• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN D]REKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LANTAI 12 S.D 17 TEL. : , , ,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEMENTERIAN PERHUBUNGAN D]REKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LANTAI 12 S.D 17 TEL. : , , ,"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN

PERHUBUNGAN

D]REKTORAT

JENDERAL PERHUBUNGAN

LAUT

GEDUNG

KARYA

LANTAI

12

S.D

17

JL. MEDAN MERDEKA BARAT NO.8

JAKARTA- 10110 TEL. : 3811308, 3505006, 3813269, 3447017 3842440 Pst. : 4213, 4227, 4209, 4135 TLX. : 384,1492,3458540 FAX. : 381'1786, 3845430,3507576

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

NoMoR

:

NV. gr /

,/

tl t

Vc?t_r9

TENTANG

PEMBERLAKUAN STANDART OPERASIONAL PROSE DUR

YESSEZ TRAFFIC SERYICE UTq BANJARMASIN

DIREKTUR JENDERAL PERIIUBUNGAN LAUT

Menimbang:

a

fH:#"*

;tfff*#*",J#""

HT:xT,.*".Si:

perlindungan lingkungan

maritim

pacia

lalrr

linras

laut

di

wilayah

kerja

Vesse/ Traffic Seruice (VTS)

Banjarmasin

diperlukan Standart

Operasional Prosedur sebagai pedoman pemberlakuannya;

b.

bahwa

berdasarkan pertimbangan

sebagaimana

dimaksud

dalam

huruf a, perlu

menltapkan

Keptrtusan

Direkttrr,lenrieral

perhrrbrrnqan Larrl

tentang

Pemberlakuan

StanCart

Operasional Prosedur Vessel Traffi.c Seruice (ViIq Banjarmasin;

Mengingat

: 1.

undang

-

undang

Nomor 17

Tahun

2oog tentang Pelayaran (Lembaran Negara

Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 48agl;

2.

Peraturan pemerintah Nomor

51 Tahun

2OO2

tentang

Perkapalan (Lembaran Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2OO2

Nomor

95,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a2271;

3.

Peraturan peme.ntah Nomor

61 Tahun

2oog tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik

Indonesia

Tahun

2010

Nomor

151,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070);

14. Peraturan...

(2)

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2OIO Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5093);

5.

Keputusan Presiden Nomor 65

Tahun

1980 tentang

Pengesahan

Internasional

Conuentional

for

The

Safetg of Ltfe at Sea, 7974;

Peraturan Presiden Nomor

7

Tahun

2Ol5

tentang

Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

Peraturan Presiden Nomor

40 Tahun

2015 tentang

Kementerian Perhubungan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75);

Keputusan Menteri Perhubungan

Nomor

t73l

AL.401/PHB-84 tentang berlakunya The IALA

Maitime

Bouyage

System

for

Region-A Dalam

Tatanan

Sarana

Bantu

Navigasi

Pelavaran

di

Indonesia;

Peraturan

Menteri

Perhubungan

Nomor

KM.60

Tahun

2O1O

tentang

Organisasi

dan

Tata

Kerja

Kementerian Perhubungan

sebagaimana

telah diubah terakhir dengan PM 68 Tahun 2OL3;

10.

Peraturan Menteri

Perhubungan

Nomor

PM

26

Tahun 2OLL tentang Telekomunikasi Pelayaran;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIIUBUNGAN

LAUT

TENTANG

PEMBERLAKUAN

STANDART

OPERASIONAL

PROSEDUR

YESSEI,

TRA.PffC sER vrcE

ff r

fl

BANiaRrvrAsII{

4.

6.

8.

(3)

1.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :

Pasal 1

Standart

Operasional Prosedur Vessel

Traffic

Seruice

U?S)

Banjarmasin adalah panduan operasional bagi personil VTS dalam melaksanakan tugas sesuai dengan

instruksi

maupun arahan yang

diterbitkan

oleh perwakilan Direktbrat Jenderal Perhubungan Laut yang berwewenang.

Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Laut. Vessel Traffie Serwces (VTS) adalah pelayanan

lalu lintas

kapal

di wilayah yang ditetapkan yang saling terintegrasi

dan

dilaksanakan

oleh

pihak

yang

yang

berwenang

(Menteri

Perhubungan) serta

dirancang

untuk

meningkatkan

keselamatan

kapal,

efisiensi

bernavigasi

dan

menjaga lingkungan,

yang

memiliki

kemampuan

untuk

berinteraksi

dan

menanggapi

situasi

perkembangan lalu

lintas kapal di wilayah VTS dengan menggunakan sarana perangkat radio dan elektronika pelayaran.

BAB II RUANG LINGKUP

Pasal 2

(1)

Kaiegori

Pelayaran

di

wilayah

kerja

Vessel TraJfic Seruice (VTS)

Banjarmasin:

a.

pelayaran masuk menuju pelabuhan;

b.

pelayaran keluar pelabuhan;

c.

pelayaran melintas; dan

d.

pelayaran lalu lalang di dalam wilayah Vessel Tralfic Seruice WS).

(21 Ship Reporting Sgstem

(3)

Standart

Operasional

Prosedur Vessel Traffi.c Seruice WS)

Banjarmasin berlaku

untuk

wilayah operasional meliputi :

a.

1 (satu) pelabuhan umum yaitu Pelabuhan Banjarmasin;

b.

wilayah Pantai atau Coastalyangterdiri batas lokasi

yaitu

:

1)

batas barat

dan

selatan adalah

garis

dari

titik

acuan

koordinat (3'28'S

;

113"48T) sampai

titik

acuan

koordinat

(4"10'S

;

114"36T);

2)

batas

utara

adalah garis

pantai

pulau

Kalimantan

dan

tepi sungai Barito;

/2)'batas.

2. 3.

(4)

3)

batas

timur

adalah garis pantai pulau Kalimantan;

(4)

Standart

Operasional Prosedur Vessel

Traffic

Seruice

UT:S)

Banjarmasin berlaku

untuk

Kapal

yang

berlayar

di

wilayah operasional Banjarmasin, sebagai berikut:

a.

kapal dengan bobot 300 GT atau lebih;

b.

kapal penumpang Sarfety Of Life At Sea (SOLAS);

c.

kapal

dengan panjang

30

meter

atau lebih atau

yang

sedang

menarik

atau

mendorong dengan kombinasi panjang

30

meter atau lebih;

d.

kapal segala

ukuran

yang sedang"membawa barang yang masuk dalam salah satu kategori berikut

ini

:

1)

barang yang diklasifikasikan

berbahaya

pada

aturan

IMDG (International M aritime Dang erou s G oods );

2)

bahan yang

diklasifikasikan

pada

Bab LT

aturan

IBC

(International Code

for

tte

Constructioru and Equipment

for

Ship Carrying Dangerous Chemicals in

Bulk)dan

Bab 19 aturan /GC (International Code

for

the Construction and Equipment

for

Ship Carrying Liquefied Gasses

in

Bulk);

3)

minyak sesuai delinisi pada Marpol Annex I;

4)

bahan beracun sesuai definisi pada Marpol Annex II;

5)

bahan merusak sesuai definisi pada Marpol Annex III;

6)

bahan radioaktif yang dinyatakan pada aturan pengangkutan yang aman bagi /iVF (Irradiated Nuclear Fuel); dan

e.

kapal segala ukuran yang seciang melaksanakan pelayaran dalam

kategori pelayaran operasi khusus.

(5) Standart Operasional Prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

yang tercantum

dalam

Lampiran peraturan

ini dan

merupakan

bagian

yang

tidak terpisahkan.

BAB III

PEI\ryELENGGARAAN VTS BANJARMASI N

Pasal 3

Direktur

Jenderal

selaku

Otoritas Nasional (National

Competent

Authoritg

-

NCAI bertanggung jawab terhadap keselamatan dan elisiensi

lalu lintas

pelayaran,

serta

perlindungan

lingkungan

laut

di

tingkat

Nasional.

Pasal 4

Otoritas

Nasional sebagaimana dimaksud

dglam

Pasal

3

berwenang menetapkan

Distrik

Navigasi sebagai penanggungjawab

suatu

stasiun

Vessel TraJftc Seruice (VTS)

(5)

Pasal 5

(1)

Stasiun

Vessel

Tralfic

Seruice

(I/IS)

dikelola

oteh

personel yang

terdiri dari

atas

1

(satu) orang VTS Manager,

I

(satu) orang atau lebih VTS Supervisor, dan 1 (satu) orang atau lebih VTS Operator.

(2) Personel

dalam

suatu stasiun

Vessel

Traffic

Seruice (VTS) harus memenuhi persyaratan pendidikan, keterampilan, dan kesehatan. (3)VTS Manager

ditunjuk

oleh pemegang

otoritas

stasiun VTS terkait

dan wajib

diberikan pelatihan yang"berkaitan dengan aspek-aspek VTS

untuk

dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

(4)VTS Manager

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1)

di

atas mempunyai tanggung jawab:

a.

memastikan bahwa

stasiun

Vessel

Traffic

Seruice

Yfg

yang dikelolanya memiliki sumber daya yang cukup

untuk

memberikan

layanan sebagaimana ditetapkan oleh pemegang otoritas nasional (National Competent Autlwitgl ; dan

b.

menyadari

dan

mengembangkan

kesempatan

untuk

meningkatkan layanan

yang dapat diberikan oleh

pemegang

otoritas stasiun VTS yang dikelolanya.

(S)VTS

Supervisor

sebagaimana

dimaksud pada

ayat (1)

di

atas mempunyai tanggung jawab:

a. mengawasi kegiatan yang dilaksanakan

di

stasiun

Vessel Traffic Seruice

Yfq

yang

berada

di

bawah tanggung

jawabnya

sesuai dengan jenis layanan telah ditetapkan bagi stasiun dimaksud;

b.

mengawasi

kelompok

yang

bertanggung

jawab

untuk

melaksanakan layanan Vessel Tlaffic Seruice (VTs)denri memerruhi

ketentuan pemegang otoritas stasiun dimaksud serta memenuhi

kebutuhan kapal-kapal dan pengguna lainnya;

c.

memastikan terpenuhinya

standart

yang

ditetapkan

oleh

pemegang

otoritas stasiun

dimaksud mengenai

kontinuitas

kualifftasi

operator; dan

d.

memastikan

berlangsungnya

koordinasi

yang terjadi

antara

stasiun

dimaksud, layanan

kerjasama lainny-a

(allied

seruicesl,

maupun fasilitas serta layanan pelabuhan lainnya.

(6)

VTS

operatcr

sebagaimana d-imaksud

pada

ayat (1)

di

atas

mempunyai tanggung jawab:

a. menyediakan

informasi

dan

instruksi

ytrrg

telah

diserahkan

otoritas padanya kepada kapal-kapal (dan

allied

seruicesl sesuai

dengan

jenis

layanan yang ditentukan pada

stasiun

Vessel TraJfic Seruice

Yfq

dimaksud serta (melakukan) memutuskan tindakan yang

patut

diambil

sebagai tanggapan terhadap

data

lalu

lintas

pelayaran yang diterima; dan

(6)

b. melakukan komunikasi dengan kapal sebagaimana diperlukan di dalam wilayah kerja pada wilayah cakupan

kerja stasiun

vesse/

Traffic Seruice

Ufq

dimaksud.

Pasal 6

Penyelenggaraan stasiun vessel

rraffic

seruice

(vrs)

yang dilaksanakan

sebagai satu-kesatuan

secara nasional

dalam jaringan

yang dilaksanakan oleh pemegang otoritas nasional yang berwenang

(1)

Pasal-7"

stasiun

vessel

rraffic

seruice

Urq

yang

diselenggarakan dalam

srratu wilayah cakupan

vrs

yang

terdiri

dari

1

(satu) pelabuhan, dan wilayah pantai

/

coastal.

stasiun

vessel

rralfic

seruice

(vrs)harus

diberikan identitas secara khusus.

Pasal 8

(1) Pengoperasian

stasiun

vessel

rraffic

seruice

(vrs)

dalam wilayah

operasi

vrs

dilaksanakan

sepenuhnya

oleh

personal

vrs

yl.rs

ditunjuk

di stasiun dimaksud;

(2)

wilayah

operasi

stasiun

vessel

rraffic

seruice

(vrs)

dapat dibagi ke dalam beberapa sektor wilayah;

(3)

Kegiatan

pengoperasian

dalam

penyelenggaraan

stasiun

vessel Tralfic Seruice (VTS) meliputi:

a.

pemberian

layanan informasi, layanan

bantuan

navigasi,

dan/atau

layanan pengelolaan lalu lintas;

b. rnenjaga keselamatan

dan

efisiensi

lalu

lintas

pelayaran serta

perlindungan lingkungan

di

wilayah operasi l/esse/

Tialfic

Seruice (VTS) terkait;

c. menjaga sumber daya,

fasilitas, maupun instalasi yang

berada

dalam wilayah operasi VTS terkait;

d. menjaga kehandalan

stasiun

vessei rraJfic seruice

(vrs)

melalui pelaksanaan pengoperasian

dan

pemeliiiaraan sesuai ketentuan standart operasional prosedur (standard" operating proced,trel; dan

e. mengarnbil langkah-langkah yang diperlukan atas nama otoritas Nasional dalam

hal

terjadi

aktivitas yang

dapat

membahayakan

lalu lintas pelayaran dalam wilayah operasi

vrS

terkait.

(4) Ketentuan-ketentuan mengenai operasi sug.tu

stasiun

vessel

rraffic

seruice

Yrq

dibuat dalam standart operasional prosedur.

(2)

(7)

(5) Prosedur operasi pada

stasiun

Vesse/ Traffic Seruice

YIE

rerbagi

menjadi:

a. prosedur internal rutin;

b. prosedur internal darurat; c. prosedur eksternal

rutin;

dan d. prosedur eksternal darurat.

(6) Pemberlakuan partisipasi dari kapal yang terkena pemberlakuannya

di

wilayah operasi Vesse/ TraJfic Seruice (VTS)

terkait

dapat bersifat sukarela (uoluntary) maupun kewajiban (mandatory).

(7)

Penyelenggara

stasiun

Vessel

Traffic

Seruice

Ufq

harus menyampaikan laporan operasional stasiun dimaksud secara tertulis

setiap

bulan

dan/atau ketika terjadi

keadaan

darurat

kepada

Direktur Jenderal.

Pasal 9

(1) Penyelenggara

stasiun

Vessel Traffic Seruice

Yfq

harus melakukan

kegiatan

pemeliharaan

berupa

perawatan

dan

perbaikan

sesuai

dengan ketentuan standart operasional prosedur.

(2)

Perawatan

stasiun

Vessel

Traffi.c Seruice

(VTS)

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. perawatan triwulan; dan b. perawatan tahunan.

(3) Perbaikan yang dilakukan pada stasiun Vesse/ Traffic Seruice (VTS)

dilakukan

dengan mendapat persetujuan

dari

pejabat

yang

berwenang di stasiun dimaksud.

BAB IV

PENGAWASAN DAN PEMELIHARAAN

Pasal 1O

Penyelenggara

stasiun

Vessel TraJfic Seruice (VTS)

harus

melakukan pengawasan berupa monitoring operasional

dan

pemeliharaan

unluk

menjaga keandalan stasiun dimaksud. Pasal 1 1

(1) Penyelenggara

stasiun

Vessel Traffic Seruice (VTS)

harus

mencatat

se'uiap kegiatan pemeliharaan sebagaimana dimaksud Pasal 10 dan

menyampaikan

laporan bulanan

secara.

tertulis

kepada Direktur Jenderal.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul “Faktor – Faktor yang

sebagai ganti dari pelaksanaan tugas organi- sasional. Fakta-fakta tersebut di atas juga menun- jukkan pentingnya komitmen organisasional guru. Oleh karenanya

Komite Keselamatan Maritim, pada sidang sesi ke sembilan puluh satu (26 s.d 30 Nopember 2012), dengan tujuan untuk memberikan panduan yang lebih spesifik untuk pernyataan yang

Komite Keselamatan Maritim, pada sidang sesi ke sembilan puluh empat (17 s.d 21 Nopember 2014), dengan tujuan untuk menyediakan panduan yang lebih spesifik untuk operasi

Berdasarkan Peraturan Walikota Blitar No 63 tahun 2016 tentang Tugas Pokok Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian

Dalam tahap perencanaan ini peneliti membuat rencana pembelajaran, menulis rangkuman buku pengetahuan populer dan strategi mind mapping dengan langkah – langkah (1)

Syarat hak paten sederhana diberikan perlindungan adalah memiliki nilai kebaruan, pengembangan dari proses atau produk yang telah ada, dan dapat diterapkan dalam industri yang

Sertifikat  Kelaikan  dan  Pengawakan  Kapal  Penangkap  Ikan Sebelumnya  3..