• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSPEK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DAN PENGUATAN SISTEM BENIH SUMBER SEREALIA (Studi Kasus: Provinsi Sulawesi Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSPEK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DAN PENGUATAN SISTEM BENIH SUMBER SEREALIA (Studi Kasus: Provinsi Sulawesi Selatan)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PROSPEK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DAN PENGUATAN SISTEM BENIH

SUMBER SEREALIA

(Studi Kasus: Provinsi Sulawesi Selatan)

Prospect of Agribusiness Development and Cereal Source Seed System

Strengtening (A Case Study: South Sulawesi Province)

Margaretha S.L., M. Aqil, dan Subagio H.

Balai Penelitian Tanaman Serealia

Jl. Dr. Ratulangi No. 274, Maros 90514,, Sulawesi Selatan E-mail: m.salalu@yahoo.co.id

ABSTRACT

Development of system and agribusiness as well as efforts to increase food security have opened the opportunities for developing domestic production facilities and services industries, including national seeds. In realizing Indonesia as a strong and independent maize producing country, policy strategy is to increase the level of hybrid seed use at farm level to replace composite and local maize which have low productivity. This study aimed to determine the prospects for agribusiness development and strengthening of cereal breeder seed system. This study was conducted in Takalar, Jeneponto, and Bantaeng, South Sulawesi Province in June 2014. Method used was PRA (participatory rural appraisal). Data were collected through interview with several key informants such as Office of Agriculture, Seed Control and Certification Board, as well as maize seed growers by using a list of key questions. Data were tabulated and analyzed descriptively. The results of the study showed that 52% of arable land in South Sulawesi is dry land which becomes a good prospect of developing drought resistant maizes such as Lamuru variety. However, data showed that varieties sourced from non-ICERI dominated maize planting areas in South Sulawesi, especially hybrid maize (79-100%). ICERI has fostered some hybrid seed growers to meet the needs of farmers as well as to suppress the price of hybrid maize seeds. Strengthening the institutional system implemented by ICERI is in two ways: (1) ICERI as a producer of source seeds (BS and FS) worked directly with the targeted seed growers and provided production facilities and cultivation technology transfer (from planting to harvesting), involving also BPSB and related agencies (Office of Agriculture, local government, and/or NGOs) in order that the seeds are distributed to the right targets and at the right time; (2) ICERI as a breeder that produces maize breeder seeds multiplies the seeds to produce foundation seeds, then sends the seeds to IAITs that foster seed growers using stock seeds as to strengthening extension seeds in the provinces. Distribution of seeds produced is managed by the IAITs. Production of F1 on farmers’ land was constrained by limited land scale, a lot of labors needed, self-pollinated nature up to 200-300 m of the maize, so that the program should have appropriate locations as well as seed growers with good knowledge and experience.

Keywords: maize seeds, agribusiness, strengthening, system of source seeds ABSTRAK

Pembangunan sistem dan usaha agribisnis serta upaya peningkatan ketahanan pangan membuka peluang berkembangnya industri sarana produksi dan jasa pelayanan di dalam negeri, termasuk perbenihan nasional. Dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara produsen jagung yang tangguh dan mandiri, strategi kebijakan adalah meningkatkan tingkat penggunaan benih hibrida di tingkat petani untuk menggantikan jagung komposit dan jagung lokal yang produktivitasnya rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prospek pengembangan agribisnis dan penguatan sistem benih sumber serealia. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Takalar, Jeneponto, dan Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Juni 2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah PRA (participatory rural appraisal). Data dikumpulkan melalui wawancara beberapa informan kunci seperti Diperta, BPSB, serta para penangkar dengan menggunakan daftar pertanyaan kunci. Data yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari penggunaan lahan di Provinsi Sulawesi Selatan seluas 1.247.642 ha, di mana 52% merupakan lahan kering. Hal ini merupakan prospek pengembangan agribisnis benih sumber yang tahan kekeringan seperti varietas Lamuru. Namun, ternyata varietas yang bersumber dari non-Balitsereal mendominasi areal pertanaman di Provinsi Sulawesi Selatan, terutama varietas hibrida, yakni berkisar 79-100%. Balitsereal dengan mandat utama komoditas jagung, telah membina beberapa penangkar benih hibrida selain untuk memenuhi kebutuhan petani, juga dapat menekan harga benih jagung hibrida. Penguatan sistem kelembagaan yang dilaksanakan oleh Balitsereal dengan dua cara: (1) Balisereal sebagai penghasil benih sumber (BS dan FS) bekerja sama langsung

(2)

dengan penangkar benih binaan dan menyediakan sarana produksi dan transfer teknologi budi daya (mulai dari tanam sampai panen) dengan melibatkan juga BPSB dan instansi terkait (Diperta, Pemda, dan/atau LSM-LSM) agar pendistribusian benih tepat sasaran dan waktu; dan (2) Balitsereal sebagai pemulia yang menghasilkan benih jagung (breeder seeds) memperbanyak benihnya untuk menghasilkan benih dasar, selanjutnya hasil benih dasar ini dikirim/dilanjutkan oleh BPTP dengan mandat membina penangkar benih menggunakan benih kelas BP/benih pokok sebagai penguatan benih sumber di provinsi-provinsi. Pendistribusian benih hasil tangkaran dikelola oleh BPTP. Produksi F1 di lahan petani terkendala luasan lahan yang kecil, tenaga kerja yang banyak, sifat jagung yang dapat menyerbuk sendiri bahkan sampai pada jarak 200-300 m, sehingga sangat dibutuhkan lokasi yang sesuai dan pengetahuan serta pengalaman menangkar.

Kata kunci: benih jagung, agribisnis, penguatan, sistem benih sumber

PENDAHULUAN

Pembangunan sistem dan usaha agribisnis serta upaya peningkatan ketahanan pangan membuka peluang berkembangnya industri sarana produksi dan jasa pelayanan di dalam negeri, termasuk perbenihan nasional. Benih merupakan benda hidup, untuk itu daya hidupnya perlu dipertahankan hingga ke pengguna pada saat yang tepat ataupun pada musim tanam berikutnya (Saenong et al., 2003).

Sejak tahun 1999, Badan Litbang Pertanian telah merintis program dan kegiatan mendukung sistem perbenihan dan ketersediaan benih sumber (BS) dengan mengalokasikan sumber daya Litbang secara optimal, dilanjutkan pada tahun 2002 dan dilanjutkan lagi pada tahun 2005-2009. Oleh karena itu, kinerja sistem perbenihan dan kinerja benih sumber di lingkup Badan Litbang Pertanian mendapat perhatian yang cukup serius termasuk kinerja benih sumber tanaman serealia, terutama jagung (Saenong et al., 2006).

Indonesia dalam mewujudkan sebagai negara produsen jagung yang tangguh dan mandiri, strategi kebijakan adalah meningkatkan tingkat penggunaan benih hibrida di tingkat petani untuk menggantikan jagung komposit dan jagung lokal yang produktivitasnya rendah. Produktivitas jagung hibrida berkisar 10-13 t/ha lebih tinggi dibanding varietas komposit atau lokal yang hanya < 3 t/ha. Pemerintah terus menggalakkan penggunaan benih jagung hibrida untuk menggenjot produksi jagung nasional. Pangsa pasar jagung hibrida pun terus tumbuh pesat, seiring dengan semakin banyaknya perusahaan yang bergerak di bidang produksi benih jagung hibrida. Pangsa pasar jagung hibrida saat ini mencapai 50-60% dari total 4 juta ha lahan pertanaman jagung di Indonesia. Berbagai program berbantuan dilakukan oleh pemerintah untuk menggalakkan penggunaan benih hibrida di antaranya Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), Cadangan Benih Nasional (CBN), Program SL-PTT, dan lain-lain (pangan.litbang.deptan.go.id. 2012), namun hasil survei menunjukkan bahwa benih tidak tepat waktu, daya tumbuh kurang, dan jumlah terbatas (Margaretha et al., 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prospek pengembangan agribisnis dan penguatan sistem benih sumber serealia

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Takalar, Jeneponto, dan Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Juni 2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah PRA (Participatory

Rural Apraisal) di mana berbagai disiplin ilmu (sosek, komunikasi, agronomi, dan pascapanen)

terpadu dalam melihat penguatan sistem agribisnis benih sumber.

Data yang dikumpulkan melalui wawancara pada beberapa informan kunci seperti Diperta, BPSB, serta para penangkar dengan menggunakan daftar pertanyaan kunci. Pertanyaan kunci untuk

penangkar benih jagung meliputi: kinerja kelembagaan sistem produksi, kinerja kelembagaan sistem

pengolahan hasil, dan kelembagaan sistem distribusi/pemasaran benih, sedang untuk petani

pengguna hasil benih tangkaran jagung meliputi: identitias petani, usaha tani jagung di lahan

kering, sistem perbenihan mulai dari pertanaman, pengeringan, pemipilan, pembersihan jagung, dan penyimpanan. Data yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif, yaitu mengurai dan menjelaskan data yang telah dikumpulkan.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber Daya Lahan

Jagung dapat ditanam pada lahan kering, lahan sawah, lebak, dan pasang surut dengan berbagai jenis tanah, pada berbagai tipe iklim, dan pada ketinggian tempat 0-2.000 m dari permukaan laut. Penggunaan lahan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan sumber daya lahan di Kabupaten Bantaeng, Jeneponto, dan Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan, 2013

Jenis penggunaan lahan Kabupaten (ha) Provinsi

Sulawesi Selatan

Bantaeng Jeneponto Takalar

Sawah irigasi 6.649 11.467 8.316 371.999

Sawah pasang surut 0 0 0 1.949

Sawah lebak 0 0 0 141

Sawah tadah hujan 1.180 5.430 8.393 229.084

Sawah tegal/kebun 16.180 36.166 9.181 539.228

Sawah huma/ladang 0 1.158 127 105.242

Jumlah lahan 24.009 54.221 26.017 1.247.642

Sumber: Dipertahor Prov. Sulsel (2013a ), diolah

Dari Tabel 1 terlihat bahwa penggunaan lahan di Provinsi Sulawesi Selatan seluas 1.247.642 ha, 52% merupakan lahan kering. Kabupaten Jeneponto memiliki lahan terbesar yakni 54.221 ha (4,35% dari total lahan Provinsi Sulsel) dan 37.324 ha(69%) merupakan lahan kering, demikian pula Kabupaten Takalar dan Bantaeng. Hal ini merupakan prospek pengembangan agribisnis benih sumber yang tahan kekeringan seperti varietas Lamuru. Realisasi tanam jagung di Provinsi Sulawesi Selatan seluas 322.726 ha (25,87%). Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Dari Tabel 2, terlihat bahwa di Provinsi Sulawesi Selatan, jagung ditanam 2 kali/thn yakni pada bulan April-September dan Oktober-Maret. Di Kabupaten Takalar pertanaman jagung pada periode April–September seluas 2.435 ha (61%), sedangkan di Kabupaten Jeneponto dan Bantaeng pertanaman jagung terluas pada periode Oktober – Maret (MT II).

Dari Tabel 2 juga dapat diperkirakan bahwa benih yang dibutuhkan sebanyak 77.640 kg untuk Takalar, 572.880 kg untuk Bantaeng, dan 1.042.640 kg untuk Jeneponto atau 6.454.520 kg se- Provinsi Sulawesi Selatan. Besarnya penggunaan benih ini merupakan prospek pengembangan agribisnis benih sumber serealia.

Tabel 2. Rencana dan realisasi tanam jagung di Kabupaten Bantaeng, Jeneponto, dan Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan, MT I (April 2012–September 2012) dan MT II (Oktober 2012-Maret 2013)

Musim Tanam Jagung Kabupaten (ha) Provinsi

Sulsel

Bantaeng Jeneponto Takalar

MT I (April-September 2012) Rencana 14.000 10.500 4.000 144.716 Realisasi 6.357 7.348 2.435 91.924 Persentase (%) 45 70 61 63 MT II (Oktober 2012-Maret 2013) Rencana 17.000 40.500 4.800 240.225 Realisasi 22.287 44.784 1.447 230.802 Persentase (%) 131 111 30 96 REKAPITULASI MT 2012 Rencana 31.000 51.000 8.800 384.941 Realisasi 28.644 52.132 3.882 322.726 Persentase (%) 96 102 44 84 Kebutuhan benih (kg) 572.880 1.042.640 77.640 6.454.520

(4)

Badan Litbang (Balitsereal) telah melepas 31 jenis varietas hibrida dan 12 varietas komposit (Aqil et al., 2014), namun pada tahun 2012 penggunaan benih varietas yang bersumber dari Balitsereal sangat sempit. Jenis varietas dan realisasi penyebarannya di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 3.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa varietas yang bersumber dari non-Balitsereal mendominasi areal pertanaman di Provinsi Sulawesi Selatan, terutama varietas hibrida yakni berkisar 79-100%. Hal ini senada dengan Dipertahor (2013b) bahwa varietas yang dominan pada tahun 2012 di Kabupaten Bantaeng adalah BISI-2, BISI-16, DK 77, dan Bisi-12; di Kabupaten Takalar adalah BISI 2, BISI 16, A6, A3, dan SHS-4. Saenong et al. (2003) mengemukakan bahwa di Sulawesi Selatan masih ada petani yang menggunakan benih turunan sejak tahun 1991 tanpa regenerasi karena harga benih jagung varietas hibrida tergolong mahal. Sumarno (1994) mengemukakan bahwa mahalnya benih hibrida menguntungkan perusahaan benih dan mendapat perlindungan paten sehingga perusahaan lain tidak ikut memproduksi benih yang sama. Karena petani harus membeli benih baru setiap musim tanam, maka penyediaan benih hibrida dapat merupakan usaha agribisnis yang menguntungkan. Harga benih varietas hibrida berkisar antara Rp60.000/kg–Rp75.000/kg

Tabel 3. Realisasi penyebaran varietas jagung di Kabupaten Bantaeng, Jeneponto dan Takalar. Provinsi Sulawesi Selatan, 2012 (MT I: April 2012-September 2012 dan MT II :Oktober 2012-Maret 2013)

VARIETAS

BANTAENG JENEPONTO TAKALAR SULSEL

MT I MT II Thn 2012 MT I MT II Thn 2012 MT I MT II Thn 2012 MT I MT II Thn 2012 I. Varietas Balitsereal 1a. Hibrida Bima 2 Bt. Murung 0 0 0 0 270 270 37 50 87 543 345 888 Bima 3 Bt. Murung 0 0 0 0 50 50 0 25 25 3 165 168 Bima 4 Bt. Murung 0 0 0 0 100 100 0 60 60 25 190 215 Bima 5 Bt. Murung 0 0 0 0 200 200 0 25 25 15 305 320 Jumlah 0 0 0 0 620 620 37 160 197 586 1.005 1.591 Ib. KOMPOSIT Anoman I 0 0 0 0 0 0 0 5 5 25 48 73 Arjuna 0 28 28 0 0 0 0 12 12 162 30 192 Bisma 0 0 0 20 20 40 0 21 21 73 271 344 Gumarang 0 0 0 - 13 13 0 11 11 23 122 145 Lamuru 0 0 0 10 10 20 24 5 29 488 100 588 Lagaligo 0 0 0 10 18 28 0 21 21 82 276 358 Srikandi Kuning I 0 16 16 20 12 32 0 13 13 136 75 211 Srikandi Putih I 0 0 0 0 15 15 0 16 16 56 81 137 Sukmaraga 0 5 5 20 20 40 0 22 22 157 259 416 Jumlah 0 49 49 80 108 188 24 126 150 1.202 1.262 2.464 Jumlah Balitsereal 0 49 49 80 628 886 61 286 347 1.788 2.267 4.055

II. Varietas Non Balitsereal

a. Hibrida 10.514 6.941 17.455 10.650 79.332 89.982 4.230 1.084 5.214 153.000 219.024 372.024

b. Lokal Pulut 0 12 12 44 58 102 94 183 277 444 468 912

Jumlah Non Balit 10.514 6.953 17.467 10.694 79.390 90.084 4.324 1.267 5.491 153.444 219.492 372.936

Total lahan 10.514 7.002 17.516 10.774 79.498 90.272 4.385 1.393 5.651 155.232 277.275 376.991

Balitsereal (%) 0 0,70 0,70 0,74 0,93 0,90 1,39 20,53 5,71 1,15 0,81 1,07

Hibrida (%) 0 0 0 0 0,79 0,69 0,84 11,49 3,48 0,38 0,36 0,42

Komposit (%) 0 0,70 0,70 0,74 0,14 0,21 0,55 9,04 2,23 0,77 0,45 0,65

NonBalitsereal (%) 100 99,30 99,30 99,26 99,17 99,10 98,61 79,47 94,29 98,85 99,19 98,93

(5)

Balitsereal, dengan mandat utama komoditas jagung, telah membina beberapa penangkar benih hibrida dengan tujuan selain untuk memenuhi kebutuhan petani, juga agar dapat menekan harga benih jagung hibrida. Bagaimana sistem kelembagaan benih sumber serealia ini, dapat dilihat pada Tabel 4.

Dari Tabel 4 terlihat bahwa kedua penangkar benih ini masih dalam pengawasan badan pemerintah, yakni Balitsereal dan Badan Ketahanan Pangan, namun sistem penangkarannya berbeda, antara lain dari luas tangkaran. Luas tangkaran petani binaan Balitsereal di Kabupaten Takalar berkisar 0,14-0,20 ha, sedang luas tangkaran petani binaan Dinas Ketahanan Pangan di Kabupaten Bantaeng berkisar 1-10 ha.

Tabel 4. Kinerja kelembagaan sistem produksi benih sumber serealia di Kabupaten Takalar dan Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan, 2013

Keterangan Kabupaten Takalar Kabupaten Bantaeng

Nama usaha Salaka II Bunga harapan

Jenis usaha Kelompok Tani Kelompok Tani

Jumlah anggota binaan 25 orang 100 orang

Nama pemilik H. Maro H. Arsyad

Luas lahan tangkaran (ha)

Tahun 2011 0,20 10

Tahun 2012 0,20 2

Tahun 2013 0,14 1

Tahun 2014 0,14 1

Jenis lahan tangkaran Sawah Kering

Varietas yang ditangkarkan

Tahun 2011 Bima 15 Bima-3

Tahun 2012 STJ-01 Bima-3

Tahun 2013 STJ-01 URI

Tahun 2014 STJ-01 Bima-3

Sumber benih Balitsereal Balitsereal

Frekuensi tanam 2x 2x

Sistem pengolahan hasil Kerja sama Balitsereal Kerja sama Dinas Ketahanan Pangan

Mutu benih Baik Baik

Lakukan isolasi waktu 21 hari 21 hari

Pelaku roughing Sendiri/anggota Sendiri/anggota

Sumber modal Bantuan Pribadi

Hasil tangkaran 5,6 t/ha 2,8 t/ha

Harga benih Rp10.000/kg Rp 35.000/kg

Apakah harga benih mahal Tidak Tidak

Penerimaan Rp56.000.000/ha 98.000.000/kg/ha

Apakah benih diberi label Tidak Tidak

Siapa yang melakukan Balitsereal Dinas Ketahanan Pangan

Pembeli Balitsereal Petani Pengguna

Daerah distribusi hasil Takalar, Sidrap, Gowa, Luwu, Enrekang, Pinrang dan Jeneponto1)

Untuk memenuhi kebutuhan benih di Kabupaten Bantaeng, belum didistribusikan keluar. 1)

Sumber: Ramlah (2013)

Di tahun 2014 ini petani penangkar di Bantaeng menyebarkan tangkarannya kepada beberapa anggota, masing-masing seluas 0,25 ha. Tenaga kerja selain untuk pemeliharaan tanaman, juga roughing dan detaseling dilakukan oleh petani penangkar. Produksi yang dihasilkan berkisar 2,6 t/ha-5,6 t/ha dengan harga berkisar Rp10.000–Rp35.000/kg. Gambar 1 dan Gambar 2 di bawah ini menjelaskan sistem kelembagaan benih sumber di Kabupaten Bantaeng dan Takalar.

(6)

6 4 5

1 3

2

Gambar 1. Sistem kelembagaan penangkaran benih sumber di Kabupaten Takalar, 2013

Keterangan Gambar 1:

1. UPBS Balitsereal memberikan benih sumber STJ-01 yang merupakan hasil persilangan antara Bima-5 (tetua betina) dengan MAL 01 (tetua jantan) kepada penangkar binaan di Kelompok Tani Salaka II (H. Maro), Kabupaten Takalar seluas 0,14 ha. Sarana produksi (benih, pupuk, dan obat-obatan) diberi secara gratis. Petani hanya menyediakan tenaga kerja usaha tani (menanam, memupuk, penyemprotan) juga untuk meroughing dan detaseling.

2. BPSP bertanggung jawab saat pertanaman masih di lapangan sampai panen untuk menjaga kemurnian gen tanaman agar tidak tercampur dengan benih lain.

3. Produksi F1 yang dihasilkan dijual ke Balitsereal dengan harga Rp10.000/kg pipilan

4. Beberapa sampel calon benih F1 (STJ-01), oleh UPBS Balitsereal dikirim ke BPSB untuk diuji sesuai syarat standardisasi benih jagung. BPSB mengeluarkan label dan sertifikasi benih sebagai tanda kemurnian dan kelayakan suatu calon benih.

5. Label dari BPSB, oleh UPBS Balitsereal dipasang pada setiap kemasan benih sumber, selanjutnya didistribusikan ke petani pengguna.

6. UPBS Balitsereal mendistribusikan benih sumber jagung STJ-01 ke Kabupaten Takalar, Gowa, dan Jeneponto (Ramlah, 2013).

Dari Gambar 1 terlihat bahwa sistem kelembagaan penangkaran benih sumber di Kabupaten Takalar adalah: UPBS kerja sama penangkar benih berperan aktif melakukan produksi benih dari penanaman sampai panen. Petani penangkar hanya menyediakan tenaga kerja. Biaya usaha tani (benih, pupuk, dan obat-obatan), pengemasan, dan pemasaran ditanggung oleh UPBS Balitsereal dengan syarat produksi dijual ke UPBS Balitsereal. BPSB bertanggung jawab dalam mempertahankan mutu/kemurnian benih mulai dari pertanaman, panen, dan mengeluarkan sertifikat sebagai bukti bahwa varietas yang ditangkarkan murni dan layak digunakan/tanam.

Dari Gambar 2 terlihat sistem kelembagaan penangkar benih sumber jagung hibrida di Kabupaten Bantaeng. UPBS Badan Ketahanan Pangan menyediakan benih sumber secara gratis dan pembinaan teknis serta pengurusan sertifikasi/pelabelan. Petani penangkar benih menanggung biaya sarana produksi dan tenaga kerja (usaha tani, roughing, detaseling, panen, dan pemipilan), pengemasan, dan pemasaran. BPSB bertanggung jawab dalam mempertahankan mutu/kemurnian benih mulai dari pertanaman, panen, dan mengeluarkan sertifikat sebagai bukti bahwa varietas yang ditangkarkan murni dan layak digunakan/tanam.

UPBS BALITSEREAL PETANI PENANGKAR BALAI PENGAWASAN DAN SERTIFIKASI BENIH (BPSB) PENGGUNA

(7)

1 4 2 5 3 6

Gambar 2. Sistem kelembagaan penangkaran benih sumber di Kabupaten Bantaeng, 2013

Keterangan Gambar 2.

1. UPBS Ketahanan Pangan Kabupaten Bantaneg membeli benih sumber jagung varietas Bima 3 dan URI ke Balisereal dengan harga Rp150.000/ kg dan memberikan secara gratis ke penangkar binaan, antara lain Kelompok Tani Bunga Harapan (H. Arsyad).

2. Penangkar Bunga Harapan menanam benih sumber Bima 3 dan URI yang diberi secara gratis oleh UPBS Ketahanan Pangan, tetapi pupuk dan obat-obatan serta tenaga kerja (penanaman, pemeliharaan, panen, pemipilan, roughing, dan detaseling) ditanggung oleh penangkar.

3. BPSP bertanggung jawab saat pertanaman masih di lapangan sampai panen untuk menjaga kemurnian gen tanaman agar tidak tercampur dengan benih lain.

4. Beberapa sampel produksi F1 oleh UBPS Ketahanan Pangan dibawa ke BPSB untuk diuji kemurnian dan kelayakannya sesuai standarisasi benih untuk jagung.

5. Label serta sertifikasi dari BPSB kemudian diserahkan ke penangkar sebagai syarat benih dapat dikemas.

6. Benih yang dikemas dalam kantong plastik bervolume 1 kg siap disebarkan ke petani pengguna dengan harga Rp35.000/kg. Benih didistribusikan masih untuk kebutuhan Kabupaten Bantaeng. UPBS BALITSEREAL PETANI PENANGKAR JAGUNG BPSB UPBS BADAN KETAHANAN

PANGAN KABUPATEN BANTAENG

(8)

PENGUATAN SISTEM BENIH SUMBER JAGUNG

Penangkaran benih sumber di Sulawesi Selatan terlihat sangat lemah, terutama dalam hal pengetahuan dan pengalaman. Menurut Sumarno (1994), perusahaan benih dapat memproduksi benih hibrida dengan cara:

1. Melakukan sendiri usaha pemuliaan untuk membentuk varietas hibrida, sehingga harus memilki tenaga minimal S1 jurusan pemuliaan tanaman (Kasus Balitsereal)

2. Membeli parent stock (Inbrida) dari Balai Penelitian Pemerintah (kasus Kabupaten Takalar) 3. Membayar royalti kepada perusahaan asing/perusahan besar yang telah memiliki varietas hibrida.

Kebijakan Badan Litbang Pertanian bahwa Balitseral melalui pada pemulianya, menghasilkan benih sumber/breeder seed (BS) di mana turunannya sebagai benih dasar (BD)/foundation seed. Benih dasar (BD) menghasilkan benih kelas benih pokok (BP)/stock seed, diserahkan ke BPTP sebagai penguatan kinerja UPBS-UPBS, selanjutnya mengadakan binaan pada penangkar-penangkar di masing-masing provinsi sehingga sistem agribisnis benih sumber semakin kuat dan 5 T (tepat jumlah, mutu, waktu, varietas, dan tepat harga) dapat dipenuhi karena sarana dan prasarana perbenihan juga terpenuhi. Untuk jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut:

FS, ES BS dan FS

Gambar 3. Pengembangan sistem produksi dan distribusi benih usulan Balitsereal, 2013

Dari Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa penguatan sistem kelembagaan yang dilaksanakan oleh Balitsereal dengan dua cara. Cara pertama, Balisereal sebagai penghasil benih sumber (BS dan FS) bekerja sama langsung dengan penangkar benih binaan. Dalam kerja sama ini, Balitsereal yang langsung mendampingi penangkar binaan dan menyediakan sarana produksi dan transfer teknologi budi daya (mulai dari tanam sampai panen) dengan melibatkan juga BPSB dan instansi terkait (Diperta, PEMDA dan/atau LSM-LSM) agar pendistribusian benih tepat sasaran dan waktu. Cara

kedua, Balitsereal sebagai pemulia yang menghasilkan benih jagung (seed breeder) memperbanyak

benihnya untuk menghasilkan benih dasar. Selanjutnya, hasil benih dasar ini dikirim/dilanjutkan oleh BPTP dengan mandat membina penangkar benih menggunakan benih kelas BP sebagai penguatan benih sumber di provinsi-provinsi. Pendistribusian benih hasil tangkaran dikelola oleh BPTP. Saenong

et al. (2006) mengemukakan bahwa jejaring kerja antara Litbang/Balitsereal dan instansi terkait dalam

memperoleh benih dasar (BD) dan benih pokok (BP) di setiap provinsi pengembangan jagung dapat mempercepat distribusi dan ketersediaan benih. Mengingat bahwa benih sebagai benda hidup yang mengalami penurunan mutu, maka pengadaan sarana prasarana sangat berperan dalam menjaga/mempertahankan mutu benih, terutama pada periode sesudah panen. Untuk itu, Litbang/Balitsereal telah merekayasa beberapa alat sesuai fungsinya dan lebih efisien serta menguntungkan. UPBS-BPTP UPBS-BALITSEREAL Penangkar binaan Petani pengguna BPSB

(9)

Pengadaan alsintan telah maju dengan pesat. Kabupaten Bantaeng di tahun 2013 ini telah memiliki alsintan prosesing benih seharga Rp1,3 miliar yang merupakan bantuan dari Tri Mitra Jakarta, sehingga dapat menghemat tenaga kerja dan biaya prosesing benih. Hemat waktu pengeringan, pengepakan di mana dalam sehari dapat mengemas 5.000 kemasan benih. Namun, yang menjadi pokok pemikiran adalah mempertahankan mutu benih mulai dari pertanaman sampai kemasan yang tentu sangat memerlukan keterampilan.

Ketekunan melakukan roughing dan detaseling diperlukan sebagai pengawasan yang ketat sehingga benih tidak tercampur dan ini sangat memerlukan tenaga yang terlatih, baik melalui pendidikan maupun pengalaman. Hal ini sangat sulit didapatkan jika dalam luasan yang besar dan berkesinambungan sebagai pengejawantahan Balitseral sebagai penghasil benih sumber (BS dan FS) dalam memenuhi kebutuhan benih. Produksi F1 di lahan petani berkendala pada luasan yang kecil, tenaga kerja yang banyak, sifat jagung yang dapat menyerbuk sendiri bahkan sampai pada jarak 200-300 m sehingga sangat membutuhkan lokasi yang sesuai, pengetahuan, dan pengalaman menangkar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Prospek pengembangan agribisnis benih sumber di Provinsi Sulawesi Selatan berpeluang sangat besar karena memiliki sumber daya lahan kering yang luas dengan frekuensi tanam 2 kali/thn di mana realisasi tanam jagung di Kabupaten Takalar terluas pada periode April–September, sedang di Kabupaten Jeneponto dan Bantaeng pada periode Oktober–Maret. Dengan demikian kebutuhan benih di Kabupaten Bantaeng dan Jeneponto ditanam di Takalar dan sebaliknya. Varietas jagung hibrida mendominasi pertanaman jagung di Provinsi Sulawesi Selatan. Varietas yang dominan di Takalar adalah BISI-16, SHS-4, A3, dan A6; sedangkan di Kabupaten Bantaeng yang dominan adalah varietas BISI-2, BISI-16, dan SHS-4. Benih jagung yang digunakan di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai sebanyak 6.454.520 ha, namun masih bertambah jika luas tanam yang direncanakan sama dengan luas tanam yang riil. Balitsereal telah membina beberapa penangkar benih sumber jagung hibrida, namun dalam skala kecil (0,20 ha). Sistem kelembagaan penangkaran benih sumber jagung terbentuk dengan rantai UPBS Balitsereal-Petani-BPSB-Pengguna akhir. Mitra kerja dengan petani hanya pada saat pertanaman selebihnya ditangani oleh Balitsereal (kasus Takalar), sedang kasus di Bantaeng dengan rantai UPBS Balitsereal-UPBS Ketahanan Pangan-Petani Penangkar-BPSB-petani pengguna.

Sistem tangkaran di tingkat petani sangat lemah karena tenaga kerja kurang, pengetahuan, dan pengalaman menangkar benih terbatas bahkan tidak ada, sehingga memerlukan biaya yang besar, walau dapat menekan harga benih jagung hibrida sebesar 50%-60%. Penguatan sistem kelembagaan yang dilakukan Balitsereal adalah: UPBS Balitsereal-penangkar benih-BPSB-instansi terkait-pengguna akhir. Atau UPBS Balitsereal-BPTP-pengguna kelas BP.

Hasil F1 umumnya kecil dan banyak tongkol tidak terisi sehingga jika ditanam di lahan petani dapat mengurangi minat masyarakat yang pengetahuannya tentang benih terbatas. Petani menyukai jagung yang berproduksi tinggi dengan tongkol yang padat berisi. Oleh karena itu, penangkaran sebaiknya dilakukan di lahan-lahan pemerintah (misalnya IKB-IKB Palawija) karena memiliki tenaga-tenaga terampil sehingga kemurnian benih dapat terkontrol dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aqil, M. dan R.Y. Arvan. 2014. Diskripsi Varietas Unggul Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Maros.

Dinas Pertanian TPH Provinsi Sulsel. 2013a. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Selatan. Dinas Pertanian TPH Provinsi Sulsel.

Dinas Pertanian TPH Provinsi Sulsel. 2013b. Peta Penyebaran Varietas Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Selatan. Dinas Pertanian TPH Provinsi Sulsel. UPTD BPSBTPH Sulsel.

(10)

Margaretha S.L., Sujak S., dan S. Saenong. 2006. Fungsi kelembagaan dan penerapan teknologi perbenihan jagung berbasis komunitas petani. IPTEK Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Margaretha SL, Rahmawati dan Herman Subagio. 2013. Identifikasi Penguatan Sistem Kelembagaan Benih Sumber Jagung. Studi kasus Kabupaten Kupang, Provinsi NTT. (Akan dipublikasikan)

Ramlah, A. 2013. Laporan akhir penangkaran benih jagung hibrida silang tiga jalur (hasil benih F1>2 t/ha) berbasis komunitas. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Maros.

Saenong, S., Margaretha S.L., Faesal dan Evert Hosang. 2006. Peran perbenihan tanaman pangan dalam mendukung program ketahanan pangan dan peningkatan pendapatan petani di lahan kering. Prosiding Seminar Nasional. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP). Bogor. Saenong, S., Margaretha S.L., J. Tandiabang, Syafruddin, Y. Sinuseng, dan Rahmawati. 2003. Sistem

Perbenihan untuk Mendukung Penyebarluasan Varietas Jagung Nasional. Laporan Hasil Penelitian Kelompok Peneliti Fisiologi Hasil. Balitsereal. Maros.

Sumarno. 1994. Sejarah dan Aplikasi Hibrida. Laporan Pelatihan Penanganan Parent Stock Inbrida dan Pembuatan Benih Hibrida Tanaman. BLPP Ketinden kerjasama Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional (PAN). Balai Penelitian Tanaman Malang.

Gambar

Tabel 2.  Rencana  dan  realisasi  tanam  jagung  di  Kabupaten  Bantaeng,  Jeneponto,  dan  Takalar,  Provinsi  Sulawesi  Selatan,  MT  I  (April  2012–September  2012)  dan  MT  II  (Oktober   2012-Maret 2013)
Tabel 3.  Realisasi  penyebaran  varietas  jagung  di  Kabupaten  Bantaeng,  Jeneponto  dan  Takalar
Tabel 4.  Kinerja  kelembagaan    sistem  produksi  benih  sumber  serealia  di  Kabupaten  Takalar  dan  Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan, 2013
Gambar 1. Sistem kelembagaan penangkaran  benih sumber di Kabupaten Takalar, 2013
+3

Referensi

Dokumen terkait

1. Pelayanan konseling gizi dari calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan balita bermasalah.. Deteksi dini balita lahir stunting, melalui pengukuran tinggi badan

Seperti yang terjadi pada beberapa anggota komunitas Itasha Jepang Kota Bandung, dimana ada beberapa anggota yang merasa bahwa menjadi anggota Itasha dengan

Skripsi yang berjudul ”PENGARUH ATRIBUT PRODUK TERHADAP PEMBELIAN DAN PERILAKU PASCA PEMBELIAN PERUMAHAN NEW VILLA BUKIT SENGKALING” disusun untuk memenuhi serta melengkapi

melakukan kegiatan ekspor produk hasil olahan kayu dengan tujuan Amerika Serikat menggunakan dokumen Deklarasi Ekspor disertai dokumen ekspor lainnya berupa

Dalam suatu penelitian ini peneliti membatasi masalah yang diteliti, yaitu pada aplikasi pengamanan pengiriman email enkripsi dan dekripsi pesan dengan algoritma

(4) Penilaian ranah afektif dalam menulis cerpen berdasarkan pengalaman yang pernah dialami siswa dapat menggunakan angket atau koesioner untuk mengetahui minat

Penelitian mengenai motivasi hedonis yang dilakukan oleh Richins (1994), Arnould dan Price (1993) dengan sampel penelitian olah raga paralayang dan rafting mengemukakan bahwa ada

Nilai konversi pakan oleh ayam-ayam Arab di peternakan F juga lebih rendah (1,81) yang menunjukkan bahwa pemanfaatan nutrien pakan lebih efisien dibandingkan dengan