• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tekankan Pola Pikir Kritis untuk Transformasi Perekonomian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tekankan Pola Pikir Kritis untuk Transformasi Perekonomian"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Tekankan Pola Pikir Kritis

untuk

Transformasi

Perekonomian

UNAIR NEWS – Perekonomian di Indonesia terus bergerak mengikuti perkembangan yang ada. Sejarah perekonomian menunjukkan, terjadi berbagai dinamika ekonomi, mulai dari krisis finansial, kebutuhan hutang, pengambilan kebijakan, hingga kemajuan teknologi yang membawa tantangan tersediri. Menjawab dinamika tersebut, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) menghelat kuliah umum bertajuk Transformasi Perekonomian Indonesia, Rabu (18/10). Hadir sebagai pemateri, Dra. Eva Kusuma Sundari, M.A., M.Dev, Anggota Komisi III DPR RI. Kuliah umum ini membahas napak tilas perekonomian Indonesia yang berkembang hingga saat ini.

Bertempat di Aula Fajar Notonegoro, Wakil Dekan III FEB, Nisful Laila, SE., M.Com, secara personal merasa bangga atas kedatangan Mbak Eva – sapaan akrabnya- sebagai alumnus FEB UNAIR yang hadir untuk berbagai ilmu pengetahuan.

“Kegiatan ini salah satu bentuk ‘Alumni Pulang Kampung’, yaitu kegiatan yang menghadirkan alumni-alumni untuk menginspirasi dan berbagi,” tutur Nisful dalam sambutannya.

Dalam kesempatan itu, Eva mengajak peserta untuk membentuk pola pikir mereka. Terdapat tiga bentuk pola pikir, yakni magical yang cenderung mempercayai takdir, naif yang cebderung menghakimi, serta kritis yang selalu mencari runtut sebab akibat sebuah persoalan.

“Kalau kita memilih untuk berfikir naif, maka kita hanya akan menyalahkan kondisi yang ada. Sedangkan dengan berfikir kritis, maka kita akan mengetahui bagaimana suatu fenomena terjadi,” Jelas Eva yang merupakan alumnus S-1 Ekonomi

(2)

Pembangunan.

Menurut perempuan kelahiran Nganjuk, 8 Oktober 1965 ini, Indonesia belum menjadi negara mandiri, meskipun nilai pendapatan domestik brutonya tinggi, rasio hutang rendah, serta memiliki cadangan devisa tinggi dalam 15 tahun terakhir. Hal ini lantaran belum intensifnya division of labour, yakni nilai dasar tukar negara berkembang dengan basis pertanian lebih kecil dibanding negara industri.

“Dalam berfikir kritis, penyebab ketidakmandirian adalah faktor eksternal, seperti teknologi terbatas infrastruktur yang tidak memadai, serta hak kepemilikan yang terpusat pada negara-negara utara,” tuturnya.

Tak hanya itu, menurut Eva, stabilitas negara memiliki pengaruh dalam meningkatkan perekonomian. Semakin stabil kondisi negara, maka iklim investasi akan tumbuh.

Ke depan, untuk mengantisipasi tren dan dinamika perekonomian, DPR berupaya untuk terus kritis dan update. (*)

Penulis : Siti Nur Umami Editor : Binti Q. Masruroh

Peduli Sesama, Sivitas FEB

Serentak Donorkan Darah

UNAIR NEWS – Saat ini Palang Merah Indonesia (PMI) mengalami

kekurangan satu juta kantong darah. Inilah yang memotivasi Departemen Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga untuk menggalang donor darah, Rabu (20/9), di Aula Fajar

(3)

Notonegoro. Kegiatan tahunan ini mengangkat tema “Share Blood, Share Life, Share Smile”.

Sejak dibuka pukul 08.00 hingga 14.00, lebih dari 200 peserta yang juga sivitas akademika antusias melakukan donor darah. Tak hanya donor darah, para peserta pun juga melakukan cek kesehatan dari Rumah Zakat.

Tidak semua peserta dapat menjadi pendonor. Sehingga, sebelumnya para pendonor harus memenuhi syarat pendonor agar lolos, di antaranya dalam keadaan sehat, berat badan minimal 50 kilogram untuk pengambilan darah 350 cc, tekanan darah normal, kadar hemoglobin lebih dari 12,5 gram per desiliter, bukan pecandu alkohol, tidak bertato, tidak memiliki riwayat penyakit berat, serta tidak dalam kondisi hamil.

Di samping itu, donor darah memiliki berbagai manfaat untuk kesehatan tubuh, seperti melindungi jantung, menurunkan risiko terkena kanker, mencegah penuaan dini, membantu sirkulasi darah, hingga menurunkan kolesterol.

“Kegiatan ini merupakan salah satu dari program kerja Departemen Pengabdian Masyarakat, di mana tujuannya untuk menumbuhkan rasa kepedulian dan menyadarkan terutama mahasiswa untuk terus peduli pada lingkungan sekitar,” jelas Reinthard Xaverius, ketua pelaksana kegiatan donor darah.

Antrian yang panjang tak membuat peserta bosan menunggu, mereka dihibur oleh penampilan akustik grup Macoustic yang juga mahasiswa S-1 Manajemen.

“Kalau aku seneng bisa bantu orang lain, meskipun hanya dengan sekantong darah. Ini bukan kali pertama bagi saya mendonorkan darah, terakhir di Sekolah Menegah Atas (SMA), sehingga terhitung sudah 4 kali mendonorkan darah,” tutur Linda Ayu, mahasiswa S-1 Ekonomi Pembangunan, salah satu pendonor darah. Para pendonor mendapatkan berbagai bingkisan dari PMI dan panitia sebagai bentuk apresiasi kepedulian terhadap sesama.

(4)

Penulis: Siti Nur Umami Editor: Defrina Sukma S

Tantangan

Universitas

Menghadapi Revolusi Industri

4.0

UNAIR NEWS – Apakah universitas masih relevan dan bisa

bertahan hidup ketika dunia terus berubah? Inilah pertanyaan yang mendasari fokus penelitian Badri Munir Sukoco dan mengantarkannya menjadi profesor termuda yang lahir dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga.

Laki-laki kelahiran Lumajang, 11 September 1978 itu, dikukuhkan sebagai profesor bidang Manajemen dengan membawakan orasi ilmiah berjudul “Orkestrasi Kapabilitas Dinamis untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa”.

Tahun 2013 lalu, perusahaan Google mengumumkan bahwa tidak perlu menggunakan ijazah untuk masuk sebagai karyawan Google. Ernst & Young dan beberapa perusahaan lainnya pun menerapkan hal serupa.

Keadaan ini diperkuat dengan kenyataan di lapangan mengenai besaran mahasiswa yang lulus lama. Belum lagi, usai lulus mereka masih susah untuk mencari lapangan kerja. Lantas, masihkah universitas relevan untuk turut andil dalam meningkatkan daya saing bangsa?

“Diakui atau tidak, universitas adalah lembaga yang bisa mencetak creative class. Creative class lah yang menentukan sebuah negara punya daya saing,” ucap Prof Badri.

(5)

Berdasarkan riset yang ia lakukan, saat ini hanya terdapat 7,93 persen creative class di Indonesia. Sementara sesuai prediksi Pricewaterhouse Coopers, Indonesia akan menjadi lima besar negara dengan ekonomi terbaik di dunia jika creative class mencapai 20 persen.

“Creative class dibentuk oleh universitas. Sedangkan universitas kalau ingin menciptakan creative class harus bisa memprediksi kira-kira pekerjaan apa yang akan eksis dalam tahun-tahun ke depan,” ungkap Prof Badri.

Jika melakukan kilas balik pada lima hingga sepuluh tahun lalu, pekerjaan seperti driver online, pengantar makanan online, pengembang aplikasi android, tidak pernah ada sebelumnya. Sebaliknya, pekerjaan-pekerjaan yang dapat digantikan mesin semakin bermunculan.

“Sebentar lagi sepertinya otomasi-otomasi ini akan berlangsung. Profesi seperti akuntan, lawyer (pengacara), dokter, akan banyak pekerjaan yang tereduksi,” imbuh Prof Badri.

Lalu, apa yang harus dilakukan universitas untuk meningkatkan creative class hingga mencapai 20 persen?

“Universitas harus melakukan reorientasi strategi. Selama ini, apa yang dibutuhkan pasar, ya, universitas yang menyediakan. Harusnya universitas juga memproyeksi pekerjaan apa yang kira-kira sepuluh tahun lagi akan banyak diburu,” ujar dosen berprestasi I UNAIR tahun 2015 itu.

Langkah selanjutnya menurut Prof Badri, terdapat tiga proses yang harus dilakukan oleh universitas untuk mengadaptasikan kapabilitasnya melalui sensing, seizing, dan reconfiguring. “Melalui sensing, universitas harus secara konstan melakukan scanning, mencari, dan mengeksplorasi perkembangan teknologi dan perubahan di pasar, baik lokal maupun distant (industri dan global),” ungkapnya.

(6)

K e d u a , t e r k a i t d e n g a n m e m p e r l u a s p e l u a n g ( s e i z e opportunities), universitas dapat berkoordinasi dengan lembaga beasiswa seperti Lembaga Penyandang Dana Pendidikan untuk mengirim generasi muda Indonesia ke luar negeri untuk belajar dengan universitas-universitas terbaik dunia.

“Menempatkan calon-calon dosen baru pada berbagai pusat perkembangan teknologi yang menjadi pioner perkembangan revolusi industri adalah sebuah keharusan,” ucapnya.

Proses ketiga yang harus dilakukan adalah reconfiguring the business enterprise’s intangible and tangible assets.

“Melakukan rekonfigurasi fakultas atau program studi yang ditawarkan agar sesuai dengan perkembangan zaman seperti arahan Presiden Jokowi baru-baru ini,” tambahnya.

“Tentunya, perubahan universitas untuk beradaptasi terkait Revolusi Industri 4.0 tidak bisa berjalan sendiri. Kebijakan pemerintah yang relevan dengan Revolusi Industri 4.0 dengan agility yang tinggi adalah sebuah keharusan agar tidak ketinggalan kereta,” tambahnya. (*)

Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S

Rektor UNAIR Kukuhkan Tiga

Profesor Baru

UNAIR NEWS – Rektor Universitas Airlangga Prof. Dr. Mohammad

Nasih mengukuhkan tiga guru besar baru. Ketiga profesor baru tersebut dikukuhkan pada Sabtu (16/9) di Aula Garuda Mukti Kantor Manajemen UNAIR.

(7)

Ketiga profesor baru tersebut adalah Prof. Badri Munir Sukoco, S.E., MBA., Ph.D (Fakultas Ekonomi dan Bisnis), Prof. Dr. Yosephine Sri Wulan Manuhara, Dra., M.Si (Fakultas Sains dan Teknologi), dan Prof. Dr. Tuti Kusumaningsih, drg., M.Kes (Fakultas Kedokteran Gigi).

Rektor mengatakan, gelar profesor merupakan amanah yang berat. Mereka dituntut untuk melahirkan ilmu-ilmu baru demi kemajuan peradaban. Pandangan-pandangan inovatif tentang keilmuannya diharapkan terus mengalir dan dirasakan kebermanfaatannya oleh masyarakat.

Prof. Badri merupakan Guru Besar FEB aktif ke-22, profesor yang dimiliki UNAIR sejak berdiri ke-463, sekaligus Guru Besar UNAIR PTN Berbadan Hukum (PTN-BH) ke-171. Guru Besar termuda tersebut menyampaikan orasi ilmiah yang berjudul “Orkestrasi Kapabilitas Dinamis untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa”.

Prof. Badri menyampaikan tentang tantangan universitas dalam mencetak creative class. Tantangan ini menyusul dunia yang terus berkembang sedangkan universitas dianggap belum cukup mampu untuk mencetak agen-agen creative class.

“Creative class dibentuk oleh universitas. Sedangkan universitas kalau ingin menciptakan creative class, harus bisa memprediksi kira-kira pekerjaan apa yang akan eksis dalam tahun-tahun ke depan,” ujarnya.

Prof. Manuhara yang merupakan Guru Besar FST aktif ke-9, profesor yang dimiliki UNAIR sejak berdiri ke-464, sekaligus Guru Besar UNAIR PTN-BH ke-172, menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Produksi Biomassa dan Senyawa Bioaktif Tanaman di dalam Bioreaktor: Upaya Memenuhi Kebutuhan Bahan Baku Obat di Indonesia”.

Ia mengatakan, saat ini sekitar 95-96 persen bahan baku obat di Indonesia masih didapat dengan cara impor, terutama dari Tiongkok dan India. Penyebabnya, kedua negara itu telah memproduksi bahan baku di dalam bioreaktor, bukan mengambil

(8)

bahan obat langsung dari alam.

“Saya mulai dengan bioreaktor satu liter untuk dua tanaman yang jadi fokus saya, yaitu ginseng jawa dan sambung nyawa. Dalam hitungan bulan sudah bisa dibuat sama dengan tumbuhan alam yang umurnya 3-4 tahun. Ini tentu teknologi yang harus mulai kita kuasai,” ujarnya.

Manuhara juga mengatakan, pihaknya akan melakukan upaya untuk meningkatkan kapasitas produksi dalam skala yang lebih besar. Keberhasilan penelitian itu diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam memenuhi kebutuhan bahan baku obat di Indonesia.

Profesor ketiga yang dikukuhkan adalah Prof. Tuti. Ia merupakan Guru Besar FKG aktif ke-17, profesor yang dimiliki UNAIR sejak berdiri ke-465, sekaligus Guru Besar UNAIR PTN-BH ke-173. Prof. Tuti menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Oral Antimicrobial Peptides (AMPs) sebagai Model untuk Merancang Antibitika yang Efektif”.

Prof. Tuti mengatakan bahwa rongga mulut merupakan ekosistem yang unik. Hal ini ditandai dengan banyaknya mikroorganisme yang hidup di dalam rongga mulut. Baik mikroorganisme yang merugikan maupun yang menguntungkan.

“Di dalam rongga mulut kita ada antibiotik alami yang fungsinya luar biasa. Ludah kita ini merupakan antibiotik alami,” terangnya.

(9)

Mahasiswa Serap Ilmu tentang

Generasi Milenial Pekerja

UNAIR NEWS – Perusahaan-perusahaan telah bersiap untuk

dipenuhi pekerja yang merupakan kalangan generasi milenial. Di PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero), telah disiapkan sejumlah kebijakan untuk mengadopsi tuntutan perkembangan zaman.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Direktur Human Capital Management PT. PLN (Persero) Muhammad Ali dalam kuliah tamu “Pengembangan Generasi Milenial di PLN”, Selasa (5/9), di Aula Fadjar Notonegoro Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga.

Kuliah tamu kali ini merupakan kolaborasi antara FEB UNAIR, Pusat Pengembangan Karir dan Kewirausahaan, dan PT. PLN (Persero).

Di hadapan ratusan akademisi, Ali menuturkan pihaknya telah menetapkan tahap-tahap rekrutmen sebelum menerima generasi milenial, misalnya tes adaptif PLN. Tujuannya, untuk mengetahui tingkat stress pelamar.

“PLN menyadari perubahan pada generasi sekarang, mulai dari yang tidak bisa lepas dari gadget hingga tingkat kritis yang tinggi. Namun, PLN tidak serta melakukan pelarangan tetapi memberi wadah. Adanya renumerasi dan pengarahan pegawai yang potensial untuk mengikuti komunitas internasional dengan basis aktivitas chatting (percakapan),” terang Ali.

Selain soal generasi milenial pekerja, Ali juga memaparkan tentang kondisi kelistrikan Indonesia. Menurutnya, cadangan listrik di Indonesia masih cukup. Pihaknya mengaku, saat ini ia mulai mengubah pola pikir pasif menjadi aktif.

(10)

mengubah paradigma sebagai penjual listrik. Neraca daya yang dulu defisit dapat menjadi positif karena berbagai efisiensi yang di dukung Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang percepatan pembangunan listrik,” tambahnya.

Di akhir acara, Ali mengajak sivitas akademika UNAIR untuk memecahkan persoalan kelistrikan di Indonesia.

Penulis: Siti Nur Umami Editor: Defrina Sukma S

Mahasiswa

UNAIR

Ikuti

Konferensi Internasional di

Oxford

UNAIR NEWS – Tiga mahasiswa Universitas Airlangga mengikuti

konferensi internasional yang diselenggarakan di Universitas Oxford, Inggris, 16 – 18 Agustus 2017 lalu. Konferensi yang menjadi ajang bertemunya akademisi dari berbagai negara itu diadakan oleh lembaga penelitian Asia Tenggara terbesar di Eropa, European Association for South East Asian Studies (EUROSEAS).

Ketiga mahasiswa itu adalah Dirgandaru G. Waskito (Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/2014), Tamara Meiliana Siswanto (Ilmu Hukum Fakultas Hukum/2014), dan Rinaldi Yoga Tamara (Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis/2013).

Konferensi yang diadakan tiap dua tahun sekali itu diikuti oleh sekitar 500 peserta yang berasal dari berbagai negara di dunia, seperti Inggris, Amerika Serikat, Australia, hingga

(11)

Indonesia. Sebanyak 300 peserta diantaranya adalah sebagai presenter.

Mereka mempresentasikan makalah dengan judul Indonesia’s Urgency on Ratifying The AATHP Agreement: A Long-term Sustainable Resolution Commitment. Makalah itu dipresentasikan pada panel ‘The Politics of Climate Change’.

Dije sapaan akrab Dirgandaru G. Waskito mengatakan, topik yang ia dan tim presentasikan adalah pengaruh lingkungan terhadap pengambilan kebijakan di tingkat domestik dan internasional di Indonesia.

“Kami bertiga memiliki kepedulian pada topik-topik bidang lingkungan. Untuk itu kami mempresentasikan topik itu di sana,” ujar Dije selaku ketua tim.

Mahasiswa Hubungan Internasional itu mengaku senang dapat mengikuti konferensi internasional di Oxford. Selain berbagi pengalaman dengan ratusan akademisi dari puluhan negara, di Oxford ia dapat mengunjungi tempat-tempat yang selama ini hanya bisa lihat di film-film produksi Hollywood.

“Kami bisa melihat gedung-gedung tua seperti benteng dengan usia mencapi ratusan hingga ribuan tahun yang sering digunakan untuk syuting beberapa film Hollywood ternama, seperti Transformers dan Harry Potter,” ungkap mahasiswa yang telah mengikuti ajang internasional sebanyak tiga kali itu.

Sementara Meily sapaan karib Tamara Meiliana Siswanto mengatakan, konferensi internasional ini adalah pertama kali bagi dirinya.

“Bagian pengalaman yang sangat menarik karena bisa presentasi di depan profesor-profesor dari berbagai universitas di seluruh belahan dunia serta dianggap sebagai researcher dari UNAIR,” tuturnya.

(12)

menganggap konferensi kali ini sebagai pengalaman yang tak akan terlupakan. Apalagi dalam konferensi itu, mereka tercatat sebagai pemakalah termuda dari seluruh peserta yang ada.

“Kami adalah satu-satunya presenter yang masih undergraduate dan kami mempresentasikan karya kami di hadapan profesor, asisten profesor, dan mahasiswa S-2 maupun S-3 dari berbagai belahan dunia,” ujar mahasiswa yang pernah mengikuti ASEAN Forum 2014 di National University of Singapore ini. (*)

Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S

Piyu: Musik adalah Penolong

Saya

UNAIR NEWS – Mengawali karir pada tahun 1997, Satriyo Yudi

Wahono yang akrab disapa Piyu masih terus menunjukkan taring bermusiknya. Sampai kini, setiap tahunnya, Piyu yang tenar sebagai penggawa grup musik Padi, berkomitmen untuk menghasilkan karya-karya yang memanjakan penikmat musik.

Di awal tahun 1997, Piyu bersama rekan-rekannya di Padi mulai sukses menggetarkan hati dan telinga para pendengar melalui rilisan album Lain Dunia. Lagu-lagunya, seperti “Mahadewi” dan “Begitu Indah”, tak lekang digerus masa.

Selang empat tahun, pada 2001, album Sesuatu yang Tertunda dirilis. Piyu masih saja berhasil membius pendengar musik melalui rangkaian lirik lagu dan irama musik yang tak kalah ‘menyayat’ benak sanubari. Lagu-lagunya, seperti “Kasih Tak Sampai” dan “Semua Tak Sama”, juga masih indah untuk terus

(13)

dilantunkan hingga kini.

Tiga album selanjutnya, Save My Soul (2003), Padi (2005), dan Tak Hanya Diam (2007), juga berhasil mengorbit dan meramaikan kancah industri musik Indonesia. Di tahun 2011, kompilasi lagu-lagu grup musik Padi menjadi petanda perjalanan musik mereka berakhir.

Berakhirnya kebersamaan bukan berarti karir musik Piyu menemui ujung jalan. Ia justru kian membuktikan bahwa musik adalah jalan hidupnya.

“Buat saya, bermusik adalah salah satu tool atau jembatan yang bisa menjadi jalan hidup saya. Kenapa pengin di musik? Ya, saya nggak tahu, yang jelas saya ingin mencoba saja. Saya harus mencoba sampai entah itu berhasil atau gagal,” tutur musisi berusia 44 tahun itu.

Piyu, yang pernah menjadi mahasiswa S-1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis tahun angkatan 1990, benar. Ia membuktikan bahwa dirinya masih bisa eksis. Prinsipnya, tak berhenti mengeluarkan karya.

“Jadi, saya harus konsisten. Paling tidak, saya harus mengeluarkan karya setiap tahun. Entah itu buku atau film,” tutur penulis biografi “Life, Passion, Dreams, and His Legacy”.

Pada tahun 2014, ia bertanggung jawab sebagai penata musik pada film “Aku Cinta Kamu”. Tahun 2016, ia merilis album Best Cuts of Piyu.

Dalam album terbarunya, Piyu mendaur ulang lagu-lagunya terdahulu untuk dinyanyikan para penyanyi kekinian. Album Best Cuts of Piyu, pada Oktober 2016, mendapatkan penghargaan Triple Platinum setelah berhasil terjual 150ribu kopi.

“Tahun 2017, masih berancang-ancang. Kemarin tanggal 1 (Agustus), saya rilis single (lagu) lagi sama Alex X-Factor.

(14)

Terus saja. Bulan depan project film di SCTV. Terus akhir tahun ini, insya Allah saya produksi film Sesuatu yang Indah. Gitu aja sih prosesnya berkarya,” imbuh Piyu.

Musik adalah penolong

Ia menyadari bahwa musik telah menjadi kegemarannya sejak duduk di bangku sekolah dasar. Ia mulai iseng bermain alat musik bersama kawan-kawannya. Duduk di bangku sekolah menengah pertama, Piyu belajar bermain gitar dan membentuk grup musik di saat dirinya berseragam putih abu-abu.

Sejak bermain gitar itulah, ia mulai belajar menciptakan lagu. Mengarang lirik-lirik puitis dan menggubahnya dengan nada-nada yang pas. Pengalaman pribadi dan daya imajinasi yang kuat menjadi kunci betapa lagu-lagunya masih diminati hingga kini. Karir bermusik lelaki kelahiran 15 Juli 1973 itu tak langsung sukses mengorbit seperti sejak dua dasawarsa lalu. Masuk kuliah di UNAIR pada tahun 1990, Piyu berhasil lulus pada tahun 1996. Sesaat sebelum lulus, Piyu merantau ke Jakarta. Ia bekerja serabutan dengan menjadi teknisi di bengkel.

“Tapi, saya nggak menghasilkan apa-apa. Saya kembali dan menyelesaikan kuliah. Saya selesaikan skripsi baru saya wisuda,” ceritanya.

Selama kuliah, Piyu juga menyibukkan diri dengan menjadi panitia acara-acara musik (event organizer). Di waktu senggang, Piyu menghabiskan waktu dengan teman-teman sebayanya.

Setelah sempat ‘keluar’ dari jalur musik, Piyu akhirnya kembali menekuni hobinya. Ia mulai membentuk grup musik Padi dan menelurkan karya-karya terbaiknya. Konsistensi mengeluarkan karya dan bekerja sesuai minat bakat menjadi prinsip utamanya. Ia berpikir, bagaimana caranya agar dirinya bisa menciptakan musik yang tak gampang dilupakan.

(15)

“Saya seriusin (musik) karena passion saya di sana (musik). Itu berhasil. Musik berhasil memperbaiki hidup saya. Saya nggak mau bikin lagu yang asal ngetop saja,” pungkas Piyu. Dari bermusik lah, ia berhasil membentuk grup musik Padi, lalu menjadi produser yang mengorbitkan nama-nama baru di belantika musik, menjadi penyanyi solo, mengisi latar musik dalam sebuah film maupun sinetron, hingga menulis buku. Semuanya tentang musik.

Jatuh bangun juga pernah ia rasakan. Namun, lagi-lagi, musik berhasil ‘menolong’ hidupnya.

“Musik yang memberi saya nafkah. Musik yang memberi saya rejeki. Ketika saya tinggalkan, alam semesta ini seolah menolak. Banyak sekali kegagalan. Pada saat yang bersamaan juga, musik lah yang menolong saya. Saatnya saya bergerak lagi. Saya reborn (lahir kembali),” kata penulis novel Sesuatu Yang Indah mantap.

Meski bermusik telah memberinya asam manis dalam kehidupan dirinya, Piyu tetap ingin terus berkarya. Ayah tiga anak itu masih ingin membangun sebuah museum musik yang menceritakan tentang perjalanan karir grup musik Padi. Tak berhenti di situ. Gitaris asal Surabaya juga ingin membuat wahana bagi orang-orang yang ingin berkarya di jalur musik.

Kepada generasi muda khususnya mahasiswa UNAIR, Piyu berpesan agar mereka memiliki impian besar. Agar impian terwujud, mereka harus membuat target jangka pendek.

“Kita memang tidak tahu masa depan kita bagaimana, tapi kita punya garis-garis yang menentukan di mana posisi kita sekarang. Oh jadi ketika saya ada di sini, maka masa depan nanti begini. Intinya, kita harus tahu lima tahun ke depan harus jadi apa,” ucap Piyu.

(16)

Mahasiswa

Baru

Dituntut

Meninggalkan Kebiasaan Saat

SMA

UNAIR NEWS – Momen orientasi tentu tidak terlepas dari

pembekalan dan pengenalan universitas, fakultas, hingga jurusan. Tahun ini, Himpunan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan menggelar kegiatan orientasi “Bridging Program” di Aula ABC Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jumat (25/8).

Koordinator Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Tri Haryanto, Ph. D memberikan sambutan hangat kepada para mahasiswa baru. “Saya berharap agar kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa-mahasiswa baru agar mengenal EP (Ekonomi Pembangunan) lebih dalam,” tutur Tri.

Talkshow “Bridging Program” diisi oleh dosen Ekonomi Pembangunan M. Khoerul Mubin, M.Sc, dan Mahasiswa Berprestasi FEB tahun 2015 Oktavia Dewi Rizka Alam. Keduanya berbagi pengalaman ketika masih menjadi mahasiswa ekonomi pembangunan. “Motivasi terbesar saya hingga sampai di titik ini dan mengenyam pendidikan tinggi adalah ibu saya. Ibu saya yang tidak mengenyam pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) membuat saya terus terpacu,” tutur Mubin.

Dosen yang pernah mengenyam studi S-2 Economics di Queen Mary University of London dengan beasiswa LPDP ini pun aktif berorganisasi, kepanitiaan, hingga kegiatan akademik bersama dosen saat di bangku perkuliahan.

Berbeda dengan Mubin, Okta menekankan tentang pentingnya perubahan pola pikir yang harus disesuaikan setelah

(17)

meninggalkan bangku sekolah menengah atas. Pola pikir siswa SMA tentu masih bergantung pada penjelasan guru ketika di kelas, sedangkan mahasiswa dituntut untuk lebih mandiri dan lebih intens dalam berdiskusi sehingga tumbuhlah iklim untuk saling berkomunikasi.

“Saya pribadi sangat menekankan manajemen waktu dan disiplin dengan jadwal. Tidak semua waktu harus digunakan untuk belajar, kita bisa membaginya dengan kegiatan organisasi, mengerjakan tugas di akhir pekan, waktu untuk berbagi dengan teman, dan terpenting adalah me time (waktu sendiri),” tutur Okta.

Di penghujung kegiatan, moderator mulai memandu untuk sesi diskusi yang dibagi dalam dua kelompok besar. Keduanya harus menganalisis dan memberi tanggapan terkait kemiskinan di Indonesia. Hal ini tentu melatih kemampuan dalam menyampaikan pendapat yang dibutuhkan saat proses perkuliahan.

Penulis: Siti Nur Umami Editor: Defrina Sukma S

Robert

James

Bintaryo,

Alumnus Manajemen Jadi Kepala

KDEI Taiwan

UNAIR NEWS – Robert James Bintaryo merupakan alumnus Fakultas

Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga. Kini menjadi Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi (KDEI) Taipei. Ia merupakan lulusan Manajemen tahun 1986.

(18)

SMAN 5 Surabaya pada tahun 1979, pria kelahiran Malang ini sempat gagal masuk UNAIR. Robert kemudian berkuliah di salah satu universitas swasta di Surabaya.

Tahun berikutnya, Robert mencoba lagi mengikuti seleksi masuk UNAIR dan diterima di Jurusan Manajemen yang menjadi pilihan pertamanya.

“Sampai saat ini saya masih hafal nomor identitas mahasiswa saya,” ungkap lelaki kelahiran 2 September 1959 itu bangga. Saat Robert mulai berkuliah, orangtuanya pensiun. Ia dan saudara-saudaranya yang menempuh pendidikan tinggi pada waktu yang sama, harus memahami kondisi keuangan keluarga. Robert yang suka menikmati musik, bersama teman-temannya sering mengadakan acara bermusik untuk mendapatkan uang tambahan. “Sering bikin acara siaran di TVRI. Saya sendiri nggak bisa main musik, tapi teman-teman saya yang main. Jadi, kita punya semacam event organizer musik. Saat itu bisa masuk TVRI itu sudah senang sekali rasanya,” kenangnya.

Skripsinya tentang produk pakan ternak sebuah perusahaan pakan ternak di Jawa Timur mengantarkannya lulus menjadi sarjana ekonomi pada tahun 1986. Setelah lulus, Robert sempat bekerja di perusahaan asuransi di Jakarta. Dua tahun kemudian ia mengikuti seleksi dan lolos menjadi PNS di Kementerian Perindustrian dan Pedagangan (Kemenrindag) pada saat itu.

Dapat Beasiswa Kuliah di Inggris

Saat menjadi PNS di Kemenrindag, Robert mendapatkan beasiswa untuk studi di Inggris selama dua tahun. Robert mengambil Diploma Business Administration di Cardiff Business School, Cardiff, pada tahun pertama dan melanjutkan Master of Business Administration di Hull University, Hull, pada tahun kedua.

(19)

disidangkan beliau. Jadi, saya tidak perlu maju sidang,” paparnya.

Pengalaman bersama TKI

Sebelum memimpin KDEI, Robert telah memiliki banyak pengalaman memimpin. Ia pernah menjadi Atase Perdagangan Belgia/Uni Eropa (2005 – 2009), Kepala Bagian Bantuan Luar Negeri Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Kementerian Perdagangan (2009), Direktur Bahan Pokok dan Barang Strategis Direktorat Jenderal (Ditjen) Perdagangan Dalam Negeri (2014 – 2016), serta Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Ditjen Perdagangan Dalam Negeri (2016).

Berbekal pengalamannya memimpin organisasi, menjadi atase, dan berbaur dengan masyarakat, Robert memimpin KDEI Taipei yang terdiri dari beragam divisi seperti imigrasi, perdagangan, perindustrian, investasi, ketenagakerjaan, serta pelayanan dan perlindungan WNI.

Pelayanan dan perlindungan WNI menjadi tantangan tersendiri bagi Robert. Pasalnya, jumlah Tenaga Kerja Indonesia di Taiwan sendiri pada tahun 2016 telah mencapai 253 ribu atau 1 persen dari total populasi Taiwan, dan ada 5000 pelajar Indonesia di Taiwan.

Sering kali ia terjun langsung ke lapangan untuk memantau para TKI yang bermasalah, mengunjungi TKI yang sakit, mengadakan buka bersama para TKI, hingga bekerjasama dengan pemerintah setempat untuk mengadakan acara hiburan bagi para TKI.

Menurut penghobi renang ini, kunci keberhasilannya adalah mampu menjaga kepercayaan, jejaring, dan mau terjun ke masyarakat.

“Saya punya banyak teman. Tanpa bantuan teman-teman rasanya saya tidak bisa seperti ini. Selain itu juga menjaga kepercayaan yang sudah diberikan,” paparnya.

(20)

Harapan untuk UNAIR

Sebagai alumnus UNAIR, Robert berpesan untuk para mahasiswa dan alumni, agar kita ingat bahwa negara membutuhkan kontribusi kita.

“Perhatikan masyarakat bawah, agar kontribusi kita untuk negara bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” papar Robert. Robert berharap, dengan kualitas pendidikan yang dimiliki UNAIR, serta dukungan para alumni, UNAIR bisa mengejar rangking dunia. “Kita sudah punya tokoh-tokoh yang diperhitungkan. Tinggal kita tingkatkan lagi, dan terus menjaga kualitas,” ungkap Robert.

Kakak dan adik Robert juga alumnus UNAIR. Kakaknya seorang dokter gigi, dan adiknya dokter wanita spesialis bedah tulang pertama di Indonesia, dr. Yvonne Sarah Bintaryo. (*)

Penulis: Inda Karsunawati (alumnus Fisika UNAIR dan kandidat Master Teknobiomedik di National Taiwan University of Science and Technology, reporter Warta UNAIR)

Editor: Defrina Sukma S

Empat Prodi Divisitasi Asesor

AUN-QA

UNAIR NEWS – Sebanyak empat program studi di Universitas

Airlangga akan divisitasi oleh para asesor ASEAN University Networking Quality Assessment (AUN-QA).

(21)

Keempat prodi yang tengah divisitasi adalah Prodi S-1 Ilmu Komunikasi (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik), S-1 Psikologi (Fakultas Psikologi), S-1 Budidaya Perairan (Fakultas Perikanan dan Kelautan), dan S-1 Ekonomi Pembangunan (Fakultas Ekonomi dan Bisnis).

Wakil Rektor I Prof. Djoko Santoso, ketika ditemui usai seremoni pembukaan penilaian asesor AUN-QA Selasa (22/8), mengatakan, pihaknya berharap keempat prodi yang tengah divisitasi asesor bisa melampaui target yang ditetapkan universitas. Keempat prodi tersebut ditarget untuk mendapatkan nilai minimal 4,00 dari skala 7,00.

“Harus nilai 4 dari skala 7. Keterangannya appropriate. Kalau bisa, ya, menuju ke nilai 5. Artinya, lebih dari standar. Kalau menuju 5 berarti siap untuk world class university. Karena ini suatu proses pendidikan yang assessed (dinilai),” tutur Prof. Djoko usai seremoni pembukaan yang dihadiri pimpinan Badan Penjamin Mutu, prodi dan fakultas, serta universitas.

Aspek pembelajaran yang dinilai oleh para asesor AUN-QA antara lain hasil pembelajaran yang diharapkan (expected learning outcomes), struktur dan isi program (programme structure and content), metode pembelajaran (teaching and learning approach), penilaian terhadap mahasiswa (student assessment), dan kualitas staf akademik (academic staff quality).

Prof. Djoko menilai, penilaian yang dilakukan asesor AUN-QA akan membawa dampak berkelanjutan terhadap pengakuan pihak eksternal.

“Jika pihak eksternal mengakui bahwa kualitasnya UNAIR itu layak untuk world class (berkelas dunia), maka dampaknya banyak. Dari aspek human development index (indeks pembangunan manusia), riset, hibah, kompetisi, inovasi, dan kreasi. Banyak sekali dampaknya,” pungkas Guru Besar Fakultas Kedokteran.

(22)

empat prodi akan berlangsung pada tanggal 22–24 Agustus di masing-masing prodi terkait. Para asesor merupakan pengajar senior dari Universitas Malaya dan Universitas Kebangsaan Malaysia, Universitas De La Salle Filiphina, dan National Institution of Development Administration Thailand.

Sampai saat ini, sebanyak sembilan prodi di UNAIR telah mendapatkan penilaian sertifikasi AUN-QA. Kesembilan prodi itu adalah S-1 Pendidikan Dokter, S-1 Ilmu Hukum, S-1 Pendidikan Dokter Hewan, S-1 Pendidikan Apoteker, S-1 Biologi, S-1 Kimia, S-1 Sastra Inggris, S-1 Ilmu Kesehatan Masyarakat, dan S-1 Manajemen.

Wakil Rektor I juga menambahkan, pihaknya telah mempersiapkan prodi-prodi lainnya jenjang S-1 yang telah mendapatkan akreditasi A dua kali berturut-turut untuk divisitasi oleh asesor AUN-QA.

Rencananya, sertifikasi AUN-QA pada prodi jenjang S-1 akan berakhir pada tahun 2020. Selain itu, prodi-prodi yang telah mendapatkan penilaian dari AUN-QA akan divisitasi oleh lembaga akreditasi internasional.

“Mereka yang sudah tersertifikasi AUN akan kita naikkan untuk akreditasi internasional. Tahun ini, bulan November, ada empat prodi dari Fakultas Sains dan Teknologi dan satu prodi Pendidikan Apoteker yang diakreditasi ASIIN (Accreditation A g e n c y f o r D e g r e e P r o g r a m s i n E n g i n e e r i n g , Informatics/Computer Science, the Natural Sciences and Mathematics),” tutur Prof. Djoko.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Dalam hal Pemerintah Daerah belum dapat menyediakan rumah negara dan perlengkapannya serta kendaraan dinas jabatan bagi Pimpinan DPRD sebagaimana

Optimalisa si Pemanfaat an dan Pengemba ngan Jaringan Internet Lingkup Kantor Gubernur Prov.. Kegiatan Penataan pertelekom unikasian

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Palomino dan Martinez (2011) terkait dengan variabel pengendalian personel yaitu memberikan hasil bahwa pelatihan etika

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah : Data tentang keaktifan siswa dan guru tentang model pembelajaran yang

b.Guru memberi tugas rumah kepada siswa untuk mempelajari materi berikutnya dan mengerjakan kegiatan 3.4.1 tentang Evaluasi dampak dari suatu kasus pembangunan di suatu

a. praktek transplantasi organ non vital diperbolehkan menurut hukum Islam, dengan landasan kemaslahatan umat. Selain itu, pertimbangan madharat bagi pendonor tidak perlu

Dan pengaruh Rasio Kesehatan bank terhadap kinerja keuangan Bank Konvensional di Indonesia adalah CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, BOPO

WiMAX-tekniikkaa voitanee käyttää linkkikalustona, mutta Mini-Link-kaluston korvaaminen lienee tarpeellista vain, jos WiMAX-tekniikalla saavutetaan selkeästi tarpeellista etua,