Uterus terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu corpus uteri dan serviks uteri, dimana kedua bagian tersebut menyatu pada bagian yang disebut ismus. Hampir seluruh dinding uterus diliputi oleh serosa (peritoneum viseral) kecuali di bagian anterior dan di bawah ostium histologikum uteri internum. Uterus mempunyai tiga lapisan:
1. Lapisan serosa (peritoneum viseral). Di bawahnya terdapat jaringan ikat subserosa; lapisan yang paling padat dan terdapat berbagai macam ligamen yang memfiksasi uterus ke serviks.
2. Miometrium; lapisan otot uterus dan lapisan paling tebal, terdiri atas serabut-serabut otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah. Miometrium terdiri atas tiga lapisan, otot sebelah luar berjalan longitudinal dan lapisan sebelah dalam berjalan sirkuler, di antara kedua lapisan ini otot polos berjalan saling beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi. Ketebalan miometrium sekitar 15 mm pada uterus perempuan nulipara dewasa.
3. Endometrium; lapisan terdalam yang terdapat di sekitar rongga uterus.
Endometrium terdiri atas epitel selapis kubik, kelenjar-kelenjar dan stroma dengan banyak pembuluh darah yang berkelok-kelok. Endometrium mengalami perubahan yang cukup besar selama siklus menstruasi. Bagian atas uterus disebut fundus uteri dan merupakan tempat tuba Falopii kanan dan kiri masuk ke uterus.
1.2 Konsep Penyakit Blighted Ovum
1.2.1 Definisi
Blighted ovum disebut juga kehamilan anembrionik merupakan suatu keadaan kehamilan patologi dimana janin tidak terbentuk. Dalam kasus ini kantong kehamilan tetap terbentuk. Selain janin tidak terbentuk kantong kuning telur juga tidak terbentuk. Kehamilan ini akan terus dapat berkembang meskipun tanpa ada janin di dalamnya (Hanifa, 2011).
Blighted ovum ini biasanya pada usia kehamilan 14-16 minggu akan terjadi abortus spontan (Sarwono, 2009). Blighted ovum merupakan kehamilan dimana kantung gestasi memiliki diameter katung lebih dari 20 mm akan tetapi tanpa embrio. Tidak dijumpai pula adanya denyut jantung janin. Blighted ovum cenderung mengarah pada keguguran yang
tidak terdeteksi (Manuaba, 2010).
Blighted ovum adalah kehamilan di mana sel berkembang membentuk kantung kehamilan, tetapi tidak ada embrio di dalamnya. Telur dibuahi dan menempel ke dinding uterin, tetapi embrio tidak berkembang. Dalam pemeriksaan urin diperoleh hasil positif hamil. Hasil pembuahan akan terjadi keguguran saat trimester pertama kehamilan (Hummel, 2014).
Dapat disimpulkan Blighted Ovum (BO) merupakan kehamilan tanpa embrio. Dalam kehamilan ini kantung ketuban dan plasenta tetap terbentuk dan berkembang, akan tetapi tidak ada perkembangan janin di dalamnya (kosong). Kehamilan ini akan berkembang seperti kehamilan biasa seperti uterus akan membesar meskipun tanpa ada janin di
dalamnya.
1.2.2 Etiologi
Blighted ovum terjadi saat awal kehamilan. Penyebab dari blighted ovum saat ini belum diketahui secara pasti, namun diduga karena beberapa faktor. Faktor-faktor blighted ovum (Dwi, 2013) :
1. Adanya kelainan kromosom dalam pertumbuhan sel sperma dan sel telur.
2. Meskipun prosentasenya tidak terlalu besar, infeksi rubella, infeksi TORCH, kelainan imunologi, dan diabetes melitus yang tidak terkontrol.
3. Faktor usia dan paritas. Semakin tua usia istri atau suami dan semakin banyak jumlah anak yang dimiliki juga dapat memperbesar peluang terjadinya kehamilan kosong.
4. Kelainan genetik.
5. Kebiasaan merokok dan alkohol.
1.2.3 Tanda dan gejala
Menurut (Sanders, 2007) beberapa tanda dan gejala blighted ovum meliputi :
1. Pada awalnya pemeriksaan awal tes kehamilan menunjukkan hasil positif. Wanita merasakan gejala-gejala hamil, dalam seperti mudah
lelah, merasa ada yang lain pada payudara atau mual-mual.
2. Hasil pemeriksaan USG saat usia kehamilan lebih dari 8 minggu rahim masih kosong.
3. Meskipun tidak ada perkembangan embrio, tetapi kadar HCG akan terus diproduksi oleh trofoblas di kantong.
4. Kemungkinan memiliki kram perut ringan, dan atau perdarahan bercak ringan.
5. Blighted ovum sering tidak menyebabkan gejala sama sekali. Gejala dan tanda-tanda mungkin termasuk :
a. Periode menstruasi terlambat b. Kram perut
c. Minor vagina atau bercak perdarahan d. Tes kehamilan positif pada saat gejala
e. Ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimana muncul keluhan perdarahan
f. Hampir sama dengan kehamilan normal
g. Gejala tidak spesifik (perdarahan spotting coklat kemerah-merahan, kram perut,bertambahnya ukuran rahim yang lambat). h. Tidak sengaja ditemukan dengan USG
1.2.4 Patofisiologi
Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu sperma. Namun dengan berbagai penyebab (diantaranya kualitas telur/sperma yang buruk atau terdapat infeksi torch), maka unsur janin tidak berkembang sama sekali. Hasil konsepsi ini akan tetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang berisi hasil konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai pemberitahuan bahawa sudah terdapat hasil konsepsi didalam rahim. Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan menimbulkan gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah dan lainya yang lazim dialami ibu hamil pada umumnya. Hal ini disebabkan Plasenta menghasilkan hormone
HCG (human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim.
Hormon HCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. Karena tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar hormon HCG (human chorionic gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai hormon kehamilan (Bobak, 2011).
1.2.5 Pathway
(Sumber : Kurjak, 2006; Prawihardjo, 2011 dan Arora, 2014)
1.2.6 Komplikasi
1. Robekan serviks yang disebabkan oleh tenakulum.
Penanganan : Jika terjadi perdarahan, serviks yang robek dijahit kembali untuk menghentikan perdarahan.
2. Perforasi yang disebabkan oleh sonde uterus, abortus tank, dan alat kuretnya.
Penanganan : Hentikan tindakan dan konsultasi dengan bagian bedah bila ada indikasi untuk dilakukan laparatomi.
3. Perdarahan post kuretase yang disebabkan oleh atonia uteri, trauma dan sisa hasil konsepsi perdarahan memanjang.
Penanganan : Profilaksis dengan pemberian uterotonika, konsultasi dengan bagian bedah dan kuretase ulang. Profilaksis menggunakan
Kelainan Kromosom
Infeksi TORCH, kelainan imunologi, DM.
Usia dan paritas Genetik Sel Telur Sel Sperma
Hasil Konsepsi Tetap Tertanam Rahim mengirim sinyal pada indung
telur dan otak
Plasenta menghasilkan hormon HCG
Mual & muntah Mudah lelah Abortus Spontan
Kehamilan tanpa embrio
MK: Risiko Perdarahan Curratage MK: Risiko infeksi MK: Keletihan Konsepsi MK: Ansietas
metergin dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang 2 – 4 jam bila perdarahan hebat.
Jika terjadi atonia uteri dilakukan penanganan atonia uteri yaitu memposisikan pasien trendelenburg, memberikan oksigen dan merangsang kontraksi uterus dengan cara masase fundus uteri dan merangsang puting susu, memberikan oksitosin, kompresi bimanual ekternal, kompresi bimanual internal dan kompresi aorta abdominalis. Jika semua tindakan gagal lakukan tindakan operatif laparatomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau dengan histerektomi (Sarwono, 2009).
4. Infeksi post tindakan ditandai dengan demam dan tanda infeksi lainnya Penanganan: Berikan profilaksis dengan pemberian uterotonika. Profilaksis menggunakan metergin dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang 2 – 4 jam bila perdarahan hebat. (Manuaba, 2010).
1.2.7 Prognosis
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim atau kuretase. Hasil kuretase akan dianalisa untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil
dengan normal.
1.2.8 Penanganan Medis
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalis untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka maka dapat diobati agar tidak terjadi kejadian berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan.
Penyebab blighted ovum yang dapat diobati jarang ditemukan, namun masih dapat diupayakan jika kemungkina penyebabnya diketahui. Sebagai contoh, tingkat hormon yang rendah mungkin jarang menyebabkan kematian dini ovum.
Dalam kasus ini, pil hormon seperti progesteron dapat bekerja. Namun efek samping dari pemakaian hormon adalah sakit kepala dan perubahan suasana hati, dll. Jika terjadi kematian telur di awal kehamilan secara langsung, maka pembuahan buatan mungkin efektif dalam memproduksi kehamilan. Dalam hal ini perlu donor sperma atau ovum untuk memiliki anak. Akan tetapi, pembuahan itu mahal dan tidak selalu bekerja dan risiko kelahiran kembar seiringkali lebih tinggi. Pada pasien diterapi dengan pemberian preparat misoprostol, setelah terjadi dilatasi serviks kemudian dilakukan kuretase.
1.3 Rencana asuhan klien dengan Blighted Ovum
1.3.1 Pengkajian
Identitas & Umur
Apakah pasien berusia <20 tahun atau >35 tahun.
Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah klien pernah atau tidak pernah menderita penyakit menular (seperti TBC, kusta), penyakit menurun (DM, HT, asma, dll) serta serta penyakit infeksi seperti TORCH. Infeksi dari torch, kelainan imunologi dan penyakit diabetes dapat ikut menyebabkan terjadinya blighted ovum.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Bagaimana keadaan kesehatan klien saat ini, apakah klien sedang menderita menular (seperti TBC, kusta), penyakit menurun (jantung, Diabetes, hipertensi, asma, dll) serta penyakit infeksi seperti TORCH.
3) Riwayat Kesehatan keluarga
Apakah dalam keluarganya/keluarga, atau suaminya ada atau tidak yang mempunyai penyakit menurun (seperti DM, HT, asma, dll), penyakit menular (TBC, Kusta) serta ada atau tidak yang mempunyai keturunan kembar, bila ada siapa. Perlu dikaji
untuk mengetahui penyakit yang diderita keluarga yang dapat menurun atau menular pada ibu sehingga mempengaruhi masa kehamilan.
Pemeriksaan fisik: head to too
Keadaan umum Inspeksi:
Kepala dan Wajah
Meliputi keadaan rambut, apakah ada edema pada wajah , warna pada sklera mata,warna konjungtiva.
Leher
Apakah ada pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran pembuluh limfe, dan pembesaran vena jugularis.
Payudara
Mengamati bentuk, ukuran, dan kesimetrisannya, puting susu menonjol atau masuk ke dalam. Adanya kolostrum atau cairan lainnya, misalnnya ulkus, retraksi akibat adanya lesi, masa atau pembesaran pembuluh limfe.
Abdomen
Terdapat linea nigra, striae uvidae/albican,dan terdapat pembesaran abdomene.
Genetalia
Apakah terdapat varices pada vulva dan vagina, oedema, condilomatalata, condylomaacuminata, pembesaran kelenjar skene dan bartholini, keputihan dan untuk mengetahui adanya kelainan alat reproduksi
a. Pemeriksaan genikologi
Ada tidaknya tanda akut abdomen jika memungkinkan, cari sumber perdarahan, apakan dari dinding vagina atau dari jaringan servik.
b. Pemeriksaan vaginal touche: bimanual tentukan besat dan letak uterus, tantukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan kedalam ostium dengan mudah atau tidak.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa blighted ovum adalah dengan Tes Kehamilan dan USG
(Ultrasonografi) menunjukkan kantung kehamilan kosong (Hummel, 2005).
Diagnosis pasti bisa dilakukan saat kehamilan memasuki usia 6 – 7 minggu. Sebab saat itu diameter kantung kehamilan sudah lebih besar dari 16 mm sehingga bisa terlihat lebih jlas. Dari situ juga akan tampak adanya kantung kehamilan dan tidak berisi janin. Diagnosis kehamilan anembriogenik dapat ditegakkan bila pada kantong gestasi yang berdiameter sedikitnya 30 mm tidak
dijumpai struktur mudigah dan kantong telur.
1.3.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul Diagnosa 1 ( Post Curratage: Risiko Perdarahan 2.2.1 Definisi
Rentan mengalami penurunan volume darah 2.2.2 Faktor Risiko
Kompilkasi kehamilan Komplikasi pasca partum Trauma
Diagnosa 2 ( Post Curratage): Risiko infeksi 2.2.1 Definisi
Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan.
2.2.2 Faktor Risiko
Kurang pengetahuan untuk menghindari patogen Prosedur invasif
Diagnosa 3 ( Pre Curratage): Keletihan 2.2.1 Definisi
Keletihan terus-menerus dan penurunan kapasitas untuk kerja fisik dan mental pada tingkat yang lazim.
2.2.2 Batasan Karakteristik Apatis
Gangguan konsentrasi Kelelahan
Letargi Mengantuk
Peningkatan kebutuhan istirahat 2.2.3 Faktor yang berhubungan
Ansietas Depresi
Gangguan tidur
Peristiwa hidup negatif Stressor
Diagnosa 4 ( Pre Curratage) : Ansietas 2.2.2 Definisi
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons autonom, perasaan takut yang disebabkan antisipasi terhadap bahaya.
2.2.3 Batasan karakteristik
Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan Gelisah
Insomnia
Kontak mata buruk Resah
Kesedihan yang mendalam Distress
Fokus pada diri sendiri Peningkatan kekhawatiran Marah
Keletihan
Gangguan tidur Anoreksia
Peningkatan TD, nadi, reflek, pernapasan Kelemahan
Melamun
2.2.4 Faktor yang berhubungan Krisis situasi dan maturasi Stress
1.3.3 Perencanaan No Diagnosa
Keperawatan
Rencana Tindakan
Rasional Tujuan Intervensi Keperawatan
1. Risiko infeksi b.d prosedur pembedahan (kuretase) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah keperawatan risiko infeksi teratasi dengan indikator: Tidak didapatkan tanda terjadinya infeksi Tidak didapatkan fatigue kronis Temperatur badan sesuai yang diharapkan dengan interval 36,5⁰C – 37,5⁰C. 1. Bersihkan lingkungan atau alat-alat setelah dipakai oleh pasien 2. Instruksikan
pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menengok pasien
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4. Gunakan universal precaution / APD
selama kontak dengan kulit yang luka
5. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan 6. Observasi dan laporkan
tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, panas, dan nyeri 7. Kaji temperatur tiap 4
jam
8. Pastikan teknik perawatan luka yang
tepat
9. Anjurkan pasien istirahat adekuat 10. Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian antibiotik
1. Mencegah invasi bakteri di sekitar lingkungan pasien 2. Mencegah terjadinya penyebaran infeksi nosokomial 3. Mencegah terjadinya penyebaran bakteri baik bagi pasien maupun perawat
4. Sebagai standar prosedur tindakan dan mencegah invasi bakteri
5. Nutrisi adekuat meningkatkan
kesembuhan luka lebih efektif
6. Acuan intervensi dengan tepat bagi kondisi pasien dan mencegah keparahan infeksi
7. Mengetahui pola normal metabolik
8. Mencegah infeksi terjadi pada luka pada pasien 9. Proses istirahat adekuat
akan membantu proses regenerasi jaringan dalam tubuh
10. Tahap penanganan infeksi dan menurunkan risiko penyebaran infeksi
No. Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan
Rasional Tujuan Intervensi Keperawatan
2. Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan umum Setelah dilakukan tindakan keperawatan
1. Monitor vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
1. Mengetahui perubahan pola aktifitas yang
terjadi pada pasien 2. Mengetahui faktor
selama 3x24 jam, masalah keperawatan intoleransi aktifitas teratasi dengan indikator: Klien mampu menunjukkan kemampuan berpinda Klien menunjukkan kemampuan ambulasi: berjalan/kursi roda Tidak terdapat adanya tanda dan gejala gangguan sirkulasi akibat aktifitas yang terbatas 2. Monitor lokasi ketidaknyamanan / nyeri selama gerakan atau aktifitas
3. Kaji kemampuan pasien dalam aktifitas
4. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
ADL secara mandiri sesuai kebutuhan 5. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi dan bantu pemenuhan
kebutuhan ADL 6. Berikan alat bantu bila
pasien membutuhkan 7. Ajarkan bagaimana
merubah posisi dan berikan bantuan bila
diperlukan
penyebab intoleransi aktifitas dan menentukan intervensi dengan tepat 3. Mengetahui sejauh mana
batasan aktifitas pasien 4. Mengoptimalkan
kemampuan pasien dalam aktifitas
5. Memberikan rasa aman pada pasien saat
melakukan aktifitas dan meningkatkan rasa percaya diri pasien 6. Menurunkan resiko
terjadinya cidera 7. Menghindari terjadinya
cidera dan melancarkan sirkulasi darah dalam tubuh
No. Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan
Rasional Tujuan Intervensi Keperawatan
3. Ansietas b.d. perubahan status kesehatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, masalah keperawatan cemas teratasi dengan indikator: Klien menunjukkan kecemasan berkurang
1. Gunakan pendekatan yang menyenangkan
2. Pahami perspektif pasien terhadap stress
3. Temani pasien untuk memberikan kemanan 4. Berikan informasi adekuat
mengenai diagnosis, tindakan dan prognosis 5. Dorong keluarga untuk
menemani pasien 6. Bantu pasien mengenali
situasi yang menimbulkan kecemasan
1. Membina hubungan saling percaya guna mendapatkan informasi adekuat yang
dibutuhkan perawat 2. Penilaian seseorang terhadapt stres dan mekanisme kopingnya tidak selalu sama 3. Faktor dukungan moral
dapat membuat pasien merasa aman dan menurunkan kecemasan 4. Informasi adekuat akan
secara verbal Klien mengatakan cemas dapat teratasi pada level yang dapat ditangani oleh pasien sendiri 7. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
membuat pasien ikut berpartisipasi dalam
tindakan keperawatan dan menurunkan tingkat kecemasan pasien 5. Menghindari perilaku
isolasi sosial karena faktor perubahan kondisi tubuh dan kesehatan dan meningkatkan rasa aman pasien 6. Pengetahuan yang
adekuat sehingga pasien mampu memilih
mekanisme koping yang tepat terhadap stress
7. Relaksasi pikiran menstimulasi rangsang saraf agar menjadi tenang dan rileks
DAFTAR PUSTAKA
Bobak (2011). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:EGC
Doenges M. E. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC.
Dwi W, Dessie. 2013. Blighted Oum, Tanda Dan Gejalanya. Internet. Tersedia dalam <www.kumpulanmakalahkesehatan.com> diakses pada 30 Januari 2017 Hanifa W. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Dan Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Mochtar R. (1998). Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Ed 2 . Jakarta: EGC Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal . Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihadjo
Sanders. 2007. Built To Serve: How To Drive The Bottom Line With People First Practices.
http://doktersehat.com/?s=blighted+ovum diakses tanggal 04 desember 2016
Pelaihari, Agustus 2017
Preseptor Laporan, Preseptor Lapangan,
(…………...………) (…………...………)
Preseptor Akademik,