• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Seiring berjalannya waktu, jumlah populasi manusia yang tinggal di sekitar kita semakin meningkat. Berdasarkan data dari PBB pada tahun 2013, tercatat bahwa terdapat sekitar 7.3 miliar penduduk dunia, jumlah penduduk ini akan terus meningkat hingga akhirnya stabil (INED, 2014). Berdasarkan Studi yang dilakukan oleh PBB pada bulan juni 2013, jumlah penduduk di bumi akan meningkat menjadi 9.6 milyar jiwa pada tahun 2050 (Wilson, 2013).Menurut INED (dalam Patnistik, 2011) lonjakan jumlah penduduk dunia ini mulai terjadi pada abad ke 19. Terhitung dari abad tersebut, telah terjadi sebanyak tujuh kali lipat lonjakan populasi penduduk di dunia. Lebih lanjut lagi, data statistik menunjukkan bahwa negara dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Republik Rakyat China (RRC) sebesar 1.3 miliar jiwa, sedangkan negara kita, Republik Indonesia menempati posisi keempat negara dengan penduduk terbanyak yaitu sebesar 248.5 juta jiwa lalu diikuti dengan Brazil sebanyak 195.5 juta jiwa penduduk (Wilson, 2013)

Peningkatan jumlah penduduk ini tentunya membawa berbagai dampak, khususnya dampak bagi lingkungan yang merupakan tempat tinggal kita dan tempat untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Sebagian besar dampak terhadap lingkungan yang ditimbulkan akibat dari peningkatan jumlah populasi manusia cenderung negatif seperti meningkatnya kebutuhan pangan namun luas lahan produktif semakin berkurang karena alih fungsi lahan menjadi bangunan untuk tempat tinggal penduduk. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa tingkat konsumsi penduduk juga meningkat. Salah satu akibat dari pengonsumsian barang ataupun makanan adalah terbentuknya residu yaitu berupa sampah.

Sampah merupakan isu yang muncul akibat dari peningkatan jumlah populasi manusia, karena pertambahan jumlah manusia berbanding lurus dengan jumlah peningkatan sampah. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup, rata-rata penduduk di Indonesia setiap harinya membuang sampah sebanyak 2.5 kilogram per orang per hari, jadi total jumlah sampah yang dibuang oleh seluruh penduduk

(2)

Indonesia yaitu sebesar 625 juta liter (Hendrawan, 2012). Fakta tersebut seharusnya menjadi dorongan pemerintah dan masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah-sampah yang mereka hasilkan. Jika tidak, maka akan timbul permasalahan-permasalahan baru seperti polusi udara akibat gas yang dihasilkan oleh sampah, polusi air tanah karena air lindi yang dihasilkan oleh sampah, dan permasalahan kesehatan. Sebenarnya, masalah persampahan tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga muncul di berbagai belahan dunia. Sebagai contoh, setidaknya terdapat 14 miliar pon sampah yang di buang ke laut setiap tahunnya dan sebagian besar merupakan sampah berbahan dasar plastik. Begitu pula yang terjadi di salah satu kota terbesar di Negara Brazil, yaitu Kota Curitiba.

Seperti kota-kota lain, Curitiba juga mengalami berbagai masalah perkotaan seperti rendahnya pendapatan rumah tangga, ruang terbuka hijau, transportasi dan masih banyak lagi. Pertambahan jumlah penduduk yang signifikan juga terjadi di Curitiba, dari tahun 1940an-1980an jumlah populasi di kota ini meningkat dari 150.000 jiwa menjadi 1 juta jiwa. Namun Kota Curitiba berhasil menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut dengan mengembangkan berbagai model perencanaan kota yang menjadikan kota ini dianugerahi penghargaan sebagai The Globe Sustainable Award pada tahun 2010. Oleh Mc Kibben dalam Rosemary (2012) Kota Curitiba disebut sebagai ‘a global model for development that respects the earth and delights its inhabitants.’Tidak hanya itu, Kota Curitiba juga merupakan satu diantara lima kota yang oleh UNESCO ditetapkan sebagai City Of Design, adapun empat kota lain yang ditetapkan sebagai City Of Design adalah Dundee, Bilbao, Helsinki, dan Turin.

Kota Curitiba telah mengembangkan berbagai model perencanaan perkotaan seperti membuat model transportasi publik terintegrasi yang merupakan proyek sistem BRT pertama di dunia yang dilakukan tanpa melakukan pelebaran jalan (Gruber, N.D). Sistem BRT ini akhirnya ditiru diberbagai kota di dunia seperti TransMilenio di Bogota, Metrobus di Mexico City, Transmetro di Guatemala, dan Orange Line di Los Angeles (Rosemary, 2012). Berkat penerapan sistem BRT ini Kota Curitiba mendapatkan penghargaan The Sustainable Transport Award dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) di Washington D.C

(3)

(IMPRENSA, 2010). Selain itu Rosemary (2012) menjelaskan bahwa kota ini juga melakukan inovasi untuk menghadapi masalah perkotaan berupa banjir dengan cara membeli tanah-tanah kosong. Saat ini penduduk Kota Curitiba memiliki ruang terbuka hijau dengan luas 51 m2/orang yang sekaligus berfungsi sebagai sistem pengendali banjir. Dalam hal penyediaan perumahan untuk penduduk Kota Curitiba yang berpendapatan rendah, pemerintah setempat mengembangkan program perumahan dengan cara memberikan bantuan keuangan serta menyediakan klinik arsitektur yang merupakan fasilitas yang disediakan untuk berkonsultasi dengan para arsitek dalam hal pembangunan rumah-rumah tersebut. Program ini dilakukan sejak tahun 1990 di area Novo Bairro (Rosemary, 2012). Kota Curitiba juga mengembangkan sistem daur ulang sampah dalam pengelolaan sampah perkotaan sejak tahun 1989. Penerapan sistem pengelolaan sampah tersebut berhasil diterapkan di Kota Curitiba sehingga kota ini mendapatkan penghargaan lingkungan tertinggi oleh UNEP pada tahun 1990. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Lerner dalam Phillips (2008) bahwa Curitiba merupakan kota dengan angka pemilahan sampah tertinggi di dunia.

Awal mula Pemerintah Kota Curitiba mulai melakukan inovasi dalam hal pengelolaan sampah adalah peningkatan jumlah penduduk yang berdampak pada muncul kawasan-kawasan permukiman liar di kota ini. Warga yang tinggal di kawasan tersebut membangun tempat tinggalnya menggunakan papan kayu, plywood, dan batu-bata di tepian sungai dan bukit. Hunian yang mereka bangun sangat berdekatan satu dengan yang lain sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukakn proses pengumpulan sampah. Hal tersebut menyebabkan, warga yang tinggal di lokasi tersebut membuang sampah sembarangan di sungai atau di tanah kosong. Pembuangan sampah yang tidak beraturan ini memunculkan berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan tentunya kesehatan.

Namun, Jamie Lerner yang menjabat sebagai walikota Kota Curitiba pada saat itu tidak kehabisan akal. Lerner berpikir jika truk sampah tidak dapat menjangkau daerah-daerah tersebut maka warga setempat yang harus membawa ke tempat-tempat terdekat yang dapat dijangkau oleh truk sampah (Lerner dalam Gratz, 2013). Supaya warga mau ikut berpartisipasi maka perlu diberikan

(4)

“penghargaan” bagi warga yang mau membawa sampah-sampah ke tempat tersebut, penghargaan itu berupa token yang dapat digunakan warga untuk naik bus (Gratz, 2013). Program ini dikenal dengan sebutan “Garbage That Is Not Garbage” atau dalam bahasa setempat dikenal dengan “Lixo que nao e Lixo.” Lebih dari 70% penduduk Curitiba berpartisipasi pada program ini. 62 kawasan kumuh di Curitiba sendiri dapat menukarkan sampah hingga 11 000 ton sampah dengan jutaan token bus. Token-token bus ini digunakan warga ke kota untuk mencari pekerjaan.Seiring berjalannya waktu, token bus ini juga bisa digunakan di pasar-pasar setempat digunakan untuk menukar dengan bahan makanan (Gratz, 2013). Hal tersebut akhirnya berdampak positif pada angka GDP (Gross Domestic Product) kota ini yaitu meningkat sebanyak 75% pada tahun 1975-1995 dan angka GDP yang dimiliki Kota Curitiba tersebut melebihi angka GDP yang dimiliki Negara Bagian Parana (Hidalgo, 2014).

Keberhasilan dari implementasi pengolaan sampah yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Curitiba dengan mengikutsertakan warganya menjadi daya tarik bagi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai strategi pengelolaan sampah yang diterapkan di Kota Curitiba. Pada penelitian ini, peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai program-program pengelolaan persampahan yang diterapkan di Kota Curitiba sehingga dapat dijadikan referensi pemerintah di Indonesia dalam mengadakan upaya pengelolaan sampah.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan sebuah pertanyaaan penelitian yaitu bagaimana strategi pengelolaan sampah perkotaan di Kota Curitiba dalam menghadapi masalah persampahan? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian mengenai pengelolaan sampah di Kota Curitiba ini yaitu untuk mengetahui strategi-strategi apa saja yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Curitiba yang masih dalam konteks pengelolaan sampah perkotaan untuk menghadapi masalah persampahan di lingkup Kota Curitiba.

(5)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memperkaya referensi dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang perencanaan wilayah dan kota. Lebih lanjut lagi, melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan contoh penerapan penataan perkotaan yang sudah berhasil diterapkan di kota lain sehingga dapat memberikan inspirasi bagi pemerintah dan para perencana supaya dapat membuat sebuah rencana kota yang dapat diimplementasikan dengan baik.

1.5 Batasan Penelitian

Terdapat tiga jenis batasan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Batasan Area

Batasan area pada penelitian ini adalah seluruh wilayah Kota Curitiba yang sistem pengelolaan persampahan perkotaan yang dilakukan oleh pemerintah setempat.

2. Batasan Temporal

Batasan temporal merupakan kurun waktu yang digunakan sebagai batasan analisis pada penelitian ini. Adapun batasan temporal dari penelitian ini yaitu sejak awal muncul inisiatif pengelolaan persampahan perkotaan di tahun 1990 hingga tahun 2010.

3. Batasan Substansi

Pada penelitian ini, substansi yang akan dijelaskan yaitu deskripsi mengenai apa saja strategi yang digunakan pemerintah Kota Curitiba untuk mengelola sampah perkotaan yang dihasilkan oleh warga setempat.

1.6 Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari 6 bab yaitu Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Gambaran Umum Wilayah Amatan, Hasil dan Pembahasan, dan Kesimpulan dan Saran. Berikut merupakan penjelasan mengenai sistemetika penulisan penelitian ini

1. BAB I PENDAHULUAN

Terdapat beberapa bagian yang dijelaskan dalam penelitian ini yaitu latar belakang peneliti dalam mengambil tema dan topik penelitian, Pada bab ini

(6)

dijelaskan juga pertanyaan, tujuan, manfaat, serta batasan penelitian yang meliputi batasan area, temporal, dan substansial.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka merupakan penjelasan mengenai teori-teori yang terkait dengan penelitian. Selain penjelasan mengenai teori-teori yang digunakan, didalamnya juga terdapat penjelasan mengenai kerangka konsepsual yang merupakan hasil deduksi dari teori-teori yang terkait sehingga terbentuk suatu kerangka berpikir.

3. BAB III METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan lebih mendalam pada BAB III. Adapun hal-hal yang dibahas dalam bab ini meliputi pendekatan dan paradigma penelitian, unit amatan dan unit analisis, alat yang digunakan dalam penelitian, metode analis dan tahapan penelitian.

4. BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Deskripsi lokasi penelitian merupakan penjelasan mengenai daerah yang dijadikan lokasi dari penelitian ini, yaitu Kota Curitiba. Hal-hal yang akan dijelaskan tidak hanya gambaran yang sifatnya geografis namun juga sosial dan ekonomi.

5. BAB V STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH

Adapun isi dari bab v merupakan hasil analisis berupa uraian deskriptif mengenai sistem pengelolaan persampahan perkotaan di Kota Curitiba. Selain itu juga dijelaskan mengenai temuan yang didapat oleh peneliti setelah melakukan analisis mendalam terhadap teori-teori terkait perencanaan kota.

6. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab VI berisi tentang kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya. Selain itu pada bab ini juga diuraikan saran yang diberikana oleh peneliti.

1.7 Keaslian Penelitian

Terdapat beberapa aspek daam penelitian yang dapat membedakan penelitian yang satu dengan penelitian yang lain yaitu fokus penelitian, lokus

(7)

penelitian, dan metode penelitian.Adapun penjelasan mengenai fokus penelitian, lokus penelitian, dan metode penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Fokus Penelitian: Inovasi pada sistem pengelolaan sampah di Kota Curitiba

yang telah diterapkan sejak tahun 1989. b. Lokus Penelitian: Kota Curitiba

c. Metode Penelitian: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Content Analysis dengan paradigma penelitian rasionalistik

Berdasarkan tiga aspek tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa sebelumnya belum ada penelitian yang memiliki kesamaan khususnya dalam hal fokus penelitian. Hal ini dapat didukung dengan cara membandingkan pembahasan pada penelitian-penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan pada lokus penelitian yaitu Kota Curitiba.Adapun penelitian ataupun publikasi yang sebelumnya pernah dilaksanakan di Kota Curitiba dan terkait dengan topik dari penelitian ini yaitu

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Judul Jenis Penyusun Tahun Fokus Penelitian 1. Peluang dan Tantangan Penerapan Transit Oriented Development di Yogyakarta Pembelajaran Keberhasilan Curitiba dan Bogota Skripsi Permana, Septian Sofoewan 2012 Menemukan 7 kunci keberhasilan penerapan konsep TOD di Kota Curitiba dan Bogota. Kunci keberhasilan tersebut dijadikan pembelajaran bagi Kota Yogyakarta untuk merumuskan peluang dan tantangan. 2. Sustainable Development in Solid Waste Management of The Metropolitan Region Of Curitiba. Tesis Mertanen, Sari Teresa 2011 Membahas sektor informal yang ikut serta dalam proses

pengelolaan sampah di lingkup Area

Metropolitan Curitiba dilihat dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan dan menganalisis keterkaitannya. Sumber: Konstruksi peneliti (2015)

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dalam latar belakang penelitian bahwa Kota Curitiba telah meraih berbagai penghargaan dalam bidang penataan kota, maka tidak salah bila terdapat beberapa peneliti yang memilih untuk melakukan penelitian di kota ini

(8)

karena kesuksesannya dalam bidang penataan kota.Tabel 1.1 menunjukkan bahwa walaupun terdapat penelitian yang memiliki kesamaan dalam lokus penelitian, namun fokus pembahasan dari penelitian tersebut berbeda-beda.

Penelitian ini tentunya juga memiliki fokus pembahasan yang berbeda dengan penelitian yang telah disebutkan pada tabel 1.1. Walaupun penelitian yang dilakukan oleh Permana (2012) memiliki kesamaan lokasi dengan penelitian ini yaitu Kota Curitiba dan menggunakan metode yang sama dalam melakukan penelitian yaitu metode penelitian

Content Analysis, namun penelitian yang dilakukan oleh Permana (2012) memiliki fokus

penelitian yang berbeda dengan penelitian ini. Permana (2012) meneliti tentang konsep

Transit Oriented Development yang diterapkan di Kota Curitiba. Lokasi penelitian yang

dikaji oleh Permana (2012) juga tidak hanya Kota Curitiba, tetapi juga Kota Bogota. Dalam penelitian tersebut Permana (2012) menemukan 7 kunci keberhasilan penerapan konsep

Transit Oriented Development di Kota Curitiba dan Kota Bogota. Kemudian, kunci-kunci

keberhasilan tersebut dijadikan pembelajaran bagi Kota Yogyakarta untuk merumuskan peluang dan tantangan.

Penelitian yang selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Mertanen (2011). Sesuai dengan judul penelitiannya, Mertanen (2011) mengambil tema yang sama dengan penelitian ini yaitu pengelolaan sampah. Lokasi penelitian yang dilakukan Mertanen (2011) adalah Area Metropolitan Curitiba yang tentunya memiliki cakupan area yang lebih luas dibandingkan dengan penelitian ini yang hanya fokus membahas penerapan pengelolaan sampah di lingkup Kota Curitiba saja. Penelitian yang dilakukan Mertanen (2011) lebih fokus membahas sektor informal yang ikut serta dalam proses pengelolaan sampah di lingkup Area Metropolitan Curitiba. Dalam penelitiannya, Mertanen (2011) meneliti tentang kondisi para pemulung sampah dilihat dari aspek-aspek sosial seperti hak-hak sebagai pekerja, kelayakan hidup, dan bantuan sosial yang didapatkan oleh para pemulung. Mertanen (2011) melakukan analisis berdasarkan pada konsep Sustainable

Development. Temuan dalam penelitian tersebut adalah komposisi demografi dari para

pemulung dan kondisi lingkungan rumah tinggal para pemulung tersebut.

Topik yang diangkat sebagai fokus pembahasan dalam penelitian kali ini cukup menarik dan berbeda karena melalui penelitian ini dapat ditunjukkan keunggulan yang dimiliki Kota Curitiba selain dalam bidang transportasi yang telah diadopsi oleh kota-kota lain di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Inovasi-inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Curitiba dalam bidang pengelolaan sampah sangat menarik untuk diteliti karena inovasi tersebut dilakukan secara konsisten oleh pemerintah setempat. Mereka sadar

(9)

bahwa sampah masih memiliki nilai sehingga dapat didaur ulang dan dimanfaatkan kembali. Selain itu dengan memanfaatkan kembali sampah-sampah tersebut dapat berimplikasi dalam berkurangnya sampah yang dibuang menuju tempat pembuangan akhir.

Gambar

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Melalui kegiatan observasi di kelas, mahasiswa praktikan dapat. a) Mengetahui situasi pembelajaran yang sedang berlangsung. b) Mengetahui kesiapan dan kemampuan siswa dalam

Dua hal yang dipelajari penulis dengan pendekatan kemosistematika dalam peng- amatan adalah: (1) ketetapan karakter pada kelompok besar tetumbuhan yang memiliki arti dalam

Penelitian ini berjudul Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali, yang penelitiannya meliputi wawancara pada Masyarakat Suku Bali di Desa Cipta Dharma atau

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana

Audit, Bonus Audit, Pengalaman Audit, Kualitas Audit. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat, keinginan menghimpun klien sebanyak mungkin dan harapan agar

Perbandingan distribusi severitas antara yang menggunakan KDE dengan yang menggunakan suatu model distribusi tertentu dilakukan untuk melihat secara visual, manakah dari

61 Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa dilema yang Jepang alami pada saat pengambilan keputusan untuk berkomitmen pada Protokol Kyoto adalah karena