• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN SIKAP KONSTRUKTIF PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) TIPE MINDS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMBANGUN SIKAP KONSTRUKTIF PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) TIPE MINDS"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBANGUN SIKAP KONSTRUKTIF PESERTA

DIDIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN

TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) TIPE MINDS

Samnur Saputra 1, Iden Rainal Ihsan 2

1

Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Matematika SPs Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, [email protected]

2

Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Islam Nusantara, Jl. Soekarno - Hatta No. 530 Bandung, [email protected]

Abstrak

Pembelajaran matematika di sekolah saat ini masih banyak didominasi oleh guru yang cenderung berpikir imitatif dan procedural-administratif. Proses pembelajaran seperti ini setidaknya berdampak pada pasifnya peserta didik selama kegiatan pembelajaran dan tidak kreatif diakrenakan budaya meniru (imitatif). Untuk membangun pemahaman matematika peserta didik haruslah dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Yang dimaksud aktif di sini bukanlah aktif secara fisik, namun aktif berpikir matematis sehingga peserta menemukan cara sendiri dalam memahami suatu konsep matematika. Salah satu alternatif permasalahan ini yaitu menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery) tipe MINDS untuk membangun sikap konstruktif peserta didik dalam pembelajaran matematika. MINDS adalah Making konjektur, Induktif,

Deduktif, and Self Reflection. Dengan model pembelajaran MINDS diharapkan

dapat mencipatakan pembelajaran aktif dan membangun sikap konstruktif peserta didik.

Kata kunci: pembelajaran matematika, sikap konstruktif, MINDS.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sangat penting untuk diajarkan di sekolah. Hal tersebut dikarenakan matematika merupakan disiplin ilmu yang dibutuhkan oleh berbagai ilmu pengetahuan untuk dapat berkembang dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu sungguh sangat wajar pelajaran matematika diberikan di setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah. Hal tersebut dikarenakan matematika adalah suatu cara berpikir yang jelas dan tepat sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika merupakan alat yang efisien untuk membantu ilmu pengetahuan.

Ada berbagai faktor yang harus diperhatikan dalam proses pengelolaan pembelajaran matematika agar pembelajaran tersebut dapat memberikan hasil

(2)

yang diharapkan. Salah satu dari faktor tersebut adalah penyelenggaraan pembelajaran yang masih banyak didominasi guru. Selain itu peserta didik hanya ditekankan pada hafalan rumus-rumus matematika, padahal Hazzan dan Zazkis (dalam Watson dan Mason, 2005) mengemukakan bahwa matematika dapat dipandang sebagai aktivitas konstruktif, yang mana aktivitas peserta didik:

1. Tidak hanya konstruktivisme yang sederhana, yang mana peserta didik dilihat sebagai penyusun pengertian (constructor of meaning)

2. Tidak hanya konstruktivisme radikal, yang mana peserta didik dipandang hanya sebagai objek uji coba suatu eksperimen;

3. Tidak hanya konstruktif social, yang mana peserta didik dipandang dari cara berbicara dan bertindak;

4. Akan tetapi juga konstruksi matematika mencakup bagaimana mempelajari cara menyusun/membangun penyelesaian untuk permasalahan tertentu.

Dari uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika selama ini mengindikasikan peran guru yang aktif mendominasi kegiatan pembelajaran. Guru menyampaikan informasi berupa konsep, prinsip, atau keterampilan matematika, sementara peserta didik tidak kreatif dan pasif menerima informasi tersebut. Akibatnya dalam mengikuti pembelajaran, peserta didik enggan atau malas bertanya, meskipun belum mengerti materi yang diberikan.

Permasalahan

Salah satu dampak dari pembelajaran yang didominasi oleh guru yaitu pasifnya peserta didik selama kegiatan pembelajaran. Inilah masalah penting yang perlu diperhatikan dan dicari solusinya agar tercapainya tujuan pembelajaran.

Hal ini terjadi karena budaya berpikir pendidik yang cenderung imitatif. Menurut Suryadi (2012), permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia yaitu: 1) budaya berpikir pendidik yang cenderung imitatif dalam konteks pembelajaran; 2) budaya berpikir profesionalisme yang cenderung procedural-administratif dalam konteks pengembangan kapasitas; dan 3) budaya berpikir komunitas profesi yang cenderung terisolasi satu sama lain dalam konteks pencapaian tujuan kolektif dan eksistensial pendidikan nasional.

(3)

Urgensi Masalah dan Tujuan

Masalah mengenai sikap konstruktif dalam pembalajaran matematika sangat penting untuk ditemukan alternatif solusinya. Sikap konstruktif sangat penting untuk dimiliki peserta didik dalam mempelajari matematika. Hal tersebut didukung hasil penelitian Labib (2010) yang berkesimpulan salah satunya adalah terdapat pengaruh positif sika konstruktif terhadap hasil belajar matematika. Dalam pembelajaran matematika peserta didik perlu dilibatkan secara aktif. Dengan begitu, peserta didik akan berinteraksi matematika dengan menggunakan mental dan proses belajar yang bermakna dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran sesuai kurikulum pembelajaran matematika.

PEMBAHASAN

Analisis dan Sintesis Kajian

Sikap Konstruktif

Sikap konstruktif terdiri dari kata “sikap” dan “konstruktif”. Dalam Kamus Bahasa Indonesia sikap adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan karena mendapat suatu rangsangan dan cara tertentu. Kemudian konstruktif berarti “bersifat membina, memperbaiki, membangun dan sebagainya”.

Keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar mengajar pada waktu pembelajaran di sekolah, merupakan aplikasi dari sikap konstruktif yang meliputi tiga aspek yaitu sikap senang, ingin mencoba soal-soal, dan membantu peserta didik lain.

Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Tipe MInDS (Membuat pola, Induktif, Deduktif, Self Reflection)

MInDS merupakan kependekan dari membuat pola/konjektur, induktif, deduktif, dan self reflection. Model pembelajaran MInDS adalah model pembelajaran yang menggunakan langkah-langkah sesuai dengan singkatannya tersebut. Model pembelajaran MInDS sangat baik diaplikasikan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Seorang guru dapat mengajarkan matematika yang “sesungguhnya” kepada peserta didik sekaligus membuat peserta didik belajar berpikir matematis.

(4)

aktif. Hal tersebut dikarenakan dalam pembelajaran dengan model ini peserta didik melakukan sendiri aktifitas membuat pola, berpikir induktif, berpikir deduktif, bahkan diakhir proses pembelajaran, peserta didik diharuskan melakukan refleksi sendiri.

Berikut ini adalah sintaks dari model pembelajaran MInDS:

1. Peserta didik diarahkan kepada suatu permasalahan matematis 2. Peserta didik diarahkan untuk membuat pola (konjektur)

3. Peserta didik diarahkan untuk berpikir secara induktif mengenai pola yang didapatnya

4. Peserta didik diarahkan untuk memverifikasi hasil berpikir induktif dengan berpikir secara deduktif

5. Peserta didik diarahkan untuk membuat sendiri simpulan dari solusi permasalahan awal yang diberikan

Kemampuan dalam menganalisis informasi dan membuat konsep (inductive

thinking) pada umumnya dianggap sebagai keterampilan berpikir yang

fundamental. Model yang dihadirkan di sini merupakan penyesuaian dari kajian Hilda Taba (1966) sebagaimana peneliti lain yang telah mengkaji bagaimana mengajari peserta didik dalam mencari dan mengolah informasi, membuat dan menguji hipotesis yang menggambarkan hubungan antar data.

Relevansi Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Tipe MInDS terhadap Pembangunan Sikap Konstruktif Peserta Didik

Model pembejaran MInDS merupakan model kooperatif dimana peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok, dalam kelompok inilah peserta didik saling membantu. Hal ini sudah memenuhi salah satu aspek dari sikap konstruktif. Sintaks dari model pembejaran MInDS sangat relevan terhadap pembangunan sikap konstruktif peserta didik. Hal ini terlihat jelas pada langkah ke-2 yaitu peserta didik diarahkan membuat pola (konjektur). Pada tahap ini peserta didik diarahkan untuk menyusun/membangun pola untuk dapat menyelesaikan permasalahan matematis yang disajikan.

PENUTUP Simpulan

(5)

didik untuk belajar secara aktif dan inovatif selama pembelajaran. Peran guru dalam pembelajaran ialah mengarahkan, membimbing, dan memfasilitasi peserta didik untuk bersikap konstruktif. Jika skenario pembelajaran seperti ini terlaksana, maka dipandang dapat membangun sikap konstruktif peserta didik dalam pembelajaran matematika.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat perkembangan sikap konstruktif peserta didik di berbagai jenjang pendidikan. Untuk penelitian lanjutan, sebaiknya dicari model pembelajaran lain yang relevan terhadap pembangunan sikap konstruktif peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Labib, F. 2010. Pengaruh Sikap Konstruktif Peserta Didik pada Pembelajaran

Matematika terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Pokok Logaritma Kelas X IPA. Skripsi IAIN Walisongo: Semarang.

Pusat Bahasa. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta

Suryadi, D. (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika: Rizqi Press.

Taba, H. (1966). Teaching strategies and cognitive functioning in elementary school children. (Cooperatif Projek 2404). San Francisco: San Francisco State College.

Warsono. dan Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen. PT Remaja Rosdakarya : Bandung.

Watson, A. dan Mason, J. 2005. Mathematics as A Constructive Activity. Lawrence Erlbraum Associates Publisher : London.

Referensi

Dokumen terkait

Produk yang diperoleh dari reaktor adalah propilen oksida, tert -butil alkohol, dan sisa reaktan berupa propilen, serta tert -butil hidroperoksida. Selanjutnya produk

Menetapkan : KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA TENTANG URAIAN TUGAS UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS LABORATORIUM KESEHATAN DAERAH PADA DINAS KESEHATAN KOTA

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti dalam mengkaji pengetahuan atau teori yang diperoleh dibangku perkuliahan progam studi Ilmu Administrasi

Dilakukan rapat mediasi pada tanggal 25 Januari 2016 di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukoharjo dengan hasil:.. Bahwa semua permintaan warga disekitar rencana

Hal tersebut mengacu pada teori milik (Zikmund, 2003) yakni aspek variabel loyalitas (variabel Y), dapat diukur berdasarkan: (1) satisfaction (kepuasan), merupakan

Impliksi penelitian ini adalah untuk bahan pertimbangan dalam latihan passing bawah bola voli pada murid kelas V SDN No.57 Campaga Kabupaten Bantaeng, murid tidak mengetahui

Dari sekian banyak permasalahan yang muncul dari judul di atas, maka untuk lebih terarahnya penelitian ini, penulis membatasinya dengan pemikiran Ibnu Ḥazm tentang

Hipotesis dalam penelitian tindakan ini adalah “ dengan penerapan strategi pembelajaran lightening the learning climate dapat meningkatkan motivasi belajar