• Tidak ada hasil yang ditemukan

BEDAH SINUS ENDOSKOPI FUNGSIONAL DENGAN DAN TANPA PENDEKATAN EKSTERNAL PADA POTT S PUFFY TUMOR (Laporan Kasus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BEDAH SINUS ENDOSKOPI FUNGSIONAL DENGAN DAN TANPA PENDEKATAN EKSTERNAL PADA POTT S PUFFY TUMOR (Laporan Kasus)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Pott’s Puffy Tumor (PPT) adalah

osteomielitis tulang frontal yang disebabkan komplikasi rinosinusitis frontal atau bisa disebabkan trauma langsung pada tulang frontal. Sir Percival Pottmendiskripsikan Pott’s Puffy Tumor pertama kali pada tahun 1760.1-3Angka prevalensi

rinosinusitis kronik (RSK) pada penduduk dewasa Amerika Serikat diperkirakan 16,8 % pertahun atau sekitar 32 juta penduduk. Di Eropa, rinosinusitis diperkirakan mengenai 10%–30% populasi,sehingga RSK menjadi salah satu penyakit kronik yang paling sering diderita. Dampak yang diakibatkan rinosinusitis kronik meliputi berbagai aspek, antara lain aspek kualitas hidup dan aspek sosioekonomi.3

Kasus rinosinusitis frontal dan sfenoid lebih jarang dibanding rinosinusitis maksila dan etmoid. Pott’s Puffy Tumor mempunyai angka prevalensi yang jarang. Younis yang dikutip oleh Collet S, et al. melaporkan kasus PPT sekitar 82 penderita dalam 14 tahun. Adame yang dikutip oleh Collet S, et al.juga melaporkan 4 kasus PPT dalam 4 tahun dari 142 penderita anak dengan rinosinusitis.3 Sebelum ditemukan antibiotik,

PPTmempunyai angka mortalitas yang tinggi. 4-6Parkalay O, et al. melaporkan angka mortalitas

PPT setelah ditemukan antibiotik sekitar 5-17%.5Bichofberger W dan Bordley JE melaporkan

28 penderita dengan osteomielitis frontal dari tahun 1952 sampai dengan 1965.6

Terapi PPT meliputi terapi medik dan pembedahan. Pendekatan operasi dapat dilakukan secara eksternal tergantung dari lokasi luasnya infeksi. Macam pendekatan eksternal sinus frontal antara lain obliterasi sinus frontal, trepanasi dan

kraniotomi.4Bedah sinus endoskopi fungsional

(BSEF) dalam beberapa dekade terakhir mengalami banyak perkembangan. Senior, et al. yang dikutip oleh Patel A, et al. melaporkan 66 penderita dari 72 penderita yang telah dilakukan BSEF dan diikuti sekitar 7 tahun mempunyai kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan sebelum dilakukan BSEF.8

Gabungan pendekatan eksternal dan BSEF juga dapat dikerjakan dengan pertimbangan pada masing-masing kasus.4Dilaporkan 3 kasus PPTyang

dilakukan drainase dengan 2 kasus melalui pendekatan eksternal danBSEF, 1 kasus hanya dengan pendekatan BSEF.

LAPORAN KASUS Kasus 1

Laki-laki berusia 40 tahun datang ke Instalasi Rawat Darurat THT-KL RSUD Dr. Soetomo tanggal 25 Mei 2012 dengan keluhan benjolan di dahi sejak 5 hari sebelumnya.Penderita mengeluh benjolan di dahi yang semakin besar dengan cepat sejak 5 hari sebelumnya.Nyeri pada dahi sudah dirasakan 2 minggu sebelumnya.Tidak ada keluhan demam, pandangan mata kabur atau ganda.Riwayat trauma, buntu hidung, mimisan, pilek, hidung gatal, bersin, dan hidung bau tidak didapatkan. Didapatkan nyeri tekan pada benjolan, terasa panas, warna kemerahan, dan dan bertambah besar sampai di atas mata kiri (Gambar 1).

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup, tidak didapatkandemam.Tanda vital dalam batas normal.Status lokal telinga, hidung, dan tenggorok dalam batas normal.Pada regio frontal didapatkan penonjolan, hiperemi, dan pada perabaan batas tidak jelas, fluktuasi, hangat, dan

BEDAH SINUS ENDOSKOPI FUNGSIONAL DENGAN DAN TANPA

PENDEKATAN EKSTERNAL PADA

POTT’S PUFFY TUMOR

(Laporan Kasus)

Tri Hedianto, Irwan Kristyono

Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher

(2)

nyeri tekan.

Penderita dikonsultasikan ke Instalasi Rawat Jalan (IRJ) Ilmu Penyakit Mata.Pemeriksaan fisik mata didapatkan kedua mata udem palpebra, pergerakan mata kesan terbatas minimal ke atas, proptosis dan tensi okuli normal.Pemeriksaan funduskopi dengan hasil normal. Kesimpulan pemeriksaan di bidang mata didapatkan okuli dekstra sinistra udim palpebra dengan diagnosis banding selulitis preseptal. Penderita dikonsultasikan ke IRJ Ilmu Penyakit Saraf karena dugaan trombosis sinus kavernosus, dengan kesimpulan tidak didapatkan tanda-tanda trombosis sinus cavernosus.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu Pemeriksaan leukosit dengan hasil 10,4x 103/uL. Foto polos Waters tanggal 25 Mei 2012 dengan kesimpulan sinusitis frontal, etmoid dan

maksila bilateral. Foto CT-scan fokus sinus paranasal tanggal 25 Mei 2012 dengan kesimpulan mengesankan abses di scalp regio frontal kanan kiri hingga ke kavum orbita kiri sisi atas yang mengakibatkan proptosis kiri dan pendesakan bulbus okuli kiri ke bawah dengan diagnosis banding softtissue tumor regio frontal kanan kiri dan pansinusitis bilateral (Gambar 2).

Penderita menjalani rawat inap di ruang THT-KL RSUD Dr.Soetomo dan diberi antibiotik intravenaseftriakson 1gram 2 kali sehari, metronidazol 500 mg 3 kali sehari, dan analgetik intravena ketorolak 10 mg 3 kali sehari.

Penderita direncanakan operasi BSEFtanggal 28 Mei 2012.

Operasi BSEF dilakukan pada tanggal 28 Mei 2012, didapatkan didapatkan konka media kiri polipoid, meatus medius sempit, dan tampak pus.Pada kavum nasi kanan didapatkan meatus medius cukup lapang. Dilakukan unsinektomi, bulektomi, etmoidektomi anterior bilateral dilanjutkan

probing pada ostium sinus maksila dan resesus

frontal. Hasil operasi pada kavum nasi kiri tidak didapatkan sekret, pus atau polip pada saat bulektomi dan etmoidektomi anterior.Didapatkan pus keluar dari ostium sinus maksila pada saat probing ostium sinus maksila, tampak resesus frontal tertutup dan didapatkan pus pada saat probing resesus frontal dilanjutkanpelebaran resesus frontal dengan suction Gambar 1. Keadaan penderita sebelum dilakukan

operasi.Tampak benjolan pada dahi

Gambar 2. Foto CT-scan kepala fokus sinonasal irisan aksial, sagital dan koronal dengan dan tanpa kontras mengesankan abses di scalp regio frontal kanan kiri hingga ke kavum orbita kiri

(3)

lengkung. Pada kavum nasi kanan tidak didapatkan sekret, pus atau polip pada saat bulektomi, etmoidektomi anterior, probing ostium sinus maksila, tampak resesus frontal terbuka dan tidak didapatkan pus pada saat probing resesus frontal. Pendarahan dirawat dengan memasang tampon pita kemisetin di kavum nasi kanan dan kiri.

Antibiotik seftriakson diberikan secara intravena dengan dosis 1gram 2 kali sehari, metronidazol 500 mg 3 kali sehari, analgetik intravena yaitu ketorolak 10 mg 3 kali seharidan ditambah anti inflamasi, yaitu metil prednison 125 mg diberikan hanya 1 hari pasca operasi. Pemeriksaan labotarium tanggal 29 Mei 2012 didapatkan penurunan leukosit menjadi 8,48 x 103/uL. Tiga hari pasca operasi, penderita

dipulangkan dengan terapi siprofloksasin 2x500 mg, metronidazol 3x500 mg, kalium diklofenak 2x25 mg dan nasal spray dengan larutan garam fisiologis.

Penderita rutin kontrol, dan pada 6 bulan pasca operasi tidak didapatkan keluhan keluar cairan dari hidung, dan keluhan nyeri dahi (gambar 3).

Pada kavum nasi kanan tidak didapatkan krusta dan sekret,meatusmedius lebar,resesus frontalsulit dievaluasi karena penderita kesakitan.Pada kavum nasi kiri tidak didapatkan krusta dan sekret, meatus medius lebar, resesus frontal terbuka dan tidak didapatkan pus dan polip.

Dilakukan pemeriksaan

CT-scan6 bulan pasca operasidengan kesimpulan

tampak defek pada tabula eksterna regio midfrontal disertai masih adanya penebalan mukosa pada sinus frontal kanan kiri, etmoid kanan kiri orbita. Sinus sfenoid dan maksila kanan kiri tampak normal (gambar 4).

Kasus 2

Laki-laki berusia 50 tahun dirujuk dari Poli Onkologi Satu Atap (POSA) Mata dengan dugaan tumor retrobulber datang ke POSA THT-KL RSUD Dr. Soetomo pada 6 Februatri 2013.Penderita dengan keluhan utama mata kanan bengkak dalam 2 minggu, terkadang nyeri daerah alis mata kanan. Nyeri kepala 2 bulan terus menerus. Penderita merasa mata kanan terasa semakin menonjol dalam 2 minggu ini (gambar 5). Gambar 3. Foto penderita 6 bulan pasca operasi BSEF

Gambar 4. Foto CT-scan kepala fokus sinonasal irisan aksial, sagital dan koronal dengan dan tanpa kontras 6 bulan pasca BSEF

(4)

Gambar 5. Keadaan penderitasebelum operasi, mata kanan tampak menonjol.

Tidak ada keluhan hidung buntu atau pilek berbau. Didapatkan pilek pagi hari sejak 30 tahun lalu dan bersin lebih dari lima kali berturutan apabila terkena debu. Tidak didapatkan keluhan demam, mimisan, muka terasa tebal, nyeri pada muka, mual muntah, pandangan kabur atau dobel, dan trauma kepala sebelumnya. Penderita dilakukan alihrawat oleh THT-KL RSUD Dr. Soetomo.

Pemeriksaan tanggal 14 Februari 2013 didapatkan keadaan umum cukup, tidak ada febris.Tanda vital dalam batas normal.Status lokal telinga, tenggorok dan leher dalam batas normal.Dilakukan pemeriksaan nasoendoskopi didapatkan pada kavum nasi kanan didapatkan sekret mukopus di meatus medius mukosa konka medius udim, kavum nasi kiri sekret meatus medius minimal, mukosa konka medius udim (Gambar 6).

Gambar 6. Pemeriksaan nasoendoskopi kavum nasi kanan tampak sekret di meatus medius.

Regio frontal didapatkan penonjolan tampak udim, tidak hiperemi, dan pada palpasi ukuran 4x3x2 soliter padat keras, didapatkan nyeri tekan, tidak hiperemi, tidak ada ulkus. Transiluminasi sinus maksila kanan gelap dan sebelah kiri terang.

Penderita dikonsultasikan ke IRJ Ilmu Penyakit Mata.Pemeriksaan visus dan tekanan bola mata kanan dan kiri dalam batas normal.Pergerakan mata kesan terbatas minimal ke atas. Didapatkan palpebra kanan udem, kiri normal, pergerakan mata kanan berkurang kearah kiri atas dan kanan atas, pergerakan mata kiri normal. Funduskopi dalam batas normal.Kesimpulan pemeriksaan di bidang mata didapatkan selulitis preseptal okuli dekstra. Pemeriksaan laboratorium sebelum operasi didapatkan peningkatan leukosit 16,9x 103/uL. Foto

CT-scan kepala fokus sinusparanasal tanggal 8

Januari 2013 dengan kesimpulan heterogenous

enhancing mass ukuran 3x3,1x2,6 cm di sinus

frontal kanan dan kiri, yang mendekstruksi tulang infra orbital kanan serta mengisi kavum orbita kanan dan menempel pada bulbus okuli kanan sehingga menyebabkan pendorongan bulbus okuli kanan ke inferior, massa meluas juga ke sinus etmoidalis dan sinus sphenoidalis kanan, didapatkan juga sinusitis maksila kanan (Gambar 7).

Operasi BSEF dilakukan pada tanggal 18 Februari 2013. Hasil evaluasi pada kavum nasi kanan sempit, konka media menempel dengan dinding lateral. Konka media dekstra dipotong, dilanjutkanunsinektomi, perdarahan banyak sehingga dilanjutkan etmoidektomi anterior.Ostium sinus maksila kanan diperlebar, dilanjutkan dengan membuka resesus frontal kanan, perdarahan banyak.Untuk menjangkau seluruh sinus frontal dilakukan pendekatan eksternal dengan insisi pada fronto orbital. Daerah frontal kanan ditatah didapatkan jaringan mukopus dan jaringan lunak kekuningan, jaringan dan pus dibersihkan.

Dilakukan evaluasi daerah sinus frontal didapatkan destruksi pada sinus frontal kanan basal mata dengan ukuran sekitar 1cm, ada kemungkinan fistel ke sinus frontal kiri, kemudian dijahit lapis demi lapis.Dilakukan antroskopi melalui meatus

(5)

inferior kanan, pada evaluasi didapatkan jaringan polipoid di daerah inferior dan posterior sinus maksila kanan, jaringan polipoid diekstraksi. Lapangan operasi menuju sinus sfenoid sulit dievaluasi karena banyaknya perdarahan dan jaringan yang udem sehingga operasi dihentikan. Kavum nasi dipasang tampon pita kemisetin. Kavum nasi kiri dilakukan unsinektomi dilanjutkan membuka resesus frontal didapatkan cairan mukopus dan dibersihkan.Kavum nasi kiri dipasang tampon pita kemicetin. Penderita akan direncanakan kembali operasi BSEF tahap ke-2. Jaringan dari sinus frontal dan etmoid dilakukan pemeriksaan patologi anatomi dan kultur pus.

Perawatan selanjutnya dengan pemberian antibiotik intravena, yaitu seftriakson 1gram 2 kali sehari, metronidazol 500 mg 3 kali sehari, analgetik intravena yaitu ketorolak 10 mg 3 kali sehari,dan ditambah anti inflamasi, yaitu metil prednison 125 mg diberikan hanya 1 hari pasca operasi. Tiga hari pasca operasi (gambar 8), penderita dipulangkan dengan terapi siprofloksasin 2 x 500 mg, metronidazol 3 x 500 mg, kalium diklofenak 25 mg 2 x 1 dan nasal

spraydengan larutan garam fisiologis.

Penderita kontrol 1 minggu pasca operasi dengan keluhan nyeri kepala sudah hilang. Penderita terkadang mengeluh nyeri pada dahi dan keluar darah kental dari hidung kanan, keluhan buntu hidung tidak didapatkan. Pada nasoendoskopi tampak sekret meatus medius warna kecoklatan.

Penderita direncanakan kontrol kembali 1 bulan lagi dengan terapi berupa semprot nasal larutan garam fisiologis dan kortikosteroid semprot hidung. Hasilkulturpus tidak didapatkan pertumbuhan kuman aerob. Hasil patologi anatomi dengan kesimpulan proses radang supuratif.

Penderita rutin kontrol dan kontrol kembali tanggal 7 Mei 2013. Cairan dari hidung, nyeri dahi terkadang muncul, pada pemeriksaan nasoendoskopi didapatkan gambaran sinekia konka medius kanan dengan konka inferior kanan, pada kavum nasi kanan tidak didapatkan krusta dan sekret di meatus medius.

Hasil CT-scan kedua tanggal 8 Mei 2013 tampak Gambar 7. Foto CT-scan kepala fokus daerah sinonasal. A) Potongan aksialdidapatkan juga sinusitis

maksila kananB) Potongan koronal tampak heterogenous enhancing mass di sinus frontal kanan dan kiri, yang mendekstruksi tulang infra orbital kanan serta mengisi cavummeluas juga ke sinus etmoidalis dan sinus sphenoidalis kanan. C) Potongan sagital tampak dekstruksi tulang infra orbital

kanan serta mengisi cavum orbita kanan dan menempel pada bulbus okuli kanan

Gambar 8. Keadaan penderita tiga hari pasca operasi, tampak mata kanan tidak tampak menonjol

(6)

lesi hiperdens pada sinus maksila kanan dan sinus etmoid kanan, tampak lesi densitas cairan di sinus frontal kanan dan kiri (gambar 9).Penderita direncanakan untukpersiapan BSEF ke-2, tetapi penderita menolak kontrol lebih lanjut.

Saatdilakukan anamnesa melalui telepon, penderita merasakan nyeri pada dahi terkadang muncul tetapi lebih baik dibanding sebelum dilakukan operasi, penderita juga tidak mengeluh nyeri kepala maupun hidung buntu. Penderita sudah mengerti resiko terburuk yang akan dihadapi apabila terlambat dalam penanganan kasus ini.

Kasus 3

Wanitaberusia 50 tahun dengan keluhan utama mata kiri menonjol sejak 6 bulan lalu. Mata kiri menonjol dirasakan menetap, tidak nyeri, dan tidak ada keluhan pandangan mata kabur atau dobel (gambar 10).Sakit kepala sebelah kiri sejak 1 tahun yang lalu, terkadang kambuh dan dapat membaik dengan obat, tidak ada keluhan panas badan, pandangan ganda.Hidung kiri buntu sejak 3 hari yang lalu, terasa ada lendir di dalam hidung tapi tidak bisa keluar.Keluhan pilek berbau, pipi kemeng, mimisan, maupun ingus campur darah disangkal.

Telinga kiri grebeg-grebeg disertai pendengaran menurun sejak 6 bulan lalu, tidak ada keluhan keluar cairan dari telinga.Penderita juga mengeluh timbul benjolan didepan telinga kanan sejak 5 tahun lalu, tidak bertambah besar, tidak

nyeri.Tidak didapatkan keluhan tenggorok.Riwayat penyakit dahulu tidak didapatkan riwayat alergi, hipertensi dan diabetes melitus.Riwayat pasang gromet telinga kiri 10 tahun lalu.

Gambar 10. Foto penderita sebelum operasi, tampak mata kiri menonjol.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, tidak demam. Mata kiri proptosis, pada kantus medial tampak massa mendesak bola mata ke lateral, palpasi tidak ada nyeri tekan. Telinga kanan dan kiri meatus akustikus eksternus dalam batas normal, membran timpani kanan dan kiri intak, reflek cahaya normal, didapatkan massa preaurikular kanan, solid, mobile, diameter 2x2x1 cm, tidak ada nyeri tekan. Rinoskopi anterior kavum nasi kanan dan kiri tidak tampak massa, sekret kavum nasi kiri minimal, kesan fistel di konka media kiri, fenomena palatum molle kanan dan kiri positif. Tenggorok dalam batas Gambar 9. CT-scan kepala leher fokus daerah sinonasal 8 Mei 2013.

(7)

normal, tidak ada deviasi lidah.Kepala dan leher tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan saraf kranialis dalam batas normal.

Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Pemeriksaan nasoendoskopi pada kavum nasi kiri tampak defek pada konka media kesan tidak rapuh, sekret meatus medius minimal, konka udem warna pucat, komplek osteomeatal udem, tidak tampak adanya mass.Dilakukan biopsi pada defek konka media (gambar 11).

Hasil patologi anatomi menunjukkan potongan jaringan berbentuk polipoid sebagian dilapisi epitel respirasi, dibawahnya tampak jaringan ikat fibrous longgar dengan sebukan sel radang limfosit, sel plasma, netrofil, beberapa eosinofil. Tampak pula kelenjar seromukous dan area perdarahan.Tidak tampak tanda keganasan dengan kesimpulan biopsi kavum nasi kiri

inflamatory polyp.

Gambar 11. Pemeriksaan nasoendoskopi kavumnasi kiri, tampak defek pada konka media.

Dilakukanpemeriksaan penunjang

CT-scan kepala irisan axial reformatted coronal, dan sagital (gambar 12) dengan dan tanpa kontras pada

3 April 2013 tampak lesi solid (35,5 HU) yang mengisi sinus frontal kanan kiri yang dengan pemberian kontras tampak kontras enhancement (52,2 HU). Massa tampak meluas ke inferior masuk sinus etmoid kanan kiri (dominan kiri), mendestruksi dinding inferolateral sinus frontal kiri masuk ke dalam cavum orbita kiri, melekat dan mendesak musculi rektus medialis kiri, dan mendorong orbita kiri ke anterior.Tampak densitas cairan (16 HU) di sinus maksila kiri.

Pemeriksaan fine needle aspiration

biopsy(FNAB) preaurikuler kananmengesankan

suatu chronic sialodenitis.

Operasi BSEF evaluasi kavum nasi kiri, tonjolan massa pada meatus medius di posterior prosesus unsinatus melebar ke medial konka media kiri belakang. Tampak massa, ditembus tengan forcep lurus keluar pus lalu dibersihkan. Dilakukan etmoidektomi anterior dan posterior.Dilakukan pembersihan pada resesus frontal, keluar pus dari arah sinus frontal.Untuk menjangkau seluruh sinus frontal kiri dilakukan insisi pada fronto etmoid dibawah alis sekitar 2 cm, diperdalam hingga tulang kemudian ditatah dan diperlebar 2cm. Sinus frontal dibersihkan, dinding sinus frontal intak kemudian dipasang tampon anterior.

Perawatan selanjutnya dengan pemberian antibiotik intravena, yaitu seftriakson 1000 mg 2 kali sehari, metronidazol 500 mg 3 kali sehari, analgetik intravena yaitu ketorolak 10 mg 3 kali

(8)

sehari danditambahanti inflamasi,yaitu metilprednison 125 mg diberikan hanya 1 hari pasca operasi. Pemeriksaan labotarium tanggal 29 Mei 2012 didapatkan hasil dalam batas normal.Tiga hari pasca operasi, penderita dipulangkan dengan terapi siprofloksasin 2 x 500 mg, metronidazol 3 x 500 mg, kalium diklofenak 25 mg 2 x 1 dan nasal

spraydengan larutan garam fisiologis.

Penderita pada saat kontol 8 bulan ke-5 post BSEF. Penderita tidak ada keluhan nyeri kepala maupun hidung.Pada pemeriksaan nasoendoskopi didapatkan sinekia konka medius, kemudiansinekia dilepaskan, ostiummeatus medius terbuka, tidak ada sekret meatus medius.Terapi kortikosteroid intranasal dilanjutkan.

PEMBAHASAN

Dilaporkan tiga kasus rinosinusitis dengan komplikasi sinus frontalberupa PPT di IRJ THT-KL RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada dewasayang ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan THT-KL, serta penunjang CT scan.Tiga kasus yang telah dibahas didapatkan usia dan jenis kelamin penderita kasus 1 laki-laki usia 40 tahun, kasus 2 laki-laki usia 50 tahun dan kasus 3 wanita usia 50 tahun. Tsai yang dikutip oleh Parlakay O, et al.melaporkan perbandingan PPT antara laki-laki dan wanita 5:1.5Pott’s Puffy Tumor dapat terjadi pada semua

kelompok umur mulai usia 2 sampai 83 tahun. McClean, et al.melaporkan prevalensi PPT laki-laki di bawah usia 30 tahun sekitar 70%, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan sekitar 9:1.1

Rinosinusitis kronik dalam makalah EP3OS tahun 2012 merupakan suatu inflamasi pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung selama dua belas minggu atau lebih disertai dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa buntu hidung (nasalblockage/obstruction/ congestion)atau hidung beringus (anterior/posterior nasal drip), ± nyeri/rasa tertekan pada wajah, ± penurunan/hilangnya daya penciuman yang didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan endoskopi terdapat polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus medius dan atau odem mukosa meatus medius dan atau pemeriksaan CT–scan yang menunjukkan perubahan mukosa pada kompleks ostiomeatal dan atau sinus paranasal.3

Keluhan utama dari tiga kasus yang telah dibahas didapatkan keluhan yang hampir sama yaitu keluhan benjolan di dahi, mata yang menonjol, nyeri tekan pada benjolan dan sakit kepala. Gambaran klinis Pott’s Puffy Tumor berupa pembengkakan lokal di daerah dahi, disertai tanda-tanda radang, serta nyeri dan bengkak di permukaan kulit, hal ini terjadi akibat penyebaran infeksi pada tulang frontal dari sinus frontal.12

Pada tiga kasus yang telah dibahas masing-masing penderita mempunyai lama perjalanan penyakit yang berbeda dan menyadari saat mengalami komplikasi PPT. Rinosinusitis frontal secara klinis tidak terdeteksi, sehingga penderita sering tidak tahu kapan awal menderita penyakit tersebut.1Gambaran klinis rinosinusitis

kasus 1 tidak didapatkan pilek maupun hidung buntu tetapi didapatkan nyeri tekan pada dahi. Kasus 2 didapatkan penderita mengeluhkan buntu hidung, pilek, riwayat alergi, dan nyeri tekan pada dahi dan pada kasus 3 didapatkan pilek dan buntu hidung. Riwayat trauma, mimisan, dan hidung bau tidak didapatkan pada ketiga kasus yang dibahas.

Pott’s Puffy Tumor mempunyai gejala tidak spesifik

sepertinyeri kepala, rinore dan demam.1Tidak ada

keluhan panas badan, keluhan pandangan mata kabur atau pandangan ganda dari tiga kasus tersebut dan tidak ada riwayat trauma kepala pada tiga kasus ini. McClean KL,et al. melaporkan 13dari 35 kasus PPT tidak didapatkan demam.1 Cates,et al.

melaporkan demam pada 5dari 11 kasus PPT.2

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan didapatkan peningkatan leukosit pada kasus 2 dan hasil laboratorium yang normal pada kasus 1 dan 3. Parlakay O, et al. melaporkan penderita 13 tahun dengan PPT didapatkan leukositosis.4 McClean

KL,et al. melaporkan kasus wanita 58 tahun dengan PPT tanpa ada leukositosis.1

CT-scan dilakukan untuk menggambarkan

sinus paranasalis mana saja yang terinfeksi, mengkonfirmasi deviasi septum, menentukan adakah keterlibatan infeksi pada tulang frontal penderita, juga untuk menyingkirkan adanya komplikasi intrakranial, pemeriksaan sinus paranasalis dan kepala.8 Pemeriksaan penunjang

CT-scanpada ketiga kasus yang dibahas didapatkan

(9)

pendesakan massa kearah orbita yang secara klinis tampak proptosis pada mata penderita. Selain daerah frontal pada ketiga kasus yang dibahas juga tampak adanya kelainan pada sinus etmoid, maksila maupun sfenoid.CT-scan dapat mendeteksi osteomielitis dan komplikasi PPT lebih lanjut berupa abses epiduralabses subdural, abses serebri, selulitis orbita, trombosis sinus kavernosus dan meningitis. Christina A, et al. melaporkan pemeriksaan sinusitis frontal dengan PPT didapatkan gambaran enhancement kontras pada daerah abses. Gambaran ekstrakranial abses didapatkan batas abses yang tegas.

CT-scan adalah pemeriksaan penunjang baku emas

untuk mengetahui kondisi orbita dan tulang, dan

pemeriksaan MRI merupakan pemeriksaan

penunjang sekunder.9

Kasus 3 dilakukanpemeriksaan FNAB preaurikuler kanan dengan kesimpulan sialodenitis kronis. Sehingga penderita pada kasus 3 mempunyai penyakit penyerta selain PPT yaitu otitis media efusi dan sialodenitis kronis.

Pemeriksaan nasoendoskopi sebelum BSEF dilakukan pada kasus 2 dan 3. Kasus 2 didapatkan kavum nasi kanan sekret mukopus di meatus medius, mukosa konka medius udim, kavum nasi kiri sekret meatus medius minimal, mukosa konka medius udim. Pada kasus 3 tampak defekkavum nasi kiri, konka mediakesan tidak rapuh, sekret di meatus medius minimal, konka udem warna pucat, komplek osteomeatal udem, tidak tampak adanya massa. Dilakukan biopsi pada defek konka media, hasil patologi anatomi menunjukkan potongan jaringan berbentuk polipoid sebagian dilapisi epitel respirasi.Dibawahnya tampak jaringan ikat fibrous longgar dengan sebukan sel radang limfosit, sel plasma, netrofil, beberapa eosinofil.Tampak kelenjar seromukous dan area perdarahan.Tidak tampak tanda keganasan dengan kesimpulan biopsi kavum nasi kiri

inflammatory polyp.

Kasus 1 dan 2 dikonsulkan ke IRJ Ilmu Penyakit Mata. Kasus 1 didapatkan kedua mata udem palpebra, pergerakan mata kiri kesan terbatas minimal ke atas. Pada kasus 1 didapatkan okuli dekstra sinistra udim palpebra. Kasus 2 didapatkan palpebra kanan udem, kiri normal, pergerakan mata kiri kesan terbatas minimal ke atas. Dari 2 kasus

diatas tampak adanya gangguan pergerakan mata kiri akibat pendesakan massa ke arah okuli sinistra.Nisa et al. melaporkan 42 penderita dari 35 artikel PPT dengan komplikasi mata, yaitu udim palpebra dan atau udimperiorbita sebesar 98% (41/42 kasus), proptosis sebesar 24% (10/42 kasus), diplopia dan gerakan bola mata yang terbatas masing-masing sebesar 12% (2-3/42 kasus).13Pada

kasus 1 dikonsulkan ke IRJ Ilmu Penyakit Syaraf dan tidak didapatkan tanda-tanda trombosis sinus kavernosus.

Tiga pilihan terapi untuk PPT adalah insisi drainase, pendekatan endoskopi, dan pendekatan eksternal. Indikasi insisi drainase pada PPT pasca-trauma yang terisolasi, atau sebagai drainase untuk endoskopi pada kasus PPT yang diakibatkan rinosinusitis akut (gambar 13). Pendekatan endoskopi dengan sinusotomifrontal dan drainase abses melalui resesus frontal. Prosedur endoskopi lebih dikembangkan selama 10 tahun terakhir dengan keunggulan morbiditas yang terbatas, tidak adanya jaringan parut wajah.3Dilakukan pendekatan

BSEF pada kasus 1 dan gabungan pendekatan eksternal dengan BSEF pada kasus 2 dan 3. Jung J,

et al. melaporkan terapi BSEF pada PPT

mendapatkan hasil yang baik.15Laguna DA, et

al.melaporkan pendekatan gabungan eksternal dan

BSEF pada PPT jugamendapatkan hasil yang baik karena dapat mengevaluasi seluruh sinus frontal sehingga dapat membuang seluruh jaringan mukosa yang patologis dan mudah melakuakan obliterasi sinus frontal.4

BSEF yang diakukan pada 3 kasus yang dibahas didapatkan jaringan polipoid pada kasus 1 dan 2 kemudian dilakukan unsinektomi, bulektomi, dan etmoidektomi anterior. Pada kasus 3 evaluasi kavum nasi kiri, tonjolan massa pada meatus medius di posterior posesus unsinatus melebar ke medial konka media kiri belakang. Massaditembus tengan forsep lurus, keluar pus lalu dibersihkan dan dilakukan etmoidektomi anterior dan posterior.

Kasus 1 kavum nasi kiri didapatkan pus keluar dari ostium sinus maksila pada saat probing ostium sinus maksila, tampak resesus frontal tertutup dan didapatkan pus pada saat probing resesus frontal dilanjutkan pelebaran resesus frontal. Kasus 2 dan kasus 3dilakukan pendekatan eksternal

(10)

dengan insisi pada frontoetmoid dengan tujuan untuk menjangkau seluruh sinus frontal.

Bor adalah alat yang biasa digunakan untuk pendekatan eksternal sinus frontal, apabila dibutuhkan identifikasi duktus nasofrontal dapat menggunakan teleskop 0oatau 30o.12 Pada kasus 2

dan 3 dibuat lubang akses menuju sinus frontal menggunakan tatah karena keterbatasan alat. Pendekatan eksternal adalah pendekatan standar dalam pengobatan PPT.1,4,15 Indikasi dilakukan

pendekatan eksternal diperuntukan pada penderita yang memiliki gangguan pada wilayah frontonasal yang tidak dapat dijangkau endoskopi.12,15Tiga

kasus yang telah dibahas didapatkan pus keluar yang berasal dari sinus frontal.

Pada kasus 1 dilakukan kultur darah dengan hasil tidak didapatkan pertumbuhan kuman aerob dan anaerob. Pada kasus 2 dilakukan pemeriksaan patologi anatomi jaringan dari sinus frontal dan etmoid dan kultur pus, dengan hasil tidak didapatkan pertumbuhan kuman. Tina Q et al. melaporkan dari 24 kasus PPT sekitar 18 kasus (75%) menunjukan hasil positif. Bakteri yang mendominasi kultur adalah Streptokokus Viridan,

SterptokokusGrup C, Streptokokus Grup F, bakteri oral anaerob dan Stafilokokus Spesies.10 Robert

skomro et al. Melaporkan 36 kasus PPT dengan hasil kultur 17 (47%) Streptococcus Spesies, 8 (22%) Staphylococcus aureus, 4 tanpa tanda pertumbukan kuman.1

Terapi setelah BSEF semua diberikan antibiotikintravena, yaitu seftriakson 1000 mg 2 kali sehari, metronidazol 500 mg 3 kali sehari, analgetik intravena yaitu ketorolak 10 mg 3 kali sehari,dan ditambah anti inflamasi, yaitu metil prednison 125 mg diberikan hanya 1 hari pasca operasi.Seftriakson adalah antibiotika spektrum luas terutama untuk gram negatif dan gram positif yang diharapkan dapat menangani kuman gram negatif yang kebanyakan menjadi penyebab rinosinusitis kronik. Metronidazol ditambahkan berdasarkan pada keadaan kronik dan campuran kuman anaerob yang sering ditemukan. Kortikosteroid merupakan terapi efektif untuk membantu membuka sumbatan hidung. Pemberian dalam jangka waktu pendek tidak memberi efek samping imunosupresi pada penderita.3

Tiga hari pasca operasi, penderita dipulangkan dengan terapi siprofloksasin 2 x 500 mg, metronidazol 3 x 500 mg, kalium diklofenak 25 mg 2 x 1 dan irigasi nasal dengan larutan garam fisiologis. Laguna DA, et al. menggunakan siprofloksasin oral merupakan terapi antibiotik

broadspectrumyang digunankan untuk PPT pasca

operasi dan mendapatkan hasil yang baik.4

Seluruh penderita kontrol rutin pasca operasi, pada kasus 1 penderita datang kontrol 6 bulan pasca operasi sudah tidak mengeluhkan keluar cairan dari hidung, dan keluhan nyeri dahi. Pada kavum nasi kiri tidak didapatkan krusta dan sekret, meatus medius lebar, resesus frontal kiri terbuka dan tidak didapatkan pus dan polip. Kasus 2 Pemeriksaan saat kontrol terakhir tidak didapatkan keluhan keluar cairan dari hidung, nyeri dahi terkadang muncul dan pada kavum nasi tidak didapatkan krusta, sekret, meatus medius kanan sinekia. Kasus 3 penderita kontrol bulan ke-5 post BSEF, tidak ada keluhan nyeri kepala maupun hidung. Pada pemeriksaan nasoendoskopi didapatkan sinekia konka medius kemudian, sinekia dilepaskan, ostiummeatus medius terbuka, tidak ada sekret meatus medius.

CT-scanevaluasi dilakukanpada kasus 1

dan 2 dengan hasil kasus 1 tampak defek pada tabula eksterna regio midfrontal disertai masih adanya penebalan mukosa pada sinus frontal kanan kiri, etmoid kanan kiri. Orbita, sinus sfenoid dan maksila kanan kiri tampak normal. CT-scan kasus 2 tampak lesi hiperdens pada sinus maksilaris kanan dan sinus etmoid kanan, tampak lesi densitas cairan di sinus frontal kanan dan kiri. Penderita direncanakan operasi tahap ke-2 tetapi tidak dapat melanjutkan tindakan selanjutnya dengan alasan pindah dinas keluar kota dan penderita sudah mengerti resiko terburuk yang akan dihadapi apabila terlambat dalam penanganan kasus ini. Pada kasus 2 masih ada kemungkinan berjalannya PPT hingga menyebabkan komplikasi intrakranial.

(11)

KESIMPULAN

Telah dilaporkan 3 kasus sepanjang tahun 2012-2013di IRJ THT-KL RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan Pott’s Puffy Tumor. 1 Kasus PPT dilakukan BSEF mempunyai hasil yang baik. Dua kasus PPT dilakukan gabungan BSEF dengan pendekatan eksternal dengan hasil 1 kasus mendapatkan hasil yang baik dan 1 kasus harus dilakukan operasi tahap ke-2.

Prognosis PPT baik apabila dilakukan tindakan drainase abses, secara BSEF, dengan dan tanpa pendekatan eksternal. Hal ini dapat dilihat pada kasus 1 dan 3 yang tidak didapatkan keluhan pasca operasi. Pada kasus 2, penderitamenolak dilakukan operasi tahap ke-2, sehingga masih ada kemungkinan komplikasi intrakranial.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

1. McClean KL, Skomro R. Frontal osteomyelitis (Pott’s puffy tumour) associated with Pasteurella multocida – A case report and review of the literature. Can J Infect Dis 1998;9(2):115-21.

2. Cates KL, Cementina AM, Feder HM,. Pott’s puffy tumor: a serious occult infection. Pediatrics 1987;79:625–9.

3. Bertrand B, Collet S, Eloy P, Grulois V, Rombaux P. A Pott’s puffy tumour as a late complication of a frontal sinus reconstruction: case report and literature review. Rhinology 2009; 47: 470-5.

4. Laguna DA, Morales SP, Figueres AMT, Senra MIV, Reigada MCO. Pott's puffy tumour, a rare complication of frontal sinusitis.

An Pediatr2003; 10: 110-2.

5. Parlakay O, Kara A, Cengiz AB, Ceyhan M. Puffy frontal edema: a serious life-threatening finding of Pott’s Puffy tumor: case report. Turkiye Klinikleri J Med Sci 2012; 32(3): 850-3.

6. Bischofberger W, Bordley JE. Osteomyelitis of the frontal bone. Laryngoscope 1967;77:1234-44.

7. Bachret C, Fokken W, Lund V, Mullol J,. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps. Rhinology2012; 50 (suppl 23): 1-109.

8. Patel A, Meyers AD, Functional Endoscopic Sinus Surgery.2012. Available

from:emedicine.medscape.com/article/863420-overview� Accessed July 3rd, 2013

9. LeBedis CA, Sakai O. Nontraumatic Orbital Conditions: Diagnosis with CT and MR Imaging in the Emergent Setting. 2008. Available from: http://radiographics.highwire.org/content/28/6/ 1741/F1.expansion.htmlAccessed June 20th,

2013

10. Tan TQ. Pott's Puffy Tumor: A Disease Making a Comeback. 2012. Available from:https://idsa.confex.com/idsa/2012/webpr ogram/Paper35057.htmlAccessed July 3th,

2013

11. Adame N, Hedlund G, Byington C. Sinogenic

Intracranialempyema in children. Pediatrics

2005; 116(3): e461-7.

12. Krishna P, Meyers AD. Acute Frontal Sinusitis Surgery - Medscape Reference. 2013.Available from:

emedicine.medscape.com/article/862292-overviewAccessed July 3th, 2013

13. Nisa L, Landis BN, Giger R. Orbital involvement in Pott’s puffy tumor: a systematic review of published cases. Am J Rhinol Allergy 2012;26:e63-e70.

14. Ketenci I, Ünlü Y, Tucer B, Vural A. The Pott’s puffy tumor: a dangerous sign for intracranial complications. Eur Arch Otolaryngol 2011; 264(12): 1755-63.

15. Jung J, Lee HC, Park I, Lee HM. Endoscopic endonasal treatment of a Pott's puffy tumor. Clin Exp Otorhinolaryngol 2012;5(2):112-5.

Gambar

Gambar 2. Foto CT-scan kepala fokus sinonasal irisan aksial, sagital dan koronal dengan dan tanpa kontras mengesankan abses di scalp regio frontal kanan kiri hingga ke kavum orbita kiri
Gambar 4. Foto CT-scan kepala fokus sinonasal irisan aksial, sagital dan koronal dengan  dan tanpa kontras 6 bulan pasca BSEF
Gambar 6. Pemeriksaan nasoendoskopi kavum nasi kanan tampak sekret di meatus medius.
Gambar 8. Keadaan penderita tiga hari pasca operasi, tampak mata kanan tidak tampak menonjol
+3

Referensi

Dokumen terkait

&at golongan ini dikenal +uga dengan nama golongan statin dan digunakan untuk menurunkan kolesterol dengan 1ara menurunkan ke1epatan produksi LDL :kolesterol

• “ Brute Force” dari metode bagi dua kurang efisien • Menghubungkan dua nilai batas dengan garis lurus • Mengganti kurva menjadi garis lurus memberikan.

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di Gapoktan Simantri di Kabupaten Badung menunjukan faktor pengetahuan dan sikap memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01), dan

Kencong merupakan kecamatan yang terletak di bagian barat Jember yang berbatasan dengan Kabupaten Lumajang di sebelah barat, Kecamatan Gumukmas di. sebelah selatan,

Dari visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di atas kemudian dirumuskan IKU yang merupakan ukuran keberhasilan Dinas Kesehatan dalam mencapai tujuan

Aplikasi ini sendiri merupakan aplikasi berbasis android yang menggunakan teknologi Location Based Service dan GPS (Global Positioning System) untuk menentukan lokasi penjemputan

Maka diperlukan perancangan antenna dipole yang dapat meningkatkan jangkauan pada frekuensi 2,4 GHz dengan menggunakan software Ansoft HFFS 14.0 dari antena chip

Pengendalian hipertensi sangat diperlukan untuk melakukan pencegahan primer, detaksi awal, dan penanganan yang memadai untuk mencegah terjadinya komplikasi. Hipertensi