• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aseton merupakan keton yang paling sederhana, digunakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aseton merupakan keton yang paling sederhana, digunakan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Aseton

Aseton merupakan keton yang paling sederhana, digunakan

sebagai pelarut polar dalam kebanyakan reaksi organik. Aseton dikenal juga

sebagai dimetil keton, 2-propanon, atau propan-2-on. Aseton adalah senyawa

berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar, digunakan untuk

membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya. Selain

dimanufaktur secara industri, aseton juga dapat ditemukan secara alami, termasuk

pada tubuh manusia dalam kandungan kecil.

Aseton memiliki gugus karbonil yang mempunyai ikatan rangkap dua

karbon-oksigen terdiri atas satu ikatan σ dan satu ikatan π. Umumnya atom hidrogen yang terikat pada atom karbon sangat stabil dan sangat sukar diputuskan.

Namun lain halnya dengan atom hidrogen yang berada pada karbon (C) di

samping gugus karbonil yang disebut atom hidrogen alfa. Sebagai akibat

penarikan elektron oleh gugus karbonil, kerapatan elektron pada atom karbon alfa

semakin berkurang, maka ikatan karbon dan hidrogen alfa semakin melemah,

sehingga hidrogen alfa menjadi bersifat asam dan dapat mengakibatkan terjadinya

substitusi alfa (α). Substitusi α melibatkan penggantian atom H pada atom karbon α dengan elektrofil (Wade, L.G. 2006:1041-1063). Atom hidrogen alfa pada aseton dapat dilihat pada Gambar 1.

(2)

α α α α α α

Gambar 1. Atom hidrogen alfa pada aseton.

Aseton mempunyai atom hidrogen alfa bersifat asam, oleh karena itu dapat

terionisasi menghasilkan ion enolat. Ion enolat dapat berada dalam dua bentuk

yaitu bentuk keto dan bentuk enol yang disebut bentuk tautomerisasi. Tautomer

adalah isomer-isomer pada senyawa karbonil yang hanya dibedakan oleh

kedudukan ikatan rangkap dan yang disebabkan perpindahan letak atom hidrogen

alfa ke atom oksigen. Bentuk keto dan bentuk enol pada aseton dapat dilihat pada

Gambar 2.

H3C C CH2

O H

H3C C CH2

O H

Bentuk keto Bentuk enol

Gambar 2. Bentuk keto dan bentuk enol pada aseton.

Hidrogen alfa pada senyawa aseton dapat disubtitusi oleh karbokation

sehingga terjadi reaksi alkilasi. Reaksi alkilasi pada aseton terdapat pada Gambar

3. C H H C H C O H H H

(3)

AlCl3 H3C C CH2 O H + RX H3C C CH2 O R + HX

Gambar 3. Alkilasi pada aseton.

2. Senyawa 3-Hidroksibenzaldehida

Senyawa 3-Hidroksibenzaldehida dengan struktur seperti ditunjukkan

pada Gambar 4 merupakan senyawa turunan benzaldehida yang tersubstitusi

gugus hidroksi pada posisi meta pada cincin aromatik.

H O HO

Gambar 4. 3-hidroksibenzaldehida

Senyawa ini berbentuk kristal berwarna putih, memiliki titik leleh 100-103°C dan

titik didih 191°C dan larut dalam etanol pada suhu kamar.

Salah satu reaksi yang dapat dialami gugus karbonil pada benzaldehida

adalah reaksi kondensasi aldol silang dengan aseton menjadi benzalaseton seperti

(4)

H3C C O CH3+ C H O C CH3 O + H2O -OH

Gambar 5. Reaksi kondensasi aldol silang antara benzaldehida dengan aseton

3. Senyawa 4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on

Senyawa 4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on (Gambar 6) merupakan

senyawa turunan benzalaseton yang tersubstitusi gugus hidroksi pada cincin

aromatik. Senyawa turunan benzalaseton ini memiliki rumus molekul yang analog

dengan senyawa turunan asam sinamat (Gambar 7).

OH C CH3 O 2 1 3 4 1' 2' 3' 4' 5' 6'

Gambar 6. Struktur 4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on

OH

C OR

O

(5)

Struktur 4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on memiliki kemiripan dengan

turunan asam sinamat karena sama-sama memiliki senyawa karbonil tak jenuh α,β yang terkonjugasi dengan cincin benzena. Maka diharapkan senyawa tersebut juga

memiliki aktivitas sebagai tabir surya.

4. Senyawa Tabir Surya

Tabir surya adalah suatu senyawa yang digunakan untuk menyerap secara

efektif sinar matahari terutama daerah emisi gelombang UV sehingga dapat

mencegah gangguan pada kulit akibat pancaran secara langsung sinar UV tersebut

(Titik Taufikurohmah, 2008). Besarnya kemampuan suatu senyawa untuk

melindungi kulit dari sinar matahari dapat dilihat dari nilai SPF (Sun Protection

Factor) yaitu nilai pelindung terhadap UV yang dapat melindungi kulit terbakar

dari sinar matahari. SPF mengindikasikan berapa lama kita dapat berada di bawah

paparan sinar matahari langsung tanpa menyebabkan kulit terbakar. Perhitungan

SPF menurut Walter adalah SPF=10A

Senyawa tabir surya yang baik digunakan untuk melindungi kulit dari sinar

ultraviolet adalah senyawa yang memiliki kemampuan proteksi maksimal (ultra)

tetapi memiliki konsentrasi kecil sehingga tidak menimbulkan iritasi pada kulit.

Jenis proteksi ultra adalah senyawa yang memiliki nilai SPF di atas 15.

, dengan A adalah absorbansi tiap larutan

yang diukur menggunakan alat spektroskopi UV (Ike Yuliastuti dan Jumina,

2002).

Sinar ultraviolet dibagi menjadi tiga macam sesuai efek yang

(6)

= 100- 290 nm) mempunyai energi tertinggi dan berbahaya, namun tidak sampai

ke permukaan bumi karena terserap oleh lapisan termosfer. Sinar UV-B (λ = 290-320 nm) dengan energi yang relatif tinggi termasuk berbahaya sebab akan sampai

ke permukaan bumi walau hanya sebagian kecil saja. Meskipun UV-B hanya akan

terserap kulit sampai lapisan epidermis saja namun akan menyebabkan kulit

terbakar, efek penuaan dini dan kanker kulit. Sinar UV-A (λ = 320-400 nm) memiliki energi paling rendah, relatif tidak berbahaya namun mampu menembus

lapisan dermis kulit dan dalam waktu yang lama mengakibatkan efek merusak

pula seperti UV-B (Agus Dwiono, Jumina dan Iqmal Tahir, 2003 : 34)

Senyawa tabir surya yang banyak digunakan dalam industri kosmetika

adalah senyawa turunan alkil sinamat. Senyawa turunan alkil sinamat yang

populer adalah p-metoksi oktil sinamat. Berdasarkan struktur kimianya, ada dua

bagian pada senyawa tersebut yang dimungkinkan berperan penting yaitu bagian

rantai alkil dan bagian rantai benzil seperti pada Gambar 8.

.

OCH3

O

O R

Gambar 8. Struktur alkil parametoksisinamat

Berdasarkan struktur kimia senyawa tersebut maka terdapat bagian

benzena aromatik dan sisi alkil yang bersifat non polar. Efek perlindungan sinar

(7)

sisi alkil digunakan untuk kontribusi sifat non polar senyawa yang berakibat

senyawa tak larut dalam air (Ike Yuliastuti dan Jumina, 2002).

Kemampuan suatu senyawa tabir surya dalam melindungi kulit dari

paparan sinar UV identik dengan panjang gelombang serapan maksimum yaitu

panjang gelombang dengan intensitas absorpsi tertinggi atau maksimum. Hal

tersebut tergantung pada struktur elektronik dari setiap senyawa (Sastrohamidjojo,

1991).

5. Kondensasi Aldol silang

Reaksi kondensasi adalah suatu reaksi dimana dua molekul kecil

bergabung membentuk satu molekul besar dengan atau tanpa hilangnya suatu

molekul kecil (misalnya air). Kondensasi aldol adalah reaksi antar aldehida atau

antar keton yang sama menggunakan basa sebagai katalis. Syarat terjadinya reaksi

adalah tersedianya Hα pada karbonil yang terlibat dalam reaksi tersebut. Reaksi kondensasi aldol dalam beberapa kasus biasanya diikuti reaksi dehidrasi. Jika

aldehida tidak memiliki Hα, maka dimerisasi dengan kondensasi aldol tidak dapat terjadi, kondensasi dapat terjadi jika pada aldehida tersebut ditambahkan aldehida

atau keton yang mempunyai Hα. Kondensasi aldol melibatkan adisi nukleofilik sebuah enolat keton ke sebuah aldehida, membentuk hidroksi keton atau β-hidroksi aldehida dan diikuti dengan dehidrasi, menghasilkan sebuah enon

terkonjugasi (Wade, L.G. 2006:1041-1063).

Bila suatu aldehida yang memiliki atom Hα diolah dengan basa seperti NaOH dalam air, maka akan terbentuk ion enolat, yang kemudian dapat bereaksi

(8)

pada gugus karbonil dari molekul aldehida yang lain. Hasilnya ialah adisi satu

molekul aldehida ke molekul aldehida yang lain seperti pada Gambar 9.

2 CH3CH O 2 CH3CH OH CH2CH O Asetaldehida (suatu aldehida) 3-hidroksibutanal (suatu aldol) OH

-Gambar 9. Adisi satu molekul aldehida ke molekul aldehida yang lain.

Kondensasi aldol dengan menggunakan katalis basa akan membentuk ion enolat

(Gambar 10), yang kemudian akan terjadi serangan nukleofil oleh enolat pada

gugus karbonil lain yang terstabilisasi oleh resonansi (Gambar 11). Produk reaksi

ini adalah garam alkoksida, aldol akan terbentuk dan mengalami dehidrasi

menghasilkan senyawa karbonil tak jenuh (Gambar 12).

Reaksi dengan katalis basa :

C CH2 O H H + OH C CH2 O H C CH2 O H ion enolat + H2O

Gambar 10. Pembentukan ion enolat.

+ H C CH3 O H C CH3 O C H H HC O H O H H C CH3 O C H H HC O H + OH produk aldol C CH2 O H

(9)

H3O +

Gambar 12. Dehidrasi aldol.

Senyawa aldol (β-hidroksialdehida dan β-hidroksiketon) hasil dari reaksi adisi lebih mudah terdehidrasi karena ikatan rangkap dalam produk dehidrasi

berkonjugasi dengan gugus karbonil. Konjugasi meningkatkan kestabilan produk

dan oleh sebab itu senyawa karbonil tak jenuh α,β-aldehida atau keton mudah diperoleh sebagai produk kondensasi aldol (Bruice, P.Y., 2007 : 873).

Bila dehidrasi menghasilkan suatu ikatan rangkap yang berkonjugasi

dengan cincin aromatik maka dehidrasi berlangsung spontan. Misalnya β-hidroksiketon yang dibentuk melalui adisi aldol dari asetofenon, karena ikatan

rangkap yang baru tidak hanya berkonjugasi dengan gugus karbonil tetapi juga

berkonjugasi dengan cincin aromatik, maka dehidrasi berlangsung spontan seperti

pada Gambar 13. Konjugasi dapat menstabilkan produk dehidrasi, maka relatif

lebih mudah diperoleh (Bruice, P.Y., 2007 : 873).

H2O H C CH3 O C H H HC O H produk aldol H C CH3 C H HC O

(10)

Reaksi : CH2 C CH3 OH C O CH C CH3 C O + H2O spontan

Gambar 13. Dehidrasi yang menghasilkan suatu ikatan rangkap terkonjugasi dengan cincin aromatik.

Suatu aldehida tanpa hidrogen α tidak dapat membentuk ion enolat dan dengan demikian tidak dapat berdimerisasi dalam suatu kondensasi aldol. Namun

jika aldehida semacam ini dicampur dengan senyawa lain yang memiliki hidrogen α maka kondensasi antara keduanya dapat terjadi. Reaksi inilah yang disebut aldol silang (cross aldol condensation). Suatu kondensasi aldol silang sangat berguna bila hanya satu senyawa karbonil yang memiliki hidrogen α, kalau tidak akan diperoleh produk campuran (R.J Fessenden & J.S. Fessenden, 1999 : 181).

Mekanisme reaksi pembentukan senyawa

4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on dari reaksi antara aset4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on dengan 3-hidroksibenzaldehida ditunjukkan seperti

(11)

-H2O NaCl + H2O+ C CH3 O CH2 H + Na + + OH -C CH3 O CH- 3 C CH3 O CH2 -H2O H C ONa CH OH C O CH3 OH C O CH3 4-(3'-hidroksif enil)-3-buten-2-on HCl H CH3 C O CH2 O C O H H C ONa H2 C O -C O CH3

suatu ion alkoksida H

Na+

+ H+ +

Gambar 14. Mekanisme reaksi pembentukan 4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on dengan katalis basa.

(12)

6. Teknik Rekristalisasi

Senyawa-senyawa organik yang berbentuk padat dari hasil isolasi maupun

dari hasil sintesis reaksi-reaksi organik umumnya jarang diperoleh dalam keadaan

murni. Senyawa tersebut biasanya terkontaminasi dengan sejumlah kecil dari

senyawa-senyawa lain yang dihasilkan selama reaksi berlangsung. Pemurnian

senyawa-senyawa yang berbentuk kristal yang tidak murni, lazimnya dilakukan

dengan jalan rekristalisasi dengan berbagai pelarut atau campuran pelarut.

Pemurnian zat-zat padat dengan jalan rekristalisasi didasarkan pada

kelarutannya di dalam pelarut tertentu atau campuran pelarut. Pada prinsipnya

pekerjaan rekristalisasi terdiri atas :

a. Melarutkan senyawa yang tidak murni (hasil sintesis atau isolasi) dalam

pelarut yang baik (sesuai) atau titik didihnya berdekatan.

b. Menyaring larutan yang masih dalam keadaan panas dari partikel-partikel

yang tidak larut.

c. Mendinginkan larutan panas sehingga zat terlarut menjadi kristal.

d. Memisahkan kristal dari larutan yang menyertainya.

Karakteristik dari pelarut yang umumnya digunakan untuk rekristalisasi

adalah :

a. Mempunyai daya melarutkan yang tinggi untuk senyawa yang akan

dimurnikan pada suhu yang relatif tinggi dan mempunyai daya melarutkan

yang rendah pada suhu kamar atau pada suhu yang lebih rendah.

b. Mampu melarutkan sedikit kotoran-kotoran (impurities).

(13)

d. Mudah dipisahkan dari kristal-kristal senyawa yang dimurnikan, atau

memiliki titik didih yang relatif rendah

e. Pelarut tidak bereaksi secara kimia dengan senyawa yang dimurnikan.

7. Kromatografi Lapis Tipis

Teknik kromatografi lapis tipis dikembangkan oleh Ismailoff dan

Schraibar pada tahun 1938. Adsorben dilapiskan pada lempeng kaca yang

bertindak sebagai penunjang fasa diam. Fasa bergerak akan menyerap sepanjang

fasa diam dan terbentuklah kromatogram. Ini dikenal juga sebagai kromatografi

kolom terbuka. Biasanya yang sering digunakan sebagai materi pelapisnya adalah

silika gel, bubuk selulosa, tanah diatome, dan kieselguhr (Hardjono

Sastrohamidjojo, 1991: 26-28). Pemilihan sistem pelarut dan komposisi lapisan

tipis ditentukan oleh prinsip kromatografi yang akan digunakan. Sampel

diteteskan pada salah satu bagian tepi plat kromatografi (0,01 – 10 µg zat).

Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan

komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam dipisah

gerakan pelarut pengembang. Teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

dikembangkan oleh Egon Stahl dengan menghamparkan penyerap pada lempeng

gelas, sehingga merupakan lapisan tipis. KLT merupakan kromatografi serapan,

tetapi dapat juga merupakan kromatografi partisi karena bahan penyerap telah

dilapisi air dari udara. Sistem ini sangat popular karena banyak memberikan

(14)

yang singkat serta daya pisah cukup baik. Selain itu sampel yang dibutuhkan

sangat sedikit (Sudjadi, 1986 : 167).

Larutan cuplikan ditotolkan dengan pipet mikro atau injektor pada jarak

1-2 cm dari batas plat. Setelah pelarut dari noda menguap, plat siap untuk

dikembangkan dengan fasa gerak yang sesuai hingga jarak eluen/fasa gerak dari

batas plat mencapai 7-10 cm. Proses pengembangan dikerjakan dalam wadah

tertutup (chamber) yang diisi eluen yang sesuai dengan sampel. Chamber tersebut

dijenuhi dengan uap eluen agar dihasilkan pemisahan yang baik dan dapat ulang

(reproducible). Teknik pengembangan dapat dari bawah ke atas (ascending), dari

atas ke bawah (descending) atau mendatar. Jangan sampai terlalu lama

mencelupkan plat dalam bejana bila permukaan pelarut telah mencapai garis

akhir, karena oleh pengaruh difusi dan penguapan dapat menyebabkan

pemancaran dari noda-noda yang terpisah. Langkah berikutnya adalah

mengeringkan sisa eluen dalam lapisan tipis dengan didiamkan pada suhu kamar

beberapa saat. Noda pada lapisan tipis dapat diamati langsung untuk noda tampak.

Jika noda tidak tampak dapat dilihat dengan lampu UV pada panjang gelombang

pendek (254 nm) atau pada panjang gelombang (366 nm). Dapat juga dilihat

dengan menggunakan pereaksi semprot penimbul warna.

Pemilihan eluen yang tepat merupakan langkah yang sangat penting untuk

keberhasilan analisis dengan KLT. Pertimbangannya dapat menggunakan prinsip

“ like disolve like “.

Pemilihan eluen (fasa gerak) sebaiknya menggunakan campuran pelarut

(15)

serapan dari setiap komponen dari campuran pelarut. Jika komponen-komponen

yang mempunyai sifat polar yang tinggi (terutama air) dalam campuran akan

merubah sistem menjadi sistem partisi. Campuran yang baik memberikan

fasa-fasa bergerak yang mempunyai kekuatan bergerak sedang, tetapi sebaiknya

dicegah sejauh mungkin mencampur lebih dari dua komponen terutama karena

campuran yang lebih kompleks cepat mengalami perubahan-perubahan fasa-fasa

terhadap perubahan-perubahan suhu (Hardjono Sastrohamidjojo, 1991 : 28-36).

Setelah noda dikembangkan dan divisualisasikan, identitas noda

dinyatakan dengan harga Rf (Retordation Factor) yang didefinisikan sebagai rasio

jarak noda terhadap titik awal dibagi jarak eluen terhadap titik awal. Secara

matematis dapat ditulis:

Rf

h l

=

dengan l = jarak noda dari titik awal ke titik akhir setelah proses pengembangan

dan h = jarak eluen dari titik awal ke batas akhir eluen. Harga Rf berkisar antara

0-0,999. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi

lapis tipis sehingga mempengaruhi harga Rf antara lain struktur kimia senyawa

yang dipisahkan, sifat penyerap, tebal dan kerapatan lapisan penyerap, pelarut

(fasa gerak), derajat kejenuhan, teknik pemisahan, jumlah cuplikan, dan suhu

(Hardjono Sastrohamidjojo, 1991 : 35-36).

Alat yang digunakan untuk mengetahui harga Rf secara langsung adalah

KLT Scanner. Alat ini akan memberikan data Rf dan luas area yang memberi data

(16)

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam KLT yang juga

mempengaruhi harga Rf (Hardjono Sastromidjoyo, 1991 : 35-36) adalah :

a. Struktur senyawa yang sedang dipisahkan.

b. Sifat adsorben dan derajat aktivitasnya. Perbedaan adsorben memberikan

perbedaan yang besar terhadap harga Rf.

c. Tebal dan kerataan lapisan adsorben.

d. Pelarut fasa gerak (dan tingkat kemurnianya).

e. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.

f. Teknik percobaan.

g. Jumlah cuplikan yang digunakan. Penetesan jumlah cuplikan yang

berlebihan memberikan tendensi penyebaran noda-noda dengan

kemungkinan terbentuknya ekor.

h. Suhu, untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut

yang disebabkan oleh penguapan-penguapan atau perubahan-perubahan

fasa.

8. Spektroskopi UV

Dasar spektroskopi UV adalah serapan cahaya. Serapan cahaya oleh

molekul dalam daerah spektrum UV tergantung pada struktur elektronik dari

molekul. Spektrum UV dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan

transisi-transisi diantara tingkatan tenaga elektronik, oleh sebab itu serapan radiasi

(17)

1991 : 11). Spektroskopi UV dapat digunakan untuk menentukan gugus kromofor

yang terdapat dalam suatu senyawa yang menyerap radiasi dalam daerah UV.

Serapan cahaya (energi) dalam daerah UV dari spektrum elektronik

mengakibatkan transisi elektronik, promosi elektron-elektron dari orbital keadaan

dasar berenergi rendah, ke orbital keadaan tereksitasi berenergi tinggi. Spektrum

UV terdiri dari pita serapan lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar.

Panjang gelombang serapan biasanya dilaporkan sebagai λmaks

A = log

, yakni panjang

gelombang yang memberikan nilai serapan terbesar (Hardjono

Sastrohamidjojo,1991: 11). Serapan energi direkam sebagai absorbansi.

Absorbansi pada panjang gelombang tertentu didefinisikan sebagai :

I IO

Keterangan: A = absorbansi

Io = intensitas radiasi yang datang

I = intensitas radiasi yang diteruskan

Absorbansi suatu senyawa dengan panjang gelombang tertentu bertambah

dengan makin banyaknya molekul yang mengalami transisi. Panjang gelombang

tergantung pada kuat lemahnya elektron itu terikat pada molekul. Keuntungan

penggunaan spektroskopi UV yaitu gugus-gugus karakteristik dapat dikenal dalam

molekul-molekul yang sangat kompleks (Hardjono Sastrohamidjojo, 1991 : 12).

Panjang gelombang cahaya UV bergantung pada mudahnya promosi

(eksitasi) elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk

promosi elektron (eksitasi) akan menyerap pada panjang gelombang lebih pendek.

(18)

Harga dasar enon asiklik : 215 nm

3 tambahan ikatan rangkap 3 x 30 : 90 nm

Komponen homodiena : 39 nm + λ maks terhitung : 344 nm OH C CH3 O

gelombang lebih panjang (R.J., Fessenden & J.S., Fessenden, 1999 : 437).

Umumnya penggunaan spektroskopi serapan pada senyawa-senyawa organik didasarkan pada transisi elektron n dan π ke excited state ke π*

Berdasarkan perumusan rumus empiris oleh Woodward-Fieser, λ karena

energi-energi yang diperlukan untuk proses-proses ini cukup rendah, yaitu pada daerah

spektrum (200-700 nm) (Sumar Hendayana, Asep K, AA Sumarna, Asep S,

1994:160).

maks secara teoritis dari senyawa 4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on adalah:

Struktur 4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on

Nilai panjang gelombang maksimum (λ maks) sebesar 344 nm menunjukkan potensi senyawa tabir surya UV-A.

9. Spektrofotometer FTIR

Spektrum IR digunakan untuk menentukan berbagai macam gugus fungsi

yang terkandung dalam suatu senyawa. Kegunaan dari spektroskopi inframerah

adalah untuk mengenal (elusidasi) struktur molekul, khususnya gugus fungsional

beserta lingkungannya. Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen baik

(19)

elektromagnetik dalam daerah spektrum IR. Sinar IR berada pada kisaran

gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,5-1000 µm. Daerah

yang paling berguna untuk mengenal struktur suatu senyawa adalah pada daerah

1-25 µm atau 10.000 – 40.000 cm-1. Satuan yang lebih umum dipakai adalah

satuan frekuensi (cm

-Frekuensi inframerah biasanya dinyatakan dalam satuan bilangan

gelombang (wavenumber), yang didefinisikan sebagai banyaknya gelombang per

sentimeter. Instrumen biasa memindai (scan) pada kisaran sekitar 700 sampai

5000 cm

1), dan bukan satuan panjang gelombang. Serapan setiap tipe

ikatan (N-H, C-H, O-H, C-X, C=O, C-O, C-C, C=C, dan sebagainya) hanya

diperoleh dalam bagian-bagian kecil tertentu dari daerah vibrasi infra merah.

Kisaran serapan yang kecil dapat digunakan untuk menentukan setiap tipe ikatan.

-1

Spektrometer FTIR memiliki keuntungan yaitu dapat digunakan pada

semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis dapat

dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara pemindaian, sensitifitas FTIR

lebih besar daripada cara dispersi disebabkan radiasi yang masuk ke sistem

detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (Palleros D. R, 2003 :

699-700).

. Kisaran frekuensi ini sama dengan energi sekitar 2 sampai 12

kkal/mol. Jumlah energi ini cukup untuk mempengaruhi getaran (vibrasi) ikatan

(gerakan seperti peregangan atau pembengkokan ikatan) tetapi sangat kurang

untuk memutus ikatan.

Spektra inframerah suatu senyawa dapat dengan mudah diperoleh dalam

(20)

sumber radiasi inframerah. Spektrometer secara otomatis membaca sejumlah

radiasi yang menembus sampel dengan kisaran frekuensi tertentu dan merekam

pada kertas berapa persen radiasi yang ditransmisikan. Radiasi yang diserap oleh

molekul muncul sebagai pita spektra.

Seberapa banyak frekuensi tertentu yang melewati senyawa tersebut

diukur sebagai persentase transmitansi (percentage transmittance). Persentase

transmitansi dengan nilai 100 berarti bahwa semua frekuensi dapat melewati

senyawa tersebut tanpa diserap sama sekali. Pada kenyataannya, itu tidak pernah

terjadi, selalu akan ada penyerapan, walaupun kecil, mungkin transmitansi sebesar

95% adalah yang terbaik yang bisa diperoleh.

Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi

merupakan dasar penafsiran spektra inframerah. Delapan daerah terpenting dan

telah ditentukan dengan baik yang digunakan pada pemeriksaan pendahuluan

spektra tertera dalam Tabel 1 (Hardjono Sastrohamidjojo, 1991 : 82-85).

Tabel 1. Harga Dasar Serapan Ikatan Gugus Fungsi Daerah Spektra (Bilangan

Gelombang, cm-1) Ikatan yang menyebabkan absorpsi

3750 – 3000 Regang O–H, N–H

3300 – 2900 Regang C-H : –C≡C–H, C=C–H, Ar–H 3000 – 2700 Regang C–H : CH3, CH2, C–H, CO–H 2400 – 2100 Regang C≡C, C≡N

1900 – 1650 Regang C=O (asam, aldehid, keton, amida, ester, anhidrida)

1675 – 1500 Regang C=C (alifatik dan aromatik), C=N 1475 – 1300 Lentur C–H

(21)

Berdasarkan struktur dari senyawa 4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on, maka

dapat diperkirakan kemungkinan gugus fungsi yang akan muncul dalam

spektroskopi infra merah diantaranya:

a. Adanya gugus karbonil C=O pada serapan 1900 – 1650 cm-1

b. Adanya gugus hidroksi memiliki serapan yang melebar pada daerah

3750-3000 cm

. Puncak ini

biasanya terkuat dengan lebar medium dalam spektrum dan serapan

tersebut sangat karakteristik.

-1

c. Adanya cincin aromatik memiliki serapan medium tinggi kuat pada

daerah 1675 – 1500 cm .

-1

d. Adanya ikatan rangkap C=C yang memiliki serapan pada daerah 1675–

1500 cm

.

-1

e. Adanya C-H alifatik pada daerah serapan kurang dari 3000 cm .

-1

, maupun

aromatik pada daerah serapan lebih dari 3000 cm-1

f. Adanya cincin disubtitusi meta pada daerah serapan 671 cm .

-1

dan satu

lagi dekat 780 cm-1.

10. Spektrofotometer 1

Spektroskopi Resonansi Magnet Inti memberikan gambaran mengenai

jenis atom, jumlah, maupun lingkungan atom hidrogen (

H-NMR

1

H NMR). Spektroskopi

NMR didasarkan pada penyerapan gelombang radio oleh inti-inti tertentu dalam

molekul organik, apabila molekul tersebut berada dalam medan magnet yang kuat

(22)

Interpretasi spektra 1H

a. jumlah sinyal, menunjukkan ada berapa macam perbedaan proton yang

terdapat dalam molekul

NMR harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

b. kedudukan sinyal, ditunjukkan oleh geseran kimia (δ) ppm, menunjukkan jenis proton

c. intensitas sinyal atau harga integrasi masing-masing sinyal, perbandingan

harga integrasi menyatakan perbandingan jumlah proton

d. pemecahan (spliting), menerangkan tentang limgkungan dari sebuah

proton dengan proton lainnya yang berdekatan

Perbedaan frekuensi resonansi setiap proton dalam cuplikan diukur relatif

terhadap frekuensi resonansi dari proton-proton senyawa standar. Senyawa

standar yang umum digunakan yaitu tetrametilsilan (TMS). TMS dipilih karena

TMS memberikan puncak tunggal yang tajam dan kuat walaupun digunakan

konsentrasi yang rendah. Hal ini disebabkan duabelas proton pada TMS yang

ekuivalen. TMS bersifat inert, memiliki titik didih rendah sehingga mudah

diuapkan untuk memperoleh kembali cuplikan, dan TMS juga dapat larut dalam

kebanyakan pelarut organik (Kemp W, 1975: 83). Selain itu, proton-proton dari

gugus metil pada TMS jauh terlindungi bila dibandingkan dengan kebanyakan

senyawa-senyawa lain. Hal ini disebabkan silikon yang elektropositif mendorong

elektron ke gugus metil melalui efek induksi sehingga memberikan efek

(23)

Tabel 2. Tipe Proton dengan Berbagai Pergeseran Kimia Jenis Proton Geseran Kimia

-CH3 0-1 ppm -CH2 1-2 ppm -CH-OH 2-4 ppm -CH-NR -CH-Cl 2 -CH-O 2,5-4 ppm -OCH3 3,5-4,5 ppm -C=CH- vinilik 4,5-7 ppm -C=CH- aromatik 7-8 ppm R-CHO 9-10 ppm R-COOH 10-12 ppm

Berdasarkan struktur dari senyawa 4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on, maka

dapat diprediksikan kemungkinan gugus fungsi yang akan muncul dalam

spektroskopi 1

a. Adanya proton dari cincin aromatik akan ditunjukkan oleh puncak pada δ = 7 – 8 ppm, biasanya muncul dengan puncak tunggal.

H-NMR diantaranya:

b. Adanya proton dari primer jenuh –CH3

c. Adanya proton yang terikat pada atom C=C ditunjukkan oleh puncak pada δ = 5,0 – 6,5 ppm.

pada δ = 0 – 1 ppm.

d. Adanya proton dari –OH fenol akan ditunjukkan oleh puncak pada δ = 6 – 8 ppm.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian relevan yang mendukung penelitian ini adalah

1. Penelitian yang dilakukan oleh Fathul Arifin (2007) yang telah berhasil

mensintesis senyawa benzalaseton dan dibenzalaseton menghasilkan senyawa

(24)

dan panjang gelombang maksimum 328 nm untuk senyawa dibenzalaseton,

sehingga kedua senyawa tersebut memiliki potensi sebagai senyawa tabir

surya UV-A.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Gunantyo Decky Wirawan (2008) yang telah

berhasil mensintesis senyawa 1,5-difenil-2,4-pentadien-1-on dengan panjang

gelombang maksimum 343 nm, sehingga senyawa tersebut memiliki potensi

sebagai senyawa tabir surya UV-A.

3. Penelitian yang dilakukan Sri Handayani (2009) yang telah berhasil

mensintesis senyawa dibenzalaseton asimetris dengan panjang gelombang

maksimum 350 nm, sehingga senyawa tersebut memiliki potensi sebagai

senyawa tabir surya UV-A.

C. Kerangka Berfikir

Senyawa 3-hidroksibenzaldehida merupakan senyawa turunan

benzaldehida yang tersubstitusi gugus hidroksi pada posisi meta. Senyawa ini

digunakan sebagai intermediet dalam sintesis organik. Pemanfaatan senyawa ini

dalam sintesis perlu dikembangkan, terutama untuk mensintesis suatu senyawa

baru yang diharapkan mempunyai banyak manfaat, salah satunya adalah

menghasilkan senyawa yang berpotensi sebagai tabir surya.

Senyawa 4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on merupakan senyawa turunan

benzalaseton yang diperkirakan mempunyai aktivitas sebagai senyawa tabir surya,

karena senyawa ini mempunyai struktur yang mirip dengan senyawa turunan asam

(25)

yang banyak digunakan sebagai senyawa tabir surya. Hal ini juga diperkuat

dengan nilai panjang gelombang maksimum senyawa

4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on sebesar 344 nm yang menunjukkan potensi senyawa tabir surya UV-A.

Senyawa ini disintesis dengan menggunakan reaktan

3-hidroksibenzaldehida dan aseton dengan katalis basa menggunakan reaksi

kondensasi aldol silang. Reaksi ini melibatkan ion enolat yang terbentuk dari

aseton yang akan bertindak sebagai nukleofil yang akan menyerang karbon karbonil senyawa aldehida aromatik menghasilkan senyawa β-hidroksi keton, yang selanjutnya mengalami dehidrasi menghasilkan senyawa α, β-keton tak jenuh 4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on.

Gambar

Gambar 1. Atom hidrogen alfa pada aseton.
Gambar 9. Adisi satu molekul aldehida ke molekul aldehida yang lain.
Gambar 13. Dehidrasi yang menghasilkan suatu ikatan rangkap terkonjugasi  dengan cincin aromatik
Gambar 14. Mekanisme reaksi pembentukan 4-(3-hidroksifenil)-3-buten-2-on  dengan katalis basa
+3

Referensi

Dokumen terkait

Minyak pelumas adalah salah satu produk minyak bumi yang masih mengandung senyawa-senyawa aromatik dengan indek viskositas yang rendah. Fungsi minyak pelumas adalah mencegah

Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan bahan yang banyak mengandung karbon

Flavonoid mempunyai cincin aromatik, salah satu kelas dari flavonoid adalah isoflavonoid yang berperan sebagai phytoalexin yaitu senyawa kimia yang memiliki kemampuan

Umpan balik kolesterol menghambat sintesisnya sendiri dengan menghambat hidroksi- metilglutaril - KoA reduktase, enzim yang mengubah β-hidroksi-β-metilglutaril-KoA ke asam

Salah satu kandungan rokok yang merupakan gas beracun adalah karbon monoksida. Senyawa ini merupakan gas yang tidak memiliki rasa dan bau, namun jika terhirup terlalu banyak

Arang aktif merupakan senyawa karbon amorf yang dapat dihasilkan dari bahan – bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dari cara khusus

Digestasi anaerobik merupakan proses kompleks dalam penguraian senyawa organik menjadi metana (CH 4 ) dan karbon dioksida (CO 2 ) oleh berbagai jenis mikroorganisme anaerobik.

Dengan demikian pada saat dilakukan aktivasi, senyawa pengotor yang berada dalam pori menjadi lebih mudah terserap sehingga luas permukaan karbon aktif semakin besar dan