• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pembahasan terkait gambaran terapi Transcutaneus Electrical Nerve

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pembahasan terkait gambaran terapi Transcutaneus Electrical Nerve"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan hasil pengumpulan data serta pembahasan terkait gambaran terapi Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) pada aktivitas fisik anak Cerebral Palsy (CP) mulai dari tahap persiapan, orientasi, kerja dan terminasi pada anak CP tipe spastic hemiplegic berdasarkan lembar observasi pemberian terapi TENS, serta membahas respon setelah diberikan terapi TENS.

4.1 Karakteristik Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah orangtua yang memiliki seorang anak berusia enam tahun yang didiagnosa mengidap CP tipe spastic hemiplegic anak memiliki tanda lemahnya tangan dan kaki bagian kanan, terapis yang sedang memberikan terapi TENS pada anak CP.

4.2 Setting Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di rumah An. A yaitu di kampung Widaran, Kelurahan Pulisen, Kecamatan Boyolali, Jawa Tengah. Setting atau pengaturan yang dibuat untuk pelaksanaan terapi TENS pada anak CP berada di ruang tamu, posisi dekat dengan listrik karena penggunaan alat TENS memerlukan aliran listrik.

(2)

Gambar 4.1 Ruang Tamu Rumah An. A dan Ny. Y

Namun An. A meminta terapi dilakukan didepan TV sehingga diperlukan kabel roll untuk menyambungkan alat terapi TENS dengan sumber listrik yang berada di dekat pintu menuju kamar mandi.

4.3 Gambaran Umum Partisipan

4.3.1 Gambaran Anak CP dan Ny. Y (W1)

Partisipan dalam penelitian ini tinggal di Kampung Widaran, Kabupaten Boyolali yang biasa dipanggil dengan sebutan nama A. Ia adalah putra tunggal yang lahir pada tanggal 05 April 2010. Ayah An. A sudah meninggal pada tahun 2013 dan ibunya (35 tahun) yang biasa dipanggil Ny. Y bekerja sebagai pedagang. Ayah dan ibu An. A terlahir

(3)

dari keluarga yang tidak memiliki penyakit keturunan (degeneratif) lainnya. Ayah dan ibu an. A juga sama-sama menamatkan pendidikan terakhirnya dijenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Penghasilan yang diperoleh Ny. Y perbulannya dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, terkhusus untuk An. A. seperti memenuhi kebutuhan pendidikan, sandang, pangan, dan papan.

Ny. Y melalui proses persalinan normal saat melahirkan An. A, namun mendapatkan kendala sehingga proses persalinan dibantu dengan vacuum. Ketika berumur kurang dari satu tahun An. A tidak melewati tahap merangkak sebelum berjalan. Ny. Y membawa anaknya ke Puskesmas namun perawat hanya menyarankan untuk mengikuti program terapi tanpa menjelaskan penyakit yang diderita An. A. Setelah mendengarkan saran dari perawat akhirnya An. A diberikan terapi sinar selama kurang lebih tiga bulan, namun orang tua An. A memutuskan menghentikan terapi karena dirasa akan membahayakan penglihatan An. A. Pada usia dua tahun Ayah An. A meninggal dan Ny.Y menjadi orangtua tunggal sekaligus tulang punggung keluarga. Setelah An. A berusia dua tahun Ny. Y membawa An. A ke Rumah Sakit karena tangan kanan dan kaki kanan An. A lemah. Dokter

(4)

menyarankan supaya An. A dibawa ke Pusat Terapi untuk mengikuti program terapi, tetapi Ny. Y tidak membawa anaknya ke sana karena keterbatasan biaya dan waktunya habis untuk bekerja.

Bulan Desember 2015 nenek An. A mendapatkan terapi sinar karena fraktur hip, seorang terapis datang setiap dua kali satu minggu. Pada saat nenek An. A diberikan terapi, Ny. Y menanyakan kondisi anaknya apakah dapat diobati. Terapis lalu menyarankan An. A untuk diberikan terapi Transcutaneus Electrical Nerves Stimulation (TENS) dan Ny. Y menyetujuinya. Setelah mendapatkan terapi TENS selama kurang lebih tiga bulan yaitu dua kali dalam satu minggu, terlihat perubahan pada aktivitas An. A seperti dapat menggengam bola dengan tangan kanan, dapat mengayuh sepeda dan memegang stang dengan kedua tangan. Ny. Y dan keluarga An. A sering mengingatkan anak untuk menggunakan tangan dan kaki kanannya agar terbiasa untuk digunakan.

4.3.2 Gambaran Terapis Anak CP (W2)

Partisipan dalam penelitian ini tinggal di Jalan Lembayung, Kabupaten Boyolali yang biasa dipanggil dengan sebutan S. Nn. S berusia 34 tahun. Latar

(5)

belakang pendidikan Nn. S adalah lulusan S1 Fisioterapi. Beliau sudah bekerja disalah satu Rumah Sakit swasta di Kabupaten Boyolali selama kurang lebih sepuluh tahun. Selain bekerja di RS, Nn.S juga bekerja secara mandiri (swasta) yaitu dengan datang kerumah dan memberikan terapi kepada beberapa pasiennya termasuk An. A yang sejak bulan desember telah mengikuti program terapi TENS.

4.4 Deskripsi Tahap-Tahap Terapi TENS Pada Anak CP Tipe

Spastic Hemiplegic

4.4.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan terapis untuk mempersiapkan seperti alat dan bahan dan kontrak waktu guna melancarkan jalannya stimulasi terapi TENS pada anak CP. Waktu yang digunakan terapis yaitu kurang lebih 30 menit. Kemudian mempersiapkan alat dan bahan seperti menyediakan alat TENS dan alat terapi latihan seperti bola, pensil, mobil-mobilan. Sebelum melakukan terapi TENS, anak diajak berbicara untuk membantu memusatkan perhatian saat diberikan terapi. Pada tahap ini juga harus memastikan

(6)

bahwa anak dalam kondisi yang sehat dan mampu diberikan terapi TENS.

4.4.2 Tahap Orientasi

Tahap orientasi merupakan tahap yang digunakan terapis dan juga peneliti untuk melakukan pendekatan pada anak CP. Tahap ini telah dilakukan disetiap pertemuannya sebelum masuk pada Tahap Kerja dan Terminasi. Jika pada pertemuan pertama dilakukan “memperkenalkan diri dan menanyakan nama”, namun pada pertemuan kedua hingga kedelapan peneliti tidak melakukannya lagi. Respon anak pada terapis pada tahap ini selalu menunjukan respon baik walaupun konsentrasi anak sedikit terganggu oleh karena televisi namun pada saat anak diajak berbicara konsentrasi anak menjadi terpusat hanya pada terapis.

4.4.3 Tahap Kerja

Tahap kerja adalah tahap dimana terapis akan memulai terapi TENS dan memberikan terapi latihan. Pada tahap ini terapis memasangkan satu pasang elektroda TENS pada bagian sendi bahu, lengan dan pergelangan tangan anak CP secara bergantian. Setiap sendi diberi waktu sekitar 10 menit tegangan listrik rendah yaitu tiga Hz dan

(7)

menyesuaikan saat anak merasa kurang nyaman. Selanjutnya terapis memberikan terapi latihan setelah terapi TENS selesai diberikan kepada anak CP, dimana terapis melatih kekuatan tangan kanan anak menggunakan alat atau mainan yang sudah dipersiapkan. Berikut gambar terapis dan An. A yang sedang melakukan terapi pada tahap kerja.

Gambar 4.2 Elektroda sedang ditempelkan pada bagian bahu tangan kanan An. A.

(8)

Gambar 4.3 Elektroda sedang ditempelkan pada bagian lengan tangan kanan An. A.

Gambar 4.4 Elektroda sedang ditempelkan pada bagian pergelangan kaki kanan An. A.

(9)

Gambar 4.5 Terapis sedang memberikan terapi latihan dengan mengajari An. A untuk memindahkan bola kembali ketempatnya menggunakan tangan kanan.

Gambar 4.6 An. A mampu menggenggam bola menggunakan tangan kanan.

(10)

Gambar 4.7 An. A sedang berusaha menggunakan tangan kanannya untuk mendorong mobil-mobilan.

Gambar 4.8 An. A sedang berusaha menggunakan tangan kanannya untuk memegang botol sambil minum.

(11)

Pada tahap kerja anak mau mengikuti semua tahap-tahap pemberian terapi TENS yang dilakukan terapis. An. A terlihat sangat antusias dalam proses terapi dan berusaha untuk menggunakan tangan kanannya, walaupun masih belum sempurna anak mampu menggengam bola plastik, memindahkan beberapa buah bola dan mendorong mobil-mobilan.

4.4.4 Tahap Terminasi

Tahap terminasi merupakan proses dimana terapis mengevaluasi An. A dan memberikan pujian An. A dalam keberhasilannya dalam mengikuti proses terapi. Kemudian terapis menanyakan perasaan An. A setelah mengikuti terapi. Hal tersebut dilakukan terapis agar menubuhkan rasa nyaman dan percaya An. A pada terapis di pertemuan-pertemuan selanjutnya. Serta terapis juga harus membuat kontrak pertemuan selanjutnya pada anak dan orangtua.

4.5 Hasil Penelitian

Respon anak setelah diberikan terapi TENS pada penelitian ini diperoleh berdasarkan lembar observasi pelaksanaan terapi TENS (pertemuan I-VIII) dan wawancara ibu An. A (W1) dan terapis (W2). Berdasarkan lembar observasi pertemuan I-VIII

(12)

bahwa setiap pertemuan anak mau mengikuti terapi secara bertahap dan anak selalu mendapatkan terapi TENS kurang lebih 30 menit dan dilanjutkan dengan terapi latihan. Observasi pada pertemuan pertama anak telah mendapatkan terapi TENS kurang lebih empat bulan.

Observasi hari pertama setelah anak mendapatkan terapi TENS, terapis memberikan terapi latihan menggunakan bola plastik kecil. Ketika anak diinstruksikan untuk memindahkan beberapa bola kekeranjangnya anak terlihat berusaha menggunakan tangan kanannnya hasilnya beberapa bola berhasil dipindahkan dan beberapa lainnya jatuh terlepas pada genggaman anak. Selain latihan memindahkan bola anak juga dilatih untuk membuka atau melepas pakaiannya sendiri. Pertemuan Kedua, pertemuan kali ini anak diberikan terapi latihan dengan belajar membuka pakaiannya sendiri. Terapis mengajarkan anak untuk menarik baju menggunakan tangan kanannya. Anak mengatakan bahwa dia kesulitan membuka bajunya menggunakan tangan kanan. Selain itu anak diajari untuk mengayuh sepeda menggunakan kaki kanannya, walaupun masih dominan kaki kiri yang mengayuh, anak tetap berusaha mengikuti instruksi terapis.

Pertemuan ketiga, setelah anak mendapatkan terapi TENS anak melanjutkan terapi latihan. Dari hasil observasi selama dua

(13)

pertemuan ini, anak sudah mampu membuka pakaiannya sendiri walaupun belum sempurna dan butuh bantuan orang lain, anak sudah terlihat menggerakan tangan kanannya untuk berusaha menarik pakaiannya. Selain itu anak memperlihatkan kepada terapis bahwa dia mulai dapat mengayuh menggunakan kaki kanannya, walaupun terlihat sangat berat untuk mengayuh menggunakan kaki kanannya. Pada pertemuan keempat terapis seperti biasa memberikan terapi TENS selama 30 menit. Setelah diberikan terapi TENS An. A diberikan terapi latihan dengan mengajarkan anak untuk menggunakan media disekitarnya seperti remote televisi. Anak diajarkan menggenggam remote menggunakan tangan kanan dan berusaha menggunakan jarinya untuk mengganti program televisi. Anak terlihat kesulitan saat akan menggenggam remote dan secara reflek tangan kirinya membantu untuk menggengam remote.

Pertemuan ke lima melanjutkan pertemuan sebelumnya. Setelah diberikan terapi TENS anak langsung melanjutkan latihan untuk menggunakan remote dengan tangan kanannya. Anak terlihat bosan karena kesulitan menggenggam dan lebih memilih melihat televisi maka terapis mulai mengajak ngobrol anak untuk membuat anak agar fokus pada latihan. Setelah diajarkan kembali anak mulai dapat menggenggam remote namun belum dapat mengganti program televisi.Terapis

(14)

berpesan pada keluarga dan anak untuk membiasakan diri anak untuk menggunakan remote secara mandiri.

Pertemuan ke enam, seperti biasa anak mendapatkan terapi TENS selama 30 menit. Terapi latihan kali ini menggunakan pensil.Terapis mengajarkan kepada An. A untuk menggenggam pensil menggunakan tangan kanannya, lalu melempar pensil tersebut kearah terapis. Anak tidak tampak kesulitan saat berusaha menggenggam pensil namun disaat anak akan melempar pensil, anak belum bisa melakukannya karena pensil masih tersangkut pada jari. Selanjutnya anak diajarkan bermain mobil-mobilan menggunakan kedua tangannya. An. A mulai mendorong mobil-mobilan tersebut menggunakan tangan kanannya, walaupun masih dominan tangan kirinya terapis berusaha untuk membiasakan anak mengguanakan tangan kanannya untuk mendorong dan menarik mobil-mobilan.

Hasil observasi pertemuan ke tujuh, anak mendapatkan terapi TENS selama 30 menit. Kali ini anak diberi terapi latihan untuk menggenggam dan membuka tangan kanan sebanyak 10 kali. Konsentrasi anak sedikit terganggu karena terapi dilakukan sambil melihat televisi,namun terapis berhasil mengembalikan konsentrasi anak dan anak berhasil membuka dan mengepalkan tangan kanannya. Terapi kedua yang diberikan hari ini adalah menggenggam dan masih melempar pensil. Anak terlihat

(15)

antusias saat melempar pensil sambil bercanda dengan ibunya walau anak terlihat sangat berusaha keras untuk melempar pensil ke arah ibunya. Pertemuan ke delapan, pada pertemuan ini seperti biasa anak mendapatkan terapi selama 30 menit, kali ini anak diajari mengenal anggota tubuhnya dan tidak lupa menggunakan tangan kanannya. Anak diminta memegang anggota tubuh sesuai intruksi terapis. Respon anak sangat baik walaupun konsentrasinya agak terganggu karena televisi. Anak dapat melakukan sesuai intruksi terapis saat anak diminta memegang anggota kepala secara acak dan anak mampu memegangnya walaupun masih dibantu tangan kirinya sendiri. Pada pertemuan kali ini peneliti melakukan wawancara kepada ibu An. A dan terapis berdasarkan hasil percakapan wawancara setelah terapi TENS diberikan kepada anak CP ibu maupun terapis An. A mengatakan adanya perubahan yang signifikan.

4.5.1 Tema 1: An. A termasuk CP tipe Spastic Hemiplegic

Pada penelitian ini, W1 menjelaskan gambaran fisik An. A yang merupakan ciri-ciri dari CP tipe spastic hemiplegic. Berikut pernyataan W1 mengenai gambaran fisik An. A:

“Yang dialami anak saya itu yang jelas itu tangan kanannya itu gak berfungsi sama tangan, kaki kirinya itu jalannya agak jinjit jadi sebelah kanan tangan sama kiri eh tangan sama kaki itutu agak lemah ,tapi untungnya itu anak

(16)

saya itu otaknya kata dokternya itu ini masih bersyukur bu ini tu anaknya befikirnya seperti anak-anak biasa, biasanya kalo penyakit kayak gini itu anaknya itu otaknya juga lemah (seperti down syndrome) gitu itu tapi anak ini enggak ,gitu jadi yang diserang sebelah kanan semua anak saya gitu loh mbak.” (W1.95)

Gambaran CP tersebut juga didukung oleh keterangan dari W2 yang menjelaskan bagaimana CP yang dialami An. A. Berikut pernyataan W2:

“Tidak sebegitu parah dari CP- CP yang pernah saya lihat ya mbak, karena anak ini cenderung lebih ke normalnya, dia masih berfikiran secara normal melakukan aktivitas-aktivitas biasa juga, seperti anak normal mungkin kekurangannya hanya ya tangan kanannya tidak bisa digunakan seperti tangan kiri.” (W2.115)

4.5.2 Tema 2: Adanya Miom dan Hambatan Persalinan pada Ibu sebagai Faktor penyebab CP

Pada saat diwawancarai, W1 menyebutkan penyebab CP yang dialami oleh anaknya berdasarkan informasi yang didapatkan dari dokter. W1 menceritakan bahwa ada miom dalam rahimnya dan proses kelahirannya yang sulit sehingga memerlukan bantuan alat vacuum. Maka dari itu, ada kemungkinan anaknya terlahir cacat. Berikut ungkapan yang menjadi faktor penyebab CP yang dialami anaknya:

“Kalau waktu mengandung itu normal-normal aja, ya pengennya cuman muntah aja ,lemes, sakit terus dari pertama sampai akhir mau sampai melahirkan, saya mau melahirkan itu aja dah gak kuat, gak kuat sampai di itu di apa namanya, divacuum kalau saya tahu divacuum begini hasilnya ya saya gak mau divacuum kalau tahu hasilnya

(17)

begitu ya maunya sih ,ya kalau tahunya begitu disesar aja hasilnya begitu itu tangan anak saya kok jadi lemah satunya. Tapi bu dokter sebelumnya sudah bilang nanti anak saya lahir itu agak cacat gitu karena dirahim saya itu ada tamunya, ada miomnya itu juga bikin saya susah punya anak, saya itu 3 tahun menikah baru punya anak ya begitulah mbak.” (W1.65)

“Saya gak tahu mbak penyebabnya CP itu apa. Tapi dokter yang nanganin saya waktu hamil itu bilang kalau nanti itu anak saya cacat agak lemah apa karena ada miom itu yang bikin anak saya kaya gitu, sama waktu lahirnya di vacuum yang bikin anak saya mental (terlempar) sampai 2x, dulu itu saya sampai kaya mau mati melahirkan anak saya.” (W1.105)

4.5.3 Tema 3: Gambaran Terapi TENS

Terapi TENS berfungsi untuk menstimulasi otot syaraf yang lemah dengan cara menempelkan elektroda ke bagian tubuh yang mengalami spastic (kekakuan). Berikut pernyataan dari W1 dan W2 tentang terapi TENS:

“Terapi TENS itu anak saya pasangi kabel-kabel di tempel-tempelin disetrum-setrum seperti dipijet.”(W1.155) “Terapi TENS itu adalah yang diberikan untuk menstimulasi otot otot pada anak.” (W2.45)

“Caranya ditempelkan pada sendi bahu, sendi-sendi lengan dan pergelangan tangan.” (W2.55)

Terapi TENS tidak memberikan efek samping dalam penggunaannya. W1 menyatakan bahwa terapi TENS tidak memiliki efek samping saat diberikan kepada An.A. W1 juga telah menanyakan bagaimana keadaan An. A ketika diberikan terapi TENS berikut pernyataannya:

(18)

“Ketika saya tanya kepada anak saya, “Bagaimana rasanya le?”, anak saya mengatakan enak seperti dipijitin, tidak sakit”. (W1.155)

W2 juga menjelaskan jika tidak ada efek samping dari terapi TENS. Berikut penyataanya:

“Gak ada mbak karena TENS ini sendiri kan fungsinya untuk menstimulasi otak, menstimulasi otot.” (W2.215) dan W2 menjelaskan frekuensi pemberian terapi TENS kepada An. A dan Berikut pernyataannya:

“Saya menggunakanya intensitanya lebih dari 10 Hz saya hanya menggunakan pada anak 3 Hz sesuai dengan apa yang si anak rasakan, kalau yang anak rasakan tidak nyaman terasa sakit maka , intensitasnya saya turunkan.” (W2.205)

4.5.4 Tema 4: Terapi Latihan Mendukung Terapi TENS

Hasil wawancara terhadap W2 menjelaskan bahwa selain diberikan terapi TENS, anak juga diberikan terapi latihan dengan menggunakan tangan kanannya. Berikut pernyataannya.

“Saya memberikan terapi latihannya seperti

menggerakkan tangan-tangannya melatih anak itu memegang pensil, memegang bola, memegang bajunya sendiri, mengenal hidungnya sendiri, mengenal telinganya sendiri, bersalaman, ya seperti itu terapi yang saya lakukan dan memberi anak itu permainan misalkan mobil-mobilan dengan mobilnya sendiri terus, ya seperti itu ya mbak yang saya lakukan kurang lebihnya.” (W2.95)

(19)

4.5.5 Tema 5: Adanya Pengaruh Terapi TENS Terhadap Aktivitas Fisik Anak CP

Berdasarkan hasil wawancara, W1 dan W2 mejelaskan bahwa terapi TENS sangat efektif dan mampu mempengaruhi aktivitas fisik anak CP. Setelah mendapatkan terapi TENS, anak mampu melakukan aktivitas menggunakan tangan dan kaki kanannya. Berikut percakapannya :

“Ya Puji Tuhan, sekarang dia bisa meganglah, megang-megang pakai tangan kanannya” (W1.245)

“Ya ada meski gak begitu, yang dulu gak bisa megar, kalau disuruh megang malah dilepaske dibuang , tapi sekarang enggak , meski ya megangnya sampai berat-berat gitu, berat-berat gitu mbak.” (W1.255)

“Ya dulu dia gak bisa pegang stang sepedanya itu, dia kan punya sepeda onthel, gak bisa megang banget tapi setelah diterapi bisa megang stang sepedanya itu, bisa megang bola, terus tanganya itu sukanya kalau suruh megang malah dibuang sekarang malah enggak enggak kaku gitu itu.”(W1.265)

“Sangat efektif karena adanya terapi ini anak sudah bisa memegang pensil secara mandiri, memegang bola secara mandiri, membuka bajunya mandiri walaupun masih belum sempurna dan masih harus dibantu dengan tangan satunya.” (W2.125)

“Ada, anak tersebut saja menggunakan sepeda sudah menggunakan tangan dua yang semula satu dia bisa memegang sepeda dengan tangan dua, memegang pensil juga sudah bisa sendiri.” (W2.165)

(20)

4.6 Pembahasan

4.6.1 An. A termasuk CP tipe Spastic Hemiplegic

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap dua partisipan, didapatkan tema pertama yaitu gambaran CP. W2 mengatakan bahwa CP adalah gangguan pada otak yang sering mengakibatkan gangguan keseimbangan gerak dan postur tubuh. Hal tersebut senada dengan pernyataan Campbell (2012), bahwa CP merupakan sekelompok gangguan permanen perkembangan gerakan dan postur tubuh, menyebabkan keterbatasan aktivitas.

Selanjutnya, W1 mengatakan bahwa anaknya mengalami kekakuan pada tangan dan kaki kanannya. Hal ini didukung dengan pernyataan Mohammad (2006), spastic hemiplegic adalah spastic yang biasanya menyerang ekstremitas atas atau bawah, menyerang lengan dan kaki pada salah satu sisi tubuh.

4.6.2 Adanya Miom dan Hambatan Persalinan pada Ibu

sebagai Faktor penyebab CP

Menurut W1, penyebab CP yang terjadi pada anaknya disebabkan oleh adanya miom pada masa kehamilan. Info tersebut W1 dapatkan dari dokter yang mengontrol masa kehamilannya. Jeremy (2004) mengungkapkan

(21)

bahwa CP dapat disebabkan oleh gangguan dimasa kehamilan yang sangat berisiko menyebabkan bayi CP.

Selanjutnya, W1 mengungkapkan bahwa ia mengalami kesulitan dalam proses kelahiran, sehingga memerlukan alat bantu berupa vacuum yang menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya CP. Menurut peneliti, CP yang dialami oleh An. A disebabkan oleh adanya miom pada masa kehamilan yang mengganggu proses penyerapan nutrisi sehingga menyebabkan gangguan perkembangan otak.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya CP adalah proses kelahiran yang sulit yang memerlukan bantuan alat vaccum. Pendapat ini didukung oleh pernyataan Bajraszewski (2008), gangguan prenatal terjadi ketika ibu hamil yang kurang mendapat asupan makanan bergizi dan sakit ditengah kehamilan. Masalah terjadi ketika perkembangan otak mulai terbentuk dapat mempengaruhi pertumbuhan janin. Proses persalinan yang lama dan sulit sehingga perlu pertolongan dengan alat bisa menyebabkan luka dikepala bayi dan dapat mempengaruhi perkembangan otak.

(22)

4.6.3 Gambaran Terapi TENS

Sesuai dengan pernyataan W2, terapi TENS diberikan untuk menstimulasi otot saraf pada anak CP dengan cara ditempelkan pada permukaan kulit yang berada pada sendi bahu, sendi lengan dan pergelangan tangan. Besaran voltase alat TENS sebesar 10 Hz. Namun, yang diberikan kepada An. A sebesar 3 Hz sesuai dengan apa yang anak rasakan, jika anak merasa tidak nyaman, maka intensitasnya diturunkan. Seperti yang dikemukakan Johnson (2008) bahwa TENS merupakan alat terapi yang digunakan untuk merangsang syaraf melalui kulit menggunakan arus listrik, tetapi listrik yang digunakan adalah arus listrik rendah, sehingga arus yang dikeluarkan tidak berbahaya bagi penggunanya.

Selain itu, W2 juga mengungkapkan bahwa terapi TENS tidak memiliki efek samping dalam penggunaanya. Senada dengan yang diungkapkan oleh Mark (2001), terapi TENS merupakan terapi non-invasif, mudah digunakan, dan tidak memiliki efek samping seperti penggunaan obat-obatan.

(23)

4.6.4 Terapi Latihan Mendukung Terapi TENS

Berdasarkan hasil penelitian, W2 mengatakan bahwa terapi latihan diberikan kepada An. A setelah diberikan terapi TENS dengan cara menggerakkan tangan kanannya, memegang pensil, memegang bola, memegang bajunya sendiri, mengenal hidungnya sendiri, mengenal telinganya sendiri, bersalaman dan bermain mobil-mobilan.

Menurut peneliti, terapi latihan ini berguna untuk melatih tangan dan kaki kanan anak yang pasif agar menjadi lebih aktif dan mulai membiasakan diri menggunakan tangan kanannya untuk melakukan aktivitas fisik. Hal ini didukung oleh pernyataan Gardiner (2006) yang menyebutkan bahwa terapi latihan adalah salah satu cara untuk mempercepat pemulihan pasien dari cedera dan penyakit yang dalam pelaksaannya menggunakan gerakan-gerakan aktif maupun pasif. Selain itu, Kwakkel (2004) menyatakan terapi latihan adalah kegiatan fisik yang reguler dan dilakukan dengan tujuan meningkatkan atau mempertahankan kebugaran fisik atau kesehatan dan termasuk di dalamnya fisioterapi.

(24)

4.6.5 Adanya Pengaruh Terapi TENS Terhadap Anak CP

Setelah diberikan terapi TENS, terdapat perubahan yang terlihat pada aktivitas anak CP. W1 dan W2 mengutarakan bahwa An. A sekarang sudah mampu menggunakan tangan kanannya untuk memegang sesuatu walaupun belum maksimal. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Al-Abdulwahab (2010) tentang terapi TENS terhadap Spastic Diplegia Cerebral Palsy, yang memberikan perubahan yaitu penurunan kekakuan pada pinggul dan peningkatan kemampuan berjalan.

W2 mengungkapkan bahwa terapi TENS sangat efektif karena saat ini An. A sudah mampu menggunakan tangan dan kaki kanannya walaupun masih belum sempurna dan masih harus dibantu dengan tangan satunya. Menurut peneliti, terapi TENS harus dilanjutkan agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal. Bakshi dkk (2014) juga mengemukakan dari hasil penelitiannya jika terapi TENS memberikan perubahan yang signifikan jika diberikan secara teratur kepada penderita CP spastic.

Gambar

Gambar 4.1 Ruang Tamu Rumah An. A dan Ny. Y
Gambar 4.2 Elektroda sedang ditempelkan pada bagian   bahu tangan kanan An. A.
Gambar  4.3  Elektroda  sedang  ditempelkan  pada  bagian  lengan  tangan kanan An. A
Gambar 4.5 Terapis sedang memberikan terapi latihan dengan  mengajari An. A untuk memindahkan bola kembali  ketempatnya menggunakan tangan kanan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan menulis karangan dengan teknik pengajaran mengarang bersama melalui media gambar seri pada peserta didik kelas

Pertimbangan Hakim Dalam Menentukan Besarnya Ganti rugi Terhadap Perkara Sewa Menyewa Rumah karena Perbuatan Melawan Hukum ... 82

(Collaboration of Maize Barrier and Chitosan to Control Bean common mosaic virus and Its Vector Aphis craccivora Koch on Yard long bean in the Field).. Tri Asmira Damayanti,

In present study, the combination of exterior parameter and protein requirement in ration were implemented during selection program to determine the genetic potential of

On vein extraction, an automatic initialitation of structure searching parameter was proposed using Standard Hough Transform (SHT), instead of giving starting point

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan modul bimbingan sosial tentang kecerdasan moral yang layak untuk diimplementasikan dan efektif untuk meningkatkan budi

Let x be the age of Mary’s grandmother when she died, y be the age of Mary’s brother when he died and z be the number of years between the death of Mary’s grandmother and

Berdasarkan hasil analisis regresi sederhana menunjukkan bahwa masing- masing aspek dalam tindakan supervisi yang berupa komitmen profesional, komitmen organisasi dan