• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Singarimbun dan Effendi (1987) mengatakan bahwa penelitian pada umumnya dapat digolongkan ke dalam tiga tipe yaitu penelitian penjajakan (exploratif), penelitian penjelasan (explanatory atau confirmatory research) dan penelitian deskriptif. Berdasarkan pada kategori tersebut maka penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory atau confirmatory research) karena penelitian akan akan mendeskripsikan variabel-variabel laten yang ada dalam model rujukan utama menjadi indikator-indikator (variable manifest) yang merefleksikan variabel laten tersebut. Sekaligus juga akan menguji tingkat kesesuaian model terhadap sistem nyata. Indikator-indikator tersebut juga akan diuji sejauh mana mampu mencerminkan variabel latennya.

Menurut Sekaran (2003) mengatakan berdasarkan tujuannya, penelitian dibedakan menjadi tiga yaitu : exploratory study, descriptive study dan hypothesis testing. Berdasarkan kategori penelitian berdasarkan tujuan tersebut maka penelitian ini merupakan penelitian bertujuan hypothesis testing. Penelitian ini akan menguji hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi manajemen pengetahuan. Hubungan yang masih bersifat hipotetik pada model rujukan utama perlu diuji untuk mengetahui tingkat signifikan dari hubungan antar faktor tersebut.

Menurut Sekaran (2003), terdapat 2 jenis invetigasi di dalam penelitian yaitu : causal investigation dan correlational investigation. Penelitian ini tergolong dalam jenis correlational investigation. Penelitian ini akan menginvestigasi hubungan korelasi yang terjadi antar faktor penghambat manajemen pengetahuan.

Menurut Sekaran (2003), suatu penelitian dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan horizon waktu yaitu : cross sectional studies dan longitudinal studies. Penelitian ini tergolong cross sectional studies, karena penelitian ini hanya akan melakukan pengambilan data pada waktu tertentu (April – Mei 2009). Penelitian ini mengambil lokasi penelitian di PT Krakatau Steel (PT KS), Cilegon, Banten.

Secara umum langkah penelitian dibagi menjadi lima tahap yaitu tahapan persiapan penelitian (3.1 sampai 3.2), tahapan konseptualisasi model (3.3. sampai 3.6.), tahap pengumpulan dan pengolahan data (3.7. sampai 3.12), tahap analisa dan

(2)

pembahasan (3.13), dan tahap kesimpulan dan saran (3.14). Metodologi penelitian secara lengkap dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Tahapan Penelitian Tidak Valid dan tidak

reliable Observasi Masalah -wawancara -cermati dokumen Studi Literatur - KM - Metode SEM - Lisrel dsb Perumusan Masalah

dan Tujuan Penelitian

1.Proses spesifikasi model : struktural dan pengukuran & 2. Proses perancangan hipotesis

Proses perancangan instrument penelitian, uji instrumen dan

pengambilan data

Apakah Valid dan Reliable ?

Uji Hipotesa Hubungan antar Variabel dengan menggunakan uji t

Uji Validitas dan Reliabilitas Indikator Model Pengukuran

Uji Kesesuaian Model Struktural dengan menggunakan indikator GOF

Valid dan Reliable

Analisa dan pembahasan model keseluruhan, model struktural dan

model pengukuran

Pengolahan data dan Proses Pemodelan SEM (Lisrel 8.7)

Proses penyusunan diagram jalur Proses identifikasi model penelitian

Proses estimasi paramater model penelitian

(3)

Berikut ini akan disampaikan uraian singkat dan umum mengenai tahapan penelitian yang terlihat pada gambar 3.1. :

Langkah awal yang diambil di dalam penelitian ini adalah melakukan kajian literatur dan melakukan observasi masalah di perusahaan. Hasil yang didapatkan dari kajian literatur dan observasi masalah di perusahaan selanjutnya melahirkan rumusan masalah dan tujuan penelitian.

Setelah mendapatkan gambaran nyata mengenai persoalan yang ada di perusahaan dan dengan didukung oleh kajian literatur yang ada serta tujuan penelitian maka selanjutnya adalah melakukan proses spesifikasi model penelitian. Model yang dispesifikasi ada 2 jenis yaitu model pengukuran dan model struktural. Hubungan yang terjadi antar faktor yang ada di dalam model struktural perlu untuk dituangkan di dalam pernyataan hipotetik untuk diuji sejauh mana keeratan hubungan dan tingkat signifikansi hubungan antar faktor tersebut.

Untuk bisa memiliki gambaran secara integral, maka model pengukuran dan model struktural perlu ditunjukkan dalam bentuk diagram jalur. Dalam diagram jalur akan tergambar dua hubungan yang utama yaitu hubungan antara variabel laten dengan indikator/variabel manifest dan hubungan antara variabel laten dengan variabel laten yang lain.

Terbentuknya diagram jalur, akan memudahkan proses untuk identifikasi sifat dari model. Proses identifikasi model sangat penting untuk mengetahui apakah model just-identified, over-identified ataukah bahkan under-identified. Proses analisa SEM menghendaki model yang just-identified atau over-identified. Model yang underidentified menunjukkan bahwa parameter model tidak dapat diestimasi oleh data yang akan dikumpulkan.

Setelah diketahui bahwa model berkategori just-identified atau over-identified, maka langkah selanjutnya adalah melakukan proses estimasi parameter. Tujuan dari estimasi parameter adalah untuk mendapatkan semua statistik model yang diteliti. Untuk bisa lakukan estimasi parameter maka harus perlu data.

Oleh karena itulah dilakukan proses untuk perancangan instrument penelitian. Instrument penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner ini akan disebarkan kepada para responden. Responden diminta untuk memberikan pendapat mengenai indikator-indikator yang ada di dalam model pengukuran. Hasil yang didapatkan dari

(4)

proses penyebaran kuesioner akan menjadi data input bagi proses estimasi parameter model. Data kuesioner akan ditabulasi menggunakan ms excel dan diolah menggunakan Lisrel 8.7.

Proses estimasi ini bisa berjalan jika proses pemodelan SEM telah dilakukan. Proses pemodelan SEM dilakukan dengan cara menyusun program simplis. Setelah program simplis dirunning maka akan dihasilkan output berupa path diagram. Di dalam path diagram akan terlihat nilai estimasi parameter model baik model pengukuran maupun model struktural.

Nilai – nilai estimasi parameter model akan dipergunakan untuk melakukan uji model. Model yang terlebih dahulu diuji adalah validitas dan reliabilitas indikator dari model pengukuran. Jika indikator model pengukuran tidak valid dan tidak reliable maka indikator tersebut harus dikeluarkan dari model pengukuran dan selanjutnya dilakukan modifikasi program simplis dan running program simplis lagi. Namun, jika indikator model pengukuran telah valid dan reliable maka perlu untuk menguji model struktural. Model struktural diuji dalam dua aspek yaitu tingkat kesesuaian model struktural terhadap sistem nyata dan tingkat signikansi hubungan antar faktor yang ada di dalam model struktural, termasuk juga menguji tingkat keeratan hubungan antar faktor tersebut.

Hasil estimasi dan pengujian parameter model pengukuran dan struktural perlu dikaitkan dengan hasil wawancara. Langkah ini untuk mendapatkan informasi yang lebih praktis dari hasil SEM. Hasil dari analisa SEM tersebut belum bisa memberikan gambaran apapun kecuali setelah dikaitkan dengan data hasil wawancara. Informasi yang lebih praktis tersebut bisa berupa interpretasi data hasil SEM dan saran yang bisa diajukan kepada sistem nyata.

Terkait dengan tujuan penelitian, hasil dari proses analisa estimasi dan pengujian parameter model dengan data hasil wawancara akan diarahkan untuk menjawab tujuan penelitian. Jawaban dari tujuan penelitian akan dituangkan dalam bentuk kesimpulan penelitian

Demikian tadi uraian umum mengenai tahapan penelitian, untuk selanjutnya akan disampaikan uraian tahapan penelitian secara lebih rinci pada sub bab 3.1 sampai 3.14 berikut ini :

(5)

3.1 Identifikasi permasalahan 1 Observasi Lapangan/Perusahaan

Untuk memvalidasi model rujukan utama dari penelitian ini, maka dilakukan observasi lapangan/perusahaan. Proses observasi dilakukan dengan dua cara yaitu dengan proses wawancara dan proses pengumpulan data sekunder.Perusahaan yang diobservasi adalah PT Krakatau Steel (PT KS). Tujuan observasi awal adalah untuk mengetahui persoalan yang dihadapi oleh PT Krakatau Steel khususnya persoalan yang dihadapi pada saat implementasi manajemen pengetahuan. Implementasi manajemen pengetahuan di perusahaan tersebut dilatarbelakangi oleh implementasi program MBNQA.

Berdasarkan examinasi MBNQA, ada dua oppotunity for improvement yang perlu ditindaklanjuti yaitu :

a. Walaupun PTKS telah menetapkan media KMKS, namun media tersebut hanya digunakan untuk menampung knowledge. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa PTKS menerapkan proses yang sistematis untuk secara pro-aktif mendistribusikan knowledge ke unit-unit yang tepat untuk implementasi materi KM tersebut.

b. Walaupun PTKS telah menetapkan media KMKS, namun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa identifikasi knowledge organisasi telah dilaksanakan secara sistematis.

Implementasi manajemen pengetahuan di PT KS dirintis oleh Pusdiklat. Untuk mengimplementasikan program KM, manajemen puncak PT KS telah menyusun tim manajemen pengetahuan yang berasal dari beberapa divisi antara lain P2PK, PSDM, Teknologi Informasi dan Pusdiklat. Dampak program implementasi KM telah sedikit banyak dirasakan oleh PT KS yaitu dengan naiknya skor MBNQA.

PT KS telah memiliki KM online. KM Online ini berisi berbagai informasi dan pengetahuan yang ada di dalam perusahaan. Setiap saat, para karyawan bisa mengakses data base yang ada di KM online., untuk mengetahui berbagai hal yang terkait tentang proses bisnis di perusahaan seperti SOP, Work Instruction dsb.

Berikut ini adalah hasil observasi wawancara :

a. Hasil wawancara (dilakukan antara tanggal 9 – 20 Februari 2009) 1. Pak Tri Wibowo (General Manager PUSDIKLAT)

(6)

Beberapa materi substansi yang bisa diperoleh adalah :

• Implementasi manajemen pengetahuan harus mendukung pada kinerja proses bisnis. Namun beliau masih gamang mengenai cara menghubungkan implementasi manajemen pengetahuan dengan proses bisnis.

• Ada masalah merubah tacit knowledge menjadi explicit knowledge, karena banyak personil ahli yang akan pensiun.

• Beliau tidak setuju jika manajemen pengetahuan memiliki visi dan misi tersendiri. Namun cukup merujuk pada visi dan misi organisasi.

2. Pak Aziz (Planner Senior PUSDIKLAT)

Substansi yang bisa diperoleh dari diskusi adalah

• Pada prinsipnya proses manajemen pengetahuan sudah dilakukan di PT KS hanya saja belum terintegrasi dan belum dibahasakan dalam istilah manajemen pengetahuan.

• Adanya kendala teknis implementasi manajemen pengetahuan yaitu perlunya reformasi/restrukturisasi organisasi karena perlu mensinergikan proses manajemen pengetahuan yang terpisah-pisah sesuai unit kerja yang menjalankannya, semisal proses improvement atau proses creating knowledge dilakukan oleh unit kerja dan didasarkan pada panduan yang telah disusun oleh Pusdiklat serta dievaluasi oleh P2PK, proses pengelolaan dan manajemen data base pengetahuan yang sudah ada dilakukan oleh unit kerja IT

• Untuk implementasi manajemen PT KS telah menyusun 2 tim yaitu tim yang mengurusi e-learning dan tim yang mengurusi proses manajemen pengetahuan.

• Pak Aziz juga menunjukkan situs knowledge management yang dikembangkan oleh bagian IT. Sampai dengan saat ini, situs yang dikembangkan tersebut belum diintegrasikan dengan situs yang secara umum dimiliki oleh PT KS.

• Dalam situs baik yang dikembangkan oleh bagian IT atau yang baru mencantumkan beberapa fitur atau menu yaitu knowledge reference, knowledge acquisition, knowledge source dll. Tapi bagaimana mekanisme

(7)

untuk mengaitkan antar menu, knowledge yang bagaimana yang akan dimasukkan ke dalam masing-masing menu tadi. Tidak Jelas !!!

• Organisasi perlu mengelola pengetahuan anggotanya di segala level untuk : (1). mengetahui kekuatan dan penempatan seluruh SDM, (2). penggunaan kembali pengetahuan yang sudah ada atau ditemukan alias tidak perlu mengulang proses kegagalan, (3) mempercepat proses penciptaan pengetahuan baru dari pengetahuan yang ada dan (4) menjaga pergerakan organisasi tetap stabil meskipun terjadi arus keluar masuk SDM.

3. Pak Waskito (Chief PUSDIKLAT)

Isu yang muncul adalah seperti ungkapan Pak Tri yaitu bagaimana mengubah tacit menjadi explicit.

4. Pak Abdul Halim (Examiner MBNQA) Berikut ini adalah hasil wawancara :

• Di PT KS terjadi proses improvement yang berulang. Hal itu terjadi karena tidak terjadi sharing pengetahuan atas pengetahuan yang telah dikembangkan, apalagi jika pengetahuan yang telah dikembangkan tadi tidak diterapkan dan tidak diawasi. Harusnya, misal setiap tahun dichek ulang apakah pengetahuan yang telah dikembangkan tadi masih tetap diterapkan ? jika masih diterapkan maka perlu diberi reward.

• Pak Halim sempat menyinggung mengenai knowledge map. Knowledge map tadi diidentifikasi berdasarkan sasaran, visi dan misi perusahaan. Tapi tidak menyinggung implementasi manajemen pengetahuan di level operasional. • Akibat mendahulukukan teknologi informasi sebagai tool implementasi

manajemen pengetahuan, saat ini PT KS merasa server sudah terlalu berat dan memaksa untuk menambah jumlah dan kapasitas server. Padahal jika dilakukan pemetaan pengetahuan terlebih dahulu akan bisa mengidentifikasi dengan lebih valid kebutuhan server sekaligus bisa diketahui proses pengelolaan pengetahuan itu sendiri.

• Adanya para pakar teknologi yang tidak mau sharing pengetahuan terhadap orang lain. Harusnya memang disusun mekanisme yang bersifat memaksa, misal dimasukkan dalam SKK, supaya para pakar melakukan sharing pengetahuan.

(8)

• Implementasi manajemen pengetahuan di PT KS belum sampai pada tahapan integrasi. Termasuk cakupan integrasi adalah integrasi manajemen pengetahuan dengan kinerja proses bisnis.

5. Pak Nurjaman (Fasilitator GKM) Hasil dari diskusi antara lain :

• Adanya fakta bahwa ada personil yang sulit berbagi pengetahuan dengan personil yang lain, entah karena tidak ada niat untuk berbagai ataupun memang tidak memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikannya dengan yang lain, contohnya para orang lapangan atau operator

• Menurut Pak Nurjaman, cara peningkatan kompetensi selain dengan cara training adalah dengan cara mengikutkan karyawan para proses improvement atau GKM (gugus kendali mutu).

• Proses improvement yang diwajibkan untuk dilakukan oleh unit kerja telah memicu karyawan untuk melakukan proses improvement selain karena secara insentif finansial cukup menguntungkan.

• Ada kelemahan di dalam catalog kompetensi, kelemahannya sangat mendasar yaitu bagaimana proses mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan. Adakah mekanismenya ? Belum ada !!!

• Menurut Pak Nurjaman, KM di PT KS cenderung hanya melihat dari sisi pengembangan e-learning. Padahal dari e-learning sendiri tidak nampak adanya proses pengelolaan pengetahuan.

6. Pak Vidiansyah (Manager PSI) , Pak Rendrayanto dan Bu Weni Purwaningrum

Berikut ini hasil wawancara dengan beliau :

• Menurut P Vidi di dalam knowledge management memang diperlukan adanya CKO dan insentif tersediri.

• Output dari tim manajemen pengetahuan adalah e-learning, dan mengusahakan supaya semua knowledge yang masih tersebar dan sulit terakses tersebut dapat terdokumentasi dengan rapi di dalam e-learning. Tools dari knowledge management sudah tersedia dengan adanya e-learning tapi knowledge processnya sendiri belum dikelola dengan mekanisme yang jelas.

(9)

b. Hasil pengumpulan data sekunder (dikumpulkan antara tanggal 9 – 20 Februari 2009), antara lain :

• Manual user web KMKS

• Prosedur pengembangan sumber daya manusia, di dalamnya berisi (salah satunya) tentang definisi KM menurut PT KS dan posisi pengelolaan KM di dalam struktur organisasi divisi sumber daya manusia

• Makalah continous improvement tentang pengelolaan pengetahuan di PT KS secara sistematik dan terpadu dengan knowledge management Krakatau steel (KMKS).

• Sistem remunerasi dan pemberian insentif PT KS.

Terkait dengan data sekunder manual web KMKS, PT KS telah memiliki media online yaitu KMKS. Para karyawan bisa memanfaatkan KMKS untuk mencari informasi dan pengetahuan yang ada di PT KS. Berikut ini adalah beberapa tampilan utama dari KMKS (gambar 3.2 dan gambar 3.3.):

(10)

Gambar 3.3. Pidato IPO Dirut PT KS di KMKS 2 Studi Literatur

Di dalam paper yang ditulis oleh Singh dan Kant (2008) dinyatakan bahwa model hubungan antar faktor-faktor yang menghambat manajemen pengetahuan belum divalidasi secara statistik. Oleh karena itulah, disarankan untuk peneliti berikutnya melakukan uji validitas secara statitistik dengan menggunakan pendekatan structural equation modeling (SEM). Penelitian ini akan menindaklantui saran tersebut dengan melakukan penelitian pada satu lokasi penelitian. Oleh karena itu, hasil penelitian ini tidak bisa dipakai untuk melakukan generalisasi dari model tersebut. Selain mengkaji paper rujukan utama, juga dilakukan kajian pustaka mengenai penelitian yang mendukung topik dan persoalan penelitian.

3.2 Identifikasi rumusan masalah

Berdasarkan kajian literature dan kajian observasi di perusahaan maka dinyatakan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana mengetahui tingkat kesesuaian model rujukan utama terhadap sistem nyata. Jika tingkat kesesuaiannya bagus, maka model dapat dipakai untuk mengelola proses implementasi KM ?

(11)

2. Bagaimana menguji dan mengukur model hubungan antar faktor penghambat implementasi manajemen pengetahuan yang disusun dalm model rujukan utama ?

3. Bagaimana mendeskripsikan faktor-faktor penghambat implementasi manajemen pengetahuan menjadi indikator-indikator yang bisa diukur atau bisa dievaluasi secara lebih obyektif ?

3.3 Tujuan Penelitian

Untuk menjawab rumusan masalah diatas, maka dinyatakan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Mengkaji tingkat kesesuaian model Singh dan Kant (2008) terhadap sistem nyata. Jika tingkat kesesuaiannya bagus, maka model tersebut dapat dipakai sebagai sarana untuk mengelola dan mengawasi proses implementasi manajemen pengetahuan

2. Menguji dan mengukur model hubungan antar faktor penghambat implementasi manajemen pengetahuan yang disusun oleh Singh dan Kant (2008).

3. Mendeskripsikan faktor-faktor penghambat implementasi manajemen pengetahuan menjadi indikator-indikator yang bisa diukur atau bisa dievaluasi secara lebih obyektif.

3.4 Proses spesifikasi model

Tahapan pertama di dalam analisa SEM adalah spesifikasi model. Dalam tahap ini, model yang dispesifikasikan ada dua yaitu model struktural dan model pengukuran. Berikut ini proses spesifikasi model :

1. Model struktural

Terkait dengan penyusunan model struktural ini, SEM menawarkan tiga strategi pemodelan (Hair, et.al, 1998 di dalam Palopak, 2007) : confirmatory modelling strategy, competing models strategy dan model development strategy Penelitian ini menggunakan strategi pemodelan yang bertipe confirmatory modelling strategy. Tipe ini dipilih karena penelitian ini memakai model yang telah ada dan dikembangkan dalam model rujukan utama. Model di bawah ini selanjutnya disebut sebagai model penelitian.

(12)

Gambar 3.4. Model Struktural

Berdasarkan pada model struktural pada gambar 3.4. diatas, SEM ingin menguji hubungan yang terjadi antar faktor-faktor diatas. Uji hipotesis ini dilakukan dengan asumsi tingkat kepercayaan 95% dan α = 5%. Rumusan pernyataan hipotetik H1 merupakan pernyataan hipotetik yang bersifat direksional atau uji satu arah (one-tailed test). Uji hipotetik tersebut dievaluasi dengan menggunakan nilai t hitung. Nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel (t = 1.96, dengan tingkat kepercayaan 95% dan α = 5%) atau lebih kecil dari t tabel (t = -1.96, dengan tingkat kepercayaan 95% dan α = 5%) maka hipotesis H1 (hipotesis alternatif) diterima. Oleh karena itu penelitian ini menyusun pernyataan hipotetik sebagai berikut :

Lack of Ownership of Problem

Staff Defection Staff Retirement

Lack of Motivation and Reward

Lack of Organizational Culture

Lack of Technological Infrastructure

Lack of Methodology Lack of Organizational Structure

Lack of Top Management Commitment

H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10

(13)

H0 : adanya komitmen manajemen puncak tidak mempunyai hubungan terhadap adanya metodologi

H1 : Adanya komitmen manajemen puncak akan mempunyai hubungan yang positif terhadap adanya metodologi

Kriteria penerimaan : H0 diterima jika : - 1.96 ≤ t values t ≤ 1.96

H1 diterima jika : t values > 1.96 atau t values < -1.96

Hipotetik yang pertama ini disusun berdasarkan pada hubungan yang ada pada model rujukan utama. Seluruh keberhasilan dari program yang ada di perusahaan sangat tergantung pada komitmen dari manajemen puncak termasuk program implementasi manajemen pengetahuan (Chang, et.al., 2008). Wujud dari komitmen manajemen puncak adalah memberikan arahan baik yang sifatnya strategis maupun teknis untuk mengimplementasikan program manajemen pengetahuan. Arahan yang sifatnya strategis dan teknis tersebut akan dituangkan dalam bentuk dokumen metodologi (cara/mentode/pendekatan) yang akan digunakan untuk menjadi panduan implementasi manajemen pengetahuan (Montano, et.al, 2001).

Hipotetik yang pertama ingin menguji apakah tinggi rendahnya komitmen manajemen puncak akan terlihat dan mempunyai hubungan yang positif pada komprehensif tidaknya dari metodologi implementasi manajemen pengetahuan. Hal tersebut perlu diuji karena yang mempengaruhi komprehensif tidaknya dari metodologi tidak hanya berasal dari komitmen manajemen puncak tetapi juga dari manajemen level bawah atau bahkan level operasional.

H0 : adanya komitmen manajemen puncak tidak mempunyai hubungan terhadap adanya struktur organisasi

H2 : Adanya komitmen manajemen puncak akan mempunyai hubungan yang positif terhadap adanya struktur organisasi

Kriteria penerimaan : H0 diterima jika : - 1.96 ≤ t values t ≤ 1.96

H1 diterima jika : t values > 1.96 atau t values < -1.96

Hipotetik yang kedua ini disusun berdasarkan pada hubungan yang ada pada model rujukan utama. Seluruh keberhasilan dari program yang ada di perusahaan sangat tergantung pada komitmen dari manajemen puncak termasuk program implementasi manajemen puncak (Chang, et.al., 2008). Wujud dari komitmen manajemen puncak adalah menyusun tim dan struktur organisasi yang akan

(14)

mempunyai kewenangan untuk mengelola manajemen pengetahuan. Struktur organisasi yang mendukung implementasi manajemen pengetahuan adalah yang bertipe task force (Nonaka dan Takeuchi, 1995).

Hipotetik yang kedua ingin menguji apakah tinggi rendahnya komitmen manajemen puncak akan terlihat dan mempunyai hubungan yang positif pada penyusunan tim dan struktur organisasi yang dapat mendukung dan mendorong implementasi manajemen pengetahuan.

H0 : Adanya metodologi tidak mempunyai hubungan terhadap adanya infrastruktur teknologi

H3 : Adanya metodologi akan mempunyai hubungan yang positif terhadap adanya infrastruktur teknologi

Kriteria penerimaan : H0 diterima jika : - 1.96 ≤ t values t ≤ 1.96

H1 diterima jika : t values > 1.96 atau t values < -1.96

Hipotetik yang ketiga ini disusun berdasarkan pada hubungan yang ada pada model rujukan utama. Arahan dari manajemen puncak yang sifatnya strategis dan teknis tersebut akan dituangkan dalam bentuk dokumen metodologi (cara/mentode/pendekatan) yang akan digunakan untuk menjadi panduan implementasi manajemen pengetahuan. Salah satu pendekatan/cara di dalam mengimplementasikan manajemen pengetahuan adalah dengan teknologi groupware dan internet/intranet/ekstranet (Bose, R, 2004)

Hipotetik yang ketiga ingin menguji apakah komprehensif tidaknya dari metodologi akan mempunyai hubungan yang positif pada pilihan alternatif infrastruktur yang akan dipilih untuk mengimplementasikan manajemen pengetahuan.

H0 : Adanya struktur organisasi tidak mempunyai hubungan terhadap adanya infrastruktur teknologi

H4 : Adanya struktur organisasi akan mempunyai hubungan yang positif terhadap adanya infrastruktur teknologi

Kriteria penerimaan : H0 diterima jika : - 1.96 ≤ t values t ≤ 1.96

H1 diterima jika : t values > 1.96 atau t values < -1.96

Hipotetik yang keempat ini disusun berdasarkan pada hubungan yang ada pada model rujukan utama. Infrastruktur mencakup mekanisme transfer seperti

(15)

teknologi, proses kerja dan jaringan orang, untuk memastikan bahwa best practices tersampaikan ke seluruh bagian perusahaan. Oleh karena itu, tinggi rendahnya dukungan infrastruktur terhadap implementasi manajemen pengetahuan tidak hanya berhubungan dengan struktur organisasi melainkan juga berhubungan dengan aspek-aspek yang lain. Namun demikian, struktur organisasi yang bertipe task force (anggota tim berasal dari disiplin ilmu dan unit kerja yang berbeda) akan mempengaruhi pilihan alternatif teknologi informasi. Teknologi informasi yang dipilih tentunya yang akan memberikan pengaruh yang besar pada kemampuan karyawan untuk melakukan sharing pengetahuan dan best practices secara efektif (Bose, R, 2004).

Hipotetik yang keempat ingin menguji apakah pilihan struktur organisasi task force akan mempunyai hubungan yang positif pada pilihan alternatif teknologi informasi yang akan memberikan dampak pada kemampuan sharing pengetahuan antar karyawan.

H0 : Adanya infrastruktur tidak mempunyai hubungan terhadap adanya budaya perusahaan

H5 : Adanya infrastruktur akan mempunyai hubungan yang positif terhadap adanya budaya perusahaan

Kriteria penerimaan : H0 diterima jika : - 1.96 ≤ t values t ≤ 1.96

H1 diterima jika : t values > 1.96 atau t values < -1.96

Hipotetik yang kelima ini disusun berdasarkan pada hubungan yang ada pada model rujukan utama. Infrastruktur mencakup mekanisme transfer seperti teknologi, proses kerja dan jaringan orang, untuk memastikan bahwa best practices tersampaikan ke seluruh bagian perusahaan. Teknologi informasi yang dipilih tentunya yang akan memberikan pengaruh yang besar pada kemampuan karyawan untuk melakukan sharing pengetahuan dan best practices secara efektif (Bose, R, 2004). Sedangkan culture/budaya adalah kombinasi dari shared history, expecations, unritten rules dan social mores yang mempengaruhi keseluruhannya pada perilaku dari karyawan.

Hipotetik yang kelima ini ingin menguji apakah pilihan infrastruktur teknologi akan mempunyai hubungan yang positif pada perubahan budaya

(16)

perusahaan semisal budaya untuk berkomunikasi dan sharing melalui media online KMKS.

H0 : adanya budaya perusahaan tidak mempunyai hubungan terhadap adanya pemberian motivasi dan penghargaan kepada para karyawan H6 : Adanya budaya perusahaan akan mempunyai hubungan yang

positif terhadap pemberian motivasi dan penghargaan kepada para karyawan

Kriteria penerimaan : H0 diterima jika : - 1.96 ≤ t values t ≤ 1.96

H1 diterima jika : t values > 1.96 atau t values < -1.96

Hipotetik yang enam ini disusun berdasarkan pada hubungan yang ada pada model rujukan utama. Pemanfaat teknologi informasi yang tepat akan menciptakan budaya perusahaan, semsial budaya sharing pengetahuan baik lewat lisan maupun tulisan. Budaya tersebut perlu dijaga, dipelihara dan dikembangkan dengan penerapan sistem reward dan punishment. Banyak perusahaan yang telah menggunakan sistem reward dan punishement untuk merangsang karyawan untuk saling membagi pengetahuan satu dengan yang lain (Yu & Liu, 2008).

Hipotetik yang keenam ini ingin menguji apakah adanya dan munculnya budaya perusahaan akan mempunyai hubungan yang positif terhadap adanya kebijakan penerapan sistem reward dan punishment di perusahaan.

H0 : adanya pemberian motivasi dan penghargaan tidak mempunyai hubungan terhadap adanya staff yang keluar dari perusahaan

H7 : Adanya pemberian motivasi dan penghargaan akan mempunyai hubungan yang negatif terhadap adanya staff yang keluar dari perusahaan

Kriteria penerimaan : H0 diterima jika : - 1.96 ≤ t values t ≤ 1.96

H1 diterima jika : t values > 1.96 atau t values < -1.96

Hipotetik yang ketujuh ini disusun berdasarkan pada hubungan yang ada pada model rujukan utama. Keluarnya karyawan dari perusahaan terbagi menjadi dua jenis yaitu yang bisa dihindari (avoidable turnover) dan yang tidak bisa dihindari (unavoidable turnover). Sedangkan jenis avoidable turnover sendiri bisa terjadi karena dua alasan yaitu : push dan pull factor. Push factor terjadi jika karyawan

(17)

memiliki tingkat kepuasan kerja yang kurang sedangkan pull factor terjadi jika merasa kondisi di luar perusahaan lebih menantang dan menarik (Loquercio, 2006).

Hipotetik yang ketujuh ini ingin menguji apakah adanya kebijakan pemberian motivasi dan penghargaan akan mempunyai hubungan yang negatif pada kasus staff perusahaan yang memutuskan diri keluar dari perusahaan. Kasus staff perusahaan yang memutuskan diri keluar dari perusahaan difokuskan pada kejadian yang avoidable turnover dan kejadian tersebut terjadi karena push factor akibat sistem pemberian penghargaan yang kurang menghargai pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan. Penerapan sistem penghargaan yang baik dan tepat akan mencegah karyawan untuk keluar dari perusahaan.

H0 : adanya pemberian motivasi dan penghargaan tidak mempunyai hubungan terhadap adanya staff yang mengajukan pensiun dini kepada perusahaan

H8 : Adanya pemberian motivasi dan penghargaan akan mempunyai hubungan yang negatif terhadap adanya staff yang mengajukan pensiun dini dari perusahaan

Kriteria penerimaan : H0 diterima jika : - 1.96 ≤ t values t ≤ 1.96

H1 diterima jika : t values > 1.96 atau t values < -1.96

Hipotetik yang delapan ini disusun berdasarkan pada hubungan yang ada pada model rujukan utama. Penjelasan mengenai hipotetis ini sama dengan penjelasan untuk hipotetik H7. Perbedaannya terletak pada status karyawan yang keluar. Pada H7, karyawan tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan perusahaan jika memutuskan keluar dari perusahaan sedangkan pada H8, karyawan masih mempunyai hubungan industri dengan perusahaan jika memutuskan mengajukan pensiun dari perusahaan.

Hipotetik yang kedelapan ini menguji apakah adanya kebijakan pemberian motivasi dan penghargaan akan mempunyai hubungan yang negatif pada kasus staff perusahaan yang mengajukan pensiun kepada perusahaan. Kasus staff perusahaan yang mengajukan pensiun dari perusahaan difokuskan pada kejadian yang avoidable turnover dan kejadian tersebut terjadi karena push factor akibat sistem pemberian penghargaan yang kurang menghargai pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan.

(18)

H0 : adanya staff yang keluar dari perusahaan tidak mempunyai hubungan terhadap adanya sikap kepemilikikan terhadap persoalan perusahaan.

H9 : Adanya staff yang keluar dari perusahaan akan mempunyai hubungan yang negatif terhadap adanya sikap kepemilikan terhadap persoalan perusahaan

Kriteria penerimaan : H0 diterima jika : - 1.96 ≤ t values t ≤ 1.96

H1 diterima jika : t values > 1.96 atau t values < -1.96

Hipotetik yang kesembilan ini disusun berdasarkan pada hubungan yang ada pada model rujukan utama.

Hipotetik yang kesembilan ini ingin menguji apakah kejadian adanya karyawan perusahaan yang keluar dari perusahaan akan mempunyai hubungan yang negatif pada sikap dan rasa memiliki terhadap persoalan perusahaan (khususnya persoalan implementasi manajemen pengetahuan).

H0 : adanya staff yang pensiun dini dari perusahaan tidak mempunyai hubungan terhadap adanya sikap kepemilikian terhadap persoalan perusahaan

H10 : Adanya staff yang pensiun dini dari perusahaan akan mempunyai hubungan yang negatif terhadap adanya sikap kepemilikan terhadap persoalan perusahaan

Kriteria penerimaan : H0 diterima jika : - 1.96 ≤ t values t ≤ 1.96

H1 diterima jika : t values > 1.96 atau t values < -1.96

Hipotetik yang kesepuluh ini disusun berdasarkan pada hubungan yang ada pada model rujukan utama.

Hipotetik yang kesepuluh ini ingin menguji apakah kejadian adanya karyawan perusahaan yang mengajukan pensiun dari dari perusahaan akan mempunyai hubungan yang negatif pada sikap dan rasa memiliki terhadap persoalan perusahaan (khususnya persoalan implementasi manajemen pengetahuan).

Pada dasarnya, rasa memiliki terhadap persoalan perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh adanya kejadian keluarnya karyawan dari perusahaan tetapi secara umum dipengaruhi oleh KM Awareness, yang bisa dibangun dengan proses untuk mengkomunikasikan konsep manajemen pengetahuan, membangun terminologi yang

(19)

bisa dipahami oleh semua personil organisasi dan menciptakan pemahaman yang sama pada seluruh level organisasi (Handzic, 2006).

2. Model pengukuran

Proses spesifikasi model yang kedua adalah melakukan spesifikasi model pengukuran. Model struktural yang dikembangkan pada tahap sebelumnya masih bersifat konseptual yang mengandung pengertian yang masih luas dan belum operasional. Pada tahap ini dilakukan penyusunan model pengukuran berupa proses operasionalisasi variabel dari variabel yang bersifat laten menjadi variabel yang bersifat manifest. Berikut ini tahapan identifikasi dan operasionalisasi variabel penelitian :

• Tentukan Konsep

Konstruk : konsep teori yang dinyatakan dalam model penelitian • Tentukan definisi operasional

Gambaran konsep operasional dari variabel yang akan diukur, biasanya dinyatakan dalam kata-kata yang menggambarkan perilaku, karakteristik atau sifat. Definisi operasional diperoleh dari kajian pustaka.

• Merancang item-item pernyataan dengan didasarkan pada kajian pustaka, baik yang sifat kalimatnya bermakna eksplisit maupun implisit. Jika makna kalimat bersifat implisit maka diambil gagasan dasarnya.

Item-item pernyataan pada dasarnya adalah variabel yang terukur / variabel manifest itu sendiri. Item – item pernyataan dirancang mempunyai makna yang positif. Item-item pernyataan itulah yang kemudian diajukan kepada responden dalam bentuk kuesioner yang sifatnya tertutup.

Menurut Sekaran (2003), terdapat 2 persoalan sensitif di dalam mendesain skala pengukuran yaitu :

a. Definisi operasional

Definisi operasional merupakan persoalan yang sensitif karena suatu konsep dari variabel tertentu memiliki perbedaan arti dan konotasi pada budaya suatu daerah/negara tertentu.

(20)

Besaran range yang dipergunakan di dalam penskalaan merupakan persoalan yang juga sensitif karena suatu besaran range skala memiliki respon yang berbeda pada budaya suatu daerah/negara tertentu. Skala dengan range 5 atau 7 tidak menunjukkan perbedaan yang berarti untuk negara USA tapi di suatu negara yang lain ternyata skala 7 lebih memiliki sensitifitas daripada skala 4 di dalam menghilangkan bias respon.

Pada tabel 3.1 ditunjukkan definisi operasional dari konstruk/variabel laten dalam model penelitian ini. Masing-masing definisi konstruk mengacu kepada literatur yang ada. Selain itu, pada tabel 3.1. juga ditunjukkan indikator/variabel manifest untuk masing-masing konstruk. Untuk memudahkan di dalam menyusun path diagram maka variabel laten diberi kode (misal : Laten1 untuk lack of top commitment management) dan variabel manifest juga diberi kode (misal C1, penjelasan tentang C1 dapat dilihat pada tabel 3.2.)

Definisi operasional dari konstruk yang ada di tabel 3.1. dirinci kembali pada tabel 3.2. menjadi beberapa konsep teori yang merupakan turunan dari definisi operasional konstruk. Konsep teori mengacu pada literatur yang ada (pada kolom ke-4). Untuk selanjutnya, konsep teori diturunkan menjadi indikator yang lebih operasional dan konstekstual.

(21)

51 Tabel 3.1.Hubungan variabel laten, definisi variabel laten, dan variabel manifest

No. Konstruk /Variabel laten Kode Definisi konstruk

Indikator/ Variabel manifest

1. Lack of top commitment

management Laten1

Komitmen manajemen diwujudkan di dalam (1). penetapan visi tentang jenis pengetahuan yang akan dikelola dan dikembangkan, (2). pengembangan struktur organisasi, (3). infrastruktur teknologi, (4). Pengelolaan human resource dan (5). berbagai keputusan yang terkait dengan proses pengetahuan (creation, sharing and use knowledge) (Singh and Kant, 2008)

C1 – C5

2. Lack of methodology Laten2 A set of procedures that can be followed for achieving an objective

(Montano,et.al, 2001) C6 – C10

3. Lack of organization

structure Laten3

Struktur organisasi merupakan spesifikasi tugas yang dikerjakan di dalam organisasi baik dalam hubungannya dalam satu unit kerja atau lintas unit kerja. Struktur organisasi bertipe task force akan lebih fleksibel bagi individu atau tim untuk saling bekerja sama (Singh dan Kant, 2008)

C11 – C 14

4. Lack of infrastructure

tecknology Laten4

Infrastruktur teknologi informasi di dalam KM, berperan di dalam mendukung implementasi KM dan mempertinggi dampak implmentasi KM bagi organisasi dengan cara membantu dan meningkatkan nilai dari suatu pengetahuan secara sistematik dan efektif. (Singh and Kant, 2008)

(22)

52

5. Lack of culture Laten5

Core beliefs, norma, value dan kebiasaan sosial yang dapat mengarahkan

individu karyawan untuk bertindak dan berperilaku di dalam perusahaan (Singh and Kant, 2008)

C25 – C32

6. Lack of motivation and

reward Laten6

Tujuan organisasi tidak akan tercapai kecuali dengan menggabungkan antara konsep motivasi dan reward/penghargaan. Pemberian motivasi dapat dilakukan melalui penghargaan, visibility dan inclusion of knowledge

performance di dalam penilaian kinerja dan pemberian insentif (Singh and

Kant, 2008)

C33 – C36

7. Staff defection Laten7

Kejadian keluarnya karyawan dengan skill dan keterampilan tinggi dari perusahaan. Kejadian ini perlu diantisipasi dengan pemberian motivasi dan reward yang sesuai dan tepat (Singh dan Kant, 2008)

C37 - C40

8. Staff retirement Laten8

Purna tugasnya karyawan dari masa baktinya di dalam perusahaan, yang berakibat pada hilangnya expertise dan experience yang dimiliki oleh perusahaan (Singh and Kant, 2008)

C41 – C44

9. Lack of ownership of

problem Laten9

Karyawan harus mempunyai rasa memiliki (ownership) dan tanggung jawab terhadap kesuksesan implementasi manajemen pengetahuan baik mereka telah diberi tugas yang jelas Kant, 2008) ataupun belum (Singh and

C45 – C47

(23)

53 Tabel 3.2.Proses mendapatkan indikator (variabel manifest)

No.

Konsep teori Indikator (Variabel Manifest) Referensi Kode

Tahap pertama mendapatkan kesuksesan dalam implementasi KM adalah dukungan dan komitmen manajemen puncak untuk memberikan inisiatifnya

Manajemen puncak mempunyai kebijakan dan orientasi yang jelas tentang proses implementasi KM

Chang, et.al

(2008) C1 a. Manajemen puncak menunjukkan komitmen dan

tindakannya dalam bentuk kebijakan KM, guidelines dan aktivitas-aktivitas.

b. Sharing pengetahuan dan keinginan untuk membantu karyawan yang lain adalah didasarkan pada kepercayaan dan rasa percaya diri

Manajemen puncak mempunyai kebijakan yang dapat merangsang para karyawan untuk saling melakukan sharing pengetahuan

Iftikhar

(2003) C2

Manajemen puncak bertanggung jawab di dalam menganalisa SWOT untuk mendapatkan visi mengenai jenis pengetahuan yang akan dikembangkan di dalam perusahaan

Manajemen puncak mempunyai visi tentang jenis pengetahuan yang akan dikelola dan diciptakan di dalam organisasi

Nonaka, et.al

(1995) C3 1

Jika pengetahuan dikelola dengan baik, maka organisasi dapat menggunakannya untuk menciptakan pengetahuan yang baru dan inovatif.

Manajemen puncak mempunyai kebijakan supaya semua jenis pengetahuan baik tacit maupun explicit dapat didokumentasikan dengan baik

Soltero, et.al

(24)

54 Jika data, informasi dan asset pengetahuan tidak

dirawat dengan baik maka mengalami penurunan nilai sebagaimana asset perusahaan yang lain. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui bagaimana suatu organisasi melindungi dan menjaga informasi dan pengetahuannya.

Manajemen puncak mempunyai kebijakan untuk mengoptimalkan seluruh potensi pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan

Iftikhar

(2003) C5

Jika pengetahuan dikelola dengan baik, maka organisasi dapat menggunakannya untuk menciptakan pengetahuan yang baru dan inovatif. Oleh karenanya, hal tersebut akan membantu organisasi untuk menciptakan nilai bagi organisasi.

Perusahaan memiliki prosedur untuk meningkatkan value/nilai dari suatu pengetahuan yang telah dimiliki oleh perusahaan

Soltero, et.al

(2003) C6

Banyak perusahaan telah memahami pentingnya mengelola pengetahuan organisasi, namun pertanyaan muncul yaitu bagaimana mengevaluasi keuntungan/manfaat dari manajemen pengetahuan.

Perusahaan memliki prosedur untuk melakukan evaluasi dan pengukuran kinerja implementasi manajemen pengetahuan

Carillo, et.al

(2003) C7 2.

Proses KM terbagi 4 yaitu kebutuhan pengetahuan yang sifatnya strategis, identifikasi pengetahuan yang dibutuhkan dan yang telah tersedia, knowledge gap difokuskan pada pengetahuan baru dan pengetahuan yang telah tersedia disosialisasikan secara intensif.

Perusahaan memiliki prosedur untuk mengidentifikasi

(25)

55 Tahapan yang ke-4 di dalam audit pengetahuan

adalah identifikasi key people, yang berpartisipasi pada proses bisnis yang sudah diseleksi

Perusahaan memiliki prosedur untuk mengevaluasi tingkat partisipasi keterlibatan karyawan di dalam proses implementasi manajemen pengetahuan

Soltero,et.al

(2003) C9 Dengan mengidentifikasi pengetahuan yang dimiliki

maka hal ini akan memungkinkan untuk menemukan metode yang paling efektif untuk melakukan penyimpanan dan pendistribusian pengetahuan dan akan menjadi dasar bagi organisasi untuk mengevaluasi kebutuhan perubahan organisasi. Salah satu bagian dari audit pengetahuan adalah menangkap pengetahuan yang bersifat tacit.

Perusahaan memiliki prosedur untuk menuangkan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan ke dalam bentuk tulisan

Soltero, et.al

(2006) C10

a. Struktur organisasi merupakan spesifikasi tugas yang akan dikerjakan di dalam organisasi.

b. Organisasi yang berbasis pengetahuan adalah lebih berhubungan dengan jaringan dan tim kerja daripada traditional bureacracies.

Perusahaan telah menetapkan spesifikasi, deskripsi tugas dan tim pelaksana terkait dengan manajemen pengetahuan

Iftikhar

(2003) C11 3.

Ketersediaan pengetahuan sangat tergantung pada struktur organisasi. Struktur organisasi perlu didukung oleh sejumlah knowledge worker yang berdedikasi untuk mendukung proses pengetahuan

Manajemen pengetahuan ditangani oleh divisi/unit kerja tertentu sehingga KM mampu dikelola secara mandiri dan profesional

Iftikhar

(26)

56 Ketersediaan pengetahuan tergantung pada struktur

organisasi. Struktur organisasi perlu didukung oleh sejumlah knowledge worker yang berdedikasi untuk mendukung dan mendorong proses pengetahuan

Anggota tim implementasi KM terdiri dari para karyawan yang berdedikasi dan berpengetahuan tinggi

Iftikhar

(2003) C13 a. Struktur organisasi yang bersifat task force lebih

fleksibel dan mudah beradaptasi.

b. Dalam struktur organisasi matriks, informasi mengalir secara vertikal dan horizontal.

Anggota tim implementasi KM berasal dari lintas unit kerja

Iftikhar

(2003) C14

The response time of KMS is acceptable Media KM online dapat diakses dengan cepat dan

jarang downtime

Wu and Wang

(2006) C15

KMS provide helpful expert directory (link, yellow pages) for my work.

Media KM online menyediakan fasilitas untuk melakukan pencarian baik informasi/pengetahuan maupun orang/pakar di bidang tertentu

Wu and Wang

(2006) C16

Knowledge management system is user- friendly

Media KM online mudah digunakan dan user friendly Wu and Wang

(2006) C17

I am satisfied that KMS meet my knowledge or information processing needs

Para karyawan merasa puas karena media KM online menyediakan informasi/pengetahuan yang terkait dengan proses bisnis/tugas mereka

Wu and Wang

(2006) C18 4.

I use KMS to help me make decisions Media KM online menyediakan pengetahuan yang

mendukung pengambilan keputusan

Wu and Wang

(27)

57

KMS help me acquire new knowledge and innovative ideas

Media KM online menyediakan informasi/pengetahuan yang merangsang munculnya pengetahuan baru dan gagasan inovatif

Wu and Wang

(2006) C20

a. The knowledge or information provided by KMS is meaningful, understandable, and practiceable b. The knowledge classification or index in KMS is

clear and unbiguous.

Media KM online menyediakan informasi dan pengetahuan secara lengkap, actual/uptodate dan terklasifikasi

Wu and Wang

(2006) C21

a. I use KMS to share my general knowledge

b. I use KMS to communicate knowledge and

information with colleagues

Media KM online telah memudahkan para karyawan untuk melakukan sharing pengetahuan

Wu and Wang

(2006) C22

a. The knowledge or information provided by KMS is important and helpful for my work

b. KMS enable me to accomplish tasks more

efficiently

Para karyawan sering menggunakan informasi/pengetahuan yang ada di media KM online untuk membantu tugas-tugas kerja mereka

Wu and Wang

(2006) C23

It is important to know how well the organizations protects and maintains its information and knowledge

Media KM online telah dilengkapi system pengaman/security sehingga tidak sembarang pengetahuan dapat diakses dengan mudah

Iftikhar

(2003) C24

5.

a. Budaya perusahaan mencerminkan perilaku di dalam organisasi, yang dapat mendorong atau

menghalangi efektifitas KM Aktivitas melakukan sharing pengetahuan telah menjadi budaya di perusahaan

Iftikhar (2003)

(28)

58 b. Knowledge sharing dilihat sebagai kekuatan dan

knowledge hording sebagai kelemahan.

Socialization adalah proses melakukan sharing

pengetahuan yang bersifat tacit seperti melakukan sharing keterampilan teknis.

Perusahaan memiliki berbagai media pertemuan untuk melakukan sharing pengetahuan secara tatap muka

Nonaka,

(1995) C26 1. Budaya perusahaan mencerminkan perilaku di

dalam organisasi, yang dapat mendorong atau menghalangi efektifitas KM

2. externalization adalah proses untuk mengubah pengetahuan yang bersifat tacit ke dalam bentuk konsep pengetahuan yang bersifat eksplisit.

Aktivitas menuangkan pengetahuan yang bersifat tacit ke dalam bentuk tulisan telah menjadi budaya perusahaan

Nonaka

(1995) C27

Sharing pengetahuan dan keinginan untuk membantu karyawan yang lain adalah didasarkan pada kepercayaan (trust) dan rasa percaya diri (confidence).

Antar para karyawan terjalin sikap saling percaya sehingga memudahkan proses sharing pengetahan

Iftikhar

(2003) C28 Salah satu pertimbangan yang penting di dalam

knowledge sharing adalah bagaimana memotivasi

individu untuk membagi pengetahuan yang mereka percaya bahwa pengetahuan tersebut sangat bernilai bagi individu yang bersangkutan di dalam organisasi.

Para karyawan merasa bahwa pengetahuan adalah tidak semata-mata milik individu karyawan tetapi pengetahuan adalah asset yang dimiliki oleh perusahaan

Yu dan Liu

(29)

59 Salah satu pertimbangan yang penting di dalam

knowledge sharing adalah bagaimana memotivasi

seorang individu untuk membagi pengetahuan yang mereka percaya bahwa pengetahuan tersebut sangat bernilai bagi individu yang bersangkutan di dalam organisasi.

Para karyawan merasa bahwa pengetahuan bukanlah alat untuk meraih kekuasaaan/pengaruh sehingga harus disimpan dan dimiliki oleh diri mereka sendiri

Yu dan Liu

(2008) C30

Salah satu pertimbangan yang penting di dalam

knowledge sharing adalah bagaimana memotivasi

seorang individu untuk membagi pengetahuan yang mereka percaya bahwa pengetahuan tersebut sangat bernilai bagi individu yang bersangkutan di dalam organisasi.

Para karyawan memandang bahwa pengetahuan adalah sumber daya yang penting untuk bersaing dengan perusahaan yang lain

Yu dan Liu

(2008) C31

Budaya adalah faktor yang paling potensial dan paling sulit untuk berubah.

Para karyawan merasa terbuka untuk menerima

budaya dan pengetahuan yang baru Bose (2004) C32

6

Karyawan akan memberikan output yang maksimum jika usaha mereka diberi penghargaan. Insentif sebaiknya digunakan untuk merangsang karyawan untuk mengulang kembali prestasi kinerjanya dan bertujuan untuk hasil yang lebih baik.

Pemberian insentif disesuaikan dengan intensitas dan kualitas pengetahuan yang telah disharing oleh karyawan yang bersangkutan kepada rekan kerja yang lain

Iftikhar

(30)

60 Karyawan akan memberikan output yang maksimum

jika usaha mereka diberi penghargaan. Insentif sebaiknya digunakan untuk merangsang karyawan untuk mengulang kembali prestasi kinerjanya dan bertujuan untuk hasil yang lebih baik.

Pemberian motivasi dan insentif akan meningkatkan komitmen dan kinerja karyawan di dalam melakukan aktivitas manajemen pengetahuan

Iftikhar

(2003) C34

Setiap karyawan siap sedia dan berkemauan untuk memberikan saran atau bantuan jika diminta oleh siapapun yang ada di dalam organisasi.

Para karyawan mendapatkan coaching untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi dari pihak manajemen (GM,/manajer/superintendent dll)

Iftikhar

(2003) C35 Training tersedia untuk siapa saja karyawan yang

berkeinginan untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi mereka.

Perusahaan mengadakan training/pelatihan secara rutin untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan melakukan sharing pengetahuan

Iftikhar

(2003) C36 Jenis avoidable turnover sendiri bisa terjadi karena

dua alasan yaitu : push dan pull factor. Push factor terjadi jika karyawan memiliki tingkat kepuasan kerja yang kurang sedangkan pull factor terjadi jika merasa kondisi di luar perusahaan lebih dan menarik

Ada karyawan yang luar dari perusahaan karena merasa pengetahuan yang dimilikinya kurang dihargai secara semestinya

Loquercio

(2006) C37 7.

Banyak organisasi mengalami persoalan karena

expertise retirement. Pengalaman dan expertise yang

dimiliki oleh karyawan yang pensiun akan serta merta hilang dari perusahaan

Perusahaan kehilangan asset pengetahuan karena karyawan yang keluar belum melakukan sharing pengetahuan terlebih dahulu

Singh dan

(31)

61 Program manajemen akan gagal karena keluarnya

karyawan yang terlatih dan terampil. Situasi ini menyebabkan ketidakstabilan di dalam organisasi.

Proses bisnis perusahaan menjadi terganggu karena adanya karyawan berpengetahuan tinggi yang memutuskan keluar dari perusahaan

Singh dan

Kant (2008) C39 Banyak organisasi mengalami persoalan karena

expertise retirement. Pengalaman dan expertise yang

dimiliki oleh karyawan yang pensiun akan serta merta hilang dari perusahaan

Perusahaan kehilangan asset pengetahuan karena karyawan yang keluar, belum menuliskan pengetahuan yang dimilikinya terlebih dahulu

Singh dan

Kant (2008) C40 Jenis avoidable turnover sendiri bisa terjadi karena

dua alasan yaitu : push dan pull factor. Push factor terjadi jika karyawan memiliki tingkat kepuasan kerja yang kurang sedangkan pull factor terjadi jika merasa kondisi di luar perusahaan lebih dan menarik

Ada karyawan yang pensiun dini dari perusahaan karena merasa pengetahuan yang dimilikinya kurang dihargai secara semestinya

Loquercio

(2006) C41

Banyak organisasi mengalami persoalan karena

expertise retirement. Pengalaman dan expertise yang

dimiliki oleh karyawan yang pensiun akan serta merta hilang dari perusahaan

Perusahaan kehilangan asset pengetahuan karena karyawan yang pensiun dini belum melakukan sharing pengetahuan terlebih dahulu

Singh dan

Kant (2008) C42 8

Program manajemen akan mengalami kegagalan karena keluarnya karyawan yang terlatih dan terampil. Situasi ini menyebabkan ketidakstabilan di dalam organisasi.

Proses bisnis perusahaan menjadi terganggu karena adanya karyawan berpengetahuan tinggi yang mengajukan pension dini dari perusahaan

Singh dan

(32)

62 Banyak organisasi mengalami persoalan karena

expertise retirement. Pengalaman dan expertise yang dimiliki oleh karyawan yang pensiun akan serta merta hilang dari perusahaan

Perusahaan kehilangan asset pengetahuan karena karyawan yang keluar, belum menuliskan pengetahuan yang dimilikinya terlebih dahulu

Singh dan

Kant (2008) C44 Supaya terhindar dari bahaya kesalahpahaman, tugas

penting pertama bagi organisasi yang mengimplementasikan manajemen pengetahuan adalah membangun KM awareness.

Para karyawan merasa memiliki rasa tanggung jawab terhadap kesuksesan implementasi manajemen pengetahuan

Handzic

(2006) C45 Hal tersebut diatas memerlukan proses untuk

mengkomunikasikan konsep manajemen pengetahuan, membangun terminologi yang bisa dipahami bersama oleh semua personil organisasi dan menciptakan pemahaman yang sama pada semua level organiasi.

Para karyawam selalu mendapatkan informasi mengenai kemajuan implementasi manajemen pengetahuan baik melalui media KM online maupun majalah perusahaan

Handzic

(2006) C46 9.

Ketiadaan rasa memiliki terhadap persoalan yang dihadapi akan menyebabkan tidak adanya karyawan yang siap untuk mengambil tugas. Para karyawan tidak siap untuk mengambil tanggung jawab dari tugas yang dibebankan kepadanya.

Para karyawan bersikap aktif dan positif di dalam setiap aktivitas bersama sharing pengetahuan

Handzic

(33)

3.5 Proses penyusunan diagram jalur

Setelah melakukan spesifikasi model, tahapan SEM berikutnya adalah menyusun diagram jalur. Diagram jalur ini adalah menggambarkan integrasi model struktural dan model pengukuran.

Gambar 3.5. Model gabungan antara model pengukuran dan model sruktural

(34)

3.6 Proses identifikasi model

Menurut Kusnendi (2008), proses identifikasi model berhubungan dengan pertanyaan “ apakah model yang diusulkan mampu menghasilkan estimasi parameter yang unik ?” Unik artinya parameter yang ada di dalam model dapat diestimasi dengan data sampel, hasil estimasi dapat diuji dengan berbagai statistik yang ada serta hasil estimasi dapat dibandingkan dengan model lain yang dianggap relevan.

Berdasarkan pertanyaan diatas, model dapat diklasifikasikan : apakah just-identified, over-identified ataukah underidentified. Klasifikasi model dapat diketahui dengan menghitung nilai derajat kebebasan. Dengan rumus (Joreskog dan Sorbom (1996) di dalam Kusnendi (2008) : Df = 21 (p+q)(p+q+1)- t, Dimana (p+q) adalah jumlah variabel yang dapat diobservasi langsung (eksogen (p) dan endogen (q)). hasil perhitungan rumus diatas akan menunjukkan jumlah parameter yang ada di dalam model, yang tidak lain adalah jumlah koefisien variansi atau koefisien korelasi antar variabel yang dapat diobeservasi langsung, sedangkan t adalah jumlah parameter model yang diestimasi. Berdasarkan nilai derajat kebebasan selanjutnya dapat dilakukan identifikasi model sebagai berikut : (Hair, Anderson, Tatham & Black, 1998 : 608 di dalam Kusnendi (2008) :

1. df = 0 artinya model disebut just-identified 2. df > 0 artinya model disebut over-identified 3. df < 0 artinya model disebut under -identified

Berikut ini adalah proses untuk menghitung derajat kebebasan dalam model penelitian ini :

1. Jumlah variabel manifest yang ada di dalam model ini (p+q) adalah 47 2. Jumlah seluruh parameter yang akan diestimasi adalah :

• terdapat 47 koefisien bobot faktor (λ1 sampai λ47)

• terdapat 47 koefisien kesalahan pengukuran (δ1 sampai δ5 dan ε1 sampai ε42)

• terdapat 10 koefisien jalur antar variabel laten (γ1 dan γ2 dan β1 sampai β2)

Dengan demikian, derajat kebebasan yang dimiliki oleh model penelitian ini adalah sebagai berikut : df =

½

(47)(48) – 104 = 1024, karena nilai df 1024 > 0

(35)

maka model penelitian ini termasuk over-identified, artinya model penelitian ini memungkinkan untuk dievaluasi secara utuh oleh berbagai statistik uji yang ada.

3.7 Proses estimasi parameter model

Pada proses estimasi parameter model terdapat tiga tahap penting yaitu menentukan data input data yang akan digunakan, menentukan metode estimasi yang akan digunakan dan menentukan strategi estimasi parameter model (Kusnendi, 2008). Tahapan penentuan data input yang digunakan dalam penelitian, akan sangat erat kaitannya dengan proses penyusunan instrument penelitian (kuesioner) dan proses pengambilan data (random sampling). Tahapan penentuan metode estimasi yang akan digunakan sudah menjadi default, jika menggunakan software Lisrel 8.7., maka metode estimasi akan dipakai metode MLE (maximum likelihood estimation). Sedangkan pada tahapan penentuan strategi estimasi parameter model, secara teoritik ada dua alternatif strategi yaitu : one-step approach dan two-step approach (Hair, dkk, 2006 di dalam Kusnendi, 2008). Menurut pendekatan two-step approach, yang diestimasi pertama adalah model pengukuran, setelah itu baru mengestimasi model struktural.

3.8 Penyusunan Instrumen Penelitian

Pada tahap ini dikembangkan dan disusun instrument pengukuran sesuai dengan hasil operasionalisasi variabel penelitian yang dikembangkan pada tahap sebelumnya. Ukuran yang digunakan pada penelitian ini adalah ukuran yang bersifat perseptif. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup. Untuk memudahkan dan mengarahkan responden di dalam mengisi kuesioner maka susunan kuesioner adalah sebagai berikut :

1. Surat pengantar yang berisi tentang identitas peneliti, tujuan penelitian dan waktu pengisian kuesioner

2. Petunjuk pengisian yang berisi tentang cara untuk melakukan pengisian kuesioner

3. Penjelasan tentang istilah-istilah yang terkait dengan KM dan dipergunakan di dalam kuesioner. Penjelasan istilah dipandang perlu supaya responden memiliki persepsi yang sama tentang istilah yang digunakan

(36)

4. Identitas responden yang berisi tentang asal unit kerja, masa kerja di perusahaan, jabatan fungsional/struktural

5. Daftar pertanyaan dengan alternatif jawaban SS, S, RR, TS, STS

Selain mendesain content/isi materi kuesioner, aspek lain yang didesain adalah tentang skala pengukuran yang dipakai di dalam kuesioer. Menurut Sharma, S (1996), Tingkat ukuran terbagi kedalam empat tingkatan :

1. Nominal, adalah angka yang berfungsi hanya untuk membedakan, merupakan identitas saja. Dalam tingkatan ukuran ini, urutan dan operasi matematika tidak berlaku. Pada skala nominal, data hanya bisa diklasifikasikan ke dalam kategori-kategori. Skala nominal merupakan skala yang paling primitif atau paling rendah atau jenis pengukuran yang paling terbatas.

2. Ordinal, adalah angka yang selain berfungsi sebagai nominal juga menunjukkan urutan.

3. Interval, adalah angka yang selain berfungsi sebagi nominal dan ordinal juga menunjukkan jarak yang sama, akan tetapi tidak sampai berapa kali, sebab titik nol letaknya sembaran, dipergunakan untuk ”rating’. Contoh skala interval adalah skala likert

4. Rasio, adalah angka yang selain berfungsi sebagai nominal, ordinal dan interval juga menunjukkan berapa kali, sebab angka nol letaknya tidak sembarang

Penelitian ini akan menggunakan skala interval sebagai skala dalam kuesioner. Skala yang dipakai dalam kuesioner adalah skala likert, skala likert sendiri tergolong dalam kategori skala interval (Sharma, S, 1996).

Sedangkan range yang dipakai di dalam skala Likert adalah antara 1 sampai dengan 5. Berikut ini penjelasan skalanya :

1 : Sangat Tidak Setuju ; 2 : Tidak Setuju :

3 : Ragu-Ragu 4 : Setuju 5 : Sangat Setuju

(37)

Menurut Sekaran (2003), terdapat 2 persoalan sensitif di dalam mendesain skala pengukuran yaitu :

a. Definisi operasional

Definisi operasional merupakan persoalan yang sensitif karena suatu konsep dari variabel tertentu memiliki perbedaan arti dan konotasi pada budaya suatu daerah/negara tertentu.

b. Scaling

Besaran range yang dipergunakan di dalam penskalaan merupakan persoalan yang juga sensitif karena suatu besaran range skala memiliki respon yang berbeda pada budaya suatu daerah/negara tertentu. Skala dengan range 5 atau 7 tidak menunjukkan perbedaan yang berarti untuk negara USA tapi di suatu negara yang lain ternyata skala 7 lebih memiliki sensitifitas daripada skala 4 di dalam menghilangkan bias respon.

Penelitian ini menggunakan skala 5 dengan alasan skala 5 lebih sesuai dengan responden dan berdasar pada masukan dari pihak perusahaan.

Sedangkan terkait dengan skala 3 yaitu netral/ragu-ragu, penelitian ini memilih untuk menggunakan ”ragu-ragu” karena berdasarkan pertimbangan bahwa sebenarnya skala Likert memiliki sedikit kontroversi yaitu pada pilihan respon ”netral”. Pilihan netral (neither agree nor disagree), tersebut di dalam Sekaran, 2003) mempunyai dua kemungkinan persepsi yaitu ”don’t know” atau ”not available” (Raaijmakers, 2000 di dalam http://staff.blog.ui.ac.id). Di lain sisi, penelitian ini telah menetapkan untuk meminta respon kuesioner dari kalangan level manajemen superintendent ke atas dengan alasan mereka diperkirakan dengan kuat mempunyai kompetensi dan pengetahuan untuk mengisi kuesioner. Oleh karena itulah, penelitian ini menggunakan pilihan ”ragu-ragu” karena (diharapkan) responden telah berusaha untuk mempertimbangkan pilihan jawaban yang mengarah ke sangat setuju atau sangat tidak setuju, dan jika keduanya tidak dipilih maka akan memilih ”ragu-ragu”.

Berikut ini akan disajikan desain kuesioner, yang berisi surat pengantar, pertanyaan tentang data demografi dan pertanyaan-pertanyaan :

(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)

3.9 Proses uji kuesioner

Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kuesioner bertujuan untuk memastikan bahwa kuesioner yang disusun dipersepsikan sama oleh responden sesuai dengan maksud dari peneliti. Pengujian dilakukan dengan cara menanyakan isi dan redaksional kalimat kuesioner kepada pengelola/tim implementasi manajemen pengetahuan. Berdasar hal tersebut dilakukan penyesuaian dan penentuan responden yang sesuai untuk mengisi kuesioner yang telah disusun. Tim implementasi yang diminta memberikan saran atas content/isi kuesioner antara lain :

1. Ketua tim implementasi manajemen pengetahuan PT KS 2. Senior Planner PUSDIKLAT

3. Examiner Malcolm Baldridge PT KS (berada di unit P2PK)

Hasil diskusi tersebut adalah kuesioner yang siap untuk disebarkan dan cara untuk menyampaikan kuesioner kepada para responden. Cara untuk menyampaikan kuesioner ini perlu dipertimbangkan karena beberapa hal : (a) Calon responden adalah personil yang masuk dalam level manajemen (superintendent ke atas) dan (b). Lokasi calon responden yang tersebar.

Proses uji validitas dan reliabilitas kuesioner akan dilakukan bersamaan pengolahan data menggunakan Lisrel 8.7. Proses uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode confirmatory factor analysis (CFA). Metode uji CFA ini berbeda dengan uji validitas yang menggunakan uji korelasi product momen dan berbeda juga dengan uji reliabilitas yang menggunakan uji koefisien alpha cronbach.

3.10 Proses pengambilan data

Menurut Sekaran (2003) mengatakan bahwa ada 2 jenis metode sampling yaitu :

1. Probability sampling

Di dalam probability sampling, elemen-elemen di dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Desain probability sampling digunakan ketika faktor keterwakilan dari sampel merupakan faktor yang penting di dalam penelitian.

(45)

2. Non probability sampling

Di dalam non probability sampling, elemen-elemen di dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Desain non probability sampling ini dipergunakan ketika waktu dan sumber daya yang dipergunakan di dalam penelitian adalah merupakan sumber daya yang sifatnya kritis. Di dalam desain penelitian ini, keterwakilan bukan menjadi faktor yang utama.

Penelitian ini menggunakan metode probability sampling. Responden dari penelitian ini adalah para karyawan di perusahaan PT KS yang telah memiliki level manajemen superintendent ke atas.

Oleh karena penyebaran kuesioner ditempuh melalui dua cara yaitu langsung dan tidak langsung. Namun demikian, penyebaran kuesioner lebih banyak dilakukan secara tidak langsung, hal ini terkait dengan sistem yang ada di PT KS. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan cara menyampaikan kuesioner kepada personal/karyawan yang menjadi Training Koordinator, jumlah kuesioner yang diberikan kepada personil training koordinator sama dengan jumlah superintendent ke atas pada masing-masing divisi atau sejumlah yang disarankan oleh personil training koordinator. Saran dari personil training koordinator penting untuk dipertimbangkan karena mereka telah mengetahui tingkat kesibukan masing-masing karyawan dan tingkat kemauan masing-masing karyawan untuk mengisi kuesioner.

Selanjutnya, training koordinator akan membuat surat pengantar (memo atau yang semisal) dan menyampaikan kepada calon responden. Training Koordinator yang berhasil dihubungi adalah sebanyak 28 orang yang berasal dari berbagai divisi yang ada di PT KS. Berikut ini adalah daftar nama divisi dan jumlah kuesioner yang disebar :

Tabel 3.3. Daftar Sebaran Kuesioner di Lokasi Unit Kerja

No. Nama Divisi/Sudit Jumlah Kuesioner

1. P2M 6

2. Pusdiklat 11

3. Perencanaan (HSM) 11

4. Pabrik besi spons 11

(46)

6. SSP1 5

7. SSP 2 5

8. Pengerolan BLP 14

9. Perawatan pabrik baja lembaran panas 21

10. Pabrik baja lembaran dingin 26

11. Pabrik billet baja 3

12. Pabrik batang kawat 9

13. Utility 5

14. Penunjang perawatan pabrik 15

15. Perawatan lapangan dan perbengkelan 6

16. K3LH 5

17. Teknik industri 20

18. Pengendalian kualitas 1

19. Perencanaan produksi 8

20. Penanganan hasil produksi 6

21. Logistik 4

22. Akuntansi 10

23. Manajemen bisnis AP dan bidang jasa 6

24. Satuan pengawasan internal (SPI) 15

25. Teknologi informasi 10

26. Sumber daya manusia 7

27. Umum 5

28. Sekber dan humas 5

Jumlah 258

3.11 Pengolahan Data

Penelitian ini bersifat konfirmatori dan karena melibatkan jumlah variable yang banyak maka metode pengolahan data dipilih metode structural equation modelling (SEM). Berikut ini tahapan teknis di dalam pengolahan data SEM dengan lisrel 8.7. :

(47)

2. Menyusun prelis data (melakukan transfer dari format excel ke format prelis *psf). Caranya : pilih menu New, pilih prelis

3. Menyusun simplis project (format *spj)

4. Menuliskan program dan melakukan running program.

5. Menganalisa hasil statistik yang dikeluarkan oleh Lisrel 8.7. Output pengolahan Lisrel 8.7. adalah path diagram.

Di dalam pengolahan data SEM menggunakan Lisrel 8.7 ini terdapat beberapa default yang secara otomatis dipakai oleh Lisrel 8.7 :

1. Metode estimasi ditetapkan default dengan menggunakan metode MLE (maximum likelihood estimation)

2. Data diolah dengan menggunakan asumsi tingkat kepercayaan 95% dan α sebesar 5%

3. Lisrel 8.7 secara otomatis akan mengidentifikasi adanya multikolinieritas. Jika ditemukan adanya multikolinieritas maka software akan memberikan peringatan : ”matrix to be analyzed is not positive definite”, artinya matriks yang dianalisa merupakan matriks singular dengan nilai determinan sama dengan 0. Multikolinieritas adalah asumsu utama yang secara empiris tidak boleh dilanggar dalam aplikasi model persamaan struktural.

3.12 Pengujian Model Pengukuran dan Model Struktural

Sebagaimana strategi estimasi di dalam penelitian ini yaitu two stage approach maka pengujian yang akan dilakukan sebanyak 2 kali dengan urutan menguji model pengukuran dan selanjutnya baru menguji model struktural.

Pengujian model pengukuran dilakukan dengan metode confirmatory factor analysis (untuk mengetahui unidimensionalitas, validitas dan reliabilitas indicator/variable manifest). Penelitian ini menggunakan CFA yang berjenis first order confirmatory factor analysis model atau model pengukuran satu tahap karena variabel yang diteliti diukur hanya berdasarkan pada indikator-indikator yang dikandung oleh variable laten tersebut. Sedangkan model struktural diuji dengan metode SEM (structural equation modeling).

1. Pengujian model pengukuran terdiri dari : uji kecocokan keseluruhan model (goodness of fit), uji validitas (t-value ≥ 1,96 dan Standar loading factor (λ) ≥

Gambar

Gambar 3.1. Tahapan Penelitian Tidak Valid dan tidak
Gambar 3.2. Intranet KMKS
Gambar 3.3. Pidato IPO Dirut PT KS di KMKS  2  Studi Literatur
Gambar 3.4. Model Struktural
+3

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur serta ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Bapa di Surga dan Tuhan Yesus Kristus, karena atas segala berkat dan bimbingan-Nya selama ini, penulis

Uji nilai t-statistik digunakan dalam menguji signifikansi variabel dalam model struktural yang mana dalam SmartPLS menggunakan bootstrapping untuk pengujiannya Untuk

Kritik yaitu melakukan penilaian secara intern dan ekstern terhadap data yang telah diperoleh dalam langkah sebelumnya, untuk mendapatkan berbagai informasi yang

Dalam metode penelitian ini langkah pertama yang harus dilakukan yaitu melakukan perhitungan penyesuaian harga sesuai dengan surat Nomor 06220.285 dari Badan Pusat

[r]

Oleh karena itu, dengan selesainya laporan tugas akhir ini maka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu

Mandiri: mahasiswa mencari sumber atau referensi lain yang terkait materi.. Tujuan

Juga dari hasil analisis yang dilakukan peneliti menemukan bahwa komunikasi antarbudaya yang terjadi diakibatkan oleh adanya dua budaya berbeda di kawasan Senggarang yakni