• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN AFFIRMASI (AFFIRMATIVE ACTION) KUOTA TIGA PULUH PERSEN KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PEMILU LEGISLATIF (DPRD) KOTA JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN AFFIRMASI (AFFIRMATIVE ACTION) KUOTA TIGA PULUH PERSEN KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PEMILU LEGISLATIF (DPRD) KOTA JAMBI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN AFFIRMASI (AFFIRMATIVE ACTION)

KUOTA TIGA PULUH PERSEN KETERWAKILAN PEREMPUAN

DALAM PEMILU LEGISLATIF (DPRD) KOTA JAMBI

Oleh :

Herma Yanti, SH.MH

Muhammad Siddik Prabowo

Abstrak

Kebijakan Affirmative (Affirmative Action) Kuota Tiga Puluh Persen

Keterwakilan Perempuan dalam pemilu seharusnya dapat lebih mendorong kaum

perempuan untuk turut berpartisipasi di bidang politik. Namun dalam

implementasinya dalam pemilu legislative (DPRD) di Kota Jambi, partisipasi

perempuan dalam pemilu DPRD belum sebagaimana yang diharapkan. Jumlah

persentasi perempuan dalam pemilu legislative DPRD Kota Jambi masih jauh

dari angka persentasi tigapuluh persen yang ditentukan oleh UU. Factor

substansi UU sendiri yang belum secara tegas dan sungguh-sungguh mengatur

untuk melibatkan kaum perempuan di bidang politik dapat dikatakan salah satu

factor yang mempengaruhinya, ditambah lagi factor-faktor kasik yang masih

melekat dalam masyarakat yang mempengaruhi kurangnya minat perempuan

untuk berpolitik.

Kata Kunci :

Kebijakan Afirmasi, Perempuan, Pemilu

A. Latar Belakang

Peran dan emansipasi perempuan dalam segala bidang

pembangunan saat ini mempunyai peluang yang sangat tinggi, sehingga

tidak ada salahnya apabila perempuan dalam era reformasi dan didukung

dengan perubahan dan perkembangan zaman ini turut serta bahu-membahu

ikut berpartisi aktif untuk membangun suatu bangsa dan negara yang lebih

maju untuk kedepannya, termasuk didalamnya adalah berkiprah dalam

dunia politik.

Dengan era reformasi yang sudah bergulir dan berjalan hampir 17

tahun, dengan pemilu sistim multi partai, maka membuka peluang kaum

perempuan untuk ikut berpartisipasi langsung dalam dunia politik, salah

satunya para kaum perempuan untuk menjadi anggota legislatif, baik di

DPR, DPD, DPRD I dan DPRDII.

Herma Yanti. SH.MH adalah Dosen Tetap PS. Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Batanghari Jambi.

Muhammad Siddik Prabowo adalah Mahasiswa PS. Ilmu Hukum Fakultas Hukum

(2)

Kebijakan afirmasi (affirmative action) terhadap perempuan dalam

bidang Politik setelah berlakunya perubahan UUD 1945 dimulai dengan

disahkan nya UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan

DPRD. Peningkatan keterwakilan perempuan berusaha dilakukan dengan

cara memberikan ketentuan agar partai politik peserta Pemilu

memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% di

dalam mengajukan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pasal 65 ayat (1)

UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD

menyatakan: Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon

Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap

Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan

sekurang-kurangnya 30%. Dari waktu ke waktu, affirmative action terhadap

perempuan dalam bidang politik semakin disempurnakan. Hal itu dapat

ditelaah ketika DPR menyusun RUU Paket Politik yang digunakan dalam

pelaksanaan Pemilu 2009, yaitu UU No. 22 Tahun 2007 tentang

Penyelenggara Pemilu, UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU

No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD”. Dalam hal

persamaan kedudukan, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama

berkedudukan sebagai subjek atau pelaku pembangunan. Dalam

kedudukan sebagai subjek pembangunan, laki-laki dan perempuan

mempunyai peranan yang sama dalam merencanakan,melaksanakan,

memantau dan menikmati hasil pembangunan. Hak yang sama di bidang

pendidikan misalnya, anak laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang

sama untuk dapat mengikuti pendidikan sampai ke jenjang pendidikan

formal tertentu.

Sementara dalam UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan

Umum Pasal 58 ditegaskan bahwa :

(1) KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran

dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota DPR dan

verifikasi terhadap terpenuhinya jumlah sekurang-kurangnya 30%

(tiga puluh persen) keterwakilan perempuan.

(2) KPU Provinsi melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan

kebenaran dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota

DPRD provinsi dan verifikasi terhadap terpenuhinya jumlah bakal

calon sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan

perempuan.

(3) KPU Kabupaten/Kota melakukan verifikasi terhadap kelengkapan

dan kebenaran dokumen persyaratan administrasi bakal

calon anggota DPRD kabupaten/kota dan verifikasi terhadap

terpenuhinya jumlah bakal calon sekurang-kurangnya 30% (tiga

puluh persen) keterwakilan perempuan”.

Penulis tertarik untuk melakukan penelitian, mengingat sampai

saat ini walaupun undang-undang sudah mengamanatkan kouta

perempuan 30% untuk menjadi calon legislatif, namun dalam kenyataan

kouta ini masih sulit untuk dipenuhi, kemudian masih kurang kuatnya

keinginan perempuan yang menjadi legislatif, belum lagi faktor dukungan

pihak keluarganya. Padahal kemampuan perempuan untuk menjadi

(3)

anggota legislatif pada dasarnya tidak diragukan lagi, namun persoalannya

peluangnya dibatasi karena persoalan politik, yang mana pergeseran dalam

penetapan caleg selalu menjadi persoalan intern di tiap-tiap partai.

Begitupula di Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Jambi

bahwa partisipasi perempuan dalam politik masih sangat rendah, termasuk

pandangan tokoh masyarakat terhadap keterlibatan dalam dunia politik

masih kurang, perempuan yang terjun dalam dunia politik dalam artian

dapat berperan ganda untuk menyalurkan aspirasinya dalam bidang

pendidikan, ekonomi, kesehatan, politik, sosial dan intinya adalah turut

serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membangun

bangsa dan negaranya.

Untuk mengetahui sejauh mana implementasi kebijakan afirmasi

(Affirmative Action) kuota 30% Perempuan dalam pemilu legislatif (DPRD)

Kota Jambi dan partisipasi perempuan sebagai calon anggota legislatif di

dalam dunia politik, kendala-kendala dan kelemahan-kelemahan dan upaya

yang harus di lakukan, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan

suatu kajian dan penelitian dan dituangkan dalam penulisan yang berjudul

”Implementasi kebijakan afirmasi kuota tiga puluh persen Perempuan

dalam pemilu legislatif (DPRD) Kota Jambi”.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi

pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Implementasi kebijakan affirmasi (Affirmative Action) Kuota

tiga puluh persen (30%) perempuan dalam pemilu legislative (DPRD)

Kota Jambi?

2. Apa faktor-faktor pendukung dan penghambat perempuan sebagai

anggota legislatif di DPRD Kota Jambi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a.

Untuk mengetahui dan memahami bagaimana Implementasi kebijakan

afirmasi (Affirmative Action) kuota 30% Perempuan dalam pemilu

legislatif (DPRD) Kota Jambi.

b.

Untuk

mengungkapkan

apa

faktor-faktor

pendukung

dan

penghambat perempuan sebagai anggota legislatif di DPRD Kota

Jambi.

2. Manfaat Penelitian

a. Untuk mengembangkan pengetahuan penulis dalam masalah

pemahaman masyarakat terhadap tingkat partisipasi perempuan

dalam bidang politik.

b. Memberikan kontribusi kepada para pembaca khususnya para

perempuan terhadap keberadaannya dan peranannya dalam

Implementasi hukum yang berkaitan dengan keterwakilan perempuan

dalam bidang politik.

(4)

D. Landasan Teori

1. Tujuan Hukum

Prof. L.J. Van Apeldron mengatakan tujuan hukum adalah

mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Demi

mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil

dengan

mengadakan

perimbangan

antara

kepentingan

yang

bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh sedapat

mungkin apa yang menjadi haknya.

1

2. Affirmative Action

Affirmative Action (Kebijakan Afirmasi) merupakan

tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementaraguna mendorong dan

mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga

masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai

tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok

masyarakat kebanyakan yang sudah jauh lebih maju.

2

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Pendekatan.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bersifat studi

“Yuridis Sosiologis”,yaitu berdasarkan ketentuan-ketentuan

perundang-undangan terkait dengan kebijakan afirmasi kuota tigapuluh persen

perempuan dalam pemilu legislative kemudian dikaitkan realitanya

dalam keterlibatan perempuan dalam pemilu Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kota Jambi.

2. Spesifikasi penelitian

Adapun spesifikasi penelitiannya yaitu “diskriptif analistis”, yaitu

suatu penelitian yang bersifat memaparkan, menggambarkan secara rinci

tentang implementasi kebijakan afirmasi (affirmative action) kuota

tigapuluh persen perempuan dalam pemilu legislative DPRD Kota Jambi

dan menganalisa pada pokok permasalahan guna untuk mudahkan

menemukan fakta dan data-data yang ada di lapangan, dan selanjutnya

dianalisis menggunakan konsep-konsep maupun teori-teori yang

digunakan dalam penelitian ini.

3. Sumber Data.

a.

Penelitian kepustakaan

Melalui studi pustaka, penulis mengambil berbagai bahan yaitu

bahan yang diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan

memahami peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

penelitian mulai dari UUD 1945, UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan

Umum, dan berbagai peraturan perundang-undangan lain serta literatur

yang berkaitan dengan masalah penelitian.

b.

Penelitian lapangan

1

Rizky Ariestandi Irmansyah, Hukum, Hak Asasi Manusia dan Demokrasi, Jogjakarta, Graha Ilmu, 2013, hlm.40

2

(5)

Studi lapangan penulis memperoleh data melalui dokumentasi,

peraturan partai politik, KPU dan selanjutnya dalam proses pencalonan

anggota legislatif perempuan. Kemudian sumber lapangan diperoleh

langsung dan observasi kepada pihak-pihak yang terlibat dengan

masalah penelitian.

4. Metode Pengumpulan Data

a.

Wawancara terbuka

Wawancara terbuka adalah percakapan dimana subjek penelitian

(yang diwawancarai) dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh

peneliti diberikan kebebasan untuk berbicara secara luas dan mendalam

untuk menjawab pertanyaan tersebut.

3

Dalam hal ini wawancara

dilakukan kepada narasumber yang terkait.

b. Studi dokumentasi

Dokumentasi menurut dapat artikan sebagi cara mengumpulkan

data melalui benda-benda, majalah-majalah, dokumen-dokumen,

peraturan-peraturan, notulen rapat ataupun catatan harian. Dalam

penelitian ini, dokumen-dokumen yang digunakan”.

4

adalah sebagai

berikut :

1)

Jumlah anggota DPRD Perempuan Kota Jambi

2)

Jumlah Kursi dari masing-masing Partai di DPRD Kota Jambi

5. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data dan

mengorganisir kedalam suatu pola kategori dan satuan uraian dasar”.

5

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode kualitatif dimana dalam metode kualitatif sebagai prosedur

untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang serta perilaku yang dapat diamati, yang menitik

beratkan pada wawancara mendalam. Data yang terkumpul, dipilih

dan dikelompokan berdasarkan data yang sama. Kemudian

diorganisasikan untuk mendapat simpulan data sebagai bahan

penyajian data. Setelah data diorganisasikan selanjutnya data

disajikan dalam uraian-uraian normatif yang disesuaikan dengan

bahan untuk memperjelas data, sesuai dengan permasalahan yang

dikemukakan.

F. Pembahasan

1. Implementasi UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemberian 30% Bagi

Perempuan Sebagai Anggota DPRD Kota Jambi.

Penerapan UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum yang

memberikan peluang bagi perempuan 30% untuk masuk ke calon legislatif

merupakan angin segar bagi para kaum perempuan untuk melibatkan

dirinya dan berpartisipasi dalam dunia politik, yang selama ini kaum

3

Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung, Pustaka Setia, 2002, hlm. 132

4

Suharsimi Arikunto, Strategi Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Widya Karya, hlm. 129

5

(6)

perempuan kurang mendapatkan perhatian dan peluang untuk duduk

menjadi anggota legislatif. Dengan UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan

Umum, diharapkan para kaum perempuan di Kota Jambi ini dapat menjadi

anggota

legislatif

sebagai

perwakilan

suara

perempuan,

untuk

menyampaikan aspirasi-aspirasinya dalam rangka turut serta berjuang dan

memberikan kontribusinya terhadap masalah pembangunan, pendidikan,

kesehatan, ekonomi, social budaya, agama, masalah perempuan dan lain

sebagainya.

Sebagaimana ditentukan Pasal 58 UU NOmor 8 tahun 2012

bahwa:

(1) KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran

dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota DPR dan

verifikasi terhadap terpenuhinya jumlah sekurang-kurangnya 30% (tiga

puluh persen) keterwakilan perempuan.

(2) KPU Provinsi melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran

dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota DPRD provinsi

dan verifikasi terhadap terpenuhinya jumlah bakal calon

sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan.

(3) KPU Kabupaten/Kota melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan

kebenaran dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota DPRD

kabupaten/kota dan verifikasi terhadap terpenuhinya jumlah bakal

calon sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan

perempuan”.

6

Sesuai dengan pasal diatas, tahap verifikasi kelengkapan

administrasi bakal calon anggota DPRD Kabupaten/Kota melengkapi

persyaratan terhadap terpenuhinya jumlah bakal calon

sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan.

Sehubungan dengan kewajiban kuota 30% keterwakilan

perempuan yang diwajibkan sebagai salah satu syarat kepada partai politik

untuk lolos verifikasi dan menjadi partai peserta pemilu. Banyak parpol

yang mengusung perempuan sebagai bakal calon anggota hanya sebagai

formalitas saja, dan perempuan yang diusung terkesan dipaksakan.

Sebagaimana dinyatakan oleh Yatno, anggota KPUD Kota Jambi :

“Dalam proses verifikasi yang dilakukan oleh KPUD Kota Jambi,

banyak ditemukan dalam dokumen bakal calon anggota

perempuan yang diusung oleh partai yang bersangkutan adalah

kader-kader baru, bukannya kader yang memang militan dan

berproses didalam parpol tersebut. Hal ini nampak dari tahun di

KTA (Kartu Tanda Anggota) parpol sebagai pelengkap

persyaratan verifikasi terlihat baru terdaftar sebagai anggota

parpol tersebut.”

7

6

Wien Arifin, Ketua KPU Kota Jambi, Wawancara, tanggal 2 Februari 2015

7

(7)

Berdasarkan hasil wawancara diatas terlihat bahwa banyak

parpol yang masih sangat sulit untuk mendapatkan kader perempuan yang

nantinya akan diusung menjadi calon legislatif.

Masuknya perempuan dalam arena politik, khususnya dalam

Pemilihan Umum Legisaltif 2014 ini, selalu menghadapi tantangan yang

harus siap dihadapi. Hal ini sebagaimana dikemukakan anggota DPRD

Kota Jambi Yeni Sinaga yang mengatakan bahwa, setidaknya ada tiga

tantangan yang harus dihadapi perempuan yang akan berlaga dalam

Pemilihan Umum Legisaltif yang datang yaitu :

“Pertama

, mayoritas partai yang mengikuti kompetisi pemilihan

umum merupakan partai-partai lama. Kalaupun ada partai baru,

tindakan politiknya mengikuti pola lama ataupun komposisi

dewan pengurusnya berisikan orang-orang lama. Hal ini

merupakan jebakan politik jika perempuan tidak merumuskan

bentuk politik berbeda dan program-program yang berisikan

kepentingan konstituen.

Kedua

, tingkat kepercayaan rakyat terhadap lembaga-lembaga

politik; parlemen, partai-partai, maupun sistem pemilu semakin

menciut. Persentase golongan putih atau golput terus saja

meningkat di berbagai pengalaman pemilihan umum.

Ketiga

, kemampuan dan keahlian kandidat perempuan untuk

menempati posisinya. Posisi-posisi pencalonan anggota legislatif

dan pengusulan calon pada umumnya direbut oleh perempuan

dari kelas menengah ke atas. Pada umumnya, meskipun lapisan

sosial ini memiliki tingkat pengetahuan dan pendidikan tinggi,

akan tetapi biasanya kurang peka dan kurang terikat secara

oraganik dengan massa perempuan di akar rumput”.

8

Dengan kondisi-kondisi tersebut, maka hambatan bagi kaum

perempuan untuk meniti karir di dunia politik akan tetap berlanjut. Terlebih

lagi sanksi yang diterapkan bagi partai politik yang tidak memenuhi kuota

sangat lemah, yakni hanya berupa revisi dokumen sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 58 Undang-undang No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu. Tanpa

sanksi yang jelas, semisal membatalkan kesempatan partai untuk ikut dalam

pemilu, ketidakpatuhan partai dalam memenuhi kuota tetap saja akan

terjadi.

Persoalan lain dari masih tetap rendahnya representasi

perempuan di ranah lokal karena akses pendidikan bagi mereka

kenyataannya masih lebih terbatas. Di samping itu, kaum perempuan di

daerah perdesaan dan pedalaman juga kekurangan informasi dan fasilitas

untuk dapat mengakses informasi tentang pentingnya duduk di lembaga

perwakilan. Ditambah lagi, kepercayaan agama dan tradisi budaya di

daerah pedesaan yang lebih ketat dibandingkan dengan daerah perkotaan.

Hal itu menyebabkan hambatan bagi kaum perempuan untuk berpartisipasi

dalam kompetisi politik menjadi lebih besar.

8

(8)

Bila dilihat dari hasil pemilu anggota DPRD Kota Jambi Tahun

2014, diketahui bahwa jumlah keseluruhan anggota DPRD Kota Jambi

berdasarkan daerah pemilihan berjumlah 45 orang yang terdiri dari 12 partai

politik, yaitu partai Nasdem, PKB, PKS, PDIP, Golkar, Gerindra,

Demokrat, PAN, PPP, Hanura, PBB, PKPI.

Dari 45 kursi DPRD Kota Jambi, Nasdem mendapatkan 1 kursi,

PKB 4 kursi, PKS 1 kursi, PDIP 6 kursi, Golkar 4 kursi, Gerindra 5 kursi,

Demokrat 8 kursi, PAN 5 kursi, PPP 4 kursi, Hanura 5 kursi, PBB 1 kursi,

dan PKPI 1 kursi”.

Sedangkan untuk anggota DPRD Kota Jambi khusus untuk

perempuan belum mencapai target, dimana dari 12 partai yang

mengikutsertakan kaum perempuan untuk menjadi calon, maka yang

menjadi anggota DPRD Kota Jambi khusus perempuan adalah sesuai daftar

tabel sebagai berikut :

Tabel. 1. Perolehan Suara Perempuan Anggota DPRD Kota Jambi Pemilu

2014”.

No

Nama Anggota

Partai

Jumlah

1

RR. Nuily Kumiasih, SE

Demokrat

1

2

Maria Magdalena, SS

PDIP

1

3

Yenny Sinaga, S.Th. M.Pd.K

PDIP

1

4

Hj. Markonah

PAN

1

5

Nyimas Mazniati

Hanura

1

6

Syofni Herawari, SP

PKB

1

7

Ermawati

Golkar

1

Sumber : Kantor KPUD Kota Jambi 2015

Berdasarkan tabel di atas bahwa jumlah angora DPRD Kota Jambi

hasil pemilu tahun 2014 menempatkan anggota DPRD dari kaum

perempuan hanya 7 orang dari jumlah total 45 Kursi artinya hanya (15,5%)

perempuan yang menjadi wakil rakyat di DPRD Kota Jambi. Sebagai

perbandingan pemilihah umum tahun2009 yang lalu jumlah perempuan

yang menjadi angora DPRD Kota Jambi hanya 4 orang yang dapat diketahui

pada table sebagai berikut :

Tabel.2. Perolehan Suara Perempuan Anggota DPRD Kota Jambi Pemilu

2009”.

No

Nama Partai

Nama Anggota

Jumlah

1

GOLKAR

Masita Arifin, SE

1

2

GOLKAR

Hj. Elly Rosanita, SH

1

3

PKS

Ir. Anti Yosefa

1

4

PDIP

Maria Magdalina, SS

1

Sumber : Kantor KPUD Kota Jambi 2015

Berdasarkan tabel di atas, bahwa jumlah anggota DPRD Kota

Jambi perempuan untuk tahun 2014 meningkat berjumlah 7 orang

perempuan, dibandingkan tahun 2009 yang hanya 4 orang yang mewakiliki

perempuan sebagai anggota DPRD Kota Jambi. Meskipun demikian, dari

jumlah tersebut masih sangat sedikit jumlah kaum perempuan di Kota Jambi

yang dapat berkiprah di dunia politik.

(9)

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Bagi Perempuan dalam

Partisipasinya Sebagai Anggota Legislatif DPRD di Kota Jambi.

1. Faktor Pendukung Bagi Perempuan

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden anggota DPRD,

mengungkapkan beberapa faktor pendukung bagi perempuan untuk

menjadi anggota legislative, diantaranya adalah :

1. Adanya ketentuan UU yang mensyaratkan setiap partai harus

didukung caleg perempuan dengan peluang harus keterwakilan 30%.

2. Tingkat pemikiran kaum perempuan semakin maju

3. Adanya dukungan dari keluarga untuk perempuan menjadi caleg.

Adanya ketentuan undang-undang yang menentukan kuota

keterwakilan perempuan menjadi factor pendukung utama bagi kaum

perempuan untuk berpartisipasi di bidang politik. Berdasarkan hasil

wawancara

responden

perempuan

anggota

DPRD

Kota

Jambi

mengungkapkan bahwa sebenarnya menurut Undang-undang perempuan

saat ini sangat berpeluang dan diberi kesempatan untuk ikut serta dan

berpartisipasi menjadi anggota legislatif dan penyampaian aspirasi

masyarakat, karena pemikiran dan ide-idenya tidak kalah dengan kaum

laki-laki, inilah makanya Undang-undang memberikan peluang dan

harapan kaum perempuan untuk menjadi anggota DPR.

Mengenai tingkat pemikiran kaum perempuan yang semakin

maju juga telah mendorong kaum perempuan untuk berkiprah di dunia

politik, khususnya anggota DPRD Kota Jambi. Hal ini dipengaruhi oleh

semakin majunya tingkat pendidikan masyarakat, memunculkan banyak

kaum perempuan yang cerdas dan pintar sehingga dapat dimanfaatkan

ilmu pengetahuan dan keterampilannya dalam memajukan bangsa dan

negara.

Sebagaimana dikemukakan oleh Ibu RR. Nulli Kurniasih anggota

DPRD Kota Jambi yang mengatakan bahwa :

“Banyak kaum perempuan/perempuan saat sekarang ini tidak

diragukan lagi dari segi tingkat pendidikan, kecerdasan,

ide-idenya yang cemerlang, kemampuan di segala bidang. Tidak ada

salahnya bila setiap pengelolaan Negara dan bangsa, pengelolaan

sumber

daya

ala

mini,

memajukan

masyarakat

kitamengikutsertakan kaum perempuan untuk terlibat langsung

inilah pertimbangan penting bagi kaum perempuan Indonesia

kedepannya”.

9

Hal ini menunjukkan bahwa semakin majunya tingkat pendidikan

bagi kaum perempuan saat sekarang ini, maka akan semakin meningkatnya

kemampuan kaum perempuan untuk berkiprah dalam dumia politik.

Kemudian tentang adanya dukungan dari pihak keluarga, semua

responden mengatakan bahwa duduknya mereka sebagai anggota DPRD

Kota Jambi tidak terlepas dari dukungan pihak keluarga, terutama suami

9

(10)

dan keluarga terdekat. Bahkan tidak hanya dari keluarganya, justru

kadang-kadang dari berbagai organisasi, dan beberapa partai politik juga ikut

mendukung dengan mengajak yang bersangkutan dapat bergabung dan

meraup suara dari partai yang bersangkutan, karena dengan pertimbangan

yang bersangkutan mempunyai kemampuan, keahlian dan potensi untuk

menjadi anggota legislatif, inilah peluang bagi kaum perempuan. Dukungan

itu menjadi sangat mutlak, karena beratnya tantangan yang harus dihadapi

untuk duduk sebagai anggota legislative.

2. Faktor Penghambat Bagi Perempuan

Hambatan-hambatan yang ditemui di lapangan bagi perempuan

dalam partisipasinya sebagai anggota legislative DPRD Kota Jambi. Tidak

mustahil apabila ada sebagian kalangan yang menganggap keterlibatan

perempuan dalam aktivitas politik tidak mencerminkan sosok perempuan

ideal dalam Islam. Hal itu karena kuatnya asumsi masyarakat tentang

pembagian peran perempuan bekerja di rumah dan laki-laki di luar rumah.

Hambatan yang ditemui di lapangan berdasarkan hasil

wawancara bahwa hambatan bagi perempuan untuk menjadi anggota

legislatif antara lain adalah :

a. Masih kurang tertariknya kaum perempuan untuk terjun kedunia

politik

Meskipun perempuan telah masuk dan duduk di dunia politik namun

perannya belum dinilai maksimal. Pasalnya, terdapat sejumlah kendala

yang menghambat langkah perempuan dalam dunia politik. Kendala

lainnya karena adanya aturan dalam patai politik tertentu yang tidak

memperbolehkan perempuan untuk duduk di pucuk pimpinan atau di

lini tertentu.

Hasil wawancara dengan Ibu Nyimas Mazniati anggota DPRD Kota

Jambi mengatakan bahwa :

Menurutnya, ada tiga faktor : kapasitas pribadi, aturan partai, dan

penempatan kader perempuan dari partai tersebut dalam aturan

lembaga politik. “Kebanyakan legislator perempuan tidak memiliki

integritas yang baik dalam perpolitikan sehingga mengikut. Sementara

dalam hal partai, dirinya menyarankan, agar setiap partai menempatkan

khusus presentasi dan peran perempuan dalam AD/ART partai, Intinya

partai harus di reformasi”.

10

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas maka dapat ditegaskan

bahwa masih adanya keterbatasan bagi kaum perempuan untuk

duduk sebagai anggota DPR, masih adanya keterbatasan-keterbaasan

salah satunya adalah persoalan integritas, sehingga diperlukan

upaya-upaya perbaikan untuk kedepannya.

b

. Kurangnya dukungan dari pihak suami dan keluarga

Persoalan kurang dukungan dari keluarga terutama suami juga menjadi

kendala bagi kaum perempuan untuk ikut dan berpartisipasi ke

lembaga legislatif. Berdasarkan wawancara dengan responden

perempuan anggota DPRD Kota Jambi mengungkapkan bahwa

10

(11)

persoalan dukungan dari pihak suami dan keluarga juga menjadi

kendala, bagaimana seorang caleg perempuan yang kurang mendapar

dukungan dan respon dari keluarganya akan berhasil, sedangkan caleg

perempuan yang mendapat dukungan dana dan keluarganya belum

tentu akan berhasil, inilah yang menjadi persoalan. Dengan kurangnya

dukungan pihak suami maupun keluarga, sehingga tentu saja akan

menjadi pertimbangan para perempuan untuk berpartisipasi menjadi

calon legislatif.

c. Dana yang cukup besar

Peran politik perempuan menghadapi kendala besar dalam sistem

demokrasi terbuka saat ini. Umumnya, perempuan minim dukungan

dana untuk tampil, dan partai politik pun hanya asal-asalan memenuhi

kuota 30 persen perempuan sebagai calon legislatif dalam pemilihan

umum.

Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Ibu Syofni Herawati anggota

DPRD Kota Jambi yang mengatakan bahwa :

“Pemilu selalu perlu dana besar, tapi sumber dana selalu didominasi

kaum laki-laki. Perempuan tidak punya sumber dana yang cukup.

Inilah hambatan besar bagi perempuan untuk ikut tampil sebagai

politisi lewat Pemilu. Karena tanpa modal besar sulit untuk berhasil.

Dana untuk operasional, dana untuk tim sukses, dana untuk atribut,

dana untuk sosialisasi dan kompanye dan masih banyak lagi dana yang

harus dikeluarkan bagi seorang caleg”.

11

Selain itu partai politik menempatkan perempuan di nomor urut kurang

menguntungkan. Kalau memang memberikan kesempatan, harusnya

perempuan ditempatkan di nomor jadi, yakni nomor 1 atau 2. Parpol

juga kurang serius, karena memasukkan perempuan asal comot

sehingga bisa memenuhi kuota 30 persen. Itu sebatas memenuhi kuota

yang ditetapkan UU. Seharusnya dipersiapkan serius, perempuan yang

benar-benar berkualitasyang dimasukkan, sehingga nantinya kalau

jadi wakil rakyat, sentuhan perempuan bisa memberi andil dalam

pengambilan keputusan dan pembuatan UU.

d.

Pertimbangan tugas dan kewajiban perempuan sebagai isteri

dan sebagai ibu.

Menjadi anggota legislative tentunya berhadapan dengan

kesibukan di luar rumah sehingga harus meninggalkan keluarga

dalam waktu yang cukup lama. Sehingga banyak perempuan

yang memang masih mempertimbangan tugas dan kewajiban

sebagai isteri dan ibu yang akan menjadi terlantar karena kegiatan

sebagai anggota DPRD yang menyita waktu. Hal ini menjadi

penghalang bagi perempuan untuk maju menjadi politisi.

Sebagaimana dikemukakan oleh Ibu Nurjannah Aktivitis Majelis

Taklim Kota Jambi yang mengatakan bahwa :

11

(12)

“Sebenarnya tugas pokok perempuan itu bukan menjadi seorang

politik, karena untuk menyalurkan aspirasi kepada pemerintah

kan tidak harus menjadi anggota DPR, melalui lembaga, melalui

organisasi, melalui seminar dan diskusi dan masih banyak

cara-cara lain untuk menyampaikan ide-idenya untuk kemalsahatan

ummat tersebut”.

12

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas bahwa, persoalan

terpenting bagi perempuan adalah menjadi sosok manusia yang

menjadi contoh dan menjadi harapan semua orang, terutama

adalah tugas dalam lingkup keluarga dan rumah tangganya.

Banyak terjadi dan kita lihat bahwa perempuan yang menjadi

aktivis politik banyak yang rumah tangganya berentakan,

perceraian dan terjadinya peristiwa yang kurang baik bagi

tumbuh kembang anak-anak. Hal inilah yang banyak menjadi

halangan bagi perempuan yang memiliki pemikiran yang

cerdas dan pemahaman agama sulit untuk ikut berpartisipasi di

dunia politik.

e.

Kemauan kaum perempuan yang masih relatif rendah

Kendati perempuan telah masuk dan duduk di dunia politik

namun perannya belum dinilai maksimal. Pasalnya, terdapat

sejumlah kendala yang menghambat langkah perempuan dalam

dunia politik. Misalnya saja kendala dalam pribadi yang

bersangkutan. Atau dengan kata lain kurangnya kesadaran dari

perempuan yang berkecimpung dalam politik untuk lebih peka

terhadap pengambilan kebijakan.

Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Hj. Markonah anggota

DPRD Kota Jambi yang mengatakan bahwa :

“Kemauan para perempuan khususnya di Kota Jambi untuk

masuk ke dunia politik masih kurang, berbagai aspek kurang

kesiapan masalah waktu, dana dan juga masalah belum siapnya

untuk meninggalkan tugas-tugas kewajibannya sebagai isteri dan

ibu bagi anak-anak. Karena kalau seorang ibu rumah tangga yang

masuk ke dunia politik dan menjadi anggota DPRD harus rela dan

siap berkorban waktu, baik mengurus suami dan anak-anak,

kemudian baru mengurus aktivitasnya sebagai anggota DPRD,

inilah yang menjadi pertimbangan para perempuan belum banyak

siap untuk terjun ke daunia politik walupun sebagian perempuan

sudah mencoba dan terjun lansjung kedunia politik”.

13

Berdasarkan komentar di atas dapat ditegaskan bahwa, kemauan

perempuan untuk masuk dan terjun langsung ke dunia politik

12

Nurjannah, Aktivitis Majelis Taklim Kota Jambi, Wawancara tanggal, 20 Maret 2015

13

(13)

saat ini belum tinggi, karena tidak sama dengan di daerah-daerah

lainnya, seperti di Jawa maupun di Jakarta, dengan persaingan

peran perempuan sangat tinggi dan ketat. Sehingga setiap partai

sudah banyak SDM perempuan dan sudah siap untuk

diikutsertakan dalam kegiatan maupun aktivitas di dunia politik.

G. Penutup

1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di atas,

dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Implementasi Affirmative Action Kuota 30% perempuan dalam

pemilu legislative (DPRD) Kota Jambi dapat dikatakan

mendorong meningkatkan jumlah anggota DPRD perempuan

yang berkiprah menjadi anggota DPRD dibandingkan pemilu

sebelumnya. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah

perempuan yang duduk di legislative (DPRD) Kota Jambi pada

pemilu 2014 menjadi tujuh orang, dibandingkan pemilu

sebelumnya yang hanya sebanyak empat orang. Namun

peningkatan tersebut masih jauh dari kuota yang diberikan UU

sebesar 30%. Karena dari 45 orang anggota DPRD Kota Jambi,

jumlah anggota perempuan (7 orang) tersebut hanya sebesar

15,5%.

b. Faktor pendukung bagi perempuan untuk berpartisipasi sebagai

anggota DPRD Kota Jambi selain adanya peluang yang diberikan

oleh UU yang menentukan kuota 30% adalah meningkatkan

pemikiran sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan

perempuan serta adanya dukungan dari pihak keluarga. Adapun

factor penghambatnya adalah kurang tertariknya kaum

perempuan untuk terjun di dunia politik, kurangnya dukungan

dari keluarga, dana yang cukup besar, serta pertimbangan akan

tugas dan kewajiban perempuan sebagai istri dan ibu yang akan

terlantar dengan menjadi anggota DPRD.

2. Saran

Dalam penulisan ini ada beberapa yang penulis sampaikan

sebagai rekomendasi diantaranya adalah :

a. Seyogyanya harus ada undang-undang yang jelas memberikan

ruang kepada calon anggota legislatif di dalam parlemen,

sehingga keterwakilan perempuan dalam bidang politik dapat

terimplementasikan.

(14)

b. Kaum perempuan seharusnya dapat lebih meningkatkan

kiprahnya ke bidang politik praktis, agar dapat lebih

memperjuangkan kepentingan-kepentingan kaum perempuan

dan anak-anak yang seyogyanya lebih dipahami kaum

perempuan daripada kaum laki-laki. Karena pada dasarnya

antara laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kesempatan

yang sama sebagai warga negara Indonesia.

c. Partisipasi dari berbagai pihak baik pemerintah, partai politik,

ataupun individu untuk menghapus budaya patriarki di

Indonesia.

H. Daftar Pustaka

Al-Bahi, M. “Langkah Perempuan Islam Masa Kini, Gejala-Gejala dan

Sejumlah Jawaban”,

Gema Insani Pers, Jakarta,1992

Arikunto, S. “Strategi Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”, Widya

Karya, Jakarta, 2004,

Asror, M. “Emansipasi Perempuan Dalam Qur’an”, Bulan Bintang,

Jakarta,2001

Asshidiqie, J. “Menuju Negara Hukum Yang Demokratis”, Graha Ilmu,

Jakarta, 2008

Danim, S. “Menjadi Peneliti Kualitatif”, Pustaka Setia, Bandung, 2002

Harsono, H. “Implementasi Kebijakan dan Politik”, Bumi Aksara, Jakarta

2004

Irmansyah, R.A. “Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi”, Graha

Ilmu, Jogjakarta, 2013,

Sanit, A. “Politik dan Kekuasaan”, Bimantara, Jakarta, 2002

Sastroatmodjo, “Komunikasi Politik” Rineka Cipta, Jakarta, 2005

Soedjipto, A. “Politik Perempuan Bukan Gerhana” Buku Kompas,

Jakarta, 2005

Surbakti, “Partisipasi Politik dan Pandangan Publik” Bima Aksara,

Jakarta, 2003

Thaha, K.H. “Konsep Ibu Teladan Kajian Pendidikan Islam” Risalah Gusti

Jakarta, 1999

Utami, T.S., “Perempuan Politik di Parlemen”, Bima Aksara, Jakarta, 2004

Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB.

Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum

DPR,DPD, dan DPRD

Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum

DPR,DPD, dan DPRD

Website :

http://jambikota.bps.go.id,

(15)

https://kpuindragirihulu.wordpress.commemahami-uu-no-08-tahun-2012-tentang-pemilu-dpr-dpd-dan-dprd/,

http://beritapalu.com/catatan-ringan/2815-

,

keterwakilan-perempuan-di-parlemen-dan-kualitas-kebijakan,

http://handikap60.blogspot.com/2013/03/bentuk-bentukpartisipasipolitik,

Christina Holtz-Bacha, Political Disaffection, dalam dalam Lynda Lee

Kaid and Christina Holtz-Bacha, Encyclopedia of Political

Communication, (California : Sage Publications, 2008) p.577-9.,

http://www.acehnationalpost.com

pandangan-masyarakat-mengenai-politik.html,

http://nasional.kompas.com/read/2013/04/21/BersinergiMenguatk

an.Peran.Perempuan.dalam.Politik,

Referensi

Dokumen terkait

Ansel3 Bowar 95 1;=;5 Pengantar bentuk

struktur ekologi lanskap memiliki pengaruh.. Penelitian yang dilakukan Wardiningsih et al. Juga melaporkan bahwa patch juga memiliki pengaruh terhadap kualitas visual lanskap

Penelitian di Singapura yang dilakukan oleh Temasek Polytechnic (TP) menunjukkan bahwa kelompok remaja dan dewasa muda (15- 24 tahun) merupakan kelompok yang banyak

Kondisi Potensial Cidera (KPC) adalah kejadian potensial cidera harus di laporkan Kondisi Potensial Cidera (KPC) adalah kejadian potensial cidera harus di

1) Distribusi adalah kegiatan atau usaha menyampaikan dokumen kepada unit upaya atau pelaksana yang memerlukan dokumen tersebut agar dapat digunakan sebagai panduan

• Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran Komunitas yang berhubungan

Melalui kajian dan evaluasi serta mengacu kepada penerapan proses yang sama diberbagai organisasi dan framework terkait manajemen risiko tersebut diharapkan dapat