Bab I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Permasalahan
Akhir-akhir ini relatif banyak tulisan yang bertemakan kepemimpinan, Banyak artikel dan buku kepemimpinan sekuler, maupun artikel dan buku-buku kepemimpinan kristen, yang membahas masalah-masalah kepemimpinan dari berbagai sudut pandang. Robby I. Chandra misalnya, dengan mengutip John Storey, mengatakan bahwa upaya pencarian data tentang kepemimpinan dengan menggunakan satu kata kunci “leadership” pada tahun 2003 menghasilkan 11,686 data.1
Penulis mengamati topik kepemimpinan merupakan topik yang menarik, karena menyangkut semua bidang kehidupan manusia. Mulai dari bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Markus Budiraharjo misalnya, menyoroti pentingnya kepemimpinan transformatif yang dimulai dari dunia pendidikan.2 Berdasar ketidakpastian historis yang dikemukakan oleh Edgar Morin, Markus berpendapat bahwa pendidikan dewasa ini tidak bisa lagi dibatasi hanya pada penyiapan keterampilan teknis bagi para siswa.3 Seperti dalam bidang-bidang lain, pendidikan membutuhkan sosok
1
Robby I. Chandra, ”Kepemimpinan, Organisasi, dan Perkembangan Kepemimpinan: Suatu Penelusuran Atas Metafor yang Digunakan Oleh Para Pemimpin Atas Ketiga Hal Tersebut”, hlm.1. Unpublished paper.
2
Markus Budiraharjo, “Kepemimpnan Transformatif” dalam majalah Basis, Nomor 07-08, Tahun Ke-58, Juli-Agustus 2009, hlm. 34-40.
3
Menurut Edgar Morin, ketidakpastian historis adalah: sesuatu yang terjadi di luar perkiraan, misalnya pada musim semi 1914 sebuah pembunuhan di Sarajevo mengakibatkan terpicunya perang dunia yang berlangsung empat tahun dan memakan jutaan jiwa, pada tahun 1916 Angkatan
MILIK
pemimpin yang tanggap, sigap, dan cekatan dalam menangani berbagai persoalan yang muncul silih berganti. Berbicara mengenai sosok pemimpin yang mampu mengusung berbagai terobosan, menurutnya kita dihadapkan pada dua persoalan besar. Pertama, sangat sulit menemukan sosok pemimpin yang tepat: mempunyai visi, keberanian, dan integritas, serta kehendak yang kuat untuk berprestasi dan berkorban demi orang lain. Kedua mengingat kompleksitasnya persoalan kepemimpinan, kita belum cukup memahami bagaimana menumbuh-kembangkan sosok pemimpin yang pada gilirannya kemudian mampu memfasilitasi tumbuhnya critical mass untuk perubahan.4
Dari sisi politik kita bisa melihat pentingnya aspek kepemimpinan misalnya dalam catatan harian Dr. Dino Patti Djalal, Staff Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional/Juru Bicara Kepresidenan sejak tahun 2004-2009. Dalam Pengantar buku itu disebutkan bahwa sebagian besar masalah nasional kita sangat berkaitan erat dengan faktor kepemimpinan. Dengan kepemimpinan yang baik, maka krisis akan teratasi, konflik dapat diselesaikan, dan negara semakin maju. Sebaliknya dengan kepemimpinan yang buruk, korupsi semakin parah, ekonomi jadi terpuruk, dan reformasi akan mundur. Faktor kepemimpinan, karenanya, bisa menjadi kunci sukses atau penyebab kegagalan. 5 Dino memperhatikan bahwa budaya kepemimpinan masih belum mengakar penuh
Darat Rusia jatuh dan sebuah partai Marxis kecil yang marjinal akhirnya mengesampingkan doktrin yang diyakininya dan memicu revolusi Komunis pada bulan Oktober 1917, pada tahun 1943, begitu kuatnya aliansi antara Soviet dan kekuatan-kekuatan Barat, tetapi tiga tahun kemudian sekutu-sekutu tersebut saling berhadapan sebagai musuh Perang Dingin, dst. Lih. Markus Budiraharjo, hlm. 34-40.
4
Ibid, Markus Budiraharjo, hlm. 34-40. 5
Dr. Dino Patti Djalal, Harus Bisa! jilid 2, Red & White Publishing www.rwpublishing.com, 2009.
MILIK
dalam masyarakat kita. Buku-buku mengenai ilmu kepemimpinan masih sedikit, sementara leadership studies and training belum banyak ditemukan dalam kurikulum Universitas maupun diklat Departemen. Promosi pejabat masih belum memprioritaskan faktor kepemimpinan. Kurangnya pemimpin di kalangan pemerintah bukan tidak mungkin juga berhubungan erat dengan kurangnya penekanan pentingnya kepemimpinan di kalangan pejabat.6 Ketika dilakukan penelitian terhadap 160 pemimpin dari organisasi bisnis/profit, organisasi dan nir laba serta lembaga pemerintah yang berada di kota Surabaya. Dari 160 responden hanya 1 persen pemimpin yang bekerja di kalangan pemerintah.7
Di kalangan gereja sebagai organisme, kepemimpinan kita kenal dari kesaksian Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sampai kepemimpinan di jaman modern ini. Sebagai contoh kesaksian Alkitab Perjanjian Lama tentang kepemimpinan Musa. Musa dikenal karena pimpinannya kepada bangsa Israel, yaitu membawa/memimpin bangsa Israel keluar dari tanah Mesir (Kel. 3:10, 17:3) dan juga pimpinannya yang memberdayakan pemimpin, setelah Yitro mertua Musa mengajarkan kepada Musa kepemimpinan berjenjang (Kel. 18:1-27). Pemimpin yang lain adalah Nehemia, Daud, dan masih banyak lagi. Sedangkan dalam Alkitab Perjanjian Baru, kepemimpinan Yesus, murid-murid Yesus dan Paulus dikenal sebagai contoh kepemimpinan yang pengaruhnya dapat dirasakan sampai saat ini. Hal ini nampak misalnya dalam kehidupan gereja, yang mencakup semua orang percaya dari segala tempat dan sepanjang zaman, dan mencakup
6 Ibid. 7
Lih. Chandra, ”Kepemimpinan, Organisasi, dan Perkembangan Kepemimpinan”, hlm.14.
MILIK
segala suku, bangsa, kaum, dan bahasa, sebab Kristus telah memerintahkan agar segala bangsa dituntun dan dijadikan murid yang percaya dan taat kepada nama-Nya (Mat. 28:19; Rm. 1:5). Persekutuan orang-orang percaya itu bertekun di dalam dan dibangun di atas ajaran para rasul tentang Injil Yesus Kristus (Kis. 2:42; Ef. 2:20).8 Kepemimpinan Yesus dan para rasul ditunjukkan melalui pengaruhnya bukan hanya ketika mereka hidup pada 2000 tahun yang lalu, namun juga sampai saat ini dalam kehidupan orang-orang percaya, kehidupan umat manusia, bahkan semua ciptaan di alam semesta ini.9
Selain di lingkungan sekular, di lingkungan kekristenan berkembang suatu minat terhadap pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang kepemimpinan. Jerry C. Wofford dengan mendasarkan pandangannya pada teladan yang diberikan oleh Yesus berpendapat bahwa suatu gaya kepemimpinan yang mengubahkan sangat menentukan keberhasilan berbagai pelayanan Kristen. Teladan yang diberikan Yesus, menurut Wofford membentuk prinsip-prinsip dan praktek-praktek kepemimpinan yang mencakup delapan konsep Kepemimpinan Kristen yang Mengubahkan.10
Dalam tesis ini penulis melakukan pengamatan/penelitian terhadap Kepemimpinan Kristen yang dikembangkan di Gereja Kristen Indonesia11,
8
Lih. Tata Gereja dan Tata Laksana GKI, Jakarta: BPMS GKI, Edisi pertama, Cetakan pertama, 2009, hlm. 350-354.
9
Contoh yang sederhana misalnya ajaran Yesus tentang kasih, saat ini dikenal di seluruh dunia melalui perayaan hari Valentin, walaupun memang banyak orang yang tidak begitu mengerti makna kasih yang sesungguhnya yang sudah Yesus, juga Rasul Paulus ajarkan dan teladankan. 10
Lih. Jerry C. Wofford, Kepemimpinan Kristen Mengubahkan, Cetakan ke lima, Yogyakarta: ANDI, 2008, hlm 5.
11
Untuk selanjutnya Gereja Kristen Indonesia akan sering penulis singkat dengan sebutan GKI. Hakikat dan wujud GKI menurut ”Tata Gereja dan Tata Laksana GKI” adalah gereja Tuhan Yesus Kristus yang saat ini mewujud sebagai Jemaat-jemaat, Klasis-klasis, Sinode Wilayah-Sinode Wilayah dan Sinode di Indonesia, yang melaksanakan misinya dalam kerangka misi Allah di
MILIK
khususnya GKI Klasis Bojonegoro. Dan secara spesifik penulis akan meneliti kepemimpinan dalam Program Pengembangan Spiritualitas dan Kepemimpinan (PPSK)12 yang diadakan oleh BPMK GKI Klasis Bojonegoro. Beberapa tahun terakhir ini BPMK GKI Klasis Bojonegoro memberikan perhatian kepada Jemaat agar dapat bertumbuh dan melayani dengan baik. Namun pada akhirnya disadari bahwa perubahan Jemaat harus dimulai dari pemimpin terlebih dahulu.13 Sebab selama pemimpin Jemaat, formal dan non formal, tidak terlebih dahulu berubah maka proses perubahan itu akan berjalan dengan sangat lambat. Sebab pemimpin seringkali berperan sebagai motor penggerak. Dan itulah sebabnya dalam persidangan-persidangan Majelis Klasis sejak tahun 2005 Sidang memberikan perhatian yang lebih kepada para pemimpin, khususnya pemimpin secara formal (Majelis Jemaat dan BPH Komisi).14 Pemimpin model apa yang diharapkan? Tentunya pemimpin yang memiliki spiritual yang baik, sehingga dapat melayani Tuhan dan Jemaat-Nya dengan baik pula. Spiritual di sini bukan hanya dalam pengertian rohani saja namun lebih luas dan dalam.15
Penekanan dalam seluruh pelayanan GKI Klasis Bojonegoro ke depan adalah menciptakan pemimpin-pemimpin jemaat yang benar-benar mampu mentransformasikan kehidupan Kristianinya secara holistik, untuk menjadi
dunia. Berdasarkan Tata Gereja GKI, Penataan Klasis ditetapkan oleh Majelis Sinode Wilayah. Selain Klasis Bojonegoro, Di Gereja Kristen Indonesis Wilayah Jawa Timur terdapat dua klasis yang lain yaitu Klasis Madiun dan Klasis Banyuwangi. Lih. Tata Gereja dan Tata Laksana GKI, Jakarta: BPMS GKI, 2009, Edisi pertama, Cetakan pertama, hlm. 21, 53.
12
Untuk selanjutnya, penulis lebih sering menggunakan istilah PPSK untuk mempersingkat penulisan Program Pengembangan Spiritualitas dan Kepemimpinan.
13
Lih. Pranata Gunawan (penyusun), Benih Yang Tumbuh, Surabaya: Sinode GKI Jatim, 1989, hlm. 91-122.
14
Immanuel, ”Transformasi Spiritualitas”, dalam Sukita Edisi 11 / Tahun IV Agustus 2005, hal 3. 15
Ibid.
MILIK
kesaksian gereja bagi masyarakat secara luas. Dengan suatu kerinduan untuk mengembangkan jemaat Tuhan, di mana Dia sudah memberikan pertumbuhan yang baik, GKI Klasis Bojonegoro terpanggil untuk menggarap pelayanan dengan lebih baik dan lebih maju lagi dari tahun-tahun yang lalu, dan bukan itu saja melainkan benar-benar dapat memperlengkapi jemaat untuk bertumbuh semakin dewasa dan makin menyerupai Kristus.16
Sampai saat ini GKI Klasis Bojonegoro terus mengupayakan bagaimana meningkatkan kualitas pemimpin sehingga dapat menjadi pemimpin yang mampu mentransformasikan diri sendiri, antar pemimpin maupun dalam kehidupan berjemaat. Dimulai dari persidangan Klasis ke XVI tahun 2005 dengan tema pelayanan BPMK 2005-2006 “Transformasi Spiritualitas Dan Pemberdayaan Pemimpin Untuk Melayanai Sesuai Kebutuhan Jemaat”, telah diupayakan program yang masih terus berlanjut dalam pembinaan-pembinaan kepemimpinan. Kepemimpinan yang transformatif artinya, gereja harus mengalami dan terus mengupayakan transformasi baik untuk diri sendiri maupun orang-orang yang ada di sekitarnya, khususnya Jemaat yang dilayani. Tujuan transformasi adalah gereja boleh menghadirkan Kerajaan Allah dalam hidupnya.17
Tema kepemimpinan yang transformatif diambil dari visi dan misi GKI Klasis Bojonegoro tahun 2006-2015. Diharapkan dengan tema ini, para pemimpin, dalam hal ini pendeta, BPMK, dan badan pelayanan klasis, sebagai pemeran penting dalam berbagai kebijakan dan penentu arah strategis jemaat, 16 Ibid. 17 Ibid.
MILIK
UKDW
perlu terlebih dahulu dibenahi. Sebab dari hasil survei yang diadakan oleh Tim implementasi Visi & Misi GKI Klasis Bojonegoro, menunjukkan bahwa kelemahan pada jemaat-jemaat dalam lingkup klasis Bojonegoro adalah pada para pemimpinnya, termasuk di dalamnya para pendeta.18
Komisi SDM GKI Klasis Bojonegoro sebagai salah satu badan pelayanan Majelis GKI Klasis Bojonegoro mewujudkan visi & misi GKI Klasis Bojonegoro19 dengan mengembangkan kepemimpinan di jemaat-jemaat melalui pelatihan, membahas isu-isu teologis mengenai peran kepemimpinan gereja, tentang apakah peran penatua, apa bedanya dengan Pendeta, struktur harus bagaimana, sehingga gereja bisa mentransformasikan jemaat untuk melakukan peran menghadirkan Kerajaan Allah di dunia ini dan mendatangkan damai sejahtera, serta bagaimana mewujudkannya. 20 Program pelatihan untuk mengembangkan kepemimpinan ini disebut Program Pengembangan Spiritualitas dan Kepemimpinan.
Adanya isu-isu tentang pentingnya kepemimpinan, baik di gereja maupun di kehidupan sekular, pengamatan selama berjemaat di GKI, baik GKI Jatim dan GKI Jateng21 dan adanya upaya GKI Klasis Bojonegoro untuk menggumuli
18
BPMS, ”Sebuah Proses Pergumulan”, dalam Sukita Edisi 19 / Agustus / Tahun VI / 2007. hal 6-11.
19
Visi dan Misi GKI Klasis Bojonegoro 2006 – 2005 lihat lampiran 1. 20
Hasil wawancara dengan Ketua Komisi SDM GKI Klasis Bojonegoro, 7 Mei 2009. 21
Dalam pengamatan penulis selama berjemaat di GKI, peran kepemimpinan dalam gereja sangatlah penting bahkan mempengaruhi pertumbuhan maupun pembangunan jemaatnya. Kepemimpinan di sini bisa diperankan oleh pendeta maupun penatua yang melayani di gereja tersebut. Sebagai contoh salah satu GKI “X”, jemaat mengalami perpecahan, ketika pemimpinnya sedang berkonfrontasi. Contoh yang lain di gereja “Y”, jemaat bisa mengalami penurunan anggota ketika pemimpinnya dalam hal ini pendeta sudah tidak lagi melayani di jemaat tersebut. Satu contoh lagi gereja “Z”, pendeta yang sudah melakukan pengajaran yang kurang pantas dan tidak sesuai dengan Firman Tuhan, tetap dipertahankan pelayanannya karena di dalam kemajelisan
MILIK
masalah kepemimpinan melalui PPSK, membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap program atau proyek GKI Klasis Bojonegoro tentang pengembangan spiritualitas dan kepemimpinan GKI Klasis Bojonegoro ini.
PPSK ini di beri tema: “Becoming The Next Transformation Agent” yang sudah mulai dilaksanakan pada tahun 2007-2008 sebagai Angkatan I dan tahun 2009-2010 sebagai Angkatan II yang menggunakan sistem Bola Salju. Artinya peserta Angkatan I mengaplikasikan kepemimpinannya melalui sarana terlaksananya pengembangan spiritual dan kepemimpinan Angkatan II, peserta Angkatan II akan menghasilkan program pengembangan spiritualitas dan kepemimpinan untuk Angkatan III, dan seterusnya.22
Tesis ini menyoroti apa yang dimaksud dengan “kepemimpinan” dalam PPSK, sejauh mana program sudah dilakukan, bagaimana program ini dilaksanakan, bagaimana kepemimpinan dipraktekkan di jemaat-jemaat, dan apakah konsep kepemimpinan transformasional dari Wofford relevan terhadap Program Pengembangan Spiritualitas dan Kepemimpinan GKI Klasis Bojonegoro.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan di atas maka penulis merumuskan masalah yang akan dijawab dalam tesis ini sebagai berikut:
ternyata juga terjadi penyimpangan masa jabatan penatua, di mana penatua yang menjabat seakan-akan menjadi pemilik gereja tersebut. Masa jabatan penatua GKI dapat dilihat di Tata Gereja GKI. 22
Hasil wawancara dengan Ketua Komisi SDM GKI Klasis Bojonegoro, 7 Mei 2009.
MILIK
1. Apa yang dimaksud dengan “Kepemimpinan” dalam Program Pengembangan Spiritual dan Kepemimpinan yang diadakan oleh GKI Klasis Bojonegoro?
2. Bagaimana kepemimpinan itu dipraktekkan di jemaat-jemaat?
3. Apakah konsep Kepemimpinan Transformasional dari Jerry C. Wofford relevan terhadap Program Pengembangan Spiritualitas dan Kepemimpinan GKI Klasis Bojonegoro?
3. Lingkup Penelitian
Tesis ini meneliti Program Pengembangan Spiritualitas Dan Kepemimpinan yang diadakan Badan Pekerja Majelis Klasis GKI Klasis Bojonegoro, terutama Angkatan ke II tahun 2009-2010. Untuk mengetahui implementasinya dalam jemaat, penelitian juga akan dilakukan terhadap beberapa Penatua GKI jemaat setempat di wilayah GKI Klasis Bojonegoro, baik peserta yang mengikuti program PPSK, maupun yang belum mengikuti program tersebut (bukan peserta PPSK).
4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan “Kepemimpinan” dalam Program Pengembangan Spiritual & Kepemimpinan yang diadakan oleh GKI Klasis Bojonegoro dan apa yang melandasi konsep kepemimpinan ini.
MILIK
2. Untuk mengetahui implementasi Program Pengembangan Spiritual & Kepemimpinan yang diadakan oleh GKI Klasis Bojonegoro di jemaat-jemaat GKI wilayah Klasis Bojonegoro.
3. Untuk mengetahui relevansi konsep Kepemimpinan Transformasional dari Wofford terhadap Program Pengembangan Spiritualitas dan Kepemimpinan GKI Klasis Bojonegoro.
5. Metodologi Penelitian23
Untuk mengetahui konsep kepemimpinan khususnya konsep kepemimpinan transformasional sebagai landasan teori dan alat penelitian untuk memahami lebih baik situasi subyek penelitian, penulis melakukan penelitian kepustakaan. Sedangkan untuk melakukan penelitian terhadap Program Pengembangan Spiritualitas dan Kepemimpinan (latar belakang, tujuan, dsb.), terhadap orang-orang yang terlibat, baik panitia maupun peserta, terhadap proses atau pelaksanaan program, konsep, sampai dengan implementasi program dan perkembangannya, penulis melakukan penelitian lapangan.
5.1. Metode Pengumpulan Data / Sumber Data
Sumber-sumber untuk mendapatkan data lapangan maupun konsep kepemimpinan PPSK terdiri dari dua sumber, yaitu sumber utama dan sumber penunjang.
23
Lih. Andreas B. Subagyo, Ph.D., Pengantar Riset Kuantitatif & Kualitatif, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, cetakan pertama, 2004, hlm. 219-231.
MILIK
5.1.1. Sumber-sumber Utama
Sumber-sumber utama didapatkan dari hasil wawancara personil BPMK, Ketua Komisi SDM, panitia, maupun beberapa peserta PPSK GKI Klasis Bojonegoro, dari tulisan-tulisan arsip/file Komisi SDM GKI Klasis Bojonegoro dan panitia PPSK baik notulen-notulen rapat, file perencanaan program, maupun file laporan pelaksanaan PPSK Komisi SDM kepada BPMK GKI Klasis Bojonegoro. Sedangkan bahan kepemimpinan dan evaluasi didapat dari workbook yang dibuat oleh Pembicara PPSK, maupun panitia PPSK, serta tulisan-tulisan kelompok peserta.
5.1.2. Sumber-sumber Penunjang
Sumber-sumber penunjang didapatkan dari tulisan-tulisan di majalah Sukita, bahan persidangan Klasis GKI Bojonegoro, maupun hasil wawancara dengan beberapa orang Penatua GKI di luar peserta PPSK.
5.2. Metode Penelitian
5.2.1. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan meliputi penelitian pustaka terhadap konsep Jerry C Wofford yang melihat beberapa faktor yang membentuk kepemimpinan kristen transformasional sebagai literatur utama, dan tulisan-tulisan dari buku-buku, artikel, majalah-majalah, jurnal-jurnal, internet maupun pustaka tertulis lainnya yang terkait dengan kepemimpinan kristen dan kepemimpinan kristen transformasional.
MILIK
5.2.2. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan meliputi pengumpulan dan analisis data penelitian, di mana penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik penelitian melalui observasi partisipan dan menggunakan wawancara terbuka sifatnya kepada beberapa informan24. Penelitian dilakukan di Jawa Timur, yaitu tempat dilaksanakannya pelatihan PPSK, baik di gereja maupun di tempat penginapan. Waktu yang digunakan untuk penelitian lebih kurang selama satu tahun, dengan tujuan agar dapat lebih memahami gambaran PPSK Angkatan II, yaitu mulai bulan Mei 2009 sampai dengan bulan Juni 2010.
6. Judul
“PROGRAM PENGEMBANGAN SPIRITUALITAS DAN KEPEMIMPINAN GKI KLASIS BOJONEGORO”
(Sebuah Penelitian Pada Program Pengembangan Spiritualitas dan Kepemimpinan GKI Klasis Bojonegoro Dalam Rangka Mencari Kepemimpinan Kristen
Transformasional)
7. Sistematika Penulisan Bab 1. Pendahuluan
24 Wawancara terbuka merupakan tipe wawancara dengan mengajukan pertanyaan untuk ditanggapi, diolah dan diperbaiki, dianalisis. John Mansfor Prior, Meneliti Jemaat: Pedoman Riset Partisipatoris. Jakarta: Grasindo, 1997, hlm.96.
MILIK
(Mencakup: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Lingkup Penelitian, Tujuan Penelitian, Landasan Teori, Metode Penelitian yang digunakan dan Sistematika Penulisan.)
Bab 2. Kepemimpinan Transformasional
(Merupakan uraian tentang teori dan perkembangan kepemimpinan secara umum, dan juga Konsep “Transforming Christian Leadership” dari Jerry C. Wofford, yang menjadi alat bantu penulis untuk memahami kepemimpinan transformasional, dan juga akan dipakai untuk menganalisa data penelitian.)
Bab 3. Konsep Kepemimpinan Dalam Program Pengembangan Spiritualitas dan Kepemimpinan GKI Klasis Bojonegoro
(Merupakan gambaran dan konsep kepemimpinan PPSK GKI Klasis Bojonegoro. Latar belakang munculnya ide PPSK GKI Klasis Bojonegoro, bagaimana membangun proyek itu, apa saja yang sudah dilakukan, apa saja yang menjadi landasan program, dokumen-dokumen apa saja yang mendasari dan apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program.)
Bab 4. Tinjauan Kritis Terhadap Konsep Kepemimpinan PPSK GKI Klasis Bojonegoro
(Merupakan analisis terhadap Konsep Kepemimpinan dalam PPSK GKI Klasis Bojonegoro, serta menganalisa relevansi Kepemimpinan Transformasional dari Wofford terhadap PPSK.)
Bab 5. Kesimpulan Saran.