Peplau dalam Taylor, Peplau & Sears, 2000).

Dengan demikian, kesepian merupakan pengalaman subjektif dan perasaan yang tidak menyenangkan akibat kurangnya hubungan interpersonal baik secara kualitas maupun kuantitas dan ketidakpuasan akan hubungan sosial yang ada karena kurangnya hubungan yang berarti dengan orang lain.

II.A.2. Tipe-tipe Kesepian

Weiss (dalam Bhrem 2002) mengatakan ada dua tipe kesepian, yaitu:

1. Emotional Isolation, yaitu kesepian yang disebabkan oleh terbatasnya kedekatan atau kelekatan intim (intimate attachment) dengan orang lain.

(3)

2. Social Isolation, yaitu kesepian yang dihasilkan dari tidak adanya teman atau saudara atau orang lain dari jaringan sosial untuk berbagi aktivitas dan kesenangan

II.A.3. Karakteristik Orang yang Kesepian

Karakteristik orang yang kesepian antara lain cenderung menyalahkan diri sendiri atas hubungan sosial yang buruk (Anderson & Snogdgrass dalam Myers, 1999), menerima orang lain secara negatif (Jones, Wittenberg & Reiss dalam Myers, 1999), kesulitan dalam berteman dan berpartisipasi dalam kelompok (Rock, Spitzberg & Hurt, dalam Myers, 1999), serta cenderung menjadi pemalu, tidak asertif (Jones & Cutrona, dalam Saks & Krupart, 1998), memiliki harga diri yang rendah dan cenderung menyalahkan diri sendiri daripada yang seharusnya atas kekurangan mereka (Frankel & Prentice-Dhun dalam Santrock, 1999), memiliki kekurangan dalam keterampilan sosial (Riggio, Trockmorton & DePaola; Jones, Hobbs & Hockenbury dalam Santrock, 1999).

Orang yang kesepian cenderung menjadi pemalu, sadar diri (self conscious), introvert, memiliki harga diri yang rendah, tidak asertif (Jones & Cutrona, dalam Saks & Krupart, 1998). Orang yang kesepian kesulitan dalam menikmati sebuah pesta, memperkenalkan diri, berpartisipasi dalam berkelompok dan berteman (Horowitz & French, dalam Saks & Krupart, 1988). Menurut Anderson, Horowitz & French (dalam Saks & Krupart, 1988) orang yang kesepian cenderung menganggap kegagalan hubungan interpersonal merupakan cacat yang tidak dapat diubah dalam kepribadian daripada faktor mood.

(4)

Rubenstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002) menjelaskan ada empat set perasaan yang dirasakan oleh seseorang ketika mengalami kesepian, yaitu desperation, impatient, boredom, self-deprecation dan depression. Berikut perasaan spesifik ketika seseorang mengalami kesepian:

Tabel 2.1

Perasaan Yang Dirasakan Ketika Mengalami Kesepian

Desperation Impatient Boredom Self-deprecation Depression Putus asa Tidak sabaran Merasa tidak

menarik

Sedih

Merasa tidak tertolong

Bosan Benci pada diri

sendiri

Depresi

Takut Ingin berada di tempat lain

Bodoh Empati

Tanpa pengharapan

Gelisah Malu Terisolasi

Merasa ditinggalkan

Marah Merasa tidak aman Merasa bersalah terhadap diri sendiri Rapuh Sulit berkonsentrasi Melankolis Terasing Ingin bersama orang special

(5)

II.A.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesepian

Menurut Brehm (2002) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesepian, yaitu:

1. Usia

Stereotip yang berkembang dalam masyarakat yang beranggapan bahwa semakin tua seseorang, maka akan semakin merasa kesepian, tetapi banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa stereotip tersebut keliru. Berdasarkan penelitian Ostrov & Offer (dalam Brehm, 2002) ditemukan bahwa orang yang paling kesepian justru berasal dari orang-orang yang berusia remaja dan dewasa awal. Fenomena ini kemudian diteliti oleh Perlman pada tahun 1990 (dalam Taylor, Peplau & Sears, 2000) dan menemukan hasil yang sama, dimana kesepian lebih tinggi pada remaja dan dewasa awal dan lebih rendah pada yang lebih tua.

Menurut Brehm (2002) hal tersebut disebabkan orang yang lebih muda menghadapi banyak transisi sosial yang besar, misalnya merantau, memasuki dunia kuliah, memasuki dunia kera secara full time untuk pertama kalinya yang dapat menimbulkan kesepian. Sejalan dengan bertambahnya usia, kehidupan sosial mereka menjadi semakin stabil. Bertambahnya usia seiring dengan meningkatnya keterampilan sosial seseorang dan mereka menjadi semakin realistik terhadap hubungan sosial yang mereka harapkan.

2. Sosioekonomi

Weiss (dalam Brehm, 2002) mengatakan bahwa kelompok dengan penghasilan yang lebih rendah cenderung mengalami kesepian. Hal yang sama

(6)

juga ditemukan oleh Page & Cole (dalam Brehm, 2002) berdasarkan survey yang dilakukan ditemukan bahwa anggota keluarga dengan penghasilan rendah lebih mengalami kesepian daripada anggota keluarga dengan penghasilan yang lebih tinggi. Berdasarkan studi, tingkat pendidikan menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik dengan kesepian (Brehm, 2002).

3. Status Perkawinan

Secara umum, orang yang menikah kurang merasa kesepian daripada orang yang tidak menikah (Page & Cole, 1991; Perlman & Peplau, 1981; Stack 1998, dalam Brehm, 2002). Tidak menikah dikategorikan dalam subgrup (tidak pernah menikah, bercerai, atau janda) diperoleh hasil yang berbeda, dimana orang yang tidak pernah menikah lebih tidak kesepian. Kesepian dilihat sebagai reaksi hilangnya hubungan pernikahan daripada respon ketidakhadiran (Bhrem, 2002).

4. Gender

Walaupun banyak sekali studi tentang kesepian tidak mengindikasikan adanya perbedaan menyeluruh antara laki-laki dan perempuan, beberapa penelitian menemukan bahwa laki-laki memiliki skor kesepian yang lebih tinggi daripada perempuan. Menurut Borys dan Perlman (dalam Bhrem, 2002) laki-laki lebih sulit menyatakan kesepian secara tegas dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan stereotip peran gender yang berlaku dalam masyarakat. Berdasarkan stereotip peran gender, pengekspresian emosi kurang sesuai bagi

(7)

laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan (Borys & Perlman dalam Wrightsman & Deaux, 1993)

Brehm (2002) menambahkan bahwa gender berinteraksi dengan status pernikahan. Berdasarkan studi cross-national (Stack 1998, dalam Brehm, 2002) pernikahan mengurangi kemungkinan laki-laki mengalami kesepian. Di antara pasangan yang menikah dilaporkan bahwa perempuan lebih sering mengalami kesepian dibandingkan dengan perempuan (Peplau & Perlman, Rubenstein & Shaver, dalam Brehm, 2002).

Brehm (2002) mengatakan penemuan ini menunjukkan bahwa laki-laki cenderung mengalami kesepian ketika tidak memiliki pasangan yang intim. Sementara perempuan cenderung mengalami kesepian ketika ikatan perkawinan mengurangi akses untuk terlibat pada jaringan yang lebih luas. Dengan demikian, laki-laki memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami emotional isolation, sedangkan perempuan memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami social isolation (Brehm, 2002).

5. Karakteristik latar belakang yang lain

Karakteristik ini dilihat dari perkembangan rentang kehidupan seseorang. Brehm (2002) mengatakan hubungan antara anak-orangtua serta struktur keluarga berhubungan dengan kesepian. Berdasarkan struktur keluarga, Rubenstein & Shaver (dalam Brehm, 2002) menemukan bahwa orang dengan orangtua bercerai lebih merasa kesepian daripada orang dengan orangtua tidak bercerai. Semakin muda usia seseorang ketika orangtuanya bercerai, maka semakin tinggi tingkat kesepian yang akan dialami individu tersebut ketika

(8)

dewasa. Selain itu, dikatakan juga bahwa hubungan antara orangtua-anak penting dalam mengidentifikasi kesepian.

II.A.5. Penyebab Kesepian

Brehm (2002) mengatakan bahwa secara umum kesepian disebabkan oleh kurangnya hubungan sosial. Berikut merupakan penyebab kesepian, yaitu:

1. Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki

Brehm (2002) mengatakan ada sejumlah alasan mengapa seseorang merasa tidak puas dengan hubungan yang dimiliki. Rubenstein & Shaver, 1982 (dalam Brehm, 2002) menyimpulkan alasan yang dikemukakan oleh orang-orang yang kesepian, yaitu:

a. Being unattached; tidak memiliki pasangan, tidak memiliki patner seksual, berpisah dengan pasangan atau kekasih.

b. Alienation; merasa berbeda, merasa tidak dimengerti, tidak dibutuhkan, dan tidak memiliki teman dekat.

c. Being alone; pulang ke rumah tanpa ada yang menyambut.

d. Forced isolation; dikurung di dalam rumah, dirawat inap di rumahsakit, tidak bisa kemana-mana.

e. Dislocation; jauh dari rumah (merantau), memulai pekerjaan atau sekolah baru, sering pindah rumah, dan sering melakukan perjalanan jauh.

2. Perubahan dalam hubungan yang diinginkan seseorang

Berdasarkan model Perlman & Peplau (dalam Brehm, 2002) kesepian dapat juga berkembang karena perubahan dalam ide seseorang tentang apa

(9)

yang diinginkan seseorang dalam suatu hubungan. Pada saat tertentu hubungan sosial yang dimiliki seseorang cukup memuaskan sehingga orang tersebut tidak mengalami kesepian. Tetapi pada saat yang lain, dimana hubungan tersebut tidak lagi memuaskan karena orang itu telah merubah apa yang diinginkan dari hubungan tersebut.

Menurut Perlman & Peplau, dkk (dalam Brehm, 2002) perubahan itu dapat muncul dari beberapa sumber yaitu perubahan mood dan jenis hubungan yang diinginkan seseorang. Ketika dalam keadaan senang jenis hubungan yang diinginkan seseorang mungkin berbeda dengan jenis hubungan saat sedih; usia, seiring dengan bertambahnya usia akan membawa berbagai perubahan yang mempengaruhi harapan atau keinginan seseorang terhadap suatu hubungan. Selain itu, perubahan situasi juga dapat berperan. Banyak orang yang tidak mau menjalin hubungan emosional yang dekat dengan orang lain ketika mereka sedang membina karir.

3. Harga diri

Kesepian berhubungan dengan harga diri yang rendah (Brehm, 2002). Orang yang memiliki harga diri yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada situasi yag berisiko secara sosial, misalnya berbicara di depan umum dan berada di kerumunan orang yang tidak dikenal. Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan menghindari kontak-kontak sosial tertentu secara terus-menerus, akibatnya individu tersebut akan mengalami kesepian.

(10)

4. Perilaku interpersonal

Menurut Brehm (2002) seseorang yang mengalami kesepian akan menyebabkan individu tersebut akan mengalami kesulitan dalam membangun hubungan dengan orang lain. Orang yang kesepian cenderung menilai orang lain secara negatif, kurang menyukai orang lain, tidak mempercayai orang lain, menginterpretasikan tindakan orang lain secara negatif, dan cenderung memiliki sikap yang bermusuhan. Perilaku tersebut menyebabkan individu memiliki kesempatan yang terbatas bersama-sama dengan orang lain sehingga menyebabkan pola interaksi yang tidak memuaskan.

5. Social anxiety & Shyness

Kesepian merupakan salah satu masalah dari sejumlah permasalahan yang termasuk dalam distress individu dan ketidakpuasan sosial (Brehm, 2002). Masalah lainnya seperti social anxiety (kecemasan sosial) merupakan perasaan tidak nyaman akan kehadiran orang lain. Ada beberapa tipe kecemasan sosial seperti ketakutan berbicara di depan umum, dan shyness (malu) yang digabungkan dengan social inhibition dan menghindari perasaan tidak nyaman dalam hubungan interpersonal. Kesepian, rasa malu dan kecemasan sosial saling berhubungan.

6. Depresi

Depresi merupakan karakteristik dari perasaan negatif (seperti perasaan sedih), harga diri yang rendah, pesimis, kurangnya inisiatif, dan proses berpikir yang lambat (Holmes, 1991 dalam Brehm 2002). Brehm (2002)

(11)

mengatakan kesepian dan depresi sering terjadi secara bersamaan, namun tidak pada kondisi yang identik.

7. Causal atribution

Menurut Perlman & Peplau (dalam Brehm, 2002) atribusi individu seperti harga diri, dan keterampilan sosial dapat diklasifikasikan sebagai predisposisi penyebab kesepian. Bagaimana seseorang mengatribusikan penyebab kesepiannya dapat membuat kesepian individu tersebut semakin kuat dan menetap.

(12)

II.A.6. Reaksi Terhadap Kesepian

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Rubenstein & Shaver (1982 dalam Brehm, 2002) disimpulkan beberapa reaksi terhadap kesepian.

Tabel. 2.2

Reaksi Terhadap Kesepian

Sad Passivity Active Solitude Social Contact Distraction Menangis Belajar atau

bekerja

Menelpon teman Menghabiskan uang

Tidur Menulis Mengunjungi

seseorang Berbelanja Duduk dan berpikir Mendengarkan musik Tidak melakukan apa-apa Memainkan alat musik Makan secara berlebihan Olahraga Memakan tranquiliziers Melakukan hobi Menonton televisi Pergi ke bioskop Mabuk Membaca

(13)

Rubenstein & Shaver (1982, dalam Brehm, 2002) mengelompokkan reaksi seseorang terhadap kesepian ke dalam empat kelompok. Dua diantaranya bersifat positf karena merupakan coping yang konstuktif yaitu active solitude dan social contact. Kemudian sad passivity dikelompokkan sebagai respon-respon yang bersifat negatif karena berpotensi untuk merusak diri. Sedangkan respon-respon yang sulit untuk diklasifikasikan ke dalam respon yang positif maupn respon yang negatif dikelompokkan sebagai distration.

II.B. DEPRESI

II.B.1. Definisi Depresi

Depresi merupakan istilah yang samar-samar dan tidak jelas. Orang awam menggunakannya untuk menggambarkan tentang spektrum tingkah laku yang luas yaitu segala sesuatu yang berasal dari gangguan hati yang ringan sampai kepada penyakit kejiwaan atau psikosis. Depresi merupakan kesakitan yang menghancurkan sehingga bisa mempengaruhi seluruh tubuh baik fisik, emosi maupun spiritual. Derita emosional akibat depresi jauh lebih berat daripada penderitaan fisik dan penderitaan akibat depresi datangnya secara berangsur-angsur dan bertahan lebih lama (Minirth, 2000).

Secara sederhana Hadi (2004) mengatakan bahwa depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan-suatu perasaan tidak ada harapan lagi.

Whybrow (1984), menuliskan bahwa kata “depresi” digunakan untuk menggambarkan pengalaman perasaan (mood). Untuk menggambarkan gangguan

(14)

mood dengan adekuat harus mempertimbangkan hadirnya emosi yang menyakitkan (painful) dan ketidakhadiran rasa kesenangan (anhedonia).

II.B.2. Faktor-faktor Penyebab Depresi

Hadi, 2004 menyatakan bahwa untuk menemukan penyebab depresi kadang-kadang sulit karena sejumlah penyebab dan mungkin beberapa diantaranya bekerja pada saat yang sama. Namun dari sekian banyak penyebab dapatlah dirangkumkan sebagai berikut :

1. Karena kehilangan. Kehilangan merupakan faktor utama yang mendasari depresi. Archibald Hart (dalam Hadi, 2004) menyebut empat macam kahilangan : pertama, kehilangan abstrak; kehilangan harga diri, kasih sayang, harapan atau ambisi. Kedua, kehilangan sesuatu yang konkrit; rumah, mobil, orang atau bahkan binatang kesayangan. Ketiga, kehilangan hal yang bersifat khayal; tanpa fakta tapi ia merasa tidak disukai atau dipergunjingkan orang. Keempat; kehilangan sesuatu yang belum tentu hilang; menunggu hasil tes kesehatan, menunggu hasil ujian, dan lain-lain.

2. Reaksi terhadap stress. 85% depresi ditimbulkan oleh stres dalam hidup. 3. Terlalu lelah atau capek karena terjadi pengurasan tenaga baik secara fisik

maupun emosi.

4. Gangguan atau serangan dari kuasa kegelapan. 5. Reaksi terhadap obat.

(15)

II.B.3. Gejala-gejala Depresi

Dalam DSM IV-TR dapat diperoleh simptom-simptom depresi, antara lain:

1. Depresi mood hampir seharian, hampir setiap hari (seperti perasaan sedih atau hampa, menangis)

2. Ditandai dengan berkurangnya minat dan kesenangan dalam seluruh atau hampir seluruh aktivitas sehari-hari atau hampir setiap hari

3. Kehilangan atau bertambah berat badan secara signifikan ketika tidak sedang diet atau juga penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari

4. Insomnia atau hypersomnia hampir setiap hari

5. Pergerakan atau retardasi psikomotor hampir setiap hari 6. Lelah dan kehilangan energi setiap hari

7. Perasaan tidak berharga atau berlebihan terhadap rasa bersalah tidak pada tempatnya hampir setiap hari.

8. Berkurangnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi atau merasa bimbang hampir setiap hari.

9. Pikiran-pikiran berulang tentang kematian, ide-ide berulang tentang bunuh diri tanpa rencana atau usaha yang spesifik untuk menetapkan bunuh diri.

(16)

II.C. Kanker

II.C.1 Gambaran Umum Kanker

Pada tubuh yang sehat terdapat mekanisme alamiah yang mengatur pembuatan, pertumbuhan dan kematian sel yang disebut dengan apoptosis. Ketika apoptosis mengalami malfungsi maka sel tumbuh tak terkontrol sehingga akan terakumulasi menjadi sekumpulan sel yang disebut dengan tumor atau neoplasm (Tortore dan Grabowski dalam Sarafino, 1998). Ada dua jenis tumor yaitu tumor jinak (benign) dan tumor ganas (malignant) atau disebut juga kanker.

Kanker adalah penyakit sel dan ditandai dengan perkembangan sel yang tidak terbatas yang biasanya membentuk neoplasma berbahaya. Sel kanker berbahaya karena dapat menyebabkan kematian baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sel kanker menyebar sampai ke organ vital seperti otak atau paru lalu mengambil nutrisi yang dibutuhkan oleh organ tersebut akibatnya organ itu rusak dan akhirnya mati. Secara tidak langsung, penyakit itu sendiri melemahkan penderitanya, dan penyakit serta pengobatannya dapat menurunkan gairah hidup dan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit (Laszlo dalam Sarafino, 1998). Selain itu seiring dengan makin berkembangnya penyakit, maka tumor semakin menekan sel-sel dan saraf-saraf normal atau semakin menghambat aliran cairan tubuh sehingga menimbulkan rasa sakit (Melzack dan Wall dalam Sarafino, 1998). Rasa sakit ini dirasakan oleh 40% penderita kanker dengan stadium menengah, dan oleh 70 - 90% penderita dengan stadium lanjut (Ward dkk, dalam Sarafino, 1998).

(17)

Banyak ahli mengemukakan bahwa kanker disebabkan oleh banyak faktor, bisa dari makanan, kekurangan vitamin, lingkungan alam, zat kimia, juga gaya hidup, merokok dan tekanan (stressor) psikologis. Faktor-faktor psikologis yang dapat dianggap sebagai sumber timbulnya penyakit kanker baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti konflik-konflik yang tidak disadari yang belum terselesaikan, kejadian-kejadian traumatis yang sifatnya pribadi (kehilangan pasangan), dan faktor-faktor kepribadian. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi sistem endokrin atau hormonal yang berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh (Hadjam, 2000). Di Indonesia dikenal sepuluh jenis kanker terbanyak: kanker serviks uteri, kanker kulit, kanker nasofaring, kanker limfoma, kanker kolon dan rektum, kanker paru, kanker ovarium, kanker kelenjar tiroid, kanker rongga mulut, kanker payudara (Tambunan, 1995).

II.C.2. Kanker Paru

Kanker paru sebagian besar (95%) terdiri dari kanker bronkogenik. Kanker ini dikenal juga sebagai penyakit modern dan merupakan salah satu problema medis yang sifatnya universal. Dewasa ini kanker paru mendapat sorotan medis lebih tajam sehubungan dengan penggunaan rokok yang semakin meningkat dan masalah polusi udara. Di negara maju, merupakan penyebab kematian terbanyak karena penyakit pada laki-laki adalah kanker paru, sedang pada wanita kanker paru merupakan urutan ketiga setelah kanker payudara dan kolorektal. Di Indonesia, kanker paru mungkin merupakan penyebab kematian terbanyak setelah

(18)

kanker nasofaring, mengingat frekuensi kanker nasofaring pada laki-laki lebih banyak dibanding dengan kanker paru. Insiden kanker paru berhubungan erat dengan rokok (Tambunan, 1995).

Tumor paru merupakan salah satu bagian dari tumor dada (tumor of the chest). Mayoritas dari tumor paru mengadakan anak sebar, yang paling sering adalah karsinoma bronkogenik, yang dikenal dengan kanker paru. Karsinoma bronkogenik terbagi atas kategori histologi yang mempunyai implikasi klinik yang berbeda (Robbins & Kumar, 1995). Secara histologik tumor ini sangat bervariasi, ada yang berdiferensiasi baik (well differentiated), ada pula yang sama sekali anaplastik (undifferentiated). Tumor ini dapat dibagi atas 3 jenis:

1. carcinoma planocellulare

Tumor ini selalu terdapat pada pria. Jenis inilah yang dihubungkan dengan asap rokok. Tumor ini cenderung untuk bermetastasis lokal, melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan terjadi agak lambat. Walau demikian, kecepatan tumbuh tumor primernya lebih cepat daripada jenis lain, yaitu diduga dibutuhkan waktu 9 tahun untuk mencapai ukuran garis tengah 2 cm. 2. adenocarcinoma

Tumor ini terdapat sama banyak pada pria maupun wanita. Tumor jenis ini kadang-kadang tumbuh pada daerah parut, sehingga diduga proses radang menahun merangsang pembentukannya. Waktu yang dibutuhkan tumor primer untuk mencapai ukuran 2 cm adalah lebih kurang 25 tahun.

(19)

Dinamakan juga anaplastic carcinoma atau oat-cell carcinoma. Tumor ini ada yang terdiri dari sel besar (large cell carcinoma) dan sel kecil (small cell carcinoma). Pertumbuhannya paling cepat dan prognosis kedua-duanya sama buruknya (terburuk).

II.C.3 Gejala kanker paru

Kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala sebelum sel kanker menyebar, namun beberapa gejala berikut ini merupakan pertanda awal (American Cancer Society, 2007):

1. batuk yang tidak kunjung sembuh

2. sakit pada bagian dada, diperparah dengan sesak ketika bernafas, batuk atau tertawa

3. serak

4. mengeluarkan darah ketika meludah atau batuk 5. nafas pendek

6. kambuhnya infeksi seperti bronchitis dan pneumonia 7. bunyi mengi

Ketika kanker paru menyebar pada organ lain, akan menyebabkan: 1. nyeri tulang

2. lengan dan kaki mati rasa 3. sakit kepala, pusing

(20)

II.C.4 Faktor Penyebab Kanker Paru

Di dalam tubuh kita terjadi siklus setiap hari. Melalui proses ini muncul sel-sel yang berpotensi kanker, tumbuh dan kemudian menghilang. Sejauh ini, penyebab pasti kanker paru masih belum diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan-bahan karsinogenik (pemicu kanker) merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa/ ras serta status imunologis. Bahan inhalasi karsinogenik yang banyak disorot adalah rokok (Amin, Alsagaff & Saleh, 1989).

1) Rokok

Secara statistik, ada korelasi yang hampir linear antara frekuensi kanker paru dan lamanya merokok. Risiko naik 20 kali lebih besar pada perokok berat (40 atau lebih rokok sehari untuk jangka waktu beberapa tahun). Kurang lebih 80% dari kanker paru terjadi pada perokok atau pada mereka yang telah berhenti merokok. Perokok pasif juga meningkatkan risiko, tetapi seberapa banyak masih belum pasti (Robbins & Kumar, 1995).

2) Pengaruh paparan industri

Yang paling banyak dihubungkan dengan karsinoma bronkogenik adalah asbestos, yang dinyatakan meningkatkan risiko kanker 6 -10 tahun (Amin, Alsagaff & Saleh, 1989). Insiden neoplasia cenderung meningkat pada pertambangan radioaktif, pada pekerja asbes (terutama bila ditambahi dengan merokok) dan pada mereka yang banyak berhubungan dengan debu yang

(21)

mengandung arsen, kromium, uranium, nikel, vinil klorida dan mustar di tempat kerja (Robbins & Kumar, 1995).

3) Pengaruh adanya penyakit lain

Tuberkulosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi kanker paru, sebagai akibat adanya jaringan parut tuberkulosis (Amin, Alsagaff & Saleh, 1989). Hal ini merupakan salah satu bentuk kanker paru adenokarsinoma (Robbins & Kumar, 1995).

4) Pengaruh genetik dan status imunologis

Pada tahun 1954, Tokuhotu membuktikan adanya pengaruh keturunan yang terlepas dari adanya faktor paparan lingkungan, hal ini membuka wacana bahwa kanker paru dapat diturunkan. Penelitian akhir-akhir ini condong bahwa faktor yang terlibat berkaitan dengan enzim Aryl Hidrokarbon Hidrokilase (AHH). Karsinoma bronkogenik lebih banyak didapatkan pada orang dengan aktivitas AHH yang sedang atau tinggi.

Status imunologis menggambarkan bahwa terdapat hubungan derajat diferensiasi sel, stadia penyakit, tanggapan terhadap pengobatan, serta prognosis. Penderita yang alergi umumnya tidak memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan dan lebih cepat meninggal (Amin, Alsagaff & Saleh, 1989).

(22)

II.C.5 Stadium kanker paru

Penyakit kanker leher rahim dibagi menjadi beberapa stadium diantaranya (American Cancer Society, 2007) :

Tabel 2. 3 Stadium kanker paru

Stadium Kriteria I Pertumbuhan kanker hanya terbatas pada paru-paru dan dikelilingi

oleh jaringan paru-paru.

II Kanker telah menyebar dekat kelenjar getah bening. III Kanker telah menyebar keluar paru-paru.

IV Kanker telah menyebar dari tempat pertumbuhan awal ke bagian tubuh lainnya.

II.C.6 Diagnosa dan pengobatan medis kanker leher rahim

Diagnosa kanker paru dilakukan dengan menggunakan sinar X, bidang magnetis atau zat radioaktif untuk mendapatkan gambar bagian tubuh dan mencari kaner paru-paru dan melihat penyebarannya.

Pasien penderita kanker paru biasanya dirawat tidak hanya dengan satu terapi tetapi dengan menggunakan kombinasi dari berbagai terapi, yakni:

1. bedah, yakni dengan mengangkat sel-sel kanker.

2. radioterapi, teknik yang menggunakan sinar X dosis tinggi. Penyinaran ini dapat dilakukan dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh dengan mendekatkan zat radioaktif pada tumor.

3. kemoterapi, pengobatan dengan menggunakan obat keras yang daat membunuh sel kanker namun juga dapat membunuh sel normal.

(23)

5. immunoterapi, penggunaan obat-obatan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh agar menyerang kanker dalam tubuh.

6. terapi gen merupakan metode membasmi mutasi genetika yang menjadi penyebab kanker.

7. penggunaan obat.

II.D Kondisi Psikologis yang Dialami Penderita Kanker Paru

Manusia mempunyai sifat yang holistik, dalam artian manusia adalah makhluk fisik yang sekaligus psikologis, yang mana kedua aspek ini saling berkaitan satu sama lain dan saling mempengaruhi. Sehingga apa yang terjadi dengan kondisi fisik manusia akan mempengaruhi pula kondisi psikologisnya, dengan kata lain setiap penyakit fisik yang dialami seseorang tidak hanya menyerang manusia secara fisik saja tetapi juga dapat membawa masalah-masalah bagi kondisi psikologisnya.

Kondisi fisik mempunyai pengaruh langsung terhadap kesehatan emosi manusia, misalnya penyakit-penyakit tertentu sekaligus penggunaan obat-obatan tertentu untuk mengobati problema-problema fisik dapat menimbulkan gejala-gejala atau simptom depresi. Penyakit- penyakit yang dapat menyebabkan depresi di antaranya adalah penyakit kanker paru. Kecemasan juga akan meningkat ketika individu membayangkan terjadinya perubahan dalam hidupnya di masa depan akibat dari penyakit yang diderita atau pun akibat dari proses penanganan suatu penyakit serta mengalami kekurangan informasi mengenai sifat suatu penyakit dan penanganannya

(24)

Pada dasarnya, perasaan yang pertama timbul pada diri seseorang yang didiagnosis sebagai pengidap kanker adalah rasa shock, takut, cemas, stres yang berkembang menjadi berat, bahkan depresi. Individu akan dibayangi oleh ketakutan akan adanya perubahan dalam hidupnya dan bahkan dibayangi oleh kematian. Kecemasan juga akan selalu timbul selama proses penyakit sedang berlangsung (Popkin dkk., 1988). Dapat dipastikan diri yang bersangkutan akan mengalami stres berkepanjangan yang berakibat pada gangguan-gangguan emosional dan fisik yang melelahkan.Untuk itulah dukungan moril dan empati dari anggota keluarganya, terutama yang berhubungan dekat secara emosional seperti suami, istri, anak, ibu, dan bapak akan sangat dibutuhkannya. Demikian juga dengan sahabat-sahabat dekatnya meskipun hubungan emosionalnya tidak terlalu dekat. Dukungan dan perhatian yang diperoleh penderita akan membantu meringankan penderitaannya.

Kesepian merupakan masalah kejiwaan yang sering dialami oleh pasien kanker paru. Perasaan kesepian pada penderita kanker berasal dari perasaan tidak berpengharapan, tidak tertolong dan takut akan kematian yang muncul di dalam pikiran pasien dan kekurangan dukungan sosial dan emosional yang sangat dibutuhkan (Cohen, Friedman, Florian dan Zernitsky Shurka, dalam Rokeach, 2000).

Gambar

Tabel 2. 3   Stadium kanker paru

Referensi

Dokumen terkait

Bila tanah pondasi pada kedalaman normal p p tidak mampu mendukung beban, sedangkan tanah keras terletak pada kedalaman yang p y g sangat dalam.. Bila pondasi terletak pada

Indikator yang menjadi tolak ukur dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran aktif tipe everyone is a teacher here dapat terlaksana dengan baik dan

Menurut (Muawanah & Poernawati, 2015:407) “Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau

Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) dengan perpaduan dua tujuan pendidikan di atas memerlukan need assessment (penilaian kebutuhan) yang baik dalam pelaksanaan

Sapriya.(2007).Perspektif Pemikiran Pakar Tentang Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Pembangunan Karakter Bangsa (Kajian Konseptual-Filosofis Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pemberian suara belalang “kecek” (Orthoptera) frekuensi 3000 Hz pada pembibitan jati (Tectona grandis)

1) Peneliti memasuki ruang kelas pada jam ketiga (setelah upacara bendera). 2) Peneliti mengecek presensi siswa melalui buku kehadiran. 3) Peneliti membuka kegiatan dengan

Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk metigetahui apakah ada perbedaan persepsi terhadap slogan iklan seperti "bukan basa-basi" antara