• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang akan digunakan untuk kepentingan atau fasilitas umum seringkali menjadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang akan digunakan untuk kepentingan atau fasilitas umum seringkali menjadi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Pembangunan untuk kepentingan umum sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperbaiki daya saing perekonomian nasional di era globalisasi saat ini, di mana prosesnya sering kali membutuhkan pengadaan tanah. Namun pada kenyataannya pembebasan tanah milik masyarakat yang akan digunakan untuk kepentingan atau fasilitas umum seringkali menjadi hambatan karena tidak terjadi kesepakatan antara masyarakat dan pemerintah mengenai harga pembebasan tanah tersebut.

Pemberian ganti rugi kepada masyarakat yang terkena pembebasan atau pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum sudah diatur sejak tahun 1960, yaitu pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pasal 18 yang berbunyi sebagai berikut: untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang, kemudian pada Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada Di Atasnya, pasal 3 ayat 1 butir b disebutkan bahwa besarnya ganti rugi ditentukan oleh Panitia Penaksir yang anggotanya terdiri dari pejabat-pejabat yang ahli, misalnya dari Jawatan Pendaftaran Tanah, Pajak, Pekerjaan Umum dan lain sebagainya.

Pada tahun 1993 terbit Keputusan Presiden Nomor 55 (Keppres No. 55/1993) tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan

(2)

Umum, di mana pada pasal 15 dasar dan cara perhitungan ganti rugi ditetapkan atas dasar.

1. Harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya, dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan yang terkait untuk tanah yang bersangkutan.

2. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di bidang bangunan.

3. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di bidang pertanian.

Pada tahun 2005 Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum kemudian dirubah dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, di mana dalam Perpres tersebut dijelaskan bahwa pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Pada tahun 2012 tepatnya tanggal 14 Januari 2012 telah disahkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang kemudian disusul dengan terbitnya Peraturan Presiden nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum serta Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 5 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan Tanah.

(3)

Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Sementara pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 yang dimaksud dengan ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah (pasal 1 angka 10) dan besarnya nilai ganti kerugian adalah berdasarkan hasil penilaian Penilai (Pasal 34 ayat (2)). Sedangkan pada pasal (33) disebutkan bahwa ”Penilaian besarnya ganti kerugian oleh Penilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (1) dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi: 1. tanah; 2. ruang atas tanah dan bawah tanah; 3. bangunan; 4. tanaman; 5. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau 6. kerugian lain yang dapat dinilai.

1.1.1 Perumusan masalah

Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sering kali terhambat karena tidak terjadinya kesepakatan atas besarnya ganti kerugian yang diberikan pemerintah kepada pemilik tanah yang terkena rencana pengadaan tanah. Di satu sisi masyarakat merasa pemerintah terlalu rendah dalam memberikan ganti kerugian dan belum sepenuhnya mengganti semua kerugian atas pencabutan haknya sebagai pemegang hak atas tanah tersebut. Di sisi lain pemerintah merasa telah menjalankan pengadaan tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat itu.

(4)

pembangunan untuk kepentingan umum diterbitkan dengan harapan pemerintah dapat memenuhi penyediaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan masyarakat yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum bisa menerima besarnya ganti kerugian yang diberikan pemerintah karena ganti kerugian tersebut sudah memperhitungkan semua kerugian atas pencabutan hak atas tanahnya. Untuk itu perlu dilakukan analisis besarnya nilai ganti kerugian dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, sehingga diperoleh nilai ganti kerugian yang layak dan adil .

1.2 Keaslian Penelitian

Di Indonesia penelitian mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum sudah banyak dilakukan. Suartina (2008) membahas batasan substansi ”kepentingan umum” dimana salah satu permasalahan dalam peraturan perundang-undanganan pertanahan di Indonesia adalah masih adanya multi inteprestasi atas pengertian kepentingan umum.

Marlijanto (2010) melakukan penelitian mengenai mekanisme konsinyasi ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Adapun hasil penelitiannya adalah: 1. mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk jalan tol Semarang – Solo di Kabupaten Semarang disebabkan karena tidak ada titik temu, sehingga proses pengadilan yang bisa menyelesaikan; 2. hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk jalan tol Semarang – Solo adalah tidak terjadinya kesepakatan besarnya ganti rugi antara masyarakat dengan panitia pengadaan tanah karena keterbatasan dana dari Pemerintah; 3. Proses pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Semarang – Solo ini sesuai

(5)

dengan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007. Pemegang Hak atas tanah menganggap bahwa ganti rugi yang ditawarkan kepada mereka tidak sesuai dengan harga pasar setempat (umum). Adapun pengaruh yang ditimbulkan terhadap pemilik hak atas tanah yang terkena rencana pengadaan tanah, diantaranya sebagai berikut: a) turunnya harga tanah; b) menghambat pertumbuhan ekonomi warga; dan c) hilangnya rasa nyaman.

Haryanti (2007) melakukan penelitian di Kabupaten Wonogiri tentang pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum bagi pembangunan jalan lintas Selatan di Kabupaten Wonogiri, bentuk dan dasar perhitungan ganti rugi, hambatan-hambatan yang dihadapi, dampak yang terjadi bagi masyarakat yang terkena proyek pembangunan jalan lintas tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengadaan tanah dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. pelaksanaan musyawarah mufakat agar tercapai kesepakatan; 2. penetapan ganti kerugian berdasarkah harga dasar tanah setempat; 3. pembayaran ganti kerugian dibayarkan secara langsung dan tunai kepada yang berhak; 4. hambatan-hambatan yang timbul dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan lintas Selatan Wonogiri adalah harga tanah harus sama tidak ada perbedaan.

Riko (2010) meneliti pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam hubungannya dengan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan pada pembangunan jalan tol trans jawa di Kabupaten Tegal, hasil penelitian memperlihatkan bahwa pelaksanaan pembangunan jalan tol trans jawa di Kabupaten Tegal mengalami keterlambatan, prosesnya baru pemasangan patok dan pengukuran. Dalam hal penentuan ganti rugi memalui musyawarah juga belum terjadi kesepakatan mengenai nilai ganti rugi tanah yang akan diterima masyarakat yang terkena rencana

(6)

jalan tol.

Lesmana (2011) melakukan penelitian pengadaan tanah pada normalisasi Sungai Krukut, Jakarta dengan tujuan utama untuk mengetahui besarnya dana ganti rugi yang diharapkan masyarakat. Responden merupakan masyarakat yang terkena dampak dari normalisasi dan metoda yang digunakan yaitu metoda skala semantik untuk mengkaji persepsi masyarakat, Willingness to Accept (WTA) untuk mengestimasi nilai ganti rugi, dan regresi linier berganda untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA. Adapun hasil penelitiannya adalah nilai ganti rugi (WTA) yang bersedia diterima masyarakat untuk tanah dan bangunannya sebesar Rp2.110.000 per m2. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut adalah luas lahan, jarak tempat tinggal

dengan sungai, pendidikan, status kepemilikan lahan, dan jenis bangunan.

Alias dan Daud (2006) melakukan penelitian di Malaysia dengan tujuan untuk menilai apakah kerangka kompensasi pembebasan lahan sebagaimana diatur dalam daftar petama Undang-Undang Pembebasan Lahan tahun 1960 dan aturan lain yang terkait efektif dan memadai dalam melindungi pemilik tanah dari kepentingan dan kerugian. Populasi penelitian adalah penilai dalam organisasi penilai publik dan swasta dengan komposisi 33 persen memiliki pengalaman melakukan penilaian pengadaan tanah antara 11 – 100 kasus, 50 persen adalah manager atau assisten manager penilai dan 13 persen akademisi dalam manajemen real estate serta 4 persen sebagai rekan. Hasil penelitian 87 persen setuju selain pembebasan lahan wajib dengan menggunakan Undang-Undang tahun 1960 Pemerintah memiliki cara lain untuk mendapatkan lahan untuk pembangunan, hanya 13 persen yang berpendapat bahwa pembebasan lahan wajib adalah satu-satunya cara. Tahapan pembebasan tanah yang paling banyak ditentang adalah tahapan pemberian kompensasi atau ganti rugi karena tidak sesuai

(7)

atau terlalu rendah dibanding tuntutan masyarakat. Hasil lain 84 persen responden menyatakan bahwa kompensasi yang memadai sebagimana dimaksud dalam UU No. 1960 belum diberikan, 13 persen tidak yakin dan 3 persen sudah diberikan.

Belej dan Walacik (2008) melakukan penelitian pembebasan tanah untuk kepentingan umum (public purpose) di Polandia dengan mengambil contoh pembangunan jalan umum di Provinsi Warmia dan Mazury yang merupakan provinsi terbesar ke empat di Polandia. Hasil penelitian bahwa pembebasan lahan tidak berjalan lancar karena ada perbedaan harga yang cukup besar (lebih kurang dua kali lipat) yang diajukan oleh pemilik lahan dan pemerintah, dimana pemilik lahan menuntut kompensasi yang adil yang meliputi semua komponen yang terdiri dari ( nilai pasar + Jumlah kemungkinan kenaikkan harga tanah + kompensasi atas biaya mendapatkan tanah yang baru + Biaya pembelian tanah baru + biaya-biaya lainnya) sedangkan undang-undang Polandia hanya membarikan kompensasi sebesar nilai pasar. Kemudian ditempuh prosedur pencabutan hak namun mendapatkan perlawanan dari pemilik tanah hingga 2 (dua) tahun lebih proses ini belum selesai.

Todd dan McDonagh (2011) melakukan penelitian pada negara-negara persemakmuran yang telah memiliki undang-undang pengadaan tanah untuk meneliti apakah pada undang-undang tersebut selain memberikan ganti kerugian sesuai nilai pasar juga pembayaran premium atau solatium, yaitu ganti kerugian karena terhina, hilang rasa nyaman dan sebagai pelipur lara. Adapun hasil penelitian adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Penelitian ini mengambil kasus rencana pengadaan tanah di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah seluas lebih kurang 8,1 Hektar yang akan digunakan untuk Baffer Zone Terminal Bahan Bakar

(8)

Minyak Tegal. Penelitian ini mencoba menghitung perkiraan nilai ganti kerugian yang harus diberikan kepada masyarakat yang tekena pengadaan tanah sesuai dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2012 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang relevan, yaitu Peraturan Presiden nomor 71 tahun 2012 dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 5 tahun 2012.

Tabel 1.1 Pembayaran Kerugian Emosional (Solatium) Di Berbagai Negara Yuridiksi Pembayaran Premiun atau Solatium New Zealand Ya, $2.000 untuk akuisisi tempat tinggal

Australia (federal) Ya, $10.000 (diindeks terhadap inflasi sejak 1989) untuk akuisisi tempat tinggal

Northern Territory Ya, untuk akuisisi tempat tinggal - kuantum tidak ditetapkan

Australia Barat Ya, hingga 10 persen dari nilai pasar South Australia Tidak ada

Victoria Ya, Sampai dengan 10 persen dari nilai pasar

Tasmania Tidak ada

ACT Ya, $ 15,000 (diindeks terhadap inflasi sejak tahun 1994) untuk akuisisi tempat tinggal

NSW Ya, sampai $ 15.000 untuk akuisisi tempat tinggal dengan ketentuan untuk penyetelan

Queensland Tidak ada

Kanada (Federal) Tidak ada Wilayah Northwest Tidak ada

Yukon Tidak ada

Otario Ya, 5 persen dari nilai pasar untuk akuisisi tempat tinggal Nova Scotia Tidak ada

Newfoundland Tidak ada Prince Edward Island Tidak ada

British Columbia Ya, 5 persen dari nilai pasar untuk akuisisi tempat tinggal di mana penuntut memenuhi ambang pendapatan

Manitoba Ya, 5 persen dari nilai pasar untuk akuisisi tempat tinggal Alberta

parsial, 5 persen dari nilai pasar untuk menutupi biaya gangguan atau biaya yang sebenarnya jika lebih besar dari 5 persen

Saskatchewan Tidak ada New Brunswick

Ya, 5 persen dari nilai pasar untuk akuisisi tempat tinggal ditambah 5 persen jika Pemilik diwajibkan untuk

menyerahkan kepemilikan fisik

Quebec Tidak ada

(9)

keuntungan bagi pertanian akuisisi lahan jika penerima terus bertani di tempat lain

USA Tidak ada

India Ya, 30 persen dari nilai pasar

Pakistan Ya, 15 – 25 persen tergantung pada siapa yang memperoleh Hongkong Ada - dalam undang-undang - tetapi pembayaran ex gratia

dibuat

Cina Tidak ada dasar non-pasar yang sangat berbeda dari kompensasi

Sumber : Mike Todd And John McDonagh, Solatium Payments For Public Works-An International Comparison

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Peraturan perundang-undangan tentang pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum telah terbit, yaitu Undang-Undang nomor 2 tahun 2012, Peraturan Presiden nomor 71 tahun 2012 dan Peraturan Kepala BPN RI nomor 5 tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkiraan nilai ganti kerugian pada proses pengadaan tanah yang dilakukan di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut.

1.3.2 Manfaat penelitian

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan kegunaan/manfaat sebagai berikut:

1. memberikan sumbangan pemikiran pada ilmu penilaian terutama penilaian untuk tujuan perhitungan besarnya ganti kerugian pada pengadaan tanah dalam rangka pembangunan untuk kepentingan umum;

2. memberikan sumbangan pemikiran kepada para pihak yang terlibat dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam hal menentukan besarnya ganti

(10)

kerugian yang akan diberikan kepada warga masyarakat yang terkena pembebasan lahan untuk meminimalkan keberatan atau bahkan tuntutan dari warga masyarakat dimaksud;

3. sebagai referensi untuk penelitian yang akan datang dengan kajian yang lebih mendalam.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini terdiri dari 4 (empat) bab dimana gambaran umum tiap-tiap bab adalah sebagai berikut: Bab I merupakan pengantar berisi latar belakang, keaslian penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II membahas tentang dasar hukum pengadaan tanah untuk kepentingan umum, pengadaan tanah untuk kepentingan umum di beberapa negara, landasan teori yang mencakup standar operasional prosedur pengadaan tanah, panduan penerapan penilaian Indonesia, proses penilaian, pendekatan penilaian dan alat analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian. Bab III berisi uraian tentang gambaran lokasi penelitian, definisi dari istilah yang digunakan, cara penelitian dan hasil penelitian. Bab IV merupakan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan terhadap permasalahan serta saran-saran dari penulis untuk penelitian yang akan datang.

Gambar

Tabel 1.1  Pembayaran Kerugian Emosional (Solatium) Di Berbagai Negara  Yuridiksi  Pembayaran Premiun atau Solatium  New Zealand   Ya, $2.000 untuk akuisisi tempat tinggal

Referensi

Dokumen terkait

Masalah dalam penelitian sebelumnya yaitu tidak ada nya kata terjemahan dari hasil translasi menggunakan MRD Cambridge Dictionary dikarenakan bentuk kata dari noun

Pelayanan dasar sendiri merupakan pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara yang meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan tata ruang, perumahan

Tingginya perban- dingan % radioaktivitas pada sistim ekskresi (ginjal dan kandung kemih) terhadap organ organ lain menunjukkan sifat farmakokinetika yang

Penyebaran industri mutiara ini semakin meluas hampir keseluruh wilayah Indonesia, tidak hanya terbatas pada daerah yang merupakan habitat asli kerang mutiara tersebut, tetapi

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja merupakan suatu sikap optimis yang mengharapkan adanya hasil perbandingan antara output dengan input yang

Hal yang terjadi pada kebanyakan pengguna komputer dalam membuat dan mengedit dokumen serta berinteraksi dengan komputer lebih cepat dan nyaman dengan menggunakan

Di dalam kondisi seperti ini masyara- kat satu sama lain tidak ada batas di antara mereka, kepala desa ikut bergabung dan tidak membatasi diri dengan warga yang lain,

KPP MADYA PALEMBANG KPP PRATAMA PALEMBANG ILIR TIMUR 57 013084496-.. 301.001 BANK CENTRAL