P T P L N ( P E R S E R O )
J l T r u n o j o y o B l o k M I / 1 3 5
J A K A R T A
T R A N S F O R M A T O R T E N A G A
D o k u m e n n o m o r : P D M / P G I / 0 1 : 2 0 1 4PT PLN (PERSERO)
PT PLN (Persero) No. 0520-2.K/DIR/2014BUKU PEDOMAN PEMELIHARAAN
TRANSFORMATOR TENAGA
PT PLN (PERSERO)
JALAN TRUNOJOYO BLOK M-I/135 KEBAYORAN BARU JAKARTA SELATAN 12160
Susunan Tim Review KEPDIR 113 & 114 Tahun 2010
Surat Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No.0309.K/DIR/2013
Pengarah
: 1. Kepala Divisi Transmisi Jawa Bali
2. Kepala Divisi Transmisi Sumatera
3. Kepala Divisi Transmisi Indonesia Timur
4. Yulian Tamsir
Ketua
: Tatang Rusdjaja
Sekretaris
: Christi Yani
Anggota
: Indra Tjahja
Delyuzar
Hesti Hartanti
Sumaryadi
James Munthe
Jhon H Tonapa
Kelompok Kerja Transformator Tenaga
1. Bambang Cahyono (PLN P3BJB)
: Koordinator merangkap anggota
2. Jati Parmadita (PLN P3BJB)
:
Anggota
3. Harry Gumilang (PLN P3BJB)
:
Anggota
4. Akhmad Fauzan (PLN P3BS)
:
Anggota
5. Tiar Mita Florina (PLN P3BS)
:
Anggota
6. Anton Junaidi (PLN Sulselrabar)
: Anggota
7. Dwi Ari Wibowo (PLN Kalselteng)
: Anggota
Koordinator Verifikasi dan Finalisasi Review KEPDIR 113 & 114 Tahun
2010 (Nota Dinas KDIVTRS JBS Nomor 0018/432/KDIVTRS JBS/2014)
Tanggal 27 Mei 2014
1. Jemjem Kurnaen
2. Sugiartho
3. Yulian Tamsir
4. Eko Yudo Pramono
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... I DAFTAR GAMBAR ... IV DAFTAR TABEL ... VII DAFTAR LAMPIRAN ... IX PRAKATA ... X
TRAFO TENAGA ... 1
1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Pengertian dan fungsi ... 1
1.2 Jenis Trafo ... 2
1.3 Bagian – Bagian Trafo dan Fungsinya ... 2
1.3.1 Electromagnetic Circuit (Inti besi) ... 2
1.3.2 Current Carrying Circuit (Winding) ... 2
1.3.3 Bushing ... 3
1.3.4 Pendingin ... 7
1.3.5 Oil Preservation & Expansion (Konservator) ... 8
1.3.6 Dielectric (Minyak Isolasi Trafo& Isolasi Kertas) ... 10
1.3.7 Tap Changer ... 11
1.3.8 NGR (Neutral Grounding Resistor) ... 13
1.3.9 Proteksi trafo ... 14
1.4 Failure mode and Effect Analysis (FMEA) ... 17
1.4.1 Mendefinisikan Sistem (Peralatan) dan Fungsinya... 17
1.4.2 Menentukan Sub Sistem dan Fungsi Tiap Subsistem ... 17
1.4.3 Menentukan Functional Failure Tiap Subsistem ... 17
1.4.4 Menentukan Failure Mode Tiap Subsistem ... 17
1.4.5 FMEA Trafo ... 18
2 PEDOMAN PEMELIHARAAN ... 18
2.1 In Service Inspection ... 18
2.2 In Service Measurement ... 18
2.2.1 Thermovisi/ Thermal Image ... 19
2.2.2 Dissolved Gas Analysis (DGA)... 22
2.2.3 Pengujian Kualitas Minyak Isolasi (Karakteristik) ... 26
2.2.4 Pengujian Furan ... 34
2.2.5 Pengujian Corrosive Sulfur ... 35
2.2.6 Pengujian Partial Discharge ... 35
2.2.7 Noise ... 36
2.2.8 Pengukuran Sound Pressure Level ... 37
2.3 Shutdown Testing/ Measurement ... 38
2.3.1 Pengukuran Tahanan Isolasi ... 38
2.3.2 Pengukuran Tangen Delta ... 39
2.3.3 Pengukuran SFRA (Sweep Frequency Response Analyzer) ... 42
2.3.4 Ratio Test ... 43
2.3.5 Pengukuran Tahanan DC (Rdc) ... 44
2.3.6 HV Test ... 46
2.3.7 Pengukuran Kadar Air Pada Kertas ... 49
2.3.8 Pengukuran Arus Eksitasi ... 50
2.3.9 Pengujian OLTC ... 50
ii
2.3.11 Pengujian Rele Jansen ... 51
2.3.12 Pengujian Sudden Pressure ... 52
2.3.13 Kalibrasi Indikator Suhu ... 53
2.3.14 Motor Kipas Pendingin ... 55
2.3.15 Tahanan NGR ... 57
2.3.16 Fire Protection ... 58
2.4 Shutdown Function Check ... 61
2.4.1 Rele Bucholz ... 61
2.4.2 Rele Jansen ... 62
2.4.3 Rele Sudden Pressure ... 63
2.4.4 Rele thermal ... 63 2.4.5 Oil Level ... 63 2.5 Treatment ... 63 2.5.1 Purification/ Filter ... 64 2.5.2 Reklamasi ... 64 2.5.3 Ganti Minyak ... 64 2.5.4 Cleaning ... 64 2.5.5 Tightening ... 64 2.5.6 Replacing Parts ... 65 2.5.7 Greasing ... 65
3 ANALISA HASIL PEMELIHARAAN DAN REKOMENDASI ... 65
3.1 Analisa Hasil Inspeksi (In Service Inspection)... 65
3.2 Analisa Hasil Inspeksi (In Service Measurement) ... 69
3.2.1 Thermovisi ... 69
3.2.2 DGA ... 70
3.2.3 Oil Quality (Karakteristik) ... 78
3.2.4 Furan ... 84
3.2.5 Corrosive Sulfur ... 85
3.2.6 Partial Discharge ... 85
3.2.7 Noise ... 86
3.3 Analisa Hasil Shutdown Measurement ... 86
3.3.1 Tahanan Isolasi ... 86 3.3.2 Tangen Delta ... 88 3.3.3 SFRA ... 89 3.3.4 Ratio Test ... 90 3.3.5 Rdc ... 90 3.3.6 HV Test ... 91
3.3.7 Kadar Air di dalam Kertas ... 91
3.3.8 Pengujian Arus Eksitasi ... 92
3.3.9 OLTC ... 92
3.3.10 Rele Bucholz ... 93
3.3.11 Rele Jansen ... 94
3.3.12 Rele Sudden Pressure ... 94
3.3.13 Kalibrasi Indikator Suhu ... 95
3.3.14 Motor Kipas ... 95
3.3.15 NGR ... 96
3.3.16 Fire Protection ... 97
3.4 Analisa Hasil (Shutdown Function Check) ... 97
3.4.1 Rele Bucholz ... 97
3.4.2 Rele Jansen ... 97
3.4.3 Rele Sudden Pressure ... 98
iii
3.4.5 Oil Level ... 98
3.5 Treatment ... 99
DAFTAR ISTILAH ... 141
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1-1 Prinsip hukum elektromagnetik ... 1
Gambar 1-2 Elektromagnetik pada trafo ... 1
Gambar 1-3 Inti besi ... 2
Gambar 1-4 Belitan trafo ... 3
Gambar 1-5 Contoh gambar Bushing ... 3
Gambar 1-6 Bagian – bagian dari bushing ... 4
Gambar 1-7 Kertas isolasi pada bushing (oil impregnated paper bushing) ... 5
Gambar 1-8 Konduktor bushing dilapisi kertas isolasi ... 5
Gambar 1-9 Indikator level minyak bushing ... 6
Gambar 1-10 Gasket/seal antara flage bushing dengan body trafo ... 6
Gambar 1-11 Tap Pengujian ... 7
Gambar 1-12 Radiator ... 8
Gambar 1-13 Konservator ... 9
Gambar 1-14 Silica gel ... 9
Gambar 1-15 Konstruksi konservator dengan rubber bag ... 10
Gambar 1-16 Dehydrating Breater ... 10
Gambar 1-17 Minyak Isolasi Trafo ... 11
Gambar 1-18 Tembaga yang dilapisi kertas isolasi ... 11
Gambar 1-19 OLTC pada Trasformator ... 12
Gambar 1-20 Kontak switching pada diverter switch ... 13
Gambar 1-21 Pentanahan Langsung dan Pentanahan melalui NGR ... 13
Gambar 1-22 Neutral Grounding Resistor (NGR) ... 14
Gambar 1-23 Mekanisme Kerja Rele Bucholz ... 15
Gambar 1-24 Rele Jansen ... 15
Gambar 1-25 Rele Sudden Pressure ... 16
Gambar 1-26 Bagian – bagian dari rele thermal ... 17
Gambar 2-1 Salah satu contoh kamera thermovisi/thermal image camera ... 19
Gambar 2-2 Hasil pengukuran thermovisi pada maintank dan radiator ... 20
Gambar 2-3 Hasil pengukuruan thermovisi pada OLTC ... 21
Gambar 2-4 Hasil pengukuran thermovisi pada bushing ... 21
Gambar 2-5 Hasil pengukuran thermovisi pada konservator ... 22
Gambar 2-6 Hasil pengukuran thermovisi pada NGR ... 22
Gambar 2-7 Stopcock dan syringe glass 50 cc ... 23
Gambar 2-8 Pemasangan syringe dengan selang sampling untuk pengambilan minyak . 23 Gambar 2-9 Posisi katup syringe untuk memasukkan minyak ke syringe ... 24
Gambar 2-10 Posisi katup syringe untuk mengunci sample dalam syringe ... 24
Gambar 2-11 Posisi katup syringe untuk mengeluarkan sample dari syringe ... 24
Gambar 2-12 Gas Extractor tipe head space ... 25
Gambar 2-13 Skema chromatography ... 25
Gambar 2-14 Sinyal dari gas gas yang dideteksi oleh detektor ... 26
Gambar 2-15 Contoh alat uji DGA – dengan jenis extractor stripper... 26
Gambar 2-16 Proses penurunan kualitas kertas isolasi trafo akibat oksidasi di minyak isolasi ... 27
Gambar 2-17 Contoh alat uji kadar uji kadar air dalam minyak dengan metode Karl Fisher (KF) ... 28
Gambar 2-18 Diagram Titration Cell ... 28
Gambar 2-19 Contoh alat uji tegangan tembus ... 29
Gambar 2-20 Contoh alat uji kadar asam ... 30
Gambar 2-21 Contoh alat pengujian tegangan antar muka (Inter Facial Tension – IFT) .. 31
v
Gambar 2-23 Contoh alat uji warna minyak ... 32
Gambar 2-24 Contoh alat pengujian sediment ... 32
Gambar 2-25 Contoh alat pengujian titik nyala api (flash point) ... 33
Gambar 2-26 Contoh alat pengujian tangen delta minyak ... 33
Gambar 2-27 Tingkatan corrosive sulfur ... 35
Gambar 2-28 Salah satu contoh alat ukur Tahanan Isolasi ... 38
Gambar 2-29 Rangkaian ekivalen isolasi dan diagram phasor arus pengujian phasor arus pengujian tangen delta ... 39
Gambar 2-30 Rangkaian ekivalen isolasi trafo ... 40
Gambar 2-31 Skema rangkaian pengujian tan delta auto trafo ... 40
Gambar 2-32 Strukur bushing (C1 adalah isolasi antara tap electrode dengan conductor, C2 adalah isolasi antara tap electrode dengan ground) ... 41
Gambar 2-33 Diagram pengujian tangent delta C1 pada bushing ... 41
Gambar 2-34 Diagram pengujian tangen delta C2 pada bushing ... 41
Gambar 2-35 Diagram pengujian tangent delta hot collar pada bushing ... 42
Gambar 2-36 Wiring pengujian SFRA ... 42
Gambar 2-37 Short turn satu fasa pada trafo generator ... 43
Gambar 2-38 Salah satu contoh alat Uji Ratio Test ... 44
Gambar 2-39 Contoh Micro Ohmmeter ... 44
Gambar 2-40 Rangkaian jembatan Wheatstone ... 45
Gambar 2-41 Skema rangkaian pengujian tahanan dc dengan micro ohmmeter ... 45
Gambar 2-42 Skema rangkaian pengujian tahanan dc dengan jembatan wheatstone ... 45
Gambar 2-43 Prinsip dan rangkaian pengujian applied voltage test ... 46
Gambar 2-44 Rangkaian pengujian induce voltage test ... 46
Gambar 2-45 Besar dan durasi waktu pelaksanaan induce test ... 47
Gambar 2-46 Sistem Alat Uji HV Test ... 49
Gambar 2-47 Grafik Pengukuran Kadar Air dalam kertas ... 50
Gambar 2-48 Terminal pada rele jansen ... 52
Gambar 2-49 Rele Sudden Pressure ... 53
Gambar 2-50 Lokasi sensor suhu top oil ... 53
Gambar 2-51 Indikator suhu minyak top oil ... 54
Gambar 2-52 Variable setting heater tampak atas ... 54
Gambar 2-53 Komponen Variable setting heater ... 55
Gambar 2-54 Pengukuran tegangan pada terminal motor ... 56
Gambar 2-55 Pengukuran arus pada terminal motor ... 56
Gambar 2-56 Pengukuran kecepatan putaran motor ... 56
Gambar 2-57 Voltage slide regulator dan kabel ... 57
Gambar 2-58 Voltmeter ... 57
Gambar 2-59 Amperemeter (Tang Ampere) ... 57
Gambar 2-60 Shutter ... 58
Gambar 2-61 Contoh detektor fire protection ... 58
Gambar 2-62 Contoh kontrol box fire protection ... 59
Gambar 2-63 Contoh kabinet fire protection ... 59
Gambar 2-64 Rangkaian umum sistem fire protection ... 60
Gambar 2-65 Fire Protection ... 60
Gambar 2-66 Proses pengamanan Fire Protection (masuknya N2) ... 61
Gambar 2-67 Bagian dalam rele bucholz ... 62
Gambar 2-68 Bagian dalam rele jansen ... 62
Gambar 2-69 Tuas rele sudden pressure ... 63
Gambar 2-70 Proses pembersihan (cleaning) NGR ... 64
Gambar 3-1 Diagram alir analisa hasil pengujian DGA Interpretasi dari IEEE C57 104 2008 ... 71
vi
Gambar 3-2 Flow chart tindak lanjut berdasarkan hasil pengujian DGA ... 72
Gambar 3-3 Gas-gas kunci dari hasil pengujian DGA ... 74
Gambar 3-4 Segitiga Duval ... 76
Gambar 3-5 Tipikal bentuk sinyal hasil pengujian yang terindikasi partial discharge ... 85
Gambar 3-6 Pulse phase AE ... 86
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1-1 Macam–macam pendingin pada trafo ...7
Tabel 2-1 Rekomendasi pengujian PD pada pelaksanaan induce test ... 47
Tabel 2-2 Tegangan Pengujian Induce Test (Tabel D.1 pada IEC 60076-3) ... 48
Tabel 3-1 Evaluasi dan rekomendasi in service inspection ... 65
Tabel 3-2 Evaluasi dan rekomendasi thermovisi ... 69
Tabel 3-3 Evaluasi dan rekomendasi thermovisi klem... 70
Tabel 3-4 Klarifikasi konsentrasi gas terlarut (dissolved gas) IEEE C57 104 2008 ... 71
Tabel 3-5 Ratio Doernenburg ... 74
Tabel 3-6 Ratio Roger (IEEE C57 104-2008) ... 75
Tabel 3-7 Zona Batas Pada Segitiga Duval ... 76
Tabel 3-8 Action based TDCG ... 77
Tabel 3-9 Kategori peralatan berdasarkan tegangan operasinya ... 78
Tabel 3-10 Justifikasi kondisi pada pengujian kualitas minyak (karakteristik) ... 78
Tabel 3-11 Presentase saturasi air pada minyak sesuai IEC 60422 2013 ... 83
Tabel 3-12 Klasifikasi validitas data antara pengujian kadar asam dan IFT [IEC 60422] .. 84
Tabel 3-13 Hubungan antara nilai 2-Furfural dengan perkiraan DP ... 84
Tabel 3-14 Evaluasi dan rekomendasi pengujian corrosive sulfur ... 85
Tabel 3-15 Formula nilai minimum tahanan isolasi trafo ... 87
Tabel 3-16 Faktor koreksi nilai tahanan isolasi dari suhu pengujian ke nilai di suhu 200C ... 87
Tabel 3-17 Evaluasi dan rekomendasi metoda index polarisasi pada pengujian tahanan isolasi ... 88
Tabel 3-18 Batasan nilai maksimum tangent delta belitan trafo (CIGRÉ TB 445) ... 88
Tabel 3-19 Batasan nilai maksimum tangen delta bushing ... 89
Tabel 3-20 Batasan nilai maksimum kapasitansi bushing trafo (rekomendasi ABB) ... 89
Tabel 3-21 Evaluasi dan rekomendasi pengujian SFRA menggunakan metodde CCF dengan konfigurasi pengujian H1-H0; X1-X0;Y1-Y2 ... 90
Tabel 3-22 Evaluasi hasil pengujian SFRA sesuai DL/T 911-2004... 90
Tabel 3-23 Evaluasi dan rekomendasi pengujian HV test ... 91
Tabel 3-24 Batasan kadar air dalam kertas sesuai IEEE Std 62-1995 ... 92
Tabel 3-25 Evaluasi dan rekomendasi pengujian OLTC ... 92
Tabel 3-26 Evaluasi dan rekomendasi pengujian OLTC ... 92
Tabel 3-27 Evaluasi dan rekomendasi pengujian sumber DC pada rele bucholz ... 93
Tabel 3-28 Evaluasi dan rekomendasi pengujian tahanan isolasi pada rele bucholz ... 93
Tabel 3-29 Evaluasi dan rekomendasi pengujian sumber DC pada rele jansen ... 94
Tabel 3-30 Evaluasi dan rekomendasi pengujian tahanan isolasi pada rele jansen ... 94
Tabel 3-31 Evaluasi dan rekomendasi pengujian sumber DC pada rele sudden pressure ... 94
Tabel 3-32 Evaluasi dan rekomendasi pengujian tahanan isolasi pada rele sudden pressure... 95
Tabel 3-33 Evaluasi dan rekomendasi hasil perbandingan thermocouple dengan thermometer standar... 95
Tabel 3-34 Evaluasi dan rekomendasi deviasi kecepatan motor ... 95
Tabel 3-35 Evaluasi dan rekomendasi deviasi nilai arus motor ... 95
Tabel 3-36 Evaluasi dan rekomendasi pengujian tahanan isolasi pada motor ... 96
Tabel 3-37 Evaluasi dan rekomendasi pengujian tahanan isolasi pada NGR ... 96
Tabel 3-38 Evaluasi dan rekomendasi pengujian tahanan pentanahan NGR ... 96
viii
Tabel 3-40 Evaluasi dan Rekomendasi Deviasi Perubahan tekanan N2 ... 97
Tabel 3-41 Evaluasi dan Rekomendasi Hasil Uji Fungsi Rele Bucholz ... 97
Tabel 3-42 Evaluasi dan Rekomendasi Hasil Uji Fungsi Rele Jansen ... 97
Tabel 3-43 Evaluasi dan Rekomendasi Hasil Fungsi Rele Sudden Pressure ... 98
Tabel 3-44 Evaluasi dan Rekomendasi Hasil Uji Fungsi Rele Thermis ... 98
Tabel 3-45 Evaluasi dan Rekomendasi Hasil Uji Fungsi Oil Level ... 98
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 TABEL PERIODE PEMELIHARAAN TRAFO TENAGA ... 100
Lampiran 2 Functional Failure Pada Sistem Trafo Tenaga ... 121
Lampiran 3 FMEA Subsistem Rangkaian Elektromagnetik ... 122
Lampiran 4 FMEA Rangkaian Subsistem Pembawa Arus ... 123
Lampiran 5 FMEA Subsistem Dielektrik ... 124
Lampiran 6 FMEA Subsistem Struktur Mekanik ... 126
Lampiran 7 FMEA Subsistem Proteksi ... 127
Lampiran 8 FMEA Subsistem Pendingin ... 129
Lampiran 9 FMEA Subsistem Bushing ... 131
Lampiran 10 FMEA Subsistem Tap Charger ... 134
Lampiran 11 Item Inspeksi Periodik ... 136
x
PRAKATA
PLN sebagai perusahaan yang asset sensitive, dimana pengelolaan aset memberi kontribusi yang besar dalam keberhasilan usahanya, perlu melaksanakan pengelolaan aset dengan baik dan sesuai dengan standar pengelolaan aset. Parameter Biaya, Unjuk kerja, dan Risiko harus dikelola dengan proporsional sehingga aset bisa memberikan manfaat yang maksimum selama masa manfaatnya.
PLN melaksanakan pengelolaan aset secara menyeluruh, mencakup keseluruhan fase dalam daur hidup aset (asset life cycle) yang meliputi fase Perencanaan, Pembangunan, Pengoperasian, Pemeliharaan, dan Peremajaan atau penghapusan. Keseluruhan fase tersebut memerlukan pengelolaan yang baik karena semuanya berkontribusi pada keberhasilan dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Dalam pengelolaan aset diperlukan kebijakan, strategi, regulasi, pedoman, aturan, faktor pendukung serta pelaksana yang kompeten dan berintegritas. PLN telah menetapkan beberapa ketentuan terkait dengan pengelolaan aset yang salah satunya adalah buku Pedoman pemeliharaan peralatan penyaluran tenaga listrik.
Pedoman pemeliharaan yang dimuat dalam buku ini merupakan bagian dari kumpulan Pedoman pemeliharaan peralatan penyaluran yang secara keseluruhan terdiri atas 25 buku. Pedoman ini merupakan penyempurnaan dari pedoman terdahulu yang telah ditetapkan dengan keputusan direksi nomor 113.K/DIR/2010 dan 114.K/DIR/2010. Perubahan atau penyempurnaan pedoman senantiasa diperlukan mengingat perubahan pengetahuan dan teknologi, perubahan lingkungan serta perubahan kebutuhan perusahaan maupun stakeholder. Di masa yang akan datang, pedoman ini juga harus disempurnakan kembali sesuai dengan tuntutan pada masanya.
Penerapan pedoman pemeliharaan ini merupakan hal yang wajib bagi seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan pemeliharaan peralatan penyaluran di PLN, baik perencana, pelaksana maupun evaluator. Pedoman pemeliharaan ini juga wajib dipatuhi oleh para pihak diluar PLN yang bekerjasama dengan PLN untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan di PLN.
Demikian, semoga kehadiran buku ini memberikan manfaat bagi perusahaan dan stakeholder serta masyarakat Indonesia.
Jakarta, Oktober 2014 DIREKTUR UTAMA
1
TRAFO TENAGA
1
PENDAHULUAN
1.1
Pengertian dan fungsi
Trafo merupakan peralatan statis dimana rangkaian magnetik dan belitan yang terdiri dari 2 atau lebih belitan, secara induksi elektromagnetik, mentransformasikan daya (arus dan tegangan) sistem AC ke sistem arus dan tegangan lain pada frekuensi yang sama (IEC 60076 -1 tahun 2011). Trafo menggunakan prinsip elektromagnetik yaitu hukum hukum ampere dan induksi faraday, dimana perubahan arus atau medan listrik dapat membangkitkan medan magnet dan perubahan medan magnet / fluks medan magnet dapat membangkitkan tegangan induksi.
Gambar 1-1 Prinsip hukum elektromagnetik
Arus AC yang mengalir pada belitan primer membangkitkan flux magnet yang mengalir melalui inti besi yang terdapat diantara dua belitan, flux magnet tersebut menginduksi belitan sekunder sehingga pada ujung belitan sekunder akan terdapat beda potensial / tegangan induksi (Gambar 1-1) .
2
1.2
Jenis Trafo
Berdasarkan fungsinya trafo tenaga dapat dibedakan menjadi:
 Trafo pembangkit
 Trafo gardu induk / penyaluran
 Trafo distribusi
1.3
Bagian – Bagian Trafo dan Fungsinya
1.3.1
Electromagnetic Circuit (Inti besi)
Inti besi digunakan sebagai media mengalirnya flux yang timbul akibat induksi arus bolak balik pada kumparan yang mengelilingi inti besi sehingga dapat menginduksi kembali ke
kumparan yang lain. Dibentuk dari lempengan – lempengan besi tipis berisolasi dengan
maksud untuk mengurangi eddy current yang merupakan arus sirkulasi pada inti besi hasil induksi medan magnet, dimana arus tersebut akan mengakibatkan rugi - rugi (losses).
Gambar 1-3 Inti besi
1.3.2
Current Carrying Circuit (Winding)
Belitan terdiri dari batang tembaga berisolasi yang mengelilingi inti besi, dimana saat arus bolak balik mengalir pada belitan tembaga tersebut, inti besi akan terinduksi dan menimbulkan flux magnetik.
3
Gambar 1-4 Belitan trafo
1.3.3
Bushing
Bushing merupakan sarana penghubung antara belitan dengan jaringan luar. Bushing terdiri dari sebuah konduktor yang diselubungi oleh isolator. Isolator tersebut berfungsi sebagai penyekat antara konduktor bushing dengan body main tank trafo.
Gambar 1-5 Contoh gambar Bushing
Secara garis besar bushing dapat dibagi menjadi empat bagian utama yaitu:
1. Isolasi
Berdasarkan media isolasi bushing terbagi menjadi dua (IEC 60137 tahun 2008) yaitu: a. Bushing kondenser
Bushing kondenser umumnya dipakai pada tegangan rating bushing 72,5 kV ke atas. Bushing kondenser terdapat tiga jenis media isolasi (IEC 60137 tahun 2008) yaitu:
4 - Resin Bonded Paper (RBP)
Bushing tipe RBP adalah teknologi bushing kondenser yang pertama dan sudah mulai ditinggalkan
- Oil Impregnated Paper (OIP)
Pada tipe OIP isolasi yang digunakan adalah kertas dan minyak yang merendam kertas isolasi
- Resin Impregnated Paper (RIP)
Pada tipe RIP isolasi yang digunakan adalah kertas isolasi dan resin. Di dalam bushing kondenser terdapat banyak lapisan kapasitansi yang disusun secara seri sebagai pembagi tegangan. Pada bushing terdapat dua kapasitansi utama yang biasa disebut C1 dan C2. C1 adalah kapasitansi antara konduktor dengan tap bushing, dan C2 adalah kapasitansi dari tap bushing ke ground (flange bushing). Dalam kondisi operasi tap bushing dihubungkan ke ground, sehingga C2 tidak ada nilainya ketika bushing operasi.
5
Gambar 1-7 Kertas isolasi pada bushing (oil impregnated paper bushing)
Gambar 1-8 Konduktor bushing dilapisi kertas isolasi
b. Bushing non-kondenser.
Bushing non kondenser umumnya digunakan pada tegangan rating 72,5 kV ke bawah. Media isolasi utama bushing non-kondenser adalah isolasi padat seperti porcelain atau keramik.
2. Konduktor
Terdapat jenis – jenis konduktor pada bushing yaitu hollow conductor dimana terdapat
besi pengikat atau penegang di tengah lubang konduktor utama, konduktor pejal dan flexible lead.
3. Klem Koneksi
Klem koneksi merupakan sarana pengikat antara stud bushing dengan konduktor penghantar di luar bushing.
6
4. Asesoris
Asesoris bushing terdiri dari indikasi minyak, seal atau gasket dan tap pengujian. Seal atau gasket pada bushing terletak di bagian bawah mounting flange.
Gambar 1-9 Indikator level minyak bushing
7
Gambar 1-11 Tap Pengujian
1.3.4
Pendingin
Suhu pada trafo yang sedang beroperasi akan dipengaruhi oleh kualitas tegangan jaringan, rugi-rugi pada trafo itu sendiri dan suhu lingkungan. Suhu operasi yang tinggi akan mengakibatkan rusaknya isolasi kertas pada trafo. Oleh karena itu pendinginan yang efektif sangat diperlukan.
Minyak isolasi trafo selain merupakan media isolasi juga berfungsi sebagai pendingin. Pada saat minyak bersirkulasi, panas yang berasal dari belitan akan dibawa oleh minyak sesuai jalur sirkulasinya dan akan didinginkan pada sirip – sirip radiator. Adapun proses pendinginan ini dapat dibantu oleh adanya kipas dan pompa sirkulasi guna meningkatkan efisiensi pendinginan.
Tabel 1-1 Macam–macam pendingin pada trafo
No Macam Sistem Pendingin *)
Media
Dalam Trafo Diluar Trafo
Sirkulasi Alamiah Sirkulasi Paksa Sirkulasi Alamiah Sirkulasi Paksa 1 AN Udara 2 AF Udara
3 ONAN Minyak Udara
4 ONAF Minyak Udara
8
No Macam Sistem Pendingin *)
Media
Dalam Trafo Diluar Trafo
Sirkulasi Alamiah Sirkulasi Paksa Sirkulasi Alamiah Sirkulasi Paksa
6 OFAF Minyak Udara
7 OFWF Minyak Air
8 ONAN/ONAF Kombinasi 3 dan 4
9 ONAN/OFAN Kombinasi 3 dan 5
10 ONAN/OFAF Kombinasi 3 dan 6
11 ONAN/OFWF Kombinasi 3 dan 7
Gambar 1-12 Radiator
1.3.5
Oil Preservation & Expansion (Konservator)
Saat terjadi kenaikan suhu operasi pada trafo, minyak isolasi akan memuai sehingga volumenya bertambah. Sebaliknya saat terjadi penurunan suhu operasi, maka minyak akan menyusut dan volume minyak akan turun. Konservator digunakan untuk menampung minyak pada saat trafo mengalami kenaikan suhu.
9
Gambar 1-13 Konservator
Seiring dengan naik turunnya volume minyak di konservator akibat pemuaian dan penyusutan minyak, volume udara di dalam konservator pun akan bertambah dan berkurang. Penambahan atau pembuangan udara di dalam konservator akan berhubungan dengan udara luar. Agar minyak isolasi trafo tidak terkontaminasi oleh kelembaban dan oksigen dari luar (untuk tipe konservator tanpa rubber bag), maka udara yang akan masuk kedalam konservator akan difilter melalui silicagel sehingga kandungan uap air dapat diminimalkan.
Gambar 1-14 Silica gel
Untuk menghindari agar minyak trafo tidak berhubungan langsung dengan udara luar, maka saat ini konservator dirancang dengan menggunakan breather bag/ rubber bag, yaitu sejenis balon karet yang dipasang di dalam tangki konservator.
10
Gambar 1-15 Konstruksi konservator dengan rubber bag
Silicagel sendiri memiliki batasan kemampuan untuk menyerap kandungan uap air sehingga pada periode tertentu silicagel tersebut harus dipanaskan bahkan perlu dilakukan penggantian. Dehydrating Breather merupakan teknologi yang berfungsi untuk mempermudah pemeliharaan silicagel, dimana terdapat pemanasan otomatis ketika silicagel mencapai kejenuhan tertentu.
Gambar 1-16 Dehydrating Breater
1.3.6
Dielectric (Minyak Isolasi Trafo& Isolasi Kertas)
Minyak Isolasi trafoMinyak isolasi pada trafo berfungsi sebagai media isolasi, pendingin dan pelindung belitan dari oksidasi. Minyak isolasi trafo merupakan minyak mineral yang secara umum terbagi menjadi tiga jenis, yaitu parafinik, napthanik dan aromatik. Antara ketiga jenis minyak dasar tersebut tidak boleh dilakukan pencampuran karena memiliki sifat fisik maupun kimia yang berbeda.
11
Gambar 1-17 Minyak Isolasi Trafo
Kertas isolasi trafo
Isolasi kertas berfungsi sebagai isolasi, pemberi jarak, dan memiliki kemampuan mekanis.
Gambar 1-18 Tembaga yang dilapisi kertas isolasi
1.3.7
Tap Changer
Kestabilan tegangan dalam suatu jaringan merupakan salah satu hal yang dinilai sebagai kualitas tegangan. Trafo dituntut memiliki nilai tegangan output yang stabil sedangkan besarnya tegangan input tidak selalu sama. Dengan mengubah banyaknya belitan sehingga dapat merubah ratio antara belitan primer dan sekunder dan dengan demikian tegangan output/ sekunder pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan sistem berapapun tegangan input/ primernya. Penyesuaian ratio belitan ini disebut Tap changer.
Proses perubahan ratio belitan ini dapat dilakukan pada saat trafo sedang berbeban (On
load tap changer) atau saat trafo tidak berbeban (Off Circuit tap changer/ De Energize Tap Charger).
12 Tap changer terdiri dari:
 Selector Switch
 Diverter Switch
 Tahanan transisi
Dikarenakan aktifitas tap changer lebih dinamis dibanding dengan belitan utama dan inti besi, maka kompartemen antara belitan utama dengan tap changer dipisah. Selector switch merupakan rangkaian mekanis yang terdiri dari terminal terminal untuk menentukan posisi tap atau ratio belitan primer.
Diverter switch merupakan rangkaian mekanis yang dirancang untuk melakukan kontak atau melepaskan kontak dengan kecepatan yang tinggi.
Tahanan transisi merupakan tahanan sementara yang akan dilewati arus primer pada saat perubahan tap.
Keterangan:
1. Kompartemen Diverter Switch 2. Selektor Switch
Gambar 1-19 OLTC pada Trasformator
Media pendingin atau pemadam proses switching pada diverter switch yang dikenal sampai saat ini terdiri dari dua jenis, yaitu media minyak dan media vaccum. Jenis pemadaman dengan media minyak akan menghasilkan energi arcing yang membuat
minyak terurai menjadi gas C2H2 dan karbon sehingga perlu dilakukan penggantian
minyak pada periode tertentu. Sedangkan dengan metoda pemadam vaccum proses pemadaman arcing pada waktu switching akan dilokalisir dan tidak merusak minyak.
13
a. b.
Gambar 1-20 Kontak switching pada diverter switch
(a. media pemadam arcing menggunakan minyak, b.media pemadam arcing menggunakan kondisi vaccum)
1.3.8
NGR (Neutral Grounding Resistor)
Salah satu metoda pentanahan adalah dengan menggunakan NGR. NGR adalah sebuah tahanan yang dipasang serial dengan neutral sekunder pada trafo sebelum terhubung ke ground/tanah. Tujuan dipasangnya NGR adalah untuk mengontrol besarnya arus gangguan yang mengalir dari sisi neutral ke tanah.
Ada dua jenis NGR, Liquid dan Solid
1. Liquid
Berarti resistornya menggunakan larutan air murni yang ditampung di dalam bejana dan ditambahkan garam (NaCl) untuk mendapatkan nilai resistansi yang diinginkan.
2. Solid
Sedangkan NGR jenis padat terbuat dari Stainless Steel, FeCrAl, Cast Iron, Copper
Nickel atauNichrome yang diatur sesuai nilai tahanannya.
14
Gambar 1-22 Neutral Grounding Resistor (NGR)
1.3.9
Proteksi trafo
Rele BucholzPada saat trafo mengalami gangguan internal yang berdampak kepada suhu yang sangat tinggi dan pergerakan mekanis di dalam trafo, maka akan timbul tekanan aliran minyak yang besar dan pembentukan gelembung gas yang mudah terbakar. Tekanan atau gelembung gas tersebut akan naik ke konservator melalui pipa penghubung dan rele bucholz.
Tekanan minyak maupun gelembung gas ini akan dideteksi oleh rele bucholz sebagai indikasi telah terjadinya gangguan internal.
Rele Bucholz
Rele bucholz mengindikasikan Alarm saat gas yang terbentuk terjebak di rongga rele bucholz dengan mengaktifkan satu pelampung
15
Rele bucholz mengindikasikan Trip saat gas yang terbentuk terjebak di rongga rele bucholz dengan mengaktifkan kedua pelampung
Rele bucholz mengindikasikan Trip saat muncul tekanan minyak yang tinggi ke arah konservator
Gambar 1-23 Mekanisme Kerja Rele Bucholz
Rele Jansen
Sama halnya seperti rele Bucholz yang memanfaatkan tekanan minyak dan gas yang terbentuk sebagai indikasi adanya ketidaknormalan/ gangguan, hanya saja rele ini digunakan untuk memproteksi kompartemen OLTC. Rele ini juga dipasang pada pipa saluran yang menghubungkan kompartemen OLTC dengan konservator.
Gambar 1-24 Rele Jansen
Sudden Pressure
Rele sudden pressure ini didesain sebagai titik terlemah saat tekanan didalam trafo muncul akibat gangguan. Dengan menyediakan titik terlemah maka tekanan akan tersalurkan melalui sudden pressure dan tidak akan merusak bagian lainnya pada maintank.
16
Gambar 1-25 Rele Sudden Pressure
Rele Thermal
Suhu pada trafo yang sedang beroperasi akan dipengaruhi oleh kualitas tegangan jaringan, rugi-rugi pada trafo itu sendiri dan suhu lingkungan. Suhu operasi yang tinggi akan mengakibatkan rusaknya isolasi kertas pada trafo.
Untuk mengetahui suhu operasi dan indikasi ketidaknormalan suhu operasi pada trafo digunakan rele thermal. Rele thermal ini terdiri dari sensor suhu berupa thermocouple, pipa kapiler dan meter penunjukan.
17
Gambar 1-26 Bagian – bagian dari rele thermal
1.4
Failure mode and Effect Analysis (FMEA)
FMEA merupakan suatu metode untuk menganalisa penyebab kegagalan pada suatu peralatan. Pada buku pedoman pemeliharaan ini FMEA menjadi dasar untuk menentukan komponen – komponen yang akan diperiksa dan dipelihara.
FMEA atau Failure Modes and Effects Analysis dibuat dengan cara:
 Mendefinisikan sistem (peralatan) dan fungsinya
 Menentukan sub sistem dan fungsi tiap subsistem
 Menentukan functional failure tiap subsistem
 Menentukan failure mode tiap subsistem
1.4.1
Mendefinisikan Sistem (Peralatan) dan Fungsinya
Definisi: kumpulan komponen yang secara bersama - sama bekerja membentuk satu fungsi atau lebih.
1.4.2
Menentukan Sub Sistem dan Fungsi Tiap Subsistem
Definisi: peralatan dan/atau komponen yang bersama - sama membentuk satu fungsi. Dari fungsinya subsistem berupa unit yang berdiri sendiri dalam suatu sistem.
1.4.3
Menentukan Functional Failure Tiap Subsistem
Functional Failure adalah ketidakmampuan suatu asset untuk dapat bekerja sesuai fungsinya berdasarkan standar unjuk kerja yang dapat diterima pemakai.
1.4.4
Menentukan Failure Mode Tiap Subsistem
18
1.4.5
FMEA Trafo
Didalam FMEA trafo terdiri dari subsistem trafo, Functional Failure pada trafo, Failure
Mode pada trafo (lampiran – 2).
FMECA (Failure mode and effect criticallity analysis) merupakan metoda untuk mengetahui resiko kegagalan sebuah subsistem pada sebuah sistem peralatan. Dengan
mengkombinasikan data gangguan dengan FMEA maka akan diketahui peluang –
peluang kegagalan pada setiap sub sistem dalam FMEA. Hal ini dapat dijadikan acuan dalam menerapkan metoda pemeliharaan yang optimal dengan tingkat kegagalan yang bervariasi.
2
PEDOMAN PEMELIHARAAN
2.1
In Service Inspection
In Service inspection adalah kegiatan inspeksi yang dilakukan pada saat trafo dalam kondisi bertegangan/ operasi. Tujuan dilakukannya in service inspection adalah untuk mendeteksi secara dini ketidaknormalan yang mungkin terjadi didalam trafo tanpa melakukan pemadaman.
Subsistem trafo yang dilakukan in service inspection adalah sebagai berikut:
 Electromagnetic circuit  Dielektrik  Struktur Mekanik  Bushing  OLTC  Pendingin
Selain subsistem di atas terdapat bagian-bagian lain yang dapat dilakukan in service inspection, antara lain:
 NGR – Neutral grounding Resistor
 Fire Protection
 Sistem monitoring (meter suhu dan on-line monitoring)
2.2
In Service Measurement
In Service Measurement adalah kegiatan pengukuran/ pengujian yang dilakukan pada saat trafo sedang dalam keadaan bertegangan/ operasi (in service). Tujuan dilakukannya
19
in service measurement adalah untuk mengetahui kondisi trafo lebih dalam tanpa
melakukan pemadaman.
2.2.1
Thermovisi/ Thermal Image
Pada saat trafo dalam keadaan operasi, bagian trafo yang dialiri arus akan menghasilkan panas. Panas pada radiator trafo dan maintank yang berasal dari belitan trafo akan memiliki tipikal suhu bagian atas akan lebih panas dari bagian bawah secara gradasi. Sedangkan untuk bushing, suhu klem pada stud bushing akan lebih panas dari sekitarnya.
Suhu yang tidak normal pada trafo dapat diartikan sebagai adanya ketidaknormalan pada bagian atau lokasi tersebut. Metoda pemantauan suhu trafo secara menyeluruh untuk melihat ada tidaknya ketidaknormalan pada trafo dilakukan dengan menggunakan thermovisi/ thermal image camera.
Gambar 2-1 Salah satu contoh kamera thermovisi/thermal image camera
Lokasi-lokasi pada trafo yang dipantau dengan thermovisi / thermal image camera adalah sebagai berikut:
1. Maintank 2. Tangki OLTC 3. Radiator 4. Bushing
5. Klem-klem pada setiap bagian yang ada 6. Tangki konservator
7. NGR
Pada setiap pengukuran menggunakan thermovisi / thermal image camera, secara umum dilakukan pengukuran suhu pada tiga titik (atas, tengah, dan bawah). Pada display / tampilan alat, objek yang di monitor akan terlihat tertutupi sebuah lapisan gradasi warna atau gradasi hitam putih. Warna – warna yang muncul akan mewakili besaran suhu yang terbaca pada objek. Disamping kanan tampilan / display dilengkapi dengan batang korelasi antara warna dengan suhu sebagai referensi warna-warna yang muncul pada tampilan.
20
Pengukuran thermovisi pada maintank dan OLTC trafo dilakukan pada tiga posisi yaitu bawah, tengah dan atas untuk mengetahui gradasi panas pada trafo yang mewakili normal tidaknya proses operasi dari trafo.
Sama halnya seperti pengukuran thermovisi pada maintank trafo, pengukuran thermovisi pada sirip pendingin dilakukan pada tiga titik untuk mengetahui efisiensi dari proses pendinginan sirip trafo tersebut.
Pengukuran pada bushing trafo adalah dengan melihat titik yang paling panas dalam sebuah bushing dan membandingkan karakteristik suhu terhadap fasa lainnya.
Untuk pengukuran konservator dan NGR dilihat tiga titik secara vertikal untuk mengetahui karakteristik suhu peralatan.
Gambar 2-2 Hasil pengukuran thermovisi pada maintank dan radiator
Ar1
Ar2
Ar3
Ar4
25.1 46.0 °C 30 40 FLIR Sy s te ms21
Gambar 2-3 Hasil pengukuruan thermovisi pada OLTC
Gambar 2-4 Hasil pengukuran thermovisi pada bushing
Ar1
Ar2
Ar3
23.4 55.0 °C 30 40 50 FLIR Sy s te msAr1
Ar2
Ar3
Ar4
Ar5
Ar6
Ar7
Ar8
Ar9
23.5 59.6 °C 30 40 50 FLIR Sy s te ms22
Gambar 2-5 Hasil pengukuran thermovisi pada konservator
Gambar 2-6 Hasil pengukuran thermovisi pada NGR
2.2.2
Dissolved Gas Analysis (DGA)
Trafo sebagai peralatan tegangan tinggi tidak lepas dari kemungkinan mengalami kondisi abnormal, dimana pemicunya dapat berasal dari internal maupun external trafo. Ketidaknormalan ini akan menimbulkan dampak terhadap kinerja trafo. Secara umum, dampak/ akibat ini dapat berupa overheat, corona dan arcing.
Ar1
Ar2
Ar3
Ar4
Ar5
Ar6
17.2 64.0 °C 20 40 60 FLIR Sy s te msAr1
Ar2
Ar3
24.2 50.9 °C 30 40 50 FLIR Sy s te ms23
Salah satu metoda untuk mengetahui ada tidaknya ketidaknormalan pada trafo adalah dengan mengetahui dampak dari ketidaknormalan trafo itu sendiri. Untuk mengetahui dampak ketidaknormalan pada trafo digunakan metoda DGA (Dissolved gas analysis). Pada saat terjadi ketidaknormalan pada trafo, minyak isolasi sebagai rantai hidrocarbon akan terurai akibat besarnya energi ketidaknormalan dan akan membentuk gas - gas hidrokarbon yang larut dalam minyak isolasi itu sendiri. Pada dasarnya DGA adalah proses untuk menghitung kadar / nilai dari gas-gas hidrokarbon yang terbentuk akibat ketidaknormalan. Dari komposisi kadar / nilai gas - gas itulah dapat diprediksi dampak – dampak ketidaknormalan apa yang ada di dalam trafo, apakah overheat, arcing atau
corona.
Gas gas yang dideteksi dari hasil pengujian DGA adalah H2 (hidrogen), CH4 (Methane),
N2 (Nitrogen), O2 (Oksigen), CO (Carbon monoksida), CO2 (Carbondioksida), C2H4
(Ethylene), C2H6 (Ethane), C2H2 (Acetylene).
Untuk mengambil sample minyak untuk pengujian DGA harus menggunakan syringe, selang sampling dan konektor sampling pada valve trafo.
Gambar 2-7 Stopcock dan syringe glass 50 cc
Metode yang digunakan untuk pengambilan sample minyak meliputi:
1. Pemilihan Minyak Sample
Pasang konektor pada trafo beserta selang sampling kemudian pasang selang pada bagian ujung stopcock dan kencangkan. Siapkan wadah ember untuk pembuangan sampling tepat diatas pengambilan sampel. Buka perlahan valve pengambilan minyak pada trafo sehingga minyak akan keluar dari ujung kanan stopcock, biarkan hingga kira-kira ember terisi minyak 1-2 Liter (posisi jam 6).
Gambar 2-8 Pemasangan syringe dengan selang sampling untuk pengambilan minyak Posisi
24
2. Pencucian Syringe
Buka perlahan stopcock pada posisi katup berada diarah kanan (posisi jam 3), sehingga minyak akan mengalir mengisi syringe:
Gambar 2-9 Posisi katup syringe untuk memasukkan minyak ke syringe
Jika sudah hampir mendekati 50cc, siap-siap katup ditutup hingga 50cc dengan posisi
katup pada jam 6, agar sampel terkunci dalam syringe.
Gambar 2-10 Posisi katup syringe untuk mengunci sample dalam syringe
Buang minyak yang terdapat dalam isi syringe, dengan memutarkan katup pada posisi jam 12, dorong perlahan sehingga sampel terbuang pada ember, (hal ini dimaksudkan untuk membilas dan membersihkan isi syringe).
Gambar 2-11 Posisi katup syringe untuk mengeluarkan sample dari syringe
Lakukan tahap pembilasan hingga 3 kali.
3. Pengambilan Minyak Sample
Setelah tiga kali pembilasan ambil sample yang keempat sebanyak 50cc dan perlu diyakinkan tidak ada gelembung udara dalam syringe.
25
Untuk memisahkan kandungan gas – gas yang terdapat dalam minyak maka secara garis besar dapat dipisahkan menjadi dua langkah yaitu langkah pertama pemisahan campuran gas dari minyak (extraksi gas dari minyak).
Gambar 2-12 Gas Extractor tipe head space
Langkah kedua yaitu penguraian komponen gas individual atau yang dikenal dengan metode chromatography.
Gambar 2-13 Skema chromatography
Gas - gas yang telah terurai akan dideteksi oleh detektor berupa sinyal. Sinyal ini lah yang nantinya digunakan untuk mengetahui jumlah kadar gas dengan memperhitungkan luas sinyal tiap - tiap gas. Pengujian ini mengacu pada standar ASTM D 3612-02 tahun 2009.
26
Gambar 2-14 Sinyal dari gas gas yang dideteksi oleh detektor
Gambar 2-15 Contoh alat uji DGA – dengan jenis extractor stripper
2.2.3
Pengujian Kualitas Minyak Isolasi (Karakteristik)
Oksidasi dan kontaminan adalah hal yang dapat menurunkan kualitas minyak yang berarti dapat menurunkan kemampuannya sebagai isolasi. Oksidasi pada minyak isolasi trafo juga akan ikut andil dalam penurunan kualitas kertas isolasi trafo. Pada saat minyak isolasi mengalami oksidasi, maka minyak akan menghasilkan asam. Asam ini apabila bercampur dengan air dan suhu yang tinggi akan mengakibatkan proses hydrolisis pada isolasi kertas. Proses hydrolisis ini akan menurunkan kualitas kertas isolasi.
27
Gambar 2-16 Proses penurunan kualitas kertas isolasi trafo akibat oksidasi di minyak isolasi
Untuk mengetahui adanya kontaminan atau proses oksidasi didalam minyak, dilakukan pengujian oil quality test (karakteristik).
Pengujian karakteristik minyak selain dilakukan untuk minyak di dalam maintank trafo juga dilakukan pada minyak cable box (tubular) untuk koneksi bushing trafo ke GIS 150kV melalui kabel.
Pengujian oil quality test melingkupi beberapa pengujian yang metodanya mengacu pada standar IEC 60422. Adapun jenis pengujiannya berupa:
Pengujian Kadar Air
Fungsi minyak trafo sebagai media isolasi di dalam trafo dapat menurun. Salah satu penyebab turunnya tingkat isolasi minyak trafo adalah adanya kandungan air pada minyak. Oleh karena itu dilakukan pengujian kadar air untuk mengetahui seberapa besar kadar air yang terlarut / terkandung di minyak.
Metoda yang umum digunakan untuk menguji kandungan air dalam minyak adalah metoda Karl Fischer. Metoda ini menggunakan satu buah elektroda dan satu buah generator. Generator berfungsi menghasilkan senyawa Iodin melalui proses elektrolisis yang berfungsi sebagai titer / penetral kadar air sedangkan Elektroda berfungsi sebagai media untuk mengetahui ada tidaknya kadar air di dalam minyak melalui proses titrasi secara kolumetrik. Perhitungan berapa besar kadar air di dalam minyak dilihat dari berapa banyak iodin yang di bentuk pada reaksi tersebut.
28
Gambar 2-17 Contoh alat uji kadar uji kadar air dalam minyak dengan metode Karl Fisher (KF)
Adapun satuan dari hasil pengujian ini adalah ppm (part per million) yang didapat dari perbandingan antara banyaknya kadar air dalam mg terhadap 1kg minyak. Pengujian ini mengacu pada standar IEC 60814.
Gambar 2-18 Diagram Titration Cell
Pada pengambilan sample untuk pengujian kadar air pada minyak trafo dilakukan dengan menggunakan syringe untuk mencegah bertambahnya kadar air dari udara bebas.
Berdasarkan IEC 60422 Tahun 2013 tidak diperlukan lagi konversi ke suhu 20°C untuk penentuan kadar air pada minyak dimana temperatur yang digunakan adalah temperatur operasi trafo. Temperatur trafo diperoleh dari rata–rata temperatur top oil dengan temperatur sampel minyak.
Berdasarkan temperatur tersebut diperoleh hasil perkiraan perhitungan jumlah kelarutan air dalam minyak dengan menggunakan rumus:
29
Dimana : Kelarutan air pada minyak dan K: Temperatur dalam Kelvin
Nilai yang diperoleh akan digunakan untuk menentukan nilai relative saturasi (RS)
yang akan menjadi pertimbangan kapan uji kandungan air pada isolasi kertas harus dilakukan.
Dimana dalam ppm dan adalah hasil pengujian kadar air tanpa konversi ke suhu
200C (dalam satuan ppm).
Pengujian tegangan tembus
Pengujian tegangan tembus dilakukan untuk mengetahui kemampuan minyak isolasi dalam menahan stress tegangan. Minyak yang jernih dan kering akan menunjukan nilai tegangan tembus yang tinggi. Air bebas dan partikel solid, apalagi gabungan antara keduanya dapat menurunkan tegangan tembus secara dramatis. Dengan kata lain pengujian ini dapat menjadi indikasi keberadaan kontaminan seperti kadar air dan partikel. Rendahnya nilai tegangan tembus dapat mengindikasikan keberadaan salah satu kontaminan tersebut, dan tingginya tegangan tembus belum tentu juga mengindikasikan bebasnya minyak dari semua jenis kontaminan.
Terdapat beberapa metode pengukuran tegangan tembus pada minyak berdasarkan standar, dimana setiap metode pengujian menggunakan bentuk dan jarak antar elektroda.:
1. IEC 60156-02 Tahun 1995, dengan elektroda mushroom dengan jarak elektroda 2,5mm (yang umum digunakan di PLN)
2. ASTM D1816 - 12 (VDE electrode) dengan elektroda mushroom dengan jarak elektroda 1 atau 2 mm
3. ASTM D877 - 02 Tahun 2007 (Disc-electrodes) dengan elektroda silindrical dengan jarak electrode 2.54 mm
30
Pengujian Kadar Asam
Minyak yang rusak akibat oksidasi akan menghasilkan senyawa asam yang akan menurunkan kualitas kertas isolasi pada trafo. Asam ini juga dapat menjadi penyebab proses korosi pada tembaga dan bagian trafo yang terbuat dari bahan metal.
Untuk mengetahui seberapa besar asam yang terkandung di minyak, dilakukan pengujian kadar asam pada minyak isolasi. Besarnya kadar asam pada minyak juga dapat dijadikan sebagai dasar apakah minyak isolasi trafo tersebut harus segera dilakukan reklamasi atau diganti.
Pada dasarnya minyak yang akan diuji dicampur dengan larutan alkohol dengan komposisi tertentu lalu campuran tersebut (bersifat asam) dititrasi (ditambahkan larutan) dengan larutan KOH (bersifat basa). Perhitungan berapa besar asam yang terkandung didalam minyak didasarkan dari berapa banyak KOH yang dilarutkan. Pengujian ini
mengacu pada standar IEC 62021 – 1.
Gambar 2-20 Contoh alat uji kadar asam
Pengujian Tegangan Antar Muka
Pengujian IFT antara minyak dengan air dimaksudkan untuk mengetahui keberadaan
polar contaminant yang larut dari hasil proses pemburukan. Karakteristik dari IFT akan
mengalami penurunan nilai yang sangat drastis seiring tingginya tingkat penuaan pada minyak isolasi. IFT juga dapat mengindikasi masalah pada minyak isolasi terhadap material isolasi lainnya. Atau terjadinya kesalahan pada saat pengisian minyak yang berdampak pada tercemarnya minyak isolasi. Pengujian ini mengacu kepada standar
31
Gambar 2-21 Contoh alat pengujian tegangan antar muka (Inter Facial Tension – IFT)
Karena nilai IFT sejalan dengan proses penuaan pada minyak isolasi trafo, maka nilai IFT dapat dijadikan konfirmasi setelah ditemukan nilai kadar asam yang tidak normal.
Gambar 2-22 Hubungan kadar asam dengan IFT
Pengujian Warna Minyak
Warna minyak isolasi trafo akan berubah seiring penuaan yang terjadi pada minyak dan dipengaruhi oleh material material pengotor seperti karbon. Pengujian minyak pada dasarnya membandingkan warna minyak terpakai dengan minyak yang baru. Pengujian ini mengacu kepada standar ISO 2049
32
Gambar 2-23 Contoh alat uji warna minyak
Pengujian Sediment
Banyak material yang dapat mengkontaminasi minyak trafo, seperti karbon dan endapan lumpur (sludge). Pengujian sediment ini bertujuan mengukur seberapa banyak (%) zat pengotor terhadap minyak isolasi trafo. Pengujian ini pada dasarnya membandingkan berat endapan yang tersaring dengan berat minyak yang diuji. Pengujian ini mengacu kepada standar IEC 60422 – Annex C.
Gambar 2-24 Contoh alat pengujian sediment
Pengujian Titik Nyala Api
Pengujian titik nyala api atau flash point dilakukan dengan menggunakan sebuah perangkat yang berfungsi memanaskan minyak secara manual (heater atau kompor). Dimana di atas cawan pemanas tersebut di letakan sumber api yang berasal dari gas. Sumber api ini berfungsi sebagai pemancing saat mulai terbakarnya minyak. Seiring dengan lamanya proses pemanasan, suhu minyak pun akan mengalami peningkatan. Pada suhu tertentu minyak akan terbakar dengan sumber api sebagai media pembakarnya. Suhu tersebut merupakan titik nyala api. Pengujian ini mengacu kepada ISO 2719.
33
Gambar 2-25 Contoh alat pengujian titik nyala api (flash point)
Tangen Delta Minyak
Salah satu pengujian yang dilakukan terhadap minyak isolasi adalah pengujian tangen delta. Besar kecilnya nilai tangen delta akan dipengaruhi kontaminasi polar yang terlarut di minyak, produk penuaan dan koloid. Dari hasil pengujian tangen delta dapat diketahui sejauh mana minyak isolasi mengalami penuaan / ageing. Pengujian ini mengacu kepada standar IEC 60247.
Gambar 2-26 Contoh alat pengujian tangen delta minyak
Metal in Oil
Pengujian metal in oil digunakan sebagai pelengkap dari pengujian DGA. Saat DGA mengindikasikan kemunculan kemungkinan gangguan, pengujian metal in oil akan membantu menentukan jenis gangguan dan lokasinya.
Gangguan dengan energi yang tinggi tidak hanya menurunkan kualitas isolasi trafo (minyak, kertas, kayu dll) tapi juga menghasilkan partikel – partikel metal yang tersebar di minyak. Partikel ini akan didistribusikan kesemua bagian trafo dikarenakan proses sirkulasi. Beberapa komponen trafo manghasilkan partikel metal yang khusus. Partikel metal ini dapat ditemukan sebagai unsur tunggal atau sebagai senyawa. Jenis metal dapat membantu dalam menentukan komponen mana yang mengalami gangguan.
Metal yang mungkin ditemukan di dalam minyak trafo adalah aluminium, tembaga, besi, karbon, perak, timah, dan seng. Contohnya tembaga dapat ditemukan pada belitan dan juga perunggu atau kuningan. Carbon dapat ditemukan pada sambungan join, konektor
34
dan komponen lainnya. Besi berlokasi pada belitan dan tangki trafo, sebagaimana aluminium dapat ditemukan pada belitan, corona shield, dan bushing keramik. Lugs, baut, konektor, dan komponen semacamnya terbuat dari timah, tembaga dan seng.
Analisa metal in oil dapat dilakukan dengan metoda yang berbeda. Atomic absorption
spectroscopy (AA) dan inductive coupled plasma spectrometry (ICP) merupakan dua
buah metoda yang digunakan untuk mengukur kadar metal di minyak. Biasanya partikel metal yang terkandung di sampel minyak akan dibakar pada suhu tinggi untuk
menghasilkan atom metal yang bersifat bebas. Kemunculan dari atom – atom ini pada
metoda AA dan ICP dapat diukur banyaknya dengan mengukur penyerapan atau emisi dari frekuensi tersendiri pada spektrum radiasi oleh atom metal bebas terhadap standar. Pengujian ini mengacu kepada IEC 60247.
2.2.4
Pengujian Furan
Isolasi kertas merupakan bagian dari sistem isolasi trafo. Isolasi kertas berfungsi sebagai media dielektrik, menyediakan kekuatan mekanik dan spacing. Panas yang berlebih dan
by-product dari oksidasi minyak dapat menurunkan kualitas isolasi kertas. Proses
penurunan kualitas isolasi kertas merupakan proses depolimerisasi. Pada proses depolimerisasi, isolasi kertas yang merupakan rantai hidrokarbon yang panjang akan terputus / terpotong – potong dan akhirnya akan menurunkan kekuatan tensile dari isolasi kertas itu sendiri. Proses depolimerisasi akan selalu diiringi oleh terbentuknya gugus furan. Nilai furan yang terbentuk akan sebanding dengan penurunan tingkat DP (degree
of polimerization).
Dari informasi besarnya kandungan gugus furan yang dalam hal ini hanya 2Fal (2-Furfural) yang terdeteksi, dapat diketahui estimasi atau perkiraan kondisi DP yang dialami isolasi kertas dan estimasi sisa umur kertas isolasi tersebut (Estimated percentage of remaining life – %Eprl).
0035 , 0 51 , 4 88 , 0 * 2 10    Log Falppb DP 
00602
,
0
903
,
2
100
%
Eprl
Log
10DP
Rumus perhitungan estimasi DP & %Eprl
Hasil pengujian Furan mengindikasikan rata – rata kondisi DP isolasi kertas. Pada saat
hasil uji Furan telah mendekati nilai End of Expected Life isolasi kertas, perlu dilakukan pengujian DP secara langsung pada sampel isolasi kertas sebagai verifikasi kondisi isolasi kertas.
35
2.2.5
Pengujian Corrosive Sulfur
Corrosive sulfur adalah senyawa sulfur yang bersifat tidak stabil terhadap suhu yang
berada di minyak isolasi yang dapat menyebabkan korosi pada komponen tertentu dari trafo seperti tembaga.Korosi pada tembaga akan membentuk lapisan konduktif (copper sulfide) di permukaan tembaga. Hal ini akan mengakibatkan partial discharge.
Gambar 2-27 Tingkatan corrosive sulfur
Metoda pengujian corrosive sulfur mengacu kepada standar ASTM D 1275 / 1275 b. Tingkatan korosif suatu minyak ditunjukan dengan perubahan warna pada media uji berupa tembaga (Cu).
2.2.6
Pengujian Partial Discharge
Partial discharge (peluahan parsial) adalah peristiwa pelepasan / loncatan bunga api
listrik yang terjadi pada suatu bagian isolasi (pada rongga dalam atau permukaan) sebagai akibat adanya beda potensial yang tinggi dalam isolasi tersebut. PD pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan isolasi (breakdown).
Partial Discharge hanya bisa terjadi saat dipenuhi dua kriteria yakni adanya medan listrik yang melebihi nilai breakdown dan adanya elektron bebas. Fenomena ini dapat terjadi pada isolasi padat, cair, dan gas. Pada isolasi padat kegagalan bersifat permanen sementara pada isolasi cair dan gas bersifat sementara. Mekanisme kegagalan pada bahan isolasi padat meliputi kegagalan asasi (intrinsik), elektro mekanik, streamer, thermal dan kegagalan erosi. Kegagalan pada bahan isolasi cair disebabkan adanya kavitasi, adanya butiran pada zat cair dan tercampurnya bahan isolasi cair. Pada bahan isolasi gas mekanisme townsend dan mekanisme streamer merupakan 2 mekanisme kegagalan isolasi.
Parameter-parameter yang diukur pada PD antara lain:
 Tegangan Insepsi
Tegangan insepsi adalah nilai tegangan maksimum sebelum mulai terjadi fenomena Partial Discharge.
36
 Muatan (q)
Merupakan ukuran besarnya arus dan waktu PD. Interpretasinya berdasarkan dari fakta bahwa muatan PD adalah integral dari arus selama satu siklus penuh. Interpretasi lain adalah besarnya energy PD yang sebanding kuadrat muatan PD.
 Sudut fasa terjadinya PD (θ)
Menjelaskan sifat fisis dari partial discharge. Partial Discharge hanya bisa terjadi saat ada electron bebas yang mengakibatkan avalanche dan sudut fasa akan menunjukkan sifat stokastik ini.
 Banyaknya kejadian (n) persiklus
Menyatakan tingkat aktivitas Partial Discharge. Berkaitan dengan umur dan kondisi isolasi.
Pengujian Partial Discharge dengan Accoustic Sensor dan HFCT
Pengujian Partial Discharge dilakukan dengan menggabungkan dua metode, yaitu metode akustik dan metode listrik. Metode akustik dilakukan dengan mendeteksi sinyal suara gangguan dari dalam trafo. Sinyal suara tersebut ditangkap oleh 4 buah acoustic
emission (AE) sensor yang ditempelkan pada keempat sisi dinding trafo. Metode listrik
dilakukan dengan mendeteksi arus trafo yang mengalir pada bagian grounding trafo. Arus trafo ini dideteksi dengan menggunakan 1 buah high frequency current transformer (HFCT) sensor yang dipasangkan pada bagian pentanahan trafo.
Pengujian dilakukan dengan 2 tahap. Tahap pertama dilakukan dengan menempelkan sensor AE pada keempat dinding trafo untuk mendeteksi pusat lokasi kejadian partial
discharge tersebut. Apabila alat ukur mendeteksi adanya amplitudo partial discharge yang
lebih besar pada sisi tertentu, maka tahap selanjutnya (Tahap 2) adalah menempatkan seluruh sensor pada sisi yang memiliki amplitude partial discharge terbesar tersebut. Pada kedua tahap tersebut, sensor HFCT dipasang pada posisi grounding yang sama.
2.2.7
Noise
Noise pada trafo dikarenakan adanya fenomena yang disebut magnetostriction. Arti sederhananya adalah jika sebuah lapisan baja diberi medan magnet maka akan membuat lapisan tersebut memuai, namun pada saat medan tersebut dihilangkan, maka lapisan tersebut akan kembali kepada ukuran yang sebenarnya.
Adapun alat yang dipakai untuk mengukur tingkat noise yang muncul adalah Sound level
37
2.2.8
Pengukuran Sound Pressure Level
Posisi pengukuran:
 Jika pada saat pengukuran pendinginan udara (kipas/fan) dimatikan, maka
pengukuran dilaksanakan jarak 0,3 m dari permukaan trafo, kecuali untuk alasan keamanan pengukuran dapat dilakukan pada jarak 1 m.
 Untuk trafo dengan kondisi kipas dinyalakan, jarak pengukuran 2 m dari
permukaan trafo.
 Pada trafo dengan ketinggian tangki kurang dari 2,5 m maka posisi
pengukuran dilakukan pada bagian tengah dari ketinggin tangki.Untuk trafo dengan tinggi tangki lebih dari 2,5 m maka pengukuran dilakukan pada 2 ketinggian, yaitu sepertiga tinggi dari bawah dan dua pertiga tinggi dari bawah.
 Titik penempatan mikrofon pada saat pengukuran maksimal berjarak 1 m
dengan titik pengukuran yang lain di sekeliling trafo. Minimal pengukuran dilakukan pada 6 titik.
Pelaksanaan pengujian dilakukan dalam kondisi trafo sebagai berikut:
 Trafo beroperasi, peralatan pendingin dan pompa minyak tidak beroperasi
 Trafo beroperasi, peralatan pendingin dan pompa minyak beroperasi
 Trafo beroperasi, peralatan pendingin tidak beroperasi dan pompa minyak
beroperasi
 Trafo tidak beroperasi, peralatan pendingin dan pompa minyak beroperasi
Pengukuran dilakukan dengan asumsi bahwa background noise tidak berubah. Perhitungan rata-rata sound pressure level:
Uncorrected average sound
pressure level
LpAi : data hasil
pengukuran
N : jumlah pengukuran
Average background noise pressure level
LbgAi : data hasil
pengukuran background
noise sebelum dan
sesudah pengukuran M : jumlah pengukuran
Corrected average sound pressure level
38
2.3
Shutdown Testing/ Measurement
Shutdown testing/ measurement adalah pekerjaan pengujian yang dilakukan pada saat
trafo dalam keadaan padam. Pekerjaan ini dilakukan pada saat pemeliharaan rutin maupun pada saat investigasi ketidaknormalan.
2.3.1
Pengukuran Tahanan Isolasi
Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui kondisi isolasi antara belitan dengan ground atau antara dua belitan. Metoda yang umum dilakukan adalah dengan memberikan tegangan dc dan merepresentasikan kondisi isolasi dengan satuan megohm. Tahanan isolasi yang diukur merupakan fungsi dari arus bocor yang menembus melewati isolasi atau melalui jalur bocor pada permukaan eksternal. Pengujian tahanan isolasi dapat dipengaruhi suhu, kelembaban dan jalur bocor pada permukaan eksternal seperti kotoran pada bushing atau isolator. Megaohm meter biasanya memiliki kapasitas pengujian 500, 1000, 2500 atau 5000 V dc.
Gambar 2-28 Salah satu contoh alat ukur Tahanan Isolasi
Index Polarisasi
Tujuan dari pengujian index polarisasi adalah untuk memastikan peralatan tersebut layak dioperasikan atau bahkan untuk dilakukan over voltage test. Indeks yang biasa digunakan dalam menunjukan pembacaan tahanan isolasi trafo dikenal sebagai dielectric absorption, yang diperoleh dari pembacaan berkelanjutan untuk periode waktu yang lebih lama dengan sumber tegangan yang konstan.
Pengujian berkelanjutan dilakukan dalam selama 10 menit, tahanan isolasi akan mempunyai kemampuan untuk mengisi kapasitansi tinggi ke dalam isolasi trafo, dan pembacaan resistansi akan meningkat lebih cepat jika isolasi bersih dan kering. Rasio pembacaan 10 menit dibandingkan pembacaan 1 menit dikenal sebagai Polarization Index (PI) atau Indeks Polarisasi (IP).
Jika nilai Indeks Polaritas (IP) terlalu rendah ini mengindikasikan bahwa isolasi telah terkontaminasi. Besarnya Indeks Polaritas (IP) dapat dirumuskan sebagai berikut:
39
2.3.2
Pengukuran Tangen Delta
Isolasi yang baik akan bersifat kapasitif sempurna seperti halnya sebuah isolator yang berada diantara dua elektroda pada sebuah kapasitor. Pada kapasitor sempurna, tegangan dan arus fasa bergeser 90° dan arus yang melewati isolasi merupakan kapasitif. Jika ada defect atau kontaminasi pada isolasi, maka nilai tahanan dari isolasi berkurang dan berdampak kepada tingginya arus resistif yang melewati isolasi tersebut. Isolasi tersebut tidak lagi merupakan kapasitor sempurna. Tegangan dan arus tidak lagi bergeser 90° tapi akan bergeser kurang dari 90°. Besarnya selisih pergeseran dari 90° merepresentasikan tingkat kontaminasi pada isolasi.
Dibawah merupakan gambar rangkaian ekivalen dari sebuah isolasi dan diagram phasor
arus kapasitansi dan arus resistif dari sebuah isolasi. Dengan mengukur nilai IR/IC dapat
diperkirakan kualitas dari isolasi. R
C Ic
Ir
Gambar 2-29 Rangkaian ekivalen isolasi dan diagram phasor arus pengujian phasor arus pengujian tangen delta
Pengujian Tangen Delta Pada Isolasi Trafo
Sistem isolasi trafo secara garis besar terdiri dari isolasi antara belitan dengan ground dan isolasi antara dua belitan.Terdapat tiga metode pengujian untuk trafo di lingkungan PT PLN, yaitu metode trafo dua belitan, metode trafo tiga belitan dan metode autotrafo. Titik pengujian trafo dua belitan yaitu:
 Primer – Ground (CH)
 Sekunder – Ground (CL)
 Primer – Sekunder (CHL)
Untuk pengujian trafo tiga belitan titik pengujiannya adalah:
 Primer – Ground
40
 Tertier – Ground
 Primer – Sekunder
 Sekunder – Tertier
 Primer – Tertier
Gambar 2-30 Rangkaian ekivalen isolasi trafo
Untuk autotrafo, metode pengujian dilakukan sama dengan metode trafo dua belitan dengan perbedaan dan beberapa pertimbangan yaitu; Sisi HV dan LV pada autotrafo dirangkai menjadi satu belitan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga bushing HV, LV dan Netral dijadikan satu sebagai satu titik pengujian (Primer). Sisi Belitan TV dijadikan sebagai satu titik pengujian (Sekunder).
Gambar 2-31 Skema rangkaian pengujian tan delta auto trafo
Pengujian Tangen Delta Pada Bushing
Pengujian tangen delta pada bushing bertujuan untuk mengetahui kondisi isolasi pada C1 (isolasi antara konduktor dengan center tap) dan C2 (isolasi antara center tap dengan Ground). Pengujian hot collar dilakukan untuk mengetahui kondisi keramik. Metode
hotcollar hanya digunakan untuk pengujian lanjut atau apabila bushing tidak memiliki tap
pengujian. Apabila tap pengujian rusak maka bushing segera diusulkan untuk penggantian.
41
Gambar 2-32 Strukur bushing (C1 adalah isolasi antara tap electrode dengan conductor, C2 adalah isolasi antara tap electrode dengan ground)
Gambar 2-33 Diagram pengujian tangent delta C1 pada bushing
42
Gambar 2-35 Diagram pengujian tangent delta hot collar pada bushing
2.3.3
Pengukuran SFRA (Sweep Frequency Response Analyzer)
SFRA adalah suatu metode untuk mengevaluasi kesatuan struktur mekanik dari inti, belitan dan struktur clamping pada trafo dengan mengukur fungsi transfer elektrik terhadap sinyal bertengangan rendah dalam rentang frekuensi yang lebar. SFRA merupakan metode komparatif, yaitu evaluasi kondisi trafo dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran terbaru terhadap referensi.
Gambar 2-36 Wiring pengujian SFRA
SFRA dapat mendeteksi:
- Deformasi belitan (Axial dan Radial seperti hoop buckling, tilting dan
spiraling)