BAB II
PERLINDUNGAN PENGUNGSI DALAM HUKUM INTERNASIONAL I. Tinjauan Umum Tentang Pengungsi
A. Pengertian Pengungsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , Pengungsi berasal dari kata dasar ungsi ( ung·si ) yang artinya pergi menghindarkan (menyingkirkan) diri dari bahaya atau menyelamatkan diri (ke tempat yang dirasa aman). Jadi, kata pengungsi berarti seseorang yang mengungsi dari negara asalnya pergi ke negara lain untuk menyelamatkan diri dan mencari rasa aman.
Dalam ruang lingkup Hukum Internasional terdapat beberapa definisi yang dapat kita temukan berkaitan dengan arti dari Pengungsi, dimulai dari definisi dari Konvensi 1951 dan Protokol 1967 hingga definisi dan pengertian dari para ahli yang memberikan pikiran serta pendapat mereka berkaitan dengan Pengungsi. Pengertian tentang Pengungsi terdapat di dalam Pasal 1 Konvensi 1951 . Menurut pasal tersebut maka “pengungsi” berlaku bagi setiap orang yang :
a. Telah dianggap sebagai pengungsi menurut Perjanjian 12 Mei 1926 dan Perjanjian 30 Juni 1928, atau Konvensi 28 Oktober 1933, Protokol 14 September 1939 atau Konstitusi Organisasi Pengungsi Internasional ;
b. Sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951 serta disebabkan rasa takut yang benar-benar berdasarkan akan persekusi karena alasan-alasan ras, agama , kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau pendapat politik , berada di luar negara asal kewarganegaraannya dan tidak dapat, atau disebabkan rasa takut yang dialami yang bersangkutan tidak mau memanfaatkan perlindungan negara tersebut , atau mereka yang
tidak berkewarganegaraan dan sebagai akibat dari peristiwa tersebut berada di luar negara bekas tempat tinggalnya, semula tidak dapat akan disebabkan rasa ketakutan, tidak bersedia kembali ke negara itu;
c. Dalam hal seseorang yang memiliki lebih dari satu kewarganegaraan, istilah “negara kewarganegaraan-nya” akan berarti masing-masing negara, dimana dia menjadi warga negara, dan seseorang tidak akan dianggap tidak mendapatkan perlindungan negara kewarganegaraannya bila, tanpa adanya alasan yang dapat diterima, didasarkan rasa takut yang benar-benar ia alami tidak memanfaatkan perlindungan salah satu dari negara dimana dia adalah warga negaranya.13
Seseorang baru dapat dikatakan sebagai pengungsi apabila adanya unsur ‘rasa takut yang sangat akan persekusi (penganiayaan) berdasarkan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada salah satu organisasi sosial ataupun karena pendapat politiknya’ dan mereka telah berada di luar wilayah negara dimana mereka bertempat tinggal, karena mereka tidak ingin mendapatkan perlindungan dari negara tersebut. Ini adalah landasan UNHCR untuk menentukan apakah seseorang itu termasuk dalam kategori pengungsi atau tidak.14
• Malcom Proudfoot Pendapat Para Ahli :
Malcom Proudfoot memberikan pengertian pengungsi dengan melihat keadaan para pengungsi akibat Perang Dunia II. Walaupun tidak secara jelas dalam memberikan pengertian tentang pengungsi, pengertiannya yaitu :
13
Sulaiman Hamid, Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional ,(PT Rajagrapindo Persada: Jakarta, 2002) hlm. 138.
14
Achmad Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional , (Sanic Offset, Bandung) , hlm. 22.
“These forced movements, …were the result of the persecution, forcibledeportation, or flight of Jews and political opponents of the authoritarians governments; the transference of ethnic population back to their homeland or to newly created provinces acquired by war or treaty; the arbitatry rearrangement of prewar boundaries of sovereign states; the mass flight of the air and the terror of bombarment from the air and under the threat or pressure of advance or retreat of armies over immense areas of Europe; the forced removal of populations from coastal or defence areas underv military dictation; and the deportation for forced labour to bloster the German war effort‟.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengungsi adalah orang-orang yang terpaksa pindah ke tempat lain akibat adanya penganiayaan, deportasi secara paksa, atau pengusiran orang-orang Yahudi dan perlawanan politik pemerintah yang berkuasa, pengembalian etnik tertentu ke negara asal mereka atau provinsi baru yang timbul akibat perang atau perjanjian, penentuan tapal batas secara sepihak sebelum perang terjadi; perpindahan penduduk sipil secara besar-besaran akibat adanya serangan udara dan adanya tekanan atau ancaman dari para militer di beberapa wilayah Eropa; pindahan secara paksa penduduk dari wilayah pantai atau daerah pertahanan berdasarkan perintah militer, serta pemulangan tenaga kerja paksa untuk ikut dalam perang Jerman.
• Pietro Verri memberikan definisi tentang pengungsi dengan mengutip bunyi pasal 1 United Nations Convention on the Status of Refugees tahun 1951 adalah :
“ applies to many person who has fled the country of his nationality to avoid persecution or the threat of persecution”. Jadi, menurut Pietro Verri pengungsi
adalah orang-orang yang meninggalkan negaranya karena adanya rasa ketakutan akan penyiksaan atau ancaman penyiksaan. Jadi terhadap mereka yang mengungsi masih dalam lingkup wilayah negaranya belum dapat disebut sebagai pengungsi menurut Konvensi Tahun 1951.
Rujukan lain berkaitan dengan batasan pengungsi dapat digunakan definisi yang dibuat oleh The Group of Governmental Experts on International
Co-operation to Avert New Flows of Refugees:15
Pengertian lain tentang pengungsi diartikan sebagai “a person who flees or
is expelled from a country”.
“Refugees defined man-disaster in the following terms :wars, armed conflict, acts of aggression, alien domination , foreign armed intervention , occupation , colonialism , oppressive segregationist and racially supremacist regimes practicing policies of discrimination or persecution, apartheid, violations of expulsions , economic and social factors threatening the physical integrity and survival, structural problems of development; manmade ecological disturbances and serve environmental damages”
16
15
Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, (Sinar Grafika, Jakarta Timur), Hlm. 99.
16
Bryan A. Garner. 1999. Black’s Law Dictionary , Eight Edition, Thomson West, St. Paul Minn. hlm 1285.
Menurut pengertian hukum tersebut, pengungsi merupakan orang yang berada di luar negara asalnya atau tempat tinggal aslinya, mempunyai dasar ketakutan yang sah akan diganggu keselamatannya sebagai akibat dari kesukuannya, agama, kewarganegaraan , keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu atau pendapat politik yang dianutnya, serta tidak mampu dan tidak ingin memperoleh perlindungan bagi dirinya dari negara asal tersebut, ataupun kembali kesana karena kekhawatiran keselamatan dirinya.
B. Sejarah Asal Mula Pengungsi
Pengungsi dan pengungsian telah ada sejak lama di dalam peradaban manusia. Pengungsi telah ada sejak umat manusia mengenal adanya konflik dan peperangan, karena umumnya yang menjadi pengungsi adalah korban dari aksi kekerasan atau mereka yang melarikan diri dari ganasnya perang yang terjadi di wilayahnya atau di negaranya. Para pengungsi biasanya memasuki wilayah atau negara lain untuk mencari tempat yang lebih aman. Jumlah pengungsi yang meningkat tentu dapat menimbulkan gangguan kehidupan sosial, politik, keamanan dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu pengungsi merupakan masalah serius dihadapi oleh masyarakat internasional yang penanggulangannya memerlukan kerjasama masyarakat internasional secara keseluruhan.17
Masyarakat dunia mulai mengenal pengungsi yaitu pada saat terjadinya Perang Dunia I (1914-1918) dimana terjadi perang Balkan (1912-1913) yang mengakibatkan pergolakan-pergolakan di negara-negara tersebut terutama Kekaisaran Russia. Diperkirakan 1-2 juta orang pengungsi meninggalkan wilayah Russia dan menuju ke berbagai negara yang berada di kawasan Eropa atau Asia, Asia Tengah dan Asia Selatan antara tahun 1918 dan 1922 dan juga tahun-tahun selanjutnya.18
17
http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2017/02/080204138%20-%20Nurina%20Sepvika%20(02-10-17-12-42-36).pdf diakses tanggal 9 Mei 2017.
Selama periode Liga Bangsa-Bangsa (1921-1946) berbagai badan dibentuk untuk membantu Komisi Agung Pengungsi, antara lain The Nansen
International Office for Refugees (1931-1938), The Office of the High Commisioner for Refugees Coming From Germany (1933-1938), The Office of
18
https://www.icrc.org/ara/assets/files/other/727_738_jaeger.pdf diakses tanggal 9 Mei 2017.
The High Commisioner of The League of Nations for Refugees (1939-1946), dan Intergovernmental Committee for Refugees (1938-1947).
Catatan sejarah membuktikan, Benua Eropa telah beberapa kali menyaksikan arus besar migrasi kaum tertindas, korban perang, dan masyarakat marjinal lain yang memilih hidup di tanah Eropa. Berikut adalah 3 catatan sejarah migrasi besar-besaran pengungsi perang ke Benua Eropa :
1. Sejarah Perang Dunia ke 2, Pengungsi Yahudi melarikan diri ke berbagai negara Eropa
Sejarah pertama yang tercatat di abad modern tentang penerimaan masyarakat Eropa terhadap gelombang pengungsi terjadi di masa Perang Dunia ke 2. Kala itu ketika Nazi menguasai Jerman dan mulai melebarkan pengaruh dan kekuasaannya ke negara Eropa lainnya, jutaan orang Yahudi harus menjadi Pengungsi dan melakukan migrasi besar-besaran menjauh dari kejaran Nazi. Bahkan dikutip dari CNN, data dari Jewish Virtual Library menunjukkan fakta memilukan, sekitar 6 juta etnis Yahudi di seluruh Eropa tewas di tangan pasukan Nazi.
2. Perang Vietnam, etnis keturunan Indochina menjadi pengungsi di Benua Eropa
Pasca Perang Dunia ke 2 berakhir, catatan masuknya imigran besar-besaran yang terjadi di Benua Eropa muncul ketika Perang Vietnam pada 1955. CNN melansir, catatan yang ditulis oleh Robinson, W Courtland dalam bukunya
Terms of Refugee terbitan Lembaga PBB urusan Pengungsi Dunia (UNHCR) ada
sekitar 46.348 warga Vietnam dalam waktu berdekatan mengungsi di Perancis, sementara 28.916 warga Vietnam lainnya melarikan diri sebagai pengungsi ke
Jerman. Sementara Inggris menampung 24.267 imigran Vietnam, Belanda memberikan kesempatan suaka pada 11.546 imigran. Dan Negara-negara seperti Norwegia, Swiss, Swedia, Denmark serta Belgia menampung sekitar 5.000-10.000 pengungsi akibat Perang Vietnam tersebut.
3. Perang Yugoslavia, konflik di tanah Eropa Timur memaksa ratusan ribu mengungsi muslim Bosnia-Herzegovina melarikan diri ke Eropa Barat.
Sekitar dua dekade lalu, meletusnya Perang Yugoslavia pada 1991 telah membuat ratusan ribu warga etnis muslim Bosnia-Herzegovina melarikan diri dari amukan perang. Sedikitnya ada 1,1 juta penduduk Bosnia yang harus kehilangan tempat tinggal dan kehidupan yang layak di negaranya.
Kala itu, CNN melansir ada 345 ribu pengungsi yang diterima oleh Jerman, Austria ikut menampung 80 ribu pengungsi, dan negara Eropa barat lainnya seperti Swedia, Inggris, Swiss, Belanda, Prancis dan Denmark ikut menampung hampir 60 ribu pengungsi. Perang inilah yang kemudian mencetuskan pendirian negara baru pecahan Yugoslavia yang bernama Makedonia, Slovenia, Kroasia, Bosnia Herzegovina, lalu kemudian menyusul pembentukan negara Serbia, Montenegro dan Kosovo.
Kini sejarah bangsa Eropa dalam menerima arus imigran kembali terulang. Ratusan ribu pengungsi Suriah dan negara konflik di Timur Tengah lainnya melarikan diri berlomba-lomba mencari suaka di Eropa. Menurut data dari UNHCR, hingga September 2015 ini ada sedikitnya 360.000 pengungsi Suriah dan Irak yang menyebrangi laut Mediterania menuju tanah Eropa. (CAL).19
19
http://blog.act.id/3-catatan-sejarah-migrasi-pengungsi-perang-ke-benua-eropa diakses tanggal 9 Mei 2017.
Indonesia, meskipun tidak meratifikasi Konvensi 1951 ataupun Protokol 1967 juga mendapatkan gelombang pengungsi dari beberapa negara yang terdampak konflik karena atas dasar kemanusiaan dan kebiasaan internasional, misalnya saja cerita memilukan dari pengungsi Vietnam yang harus mengungsi keluar dari negara asal mereka Vietnam akibat perang saudara yang terjadi disana. Kisah ini dimulai 19 April 1975, saat pecah perang saudara di Vietnam. Perang yang berlangsung panjang pada akhirnya selalu menyebabkan kesengsaraan. Masyarakat umum yang sering tidak mengerti apa-apa akhirnya yang selalu menjadi korban. Untuk menyelamatkan diri, daripada bertahan di Vietnam. Celakanya, Vietnam bukanlah negara dengan wilayah besar di mana orang bisa dengan leluasa bersembunyi. Mau tidak mau, pilihannya adalah keluar dari Vietnam. Dan yang mengerikan adalah pilihan paling memungkinkan keluar dari Vietnam adalah melalui laut, samudera yang ganas. Mau tidak mau, pilihan itulah yang harus diambil daripada mati konyol oleh tantara Vietkong yang sangat ganas.
Setelah kurang lebih selama satu bulan berlayar mengarungi Samudera, tibalah rombongan pertama dari manusia perahu Vietnam ini pulau Natuna di wilayah kepulauan Riau sekarang pada tanggal 21 Mei 1975. Mereka berjumlah 75 orang menumpang satu buah perahu kayu. Menyusul setelah itu, gelombang para pengungsi Vietnam ini semakin lama semakin banyak hingga akhirnya menjadi permasalahan di beberapa negara tetangga Vietnam, yaitu Malaysia, Thailand dan Indonesia. Perserikatan Bangsa-Bangsa pun kemudian turun tangan. Organisasi PBB yang mengurusi pengungsi UNHCR mengadakan rapat beberapa
negara di Bangkok yang akhirnya menetapkan menjadikan satu pulau di Indonesia untuk dijadikan tempat pengungsian.
Pertanyaannya kemudian, siapa yang mendanai itu semua? Indonesia tentu tidak sanggup ataupun tidak mau membiayai para pengungai yang jumlahnya mencapai 250 ribu orang tersebut. UNHCR yang akhirnya membiayai, tentu saja sumber dananya dari seluruh anggota PBB. Seluruh biaya hidup orang-orang di pengungsian ini ditanggung UNHCR. Makan sehari-hari, pendidikan, hingga kesehatan dijamin oleh lembaga PBB ini. Pokoknya hidup mereka sangatlah enak karena tidak memikirkan kewajiban apapun. Semua sudah ditanggung. Karena enak itulah, kamp pengungsian itu berjalan selama kurang lebih 16 tahun. Setelah perang berakhir pihak UNHCR berniat memulangkan mereka ke Vietnam. Namun ternyata tidak mudah. Para pengungsi yang ingin dipulangkan melakukan protes berbagai hal. Menurut cerita Pak Said, penjaga museum sekarang, mereka menenggelamkan perahu yang sudah dimiliki, bahkan beberapa orang melakukan bunuh diri.20
Jika itu di Indonesia, maka pada masa ini, bisa kita lihat juga pengungsian besar-besaran yang dilakukan oleh masyarakat Suriah karena konflik berkepanjangan yang harus mereka hadapi di negara asal mereka. Tidak ada lagi rasa aman bagi mereka. Ketakutan menjadi ancaman sehari-hari mereka. Per tanggal 31 Maret 2017 dikutip dari Sindonews21
20
, pengungsi Suriah telah menyentuh angka 5 juta orang yang melarikan diri dari perang sipil Suriah menuju Turki, Lebanon, Yordania, Irak, dan Mesir.
http://www.kompasiana.com/akbarzainudin/kisah-pilu-250-000-pengungsi-vietnam-di-batam_55294601f17e6177578b45a1 diakses tanggal 9 Mei 2017.
21
https://international.sindonews.com/read/1193301/43/pengungsi-suriah-capai-lima-juta-orang-1490978418 diakses tanggal 9 Mei 2017.
Para pengungsi yang sebagian besar perempuan dan anak-anak itu mencoba menjauh dari kota Hama yang dikuasai pemberontak. Warga Suriah juga melarikan diri ke Eropa dalam jumlah besar. Sebanyak 884.461 orang mengajukan suaka antara April 2011 dan Oktober 2016.
Hampir dua pertiga pengungsi itu meminta suaka di Jerman atau Swedia. Ratusan ribu orang lainnya tinggal di negara-negara Teluk yang tidak menjadi bagian dari Konvensi Pengungsi 1951 seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA). Dengan demikian, mereka tidak tercatat sebagai pengungsi.
3. Prinsip Penentuan Status Pengungsi
Dalam memberikan status pengungsi kepada seseorang, ia haruslah seorang yang memenuhi kriteria sebagai seorang pengungsi. Status pengungsi merupakan Ketetapan/Declarator yang hanya menyatakan apa yang sebenarnya sudah ada. Ini berbeda dengan Konstitutif yang menciptakan status yang baru. Jadi, dengan kata lain, orang tersebut tidak menjadi pengungsi sebab pengakuan tetapi justru pengakuan diadakan karena dia memang sudah pengungsi.22
Seseorang agar dapat disebut pengungsi kalau telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, misalnya dalam Konvensi 1951, ini berarti status pengungsi itu sudah ada sebelum yang bersangkutan dinyatakan secara formal atau resmi. Oleh karena itu, pengakuan seseorang menjadi pengungsi sebenarnya tidak membuat orang itu menjadi pengungsi tetapi pengakuan hanya menyatakan bahwa dia adalah pengungsi.23
Penetapan seseorang menjadi pengungsi (Status Refugee) sebenarnya merupakan proses yang terjadi dalam dua tahap:
22
http://referensi.elsam.or.id/2014/10/perlindungan-pengungsi-refugee-menurut-hukum-internasional/diakses tanggal 9 Mei 2017.
23
1. Penemuan atau penetapan yang menentukan bahwa dari fakta yang ada memang orang tersebut adalah Refugee.
2. Fakta dihubungkan dengan persyaratan –persyaratan dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Setelah itu, dihubungkan apakah yang bersangkutan memang merupakan pengungsi atau tidak.
Pada awalnya status pengungsi bukanlah bernama pengungsi, mereka adalah pencari suaka, dimana pencari suaka ini adalah orang yang telah mengajukan permohonan untuk mendapatkan perlindungan namun permohonannya sedang dalam proses penentuan. Apabila permohonan seorang pencari suaka itu diterima, maka ia akan disebut sebagai pengungsi, dan ini memberinya hak serta kewajiban sesuai dengan undang-undang negara yang menerimanya.
Penentuan praktis apakah seseorang disebut pengungsi atau tidak, diberikan oleh badan khusus pemerintah di negara yang ia singgahi atau badan PBB untuk pengungsi UNHCR. Persentase permohonan suaka yang diterima sangat beragam dari satu negara ke negara lain, bahkan untuk satu negara yang sama. Setelah menunggu proses selama bertahun-tahun, para pencari suaka yang mendapatkan jawaban negatif tidak dapat dipulangkan ke negara asalnya, yang membuat mereka terlantar. Para pencari suaka yang tidak meninggalkan negara yang disinggahinya biasanya dianggap sebagai imigran tanpa dokumen. Pencari suaka, terutama mereka yang permohonannya tidak diterima, semakin banyak yang ditampung di rumah detensi.
Tentu sangat tidak memungkinkan bagi pencari suaka untuk meninggalkan negeri asal mereka tanpa membawa dokumen yang memadai dan visa. Maka,
banyak pencari suaka terpaksa memilih perjalanan yang mahal dan berbahaya untuk memasuki negara-negara secara tidak wajar di mana mereka dapat memperoleh status pengungsi.
Sering sekali terminologi pencari suaka dan pengungsi menimbulkan kebingungan. Seorang pencari suaka adalah seseorang yang menyebut dirinya sebagai pengungsi, namun permintaan mereka akan perlindungan belum selesai dipertimbangkan.
Tahap-tahap yang harus dilalui oleh pencari suaka untuk mendapatkan status pengungsi:24
A. Registrasi atau pendaftaran terhadap para pencari suaka
Sebelum memulai tahap ini, petugas UNHCR yang ahli dibidangnya memberikan formulir isian dan memberikan semacam briefing mengenai proses yang akan dilakukan ini kepada para pencari suaka. Briefing yang dilakukan adalah ditemani oleh seorang interpreter terpercaya berdasarkan kebutuhan pada saat registrasi, bahasa apakah yang digunakan. Kemudian selanjutnya, para pencari suaka memasuki tahap registrasi. Dalam tahap registrasi ini, para pencari suaka dicatat seluruh detailnya, mulai dari nama, asal, suku, agama, warganegara, bahasa yang digunakan, tanggal keberangkatan dari Negara asal, tempat transit, data keluarga, alasan lari dari negaranya, dan lain sebagainya.
Setelah tahap ini selesai, UNHCR akan memberikan suatu semacam attestation letter, atau suatu surat yang menerangkan bahwa orang tersebut sedang mengikuti proses penentuan status pengungsi. Karena ini masih tahap awal, maka attestation letter yang dikeluarkan adalah asylum seeker certificate. Jangka waktu
24
http://lettredecreance.blogspot.co.id/2013/05/proses-penentuan-status-pengungsi.html diakses tanggal 9 Mei 2017.
sertifikat ini biasanya bervariasi. Untuk mereka yang berkategori minor, wanita, atau orangtua, atau sering kita sebut sebagai golongan rentan (vulnerable), biasanya mereka akan mendapatkan waktu wawancara tahap awal lebih cepat. Jangka waktu sertifikat ini tergantung jangka waktu tahap awal wawancara tersebut. Tetapi untuk golongan yang biasa, mereka biasanya akan mendapatkan sertifikat dengan jangka waktu 2 bulan. Setelah dua bulan, mereka diminta datang kembali ke UNHCR untuk kemudian mendapatkan renewal dari sertifikat yang telah diberikan tersebut beserta mendapatkan kepastian tanggal wawancara tahap awal tersebut. Pemilihan tanggal wawancara juga berdasarkan ketersediaan interpreter yang ada, seperti misalnya apabila interpreter bahasa Belanda hadir pada hari jumat, maka jadwal mereka pun ditempatkan pada hari jumat. Penelitian yang meneliti soal ini, menyatakan bahwa jadwal wawancara yang disusun oleh pihak UNHCR sudah mencapai tahun berikutnya. Jadi bisa saja dia daftar tahun ini, namun mendapatkan jadwal wawancara tahun depannya. Attestation letter yang dikeluarkan oleh UNHCR ini memiliki prinsip non-refoulement, prinsip yang sudah diakui dalam hukum kebiasaan internasional, yaitu suatu negara tidak boleh mengembalikan orang yang diduga sebagai pengungsi ke negara dimana orang tersebut takut akan dipersekusi atau dianiaya.
B. Wawancara (interview)
Wawancara tahap awal atau yang disebut sebagai 1st instance interview adalah wawancara yang dilakukan oleh seorang officer UNHCR untuk menggali lebih dalam mengenai kasus seorang pencari suaka sebelum diberikan rekomendasi untuk diterima atau ditolak kasusnya. Dalam setiap wawancara ini, biasanya mereka ditemani oleh seorang interpreter yang sudah terlatih. Pertanyaan
yang diajukan bersifat detail, dan pihak officer UNHCR sudah menyatakan bahwa segala pernyataan yang diajukan selama proses wawancara bersifat rahasia dan tidak akan ada pihak lain yang tahu kecuali UNHCR sendiri. Sebelum dimulainya wawancara, biasanya para officer sudah mengetahui nomor kasus yang akan dihadapi sekaligus mengadakan riset kecil-kecilan mengenai Negara asal pencari suaka, informasi negaranya, kasus-kasus lain yang serupa dengan alasan pencari suaka tersebut melarikan diri dari negaranya, dan lain sebagainya. Proses wawancara ini biasanya memakan waktu cukup lama. Satu orang pencari suaka biasanya memakan waktu sekitar 4 sampai 5 jam.
C. Penentuan status pengungsi
Proses penentuan status pengungsi atau biasa disebut dengan proses
Refugee Status Determination (RSD), adalah suatu tahap dimana officer yang
telah selesai melakukan wawancara di tahap pertama, bertanggung jawab terhadap penyelesaian kasus tersebut, hingga memberikan laporan dan rekomendasi apakah kasus mereka ditolak ataukah diterima oleh UNHCR. Dalam tahap ini, para
officer ini menulis semacam laporan yang telah ditentukan formatnya oleh
UNHCR pusat di Geneva, dalam bahasa Inggris, yang tebalnya mencapai minimal 10 halaman untuk satu kasus. Ditahap ini, mereka menggali segala informasi yang didapat di tahap wawancara, dari informasi Country of Information (CoI), berita-berita terbaru mengenai daerah konflik dimana pencari suaka tersebut mengaku berasal dari sana, serta pedoman dari UNHCR pusat mengenai berbagai hal tertentu. Selain itu, untuk beberapa kasus tertentu, seringkali para officer ini juga berkorespondensi dengan para officer lainnya dibelahan dunia lainnya yang kebetulan pernah menangani suatu kasus atau pencari suaka tersebut pernah
mencari suaka di negara lainnya. Tugas para officer ini hampir menyerupai tugas seorang hakim. Namun bedanya, Jika seorang hakim untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak harus menggunakan suatu majelis, dan dibantu seorang panitera untuk mencatat putusan, maka untuk officer UNHCR ini, mereka sendirilah yang mengerjakannya mulai dari tahap wawancara, menggali kasus, hingga memberikan rekomendasi dan mengetiknya. Mereka ini terkadang masih harus mengerjakan kasus lainnya yang apabila dihitung-hitung berjumlah sekitar 20 kasus perbulannya.
D. Pemberian Status/Penolakan Kasus
Setelah seorang officer menyelesaikan suatu kasus, maka officer tersebut memberikan rekomendasi kasus tersebut kepada officer yang lebih tinggi untuk dilakukan review ulang. Seringkali diperiksa mulai dari inti kasus tersebut, alasan, dasar pemberian rekomendasi, bahkan hingga grammar dan titik koma penulisan. Ini semua bertujuan untuk menciptakan suatu rekomendasi yang berkualitas.
Setelah direview dan dirasa cukup mendapatkan perbaikan, maka officer yang lebih tinggi ini biasanya memanggil officer yang mengerjakan kasus tersebut untuk mengetahui lebih detail lagi kenapa kasus tersebut sampai diterima atau ditolak. Setelah itu, barulah finalisasi. Bagi mereka yang diterima kasusnya dan dinyatakan layak sebagai pengungsi internasional, maka mereka diberikan status sebagai pengungsi internasional. Pihak UNHCR segera mengabarkan orang tersebut untuk diberikan kabar gembira, dan meminta dia untuk datang ke UNHCR untuk menukar attestation letter mereka yang tadinya asylum seeker
certificate menjadi refugee certificate. Sedangkan bagi mereka yang kasusnya
mempunyai hak untuk mengajukan banding yang jangka waktunya diberikan selama satu bulan.
Permintaan banding diberikan secara tertulis, disertai alasannya. Biasanya para pencari suaka yang ditolak ini kemudian memberikan berbagai fakta baru ataupun cerita lainnya dengan harapan status mereka akan dipikirkan kembali oleh UNHCR. Apabila permintaan banding mereka diterima oleh pihak UNHCR, maka UNHCR akan memberikan jadwal baru untuk mereka datang kembali melakukan interview tambahan atau appeal interview. Namun interview tersebut bukanlah suatu keharusan. Apabila officer yang menangani merasa sudah cukup informasi yang diberikan pada saat pengajuan surat banding, maka hal tersebut sudah tidak perlu dilakukan.
4. Macam-macam Pengungsi
Haryo Mataram dalam Prasetyo Hadi membagi dua macam Refugees ( Pengungsi ) , yaitu Human Rights Refugees dan Humanitarian Refugees :25
a. Human Rights Refugees adalah pengungsi yang (terpaksa) meninggalkan negara atau kampung halamannya karena adanya “fear of being persecuted”, disebabkan masalah ras, agama, kebangsaan, atau keyakinan politik.
b. Humanitarian Refugees adalah pengungsi yang terpaksa meninggalkan negara atau kampung halamannya karena merasa tidak aman disebabkan adanya konflik bersenjata yang berkecamuk dalam negaranya. Pada umumnya, di negara tempat mengungsi.
Achmad Romsan memberikan enam istilah yang berhubungan dengan pengungsi, yaitu:26
25
ArfanEffendi,Konsep Dasar Hukum Pengungsi
Internasionalhttp://www.duniahukum.info/2017/01/hukum-pengungsi-internasional.html?m=0 diakses tanggal 9 Mei 2017.
I. Economic Migrant yang didefinisikan sebagai “person who, in pursuit of employment or a better over all standard of living (that is, motivated by economic considerations), leave their country to take up residence elsewhere”. Economic migrant merupakan seseorang atau
sekelompok orang yang mencari pekerjaan dan harus meninggalkan negaranya dengan pertimbangan aspek ekonomi.
II. Refugee Sur Place yang didefinisikan sebagai “A person who was not
a refugee when she left her country, but who became a refugee at a later date. A person become a refugee sur place due to circumstances arising in her country of origin during her absence”. Refugee sur place merupakan seseorang atau sekelompok orang yang bukan pengungsi
sewaktu berada di negaranya namun kemudian menjadi pengungsi karena keadaan di negara asalnya sewaktu orang atau kelompok orang tersebut tidak berada di negaranya.
III. Statutory Refugees yang didefinisikan sebagai “Person who meet the definitions of international instruments concering refugees prior to the 1951 Convention are usually referred to as statutory refugees”. Statutory refugees merupakan seseorang atau sekelompok orang yang
memenuhi kriteria pengungsi menurut instrumen hukum pengungsi internasional sebelum tahun 1951.
IV. War Refugees (pengungsi perang) yaitu Person compelled to leave their
country of origin as a result of international or national armed conflicts are not normally considered refugees under the 1951 Conventions of 1967
26
http://www.suduthukum.com/2017/02/pengertian-pengungsi-menurut-para-ahli.htmldiakses tanggal 18 Mei 2017.
Protocol. They do, however, have the protection provided for in other international instruments, i. e. the Geneva Convention of 1949, et. al. In the case of forces invasion and subsequent occupation, occupying forces may begin to persecute segments of the populations. In such cases, asylum seekers may meet the conditions of the Convention definition. War refugees ialah
seseorang atau sekelompok orang yang terpaksa meninggalkan negara asalnya akibat pertikaian bersenjata yang bersifat internasional maupun nasional. Pengungsi jenis ini mendapat perlindungan menurut instrumen internasional yang lain, yaitu Konvensi 1951 tentang Pengungsi.
V. Mandate Refugee, istilah ini digunakan untuk menunjuk orang-orang
yang diakui statusnya sebagai pengungsi oleh UNHCR sesuai dengan fungsi, wewenang, atau mandat yang ditetapkan oleh Statuta UNHCR . Pengungsi mandat adalah seseorang yang telah memenuhi persyaratan serta berhasil menempuh beberapa tahapan agar diakui sebagai pengungsi. Oleh karenanya mereka mendapat perlindungan dari PBB dan lembaga internasional lainnya.
VI. Statute Refugee yaitu orang-orang yang berada di dalam wilayah
negara-negara pihak pada Konvensi 1951 yaitu setelah mulainya berlaku Konvensi 1951 atau sejak 22 April 1954 dan Protokol 1967 yang mulai berlaku pada tanggal 4 Oktober 1967 yang status pengungsinya diakui oleh negara-negara pihak berdasarkan kriteria yamg ditetapkan oleh indtrumen-instrumen tersebut.
II. Perlindungan Pengungsi Dalam Hukum Internasional 1. Hukum Pengungsi Internasional
Hukum pengungsi internasional adalah hukum yang relatif baru. Gagasan ini muncul karena adanya kesadaran bahwa masalah pengungsi tidak hanya berhubungan dengan masalah bantuan materi belaka. Permasalahan pengungsi juga harus dihubungkan dengan aspek yuridis.
Untuk menempatkan istilah pengungsi dengan tepat di ranah yuridis, terdapat tiga peristilahan, yaitu suaka, pencari suaka, dan pengungsi. Suaka adalah penganugerahan perlindungan dalam wilayah suatu negara kepada orang-orang dari negara lain yang datang ke negara bersangkutan karena menghindari pengejaran atau bahaya besar. Suaka inilah kemudian menjadikan seorang pencari suaka (ayslum seeker) menjadi pengungsi. Pada draf yang dibuat UNHCR, suaka diartikan sebagai pengakuan secara resmi oleh negara bahwa seseorang adalah pengungsi dan memiliki hak dan kewajiban tertentu.27
Hukum Pengungsi internasional adalah turunan dan salah satu pengaturan hukum internasional. Hukum pengungsi internasional lahir demi menjamin keamanan dan keselamatan pengungsi internasional di negara tujuan mengungsi. Selain memberikan perlindungan di negara tujuan, seorang pengungsi juga dilindungi oleh negara- negara yang dilewatinya dalam perjalanan ke negara tujuan mengungsi. Dalam dunia intemasional yang mengalami perkembangan baik dari segi informasi, teknologi serta juga dalam bidang hukum internasional. Sejumlah instrumen internasional menetapkan dan menjelaskan standar-standar pokok tentang perlakuan terhadap pengungsi. Instrumen yang paling penting
adalah Konvensi PBB tentang Status Pengungsi (1951) dan Protokol tentang Status Pengungsi (1967).28
Hukum pengungsi internasional mengatur bahwa tidak semua orang atau kelompok yang berpindah dari satu wilayah negara ke wilayah negara lainnya dengan serta merta dikategorikan sebagai pengungsi. Banyak dari orang atau kelompok yang berpindah dari negaranya dengan cara illegal. Illegal disini maksudnya dengan menjadi imigran gelap atau memasuki wilayah suatu negara dengan cara yang tidak sesuai dengan aturan hukum internasional.29
Hukum pengungsi selalu dipahami dalam kerangka pengungsi internasional. Di negara-negara maju kajian tentang hukum pengungsi sudah merupakan bahasan yang spesifik. Sejak tahun 1950-an kajian terhadap hukum pengungsi lebih intens terutama pada pembakuan istilah-istilah. Pada kurun 1920 sampai dengan 1950-an , definisi “pengungsi” diterapkan secara parsial dan spesifik per negara atau per kelompok. Untuk membahasnya lebih jelas harus Dalam penelusuran historis pembentukan hukum pengungsi internasional berjalan setahap demi setahap berdasarkan pengalaman-pengalaman pengungsian, terutama di Eropa. Hukum Pengungsi mulai tumbuh di era tahun 1920-an. Pertumbuhan dan perkembangan dari hukum pengungsi, terkait dengan perlakuan terhadap pengungsi yang tadinya hanya sebatas memberikan bantuan humaniter bagi kelangsungan hidupnya saja. Pada perkembangannya kemudian menjadi penyelesaian secara tetap dan berjangka panjang. Sejak tahun 1951 dilakukan pembakuan . Mulai saat itu pulalah pengungsi dalam format universal diakomodir secara universal.
28
Hak Asasi Manusia dan Pengungsi Lembar Fakta No. 20.
29
dimulai dengan pembahasan kerangka induknya yakni hukum Internasional terlebih dahulu.30
Hukum pengungsi didefinisikan sebagai serangkaian aturan yang objeknya adalah pengungsi. Untuk hak tersebut, hukum pengungsi memerlukan batasan atau pengertian dari ‘pengungsi’. Pengertian tersebut merupakan suatu istilah yuridis yang dibedakan dengan tegas dari pengerian atau istilah lainnya. Batasan hukum pengungsi internasional yang pernah dibahas dalam Seminar tentang Pengungsi dan Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional disebutkan bahwa hukum pengungsi internasional merupakan sekumpulan peraturan yang diwujudkan dalam beberapa instrumen-instrumen internasional dan regional yang mengatur tentang standar baku perlakuan terhadap pengungsi. Disebutkan pula bahwa Hukum Pengungsi Internasional merupakan cabang dari Hukum Hak Asasi Manusia.31
2. Perlindungan Hak Asasi Manusia Pengungsi
Pencari suaka dan para pengungsi mempunyai hak atas semua hak dan kebebasan dasar seperti yang tercantum di dalam instrumen hak asasi manusia internasional. Hak Asasi Manusia merupakan hak-hak dasar yang dibawa manusia semenjak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, maka perlu dipahami bahwa Hak Asasi Manusia tersebut tidaklah bersumber dari negara dan hukum, tetapi semata bersumber dari Tuhan sebagai pencipta alam semesta beserta isinya, sehingga hak asasi manusia itu tidak dapat dikurangi ( non-derogable right ). Oleh karena itu, yang diperlukan dari negara dan hukum adalah suatu pengakuan dan
30
Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, (Sinar Grafika, Jakarta Timur), Hlm. 84.
31
jaminan pengakuan dan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut.
Perjuangan untuk memperoleh pengakuan dan jaminan terhadap Hak Asasi Manusia , sepanjang sejarah umat manusia selalu mengalami pasang surut. Puncak keberhasilan perjuangan untuk memperoleh pengakuan dan jaminan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, ditandai dengan lahirnya Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia yang dikenal dengan “ Universal Declaration of Human Rights “ . Semenjak itu, masalah hak asasi betul-betul telah menjadi perhatian dunia, terlebih-lebih sesudah berakhirnya perang dingin, terutama di negara-negara maju.32
Konsep hak asasi manusia hakikatnya merupakan konsep tertib dunia. Tanpa memperhatikan konsep hak asasi manusia, apa yang disebut ketertiban dunia menjadi sia-sia, tujuan hukum, tata hukum beserta ilmu sosial dan iptek lainnya bersama-sama berusaha mengangkat derajat manusia agar lebih sejahtera, aman, tentram, tenang, adil dan makmur. Sehubungan dengan itu, pandangan lama yang menganggap individu bukan subjek hukum Internasional sudah lama ditinggalkan. “… The new law buried the old dogma that the individual is not a
“subject” of its own nationals is a matter of domestic, not international concern. It penetrated the veil of sovereignity. It removed the exclusive identification with his government. It gave the individual a part in International polities and right in international law, independently of his government. It also gave the individual
32
H. Rozali Abdullah dan Syamsir. 2002. Perkembangan HAM dan keberadaan
protectors other thanhis government, indeed protectors and remedies against his government…” ( John Gerard Ruggie, 1983 : 105 ).33
Untuk menjamin hak-hak mereka, hak-hak para pengungsi telah diatur di dalam konvensi-konvensi PBB misalnya saja seperti Konvensi tahun 1954 tentang Orang-Orang tanpa Kewarganegaraan, Konvensi tahun 1961 tentang Pengurangan Keadaan Orang Tanpa Kewarganegaraan , Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan Warga Sipil dalam Waktu Perang serta Deklarasi PBB tahun 1967 tentang Suaka Teritorial dan sebagainya.
Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia , kita ambil contoh di dalam Pasal 3, 4 dan 5. Dalam pasal-pasal tersebut, kita akan menemukan dasar-dasar Hak Asasi Manusia :
Pasal 3
Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu. Jika kita melihat pasal 3 dan kita kaitkan misalnya dengan Pengungsi Suriah, maka kita akan menemukan fakta bahwa para Pengungsi dari Suriah yang akhirnya harus mengungsi tidak mendapatkan kehidupan, kebebasan dan keselamatan di negara mereka, Suriah. Mereka hidup dalam ketakutan dan keselematan hidup serta kebebasan mereka terancam di Suriah. Konflik berkepanjangan yang sungguh menghancurkan segalanya.
Tak terkecuali, para pengungsi. Salah satu Hak Asasi Manusia mendasar yang tidak mereka dapatkan adalah hak atas rasa aman. Para pengungsi berhak atas rasa aman dan nyaman di dalam hidup mereka. Tanpa ancaman yang mengancam kehidupan mereka. Mereka memiliki hak untuk itu.
33
H.A Mahsyur Effendi. 1993. Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan
Pasal 4
Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan; perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti dilarang.
Seperti yang kita ketahui bahwa fakta yang terjadi di Suriah adalah ISIS memperbudak rakyat Suriah dan bahkan wanita sana diperjual belikan layaknya barang dagangan.
Pasal 5
Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dikukum secara tidak manusiawi atau dihina.
Para tawanan ISIS disiksa dengan sangat kejam dan sangat tidak berperikemanusiaan dan tentu saja ini sungguh melanggar semangat Hak Asasi Manusia.
Pencari suaka dan para pengungsi mempunyai hak atas semua hak dan kebebasan dasar seperti disebutkan dalam instrumen hak asasi manusia internasional. Dengan demikian maka perlindungan bagi pengungsi harus dilihat dalam konteks perlindungan hak asasi manusia yang lebih luas.
Pada tahun 1951, lahir sebuah Konvensi yang secara khusus mengatur tentang Pengungsi dan 16 tahun kemudian lahir Protokol 1967 tentang Status Pengungsi sebagai tambahan dari Konvensi PBB tahun 1951 tentang Status Pengungsi. Di dalam Konvensi serta Protokol tersebut telah diuraikan secara jelas apa saja hak-hak yang harus diberikan oleh negara penerima serta juga kewajiban para pengungsi di dalam masa pengungsian-nya di negara penerima.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa pengungsi adalah kelompok manusia yang sangat rentan terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh
para penguasa baik di negara mereka sendiri ataupun di negara mereka mengungsi. Sebagai individu, kelompok masyarakat dan sebagai “manusia” mereka berhak mendapat perlakuan yang manusiawi sebagaimana seorang manusia harusnya diperlakukan. Setiap pengungsi berhak mendapatkan perlindungan baik dalam hukum nasional maupun hukum internasional. Hak-hak yang dimiliki oleh para pengungsi sama dengan hak-hak yang dimiliki oleh warga negara di tempat mereka mencari perlindungan, seperti hak untuk hidup, hak untuk tidak mendapatkan penyiksaan, hak untuk mendapatkan status kewarganegaraan, hak untuk bergerak, hak mendapatkan pendidikan, mendapatkan pekerjaan, mendapatkan pengupahan yang wajar, hak dalam bidang kesehatan, hak untuk menjalankan perintah agama dan pendidikan agama untuk anak-anak mereka, hak untuk tidak dapat disebutkan satu persatu, sejauh hak itu melekat pada diri mereka sebagai individu manusia, maka berlaku juga bagi pengungsi.
Secara garis besar hak-hak yang melekat kepada diri seorang pengungsi adalah hak-hak yang menyangkut hak-hak sipil , politik, ekonomi, sosial dan budaya, yang berlaku untuk semua orang, warganegara, dan juga bukan warganegara. Hak-hak yang disebutkan diatas dirangkum dalam The International
Bill of Human Rights yang terdiri dari Universal Declaration of Human Rights, The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights.
III. Kewajiban dan Hak-Hak Pengungsi 1. Kewajiban Pengungsi
Sejalan dengan hak asasi yang dimiliki oleh pengungsi, para pengungsi juga memiliki kewajiban-kewajiban yang harus mereka penuhi ketika berada di
negara dimana ia melakukan pengungsian. Pengungsi seperti yang telah kita kemukakan diatas, merupakan individu yang sama dengan manusia lainnya. Mereka memiliki Hak Asasi Manusia yang telah melekat dalam diri mereka. Namun, tidak hanya itu yang melekat pada diri para Pengungsi. Para pengungsi selain dilindungi, mereka juga memiliki kewajiban dan hak yang harus mereka lakukan dan mereka dapatkan. Kewajiban-Kewajiban yang harus dipatuhi oleh Pengungsi seperti yang tertulis di dalam Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi ( pasal 2 tentang Kewajiban Umum ) yaitu :
“Tiap pengungsi mempunyai kewajiban-kewajiban pada negara, di mana ia berada, yang mengharuskannya terutama untuk menaati undang-undang serta peraturan-peraturan negara itu dan juga tindakan-tindakan yang diambil untuk memelihara ketertiban umum”.
2. Hak Pengungsi
Pengungsi di dalam pengungsiannya memiliki hak-hak yang melekat di dalam diri mereka yang dijamin oleh Konvensi 1951. Para pengungsi yang melakukan pengungsian di negara yang meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi maupun yang tidak meratifikasinya tetap mendapatkan hak mereka sebab pada dasarnya ini merupakan sebuah kebiasaan Internasional.
Negara-negara pihak akan memberlakukan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi 1951 terhadap para pengungsi termasuk hak-hak yang telah diatur di dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi. Berikut adalah hak-hak yang diperoleh para pengungsi:34
34
Ridwan A. Mantu – Haryo A. Setiaji., "Hak dan Kewajiban Pengungsi di Negara Penerima". (Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, 2015).
1. Mengenai status pribadi para pengungsi diatur sesuai dengan hukum dimana mereka berdomisili. Jika mereka tidak mempunyai domisili, status pribadi mereka diatur olehhukum dimana mereka ditempatkan (place of residence). Hak yang berkaitan dengan perkawinan juga harus diakui oleh negara peserta konvensi dan Protokol (pasal 12). Ini merupakan hak status pribadi.
2. Seorang pengungsi mempunyai hak yang sama dalam hal untuk mempunyai atau memiliki hak milik baik bergerak maupun tidak bergerak dan menyimpannya seperti halnya orang lain dan juga dapat menstransfer assetnya ke negara dimana dia akan menetap (Pasal 13, 14 dan 30). Ini merupakan hak kesempatan atas hak milik.
3. Negara peserta Konvensi harus mengakui kebebasan pengungsi untuk berserikat dengan mendirikan perkumpulan termasuk perkumpulan dagang sepanjang perkumpulan itu bersifat non&profit dan non& politis (Pasal 15 ). Ini merupakan hak berserikat.
4. Apabila ada suatu perkara yang dialami oleh para pengungsi dimana mereka ingin menyelesaikannya melalui badan peradilan, maka dalam hal ini mereka harus dianggap sama dengan warganegara lainnya jadi mereka mempunyai kebebasan untuk mengajukan gugatannya di sidang pengadilan dimana mereka ditempatkan bahkan bila diperlukan mereka harus diberikan bantuan hukum (Pasal 16 ). Ini merupakan hak berperkara di pengadilan.
5. Bagi para pengungsi yang telah ditempatkan secara tetap di suatu negara dan telah diakui menurut hukum, maka mereka mempunyai hak untuk mendapatkan pekerjaan serta mendirikan suatu perusahaan dagang dan pekerjaan bebas lainnya, dimana pekerjaan bebas ini harus sesuai dengan
ketentuan yang telah diakui, seperti tanda sertifikat, gunanya adalah mengetahui keahlian untuk ditempatkan pada suatu pekerjaan yang cocok (pasal 17, 18 dan 19). Ini merupakan hak atas pekerjaan yang menghasilkan.
6. Setiap pengungsi akan mendapat perlakuan yang sama dengan warganegara lainnya atas hak memperoleh pendidikan sekolah dasar. Karenanya, setiap pengungsi berhak pula atas pembebasan biaya pendidikan tertentu termasuk juga hak untuk memperoleh beasiswa(Pasal 22). Ini merupakan hak atas pendidikan dan pengajaran.
7. Setiap pengungsi diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk memilih di daerah atau provinsi mana mereka akan menetap sepanjang pilihan itu masih berada dalam territorial negara dimana ia ditempatkan (Pasal 26). Ini merupakan hak kebebasan bergerak.
8. Setiap pengungsi akan dapat menikmati hak-hak atas kesejahteraan sosial, seperti hak untuk bekerja, perumahan, mendapatkan upah dari pekerjaan yang mereka lakukan .Pasal 20 dan 22). Ini merupakan hak atas kesejahteraan sosial.
9. Setiap pengungsi berhak atas surat-surat identitas dan dokumen perjalanan ke luar dari teritorial negara dimana dia ditempatkan kecuali karena alasan keamanan dan kepentingan umum. Dokumen perjalanan yang dikeluarkan atas perjanjian internasional akan diakui oleh negara peserta konvensi (Pasal 27 dan 28). Ini merupakan hak atas tanda pengenal dan dokumen perjalanan.
10. Dalam hal ini pengungsi telah ditempatkan secara tetap di suatu negara, tidak akan ada dilakukan tindakan pengusiran ke wilayah dimana kehidupannya akan terancam serta tidak akan ada penghukuman terhadap pengungsi yang
masuk secara tidak sah, kecuali jika keamanan nasional menghendaki lain, seperti mereka melakukan kekacauan dimana mereka tinggal (pasal 31,32, dan 33). Ini merupakan hak untuk tidak diusir.