54
TOLERANSI VARIETAS PADI HITAM (Oryza sativa L. indica) PADA BERBAGAI TINGKAT CEKAMAN KEKERINGAN
Samyuni1, Edi Purwanto2, Supriyadi3 1 Mahasiswa Prodi Agronomi Pascasarjana UNS 2 Dosen Pembimbing I Prodi Agronomi Pascasarjana UNS 3 Dosen Pembimbing II Prodi Agronomi Pascasarjana UNS
( e-mail: samyuniihsan@yahoo.com )
ABSTRAK. Penelitian bertujuan mengukur tingkat ketahanan cekaman kekeringan pada tingkat kadar lengas tanah yang berbeda terhadap karakter pertumbuhan, perubahan fisiologis dan hasil pada berbagai macam varietas padi hitam. Penelitian dilaksanakan dengan rancangan acak lengkap faktorial terdiri atas 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor perlakuan pertama adalah kadar lengas pada 100, 80, 60 dan 40 % kapasitas lapang. Faktor perlakuan kedua adalah 6 varietas padi hitam yaitu Toraja, Jowo Melik, Wulung, Melik, Cempo Melik, dan Cempo Ireng.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan cekaman kekeringan mengakibatkan penurunan terhadap tinggi tanaman, berat kering brangkasan, nisbah tajuk akar,jumlah gabah isi, berat 100 biji, berat biji per rumpun, kadar air relatif daun, dan meningkatkan tingkat kepekaan kekeringan. Varietas Wulung dan Cempo Melik pada 40 % kapasitas lapang menghasilkan kandungan amilosa tinggi yaitu 20,76 % dan 21,72 %. Varietas Toraja pada cekaman kekeringan kandungan amilosanya sangat rendah yaitu 5 %, dan Jowo Melik kandungan amilosanya tinggi pada 80 % kapasitas lapang sebesar 20,72 %, dan sedang (18,26 % dan 19,31 %) pada 60 dan 40 % kapasitas lapang. Kandungan antosianin varietas Melik dan Cempo Melik meningkat pada 60 % kapasitas lapang sebesar 2,5 % dan 8,7 %, serta Cempo Ireng pada 40 % kapasitas lapang sebesar 5,7 %. Penurunan kandungan antosianin terendah pada Toraja dan Wulung pada 80 % kapasitas lapang sebesar 6,5 % dan 18,8 %, serta Jowo Melik pada 40 % kapasitas lapang sebesar 12,5 %. Penilaian kepekaan kekeringan dengan indikator menggulung dan mengeringnya daun padi hitam dapat dilakukan mulai kadar lengas 60 % kapasitas lapang. Berdasarkan skor menggulung daun diperoleh varietas toleran pada Cempo Ireng, dan agak peka pada Toraja, Jowo Melik, Wulung, Melik dan Cempo Melik.
Kata Kunci: cekaman kekeringan, tingkat menggulung dan mengering daun, amilosa, antosianin
PENDAHULUAN
Permasalahan utama pengembangan
pertanian adalah besar dan beragamnya cekaman abiotik. Perubahan pola iklim
merupakan fenomena global yang
menjadi tantangan serius saat ini dan masa-masa akan datang (Supriyanto, 2013), peningkatan frekuensi kejadian El Nino (Munarso, 2010), serta rusaknya infra stuktur pengairan menyebabkan
resiko kekeringan terjadi di lahan gogo, sawah tadah hujan, dan bahkan padi sawah irigasi terkendali (Susanto et al., 2012).
Cekaman kekeringan dapat diatasi melalui dua cara, yaitu mengubah
lingkungan agar cekaman dapat
diminimalkan dan memperbaiki genotip tanaman agar tahan cekaman kekeringan. Merubah lingkungan lebih sulit dan
55 mahal, maka bayak diupayakan untuk memperbaiki genotipe tanaman atau
mengembangkan sifat ketahanan
tanaman terhadap stress lingkungan (Purwanto, 2012). Penggunaan varietas padi tahan kekeringan merupakan cara yang paling mudah dan murah (Lestari dan Mariska, 2006).
Tanaman tahan kering dalam
pengembangan pemuliaan tanaman
pertama-tama perlu diketahui tanggapan tanaman tersebut terhadap kekeringan, untuk mengetahui sejauh mana tingkat toleransinya (Clake et al., 1984 cit. Purwanto, 1999) salah satunya mengenai tanggap tanaman terhadap lengas tanah tersedia di lapangan.
Pengembangan padi lahan kering terutama padi gogo lokal yang beragam menjadi modal bagi pemulia untuk merakit dan mendapatkan varietas unggul toleran kekeringan (Meutia et al., 2010). Padi hitam, salah satu padi gogo lokal yang mengandung pigmen paling baik dari padi putih atau warna lainnya (Suardi dan Ridwan, 2009). Padi hitam memiliki keragaman dalam hal warna pada perikarp, aleuron dan endosperm yaitu merah, biru, dan ungu pekat yang menunjukkan kandungan antosianin dan karakter morfologi lainnya (Kristamtini et al. 2012; Sa’adah et al., 2013).
Tanaman padi dapat tumbuh dan
berkembang baik pada lingkungan
ekstrim seperti kekeringan, melalui
proses evolusi dengan perubahan
konstitusi genetik sebagai upaya adaptasi
terhadap lingkungan (Lestari, 2006). Untuk mengetahui hal tersebut, maka dilakukan penelitian sampai batas mana kemampuan toleransi beberapa varietas padi hitam terhadap cekaman kekeringan pada berbagai tingkat kadar lengas tanah
dengan tolok ukur karakter
pertumbuhan, fisiologis, serta hasil. Sehingga diperoleh padi hitam berdaya hasil tinggi dan beradaptasi baik pada tipologi lingkungan spesifik tadah hujan, lahan kering atau beriklim kering (Rahayu dan Harjoso, 2010).
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat ketahanan cekaman kekeringan pada tingkat kadar lengas tanah yang berbeda terhadap karakter pertumbuhan, perubahan fisiologis dan hasil pada berbagai varietas padi hitam. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan bulan Mei sampai Nopember 2014, bertempat di Rumah
Kaca dan Laboratorium Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian menggunakan unit percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial, terdiri dari 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan kadar lengas terdiri dari 100% kapasitas lapang (K1), 80% kapasitas lapang (K2), 60% kapasitas lapang (K3), dan 40% kapasitas lapang (K4). Varietas padi hitam yang digunakan adalah Toraja, Jowo Melik, Wulung, Melik, Cempo Melik, dan Cempo Ireng.
56 Persemaian dilakukan pada media campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang sapi dengan perbandingan 1 : 1 : 1 (Kadir, 2011). Benih direndam dengan air hangat selama 24 jam, dan diperam dalam kertas tissue lembab selama 48 jam supaya berkecambah (Wangiyana et al., 2011). Kecambah disemai 21 hari (Munarso, 2010) dan air persemaian dijaga dalam kondisi macak-macak (Wangiyana et al., 2009).
Media tanam berupa tanah sawah, terlebih dahulu dikeringanginkan dan dihancurkan sehingga didapatkan tanah dengan kondisi seragam. Tanah tersebut dengan bobot kering mutlak 5 kg (Sulistyono et al., 2005) dicampur pupuk kandang sapi dengan perbandingan 3:1 (Supriyanto, 2013) dan dimasukkan
dalam pot berdiameter 30 cm.
Pemupukan (Supardi et al., 2010) berupa pupuk dasar dan pupuk lanjutan pada umur 30 dan 50 HST dengan urea (dosis 100 kg/ha), SP-36 (dosis 100 kg/ha), dan KCL (dosis 100 kg/ha). Pengendalian gulma dilakukan dengan mencabut, pengendalian hama secara mekanik, penyemprotan insektisida untuk walang sangit (Wangiyana et al., 2009), dan pemeliharaan penyakit dengan fungisida (Syam et al., 2007).
Perlakuan cekaman kekeringan
dimulai umur tanaman 28 HST (Susanto et al., 2012) dan diakhiri umur 63 HST. Perlakuan cekaman kekeringan dengan
memberikan air menurut metode
gravimetri. Jumlah air tanah
dipertahankan dengan melakukan
pengukuran berat pot dan penyiraman atau penambahan air sesuai pengurangan kadar lengas tersedia setiap harinya (Effendi, 2008). Panen dilakukan setelah tanaman mencapai masak panen, yaitu 95% butir dalam malai sudah menguning (Prihatman, 2000).
Variable penelitian yaitu: tinggi tanaman (cm), berat kering tanaman (g), nisbah tajuk-akar, jumlah gabah isi (biji), bobot 100 biji (g), bobot biji per rumpun (g), kadar amilosa, kadar antosianin, kepekaan kekeringan mengacu pada Standard Evaluation System for Rice (SES) (IRRI, 2002), dan kadar air relatif (%). Data pengamatan pertumbuhan dan hasil,
dianalisis dengan Sidik Ragam
menggunakan program SPSS versi 17.0 for Windows, dan jika terdapat pengaruh
nyata perlakuan terhadap peubah,
dilakukan uji DMR taraf 5%. Kadar amilosa, antosianin, kepekaan terhadap kekeringan dan kadar air relatif dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Cekama Kekeringan terhadap Pertumbuhan Padi Hitam
Peningkatan intensitas cekaman
kekeringan mengakibatkan penurunan tinggi tanaman, berat kering tanaman, dan nisbah tajuk akar (Tabel 1). Pada kadar lengas 80 % KL, Jowo Melik mengalami penurunan tinggi tanaman
terendah sebesar 2,43 %, Melik
57 terendah (0,21 %), dan Cempo Ireng penurunan nisbah tajuk akar terendah (17,86 %). Pada kadar lengas 40 % KL, penurunan tinggi tanaman terbesar pada Melik (17,36 %), penurunan berat kering tanaman terbesar pada Toraja (62,08 %), dan penurunan nisbah tajuk akar terbesar pada Wulung (64 %).
Berat kering tanaman dipengaruhi oleh tinggi tanaman. Tanaman pada kondisi cekaman kekeringan akan lebih banyak menggunakan unsur hara untuk
proses pertumbuhan terutama
pemanjangan akar. Tanaman padi hitam dengan tinggi tanaman yang lebih tinggi akan mempunyai indeks luas daun lebih besar, sehingga lebih mampu menangkap dan memanfaatkan cahaya matahari untuk fotosintesis. Fotosintesis akan berjalan baik, hasil fotosintesis meningkat dan menghasilkan lebih banyak berat kering.
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh perkembangan dan proporsi akar. Sejalan dengan pertumbuhan akar yang baik, maka penyerapan hara akan lebih maksimal, tanaman terpenuhi nutrisi, serta memiliki pertumbuhan baik dan diharapkan produksi dinyatakan baik (Rahmawati et al., 2013). Jika proporsi akar lebih banyak dibandingkan dengan proporsi tajuknya, maka nisbah tajuk akar akan rendah. Cekaman kekeringan mengakibatkan penurunan nisbah tajuk akar pada varietas peka lebih besar dibandingkan varietas toleran (Efendi dan Azrai, 2010).
Tabel 1. Tinggi tanaman, berat kering tanaman, dan nisbah tajuk akar
Peubah dan Varietas
Cekaman Kekeringan K1 K2 K3 K4 Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Toraja 131 115 113 112 118 a Jowo Melik 124 121 111 110 116 a Wulung 124 120 119 117 120 ab Melik 136 122 121 113 123 ab Cempo Melik 131 127 126 121 126 b Cempo Ireng 123 118 117 111 117 a Rata-rata 128 c 121 b 118 ab 114 a
Berat Kering Tanaman (g)
Toraja 22,08 21,79 13,56 8,37 16,45 ab Jowo Melik 18,42 16,90 14,20 10,06 14,90 a Wulung 34,78 29,4 29,04 25,86 29,92 d Melik 22,79 22,74 19,25 17,56 20,59 bc Cempo Melik 27,46 26,53 21,47 13,82 22,32 c
Cempo Ireng 24,06 19,96 15,99 11,71 17,93 abc
Rata-rata 24,63 b 23,29 b 18,21 a 15,28 a
Nisbah Tajuk – Akar
Toraja 30,48 20,41 14,96 19,68 21,38 c Jowo Melik 28,93 23,48 20,31 19,89 23,15 c Wulung 13,11 7,25 6,90 4,61 7,97 a Melik 26,76 17,11 9,06 7,75 15,17 b Cempo Melik 21,54 13,81 13,33 8,69 14,34 b Cempo Ireng 26,83 22,04 22,39 14,00 21,31 c Rata-rata 24,61 b 17,35 a 14,49 a 12,44 a
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji Duncan α = 0,05
Varietas peka menunjukkan
perluasan perakarannya belum
menunjang kemampuan akar meng-absorbsi air dalam jumlah cukup untuk mendukung pertumbuhan tajuk dan lebih memacu pertumbuhan akar untuk mem-perluas peluang akar mengabsorbsi air tanah pada lapisan tanah yang lebih dalam. Pada kondisi cekaman kekeringan varietas Melik mengalami penurunan rata-rata nisbah tajuk akar terbesar yaitu 57,74 % dan terkecil pada Cempo Ireng
58 varietas Melik adalah varietas paling peka dan varietas Cempo Ireng merupakan varietas paling toleran berdasarkan tolak ukur nisbah tajuk akar.
Pengaruh Cekama Kekeringan terhadap Hasil Padi Hitam
Peningkatan cekaman kekeringan meng-akibatkan penurunan jumlah gabah isi, berat 100 biji dan berat gabah per rumpun (Tabel 2). Penurunan semakin besar jika intensitas cekaman kekeringan menjadi lebih besar. Kondisi cekaman kekeringan menyebabkan polen atau sel induk tepung sari menjadi mandul atau ovari akan menjadi sink yang lemah sehingga kesubura bunga betina menjadi menurun dan mengakibatkan penurunan produksi biji bahkan gagal berproduksi (Efendi dan Azrai, 2010).
Tabel 2. Jumlah gabah isi, berat 100 biji dan berat gabah per rumpun
Peubah dan Varietas
Cekaman Kekeringan
K1 K2 K3 K4 rata
Rata-Jumlah Gabah Isi (biji)
Toraja 270 260 173 71 193 b Jowo Melik 233 178 157 156 181 b Wulung 145 138 120 112 129 ab Melik 135 131 91 50 102 a Cempo Melik 207 86 78 47 105 a Cempo Ireng 260 237 181 102 195 b Rata-rata 208 c 172 bc 133 ab 90 a Bobot 100 biji (g) Toraja 3,7 3,8 3,2 3,3 3,5 bc Jowo Melik 3,6 3,1 3,0 3,1 3,2 ab Wulung 3,7 4,1 4,4 3,8 4,0 cd Melik 4,2 4,4 3,6 3,3 cd 3,9 Cempo Melik 4,6 4,6 4,1 3,4 4,2 d Cempo Ireng 3,5 2,5 2,6 2,3 2,7 a Rata-rata 3,9 b 3,8 b 3,5 ab 3,2 a
Berat Gabah per Rumpun (g) Toraja 9,9 9,9 5,7 2,4 6,59 Jowo Melik 8,5 5,7 4,7 5,0 5,73 Wulung 5,2 5,2 5,4 4,2 5,11 Melik 5,9 5,8 3,0 1,9 3,78 Cempo Melik 10,2 3,9 3,1 1,5 4,06 Cempo Ireng 10,1 5,9 4,6 2,6 5,29 Rata-rata 8,3 c 6,1 bc 4,4 ab 2,9 a Keterangan:
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji Duncan α = 0,0
Penurunan berat biji karena
pengaruh kekeringan diakibatkan oleh berkurangnya pasokan fotosintat pada waktu pengisian biji oleh kondisi source ke sink yang berbeda-beda (Purwanto, 2012). Source fotosintat tanaman yang mendapat cekaman akan lebih sedikit dibandingkan yang tidak mendapat cekaman. Peningkatan semakin nyata apabila tanaman mendapatkan cekaman kekeringan kadar lengas 40 % KL, tanaman pada kadar lengas ini selalu memiliki organ vegetatif paling rendah dan berbeda nyata dengan tanaman kecukupan air (100 % KL). Berdasarkan persentase penurunan berat biji per rumpun, Cempo Melik menunjukkan
penurunan terbesar pada semua
perlakuan cekaman kekeringan yaitu 61,15 % (K2), 69,59 % (K3), dan 85,49 % (K4). Wulung menunjukkan rata-rata penurunan terkecil dengan peningkatan berat gabah per rumpun sebesar 1,33 % (K2), 3,47 % (K3) dan penurunan sebesar 18,71 % (K4).
Kandungan Air Relatif Daun dan Kepekaan Kekeringan
Gambar 1 menunjukkan kadar air relatif daun (KAR) selama mengalami cekaman
kekeringan. Semakin meningkatnya
cekaman kekeringan akan menurunkan KAR daun dan penurunannya akan semakin meningkat seiring lamanya
59 waktu cekaman (Sanusan et al., 2010), dan peningkatan cekaman kekeringan (Cha-um et al., 2010). Sikuku et al., (2012)
melaporkan cekaman kekeringan
menyebabkan berkurangnya secara nyata KAR pada fase reproduktif dibandingkan dengan fase vegetatif, dan Akram et al., (2013) penurunan KAR dari mulai munculnya malai, pembungaan penuh sampai pengisian biji.
Rata-rata KAR varietas Cempo Ireng (76,39 %) lebih tinggi dari varietas lain, kemudian baru varietas Toraja (70,98 %), Jowo Melik (68,22 %), Wulung (66,15 %), Cempo Melik (63,81 %), dan terendah Melik (59,49 %). Nilai KAR mempunyai kecenderungan jika semakin tinggi maka penurunannya akan semakin kecil, dan sebaliknya jika nilai KAR rendah maka semakin besar penurunannya. Hal ini terlihat dari varietas Melik dengan nilai KAR terendah mempunyai penurunan KAR tertinggi rata-rata sebesar 28,67 %, dan Cempo Ireng dengan KAR tertinggi
mempunyai penurunan KAR daun
terendah rata-rata sebesar 8,00 %.
Tanaman padi hitam pada kadar lengas 80 % KL tidak menunjukkan gejala menggulung dan mengeringnya daun. Berarti, tanaman padi hitam dapat ditanam dengan baik sampai kadar lengas 80 % KL. Respon menggulung dan mengeringnya daun mulai terjadi pada perlakuan kadar lengas 60 % KL dan 40 % KL. Hal ini menunjukkan bahwa untuk melakukan penilaian toleransi terhadap cekaman kekeringan dapat dilakukan pada kadar lengas 60 % KL kebawah. Berdasarkan skor menggulung daun, maka varietas padi hitam yang termasuk kategori agak peka (skor 3–5) yaitu Toraja, Melik, Cempo Melik, Wulung dan Jowo Melik; serta kategori toleran (skor 1–3) yaitu Cempo Ireng. Skor menggulung daun padi hitam berlawanan dengan KAR daun. Varietas Cempo Ireng dengan skor menggulung dan mengering rendah mempunyai KAR tertinggi (76,39 %), dan Melik dengan skor menggulung dan mengering yang lebih tinggi mempunyai KAR terendah (59,49 %).
Kandungan Amilosa dan Antosianin Varietas Wulung dan Cempo Melik
mampu menghasilkan kandungan
amilosa tinggi (20,76 dan 21,72 %) pada 40 % KL. Varietas Toraja menunjukkan fenomena kebalikan dari Jowo Melik, dimana dari kondisi tidak tercekam dan terkena cekaman kekeringan Toraja menghasilkan kandungan amilosa sangat rendah (5%), sedangkan Jowo Melik menghasilkan kandungan amilosa tinggi
60 (20,72 %) pada 80 % KL serta sedang (18,26 dan 19,31 %) pada 60 dan 40 % KL (Gambar 3).
Kandungan antosianin (Gambar 4)
varietas Melik dan Cempo Melik
meningkat pada kadar lengas 60 % KL yaitu sebesar 2,51 % dan 8,71 %, serta Cempo Ireng pada 40 % KL sebesar 5,70 %. Sedangkan Toraja, Jowo Melik dan
Wulung mengalami penurunan
kandungan antosianin seiring dengan meningkatnya cekaman kekeringan, yaitu pada 60 % KL sebesar 2,00 %, 11,72 % dan 5,90 %. Kandungan antosianin tertinggi ditujukkan Cempo Melik pada kadar lengas 60 % KL sebesar 239,92 ppm dan terendah Cempo Ireng pada kadar lengas 80 % KL sebesar 157,20 ppm. Begitu pula hasil rata-rata kandungan antosianin tertinggi pada Cempo Melik sebesar 212,77 ppm dan terendah pada Cempo Ireng sebesar 182,51 ppm.
Terdapat dua fenomena kandungan antosianin dari kondisi tidak tercekam (kadar lengas 100 % KL) ke kondisi paling tercekam (40 % KL) yaitu peningkatan
cekaman kekeringan mengakibatkan
penurunan kandungan antosianin dan peningkatan cekaman diikuti dengan
peningkatan kandungan antosianin.
Penurunan kandungan antosianin seiring
meningkatnya cekaman kekeringan
terdapat pada Jowo Melik, Wulung dan Toraja. Penurunan kandungan antosianin tebesar varietas Jowo Melik pada kadar lengas 40 % KL sebesar 12,52 %, serta Wulung dan Toraja pada 80 % KL sebesar 18,84 % dan 6,15 %. Sedangkan
peningkatan kandungan antosianin
seiring dengan meningkatnya cekaman kekeringan terdapat pada Melik, Cempo Ireng dan Cempo Melik. Peningakat-an terbesar kandungan antosianin varietas Melik dan Cempo Melik pada kadar lengas 60 % KL sebesar 2,5 % dan 8,7 %, serta Cempo Ireng sebesar 5,7 % pada 40 % KL.
Kondisi cekaman kekeringan
menyebabkan penurunan net fotosintesis dan hambatan umpan balik transport fotosintat ke organ sink menjadi sangat terbatas (Jones and Corlett, 1992). Penurunan net fotosintesis melalui penurunan luas daun, penggulungan daun, dan kerusakan daun. Hambatan umpan balik transport fotosintat ke organ sink seperti ovari dan polen menyebabkan kesuburannya menjadi menurun atau melalui pertumbuhan tajuk yang lebih terhambat sedangkan
61 peningkatan biomasa akar lebih besar sehingga rasio tajuk akar menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi cekaman kekeringan menurunkan daya hasil melalui penurunan net fotosintesis serta reduksi source dan sink, dimana produksi asimilat lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan akar atau memproduksi osmotic adjustment termasuk antosianin. KESIMPULAN
Cekaman kekeringan mengakibatkan
penurunan tinggi tanaman, berat kering tanaman, nisbah tajuk akar, jumlah gabah isi, berat 100 biji, berat biji per rumpun, kadar air relatif daun, serta meningkatkan skor menggulung dan mengering daun padi hitam.
Varietas Wulung dan Cempo Melik menghasilkan kandungan amilosa tinggi (20,76 dan 21,72 %) pada 40 % KL. Kandungan amilosa varietas Toraja pada cekaman kekeringan sangat rendah (5 pesen), serta Jowo Melik tinggi (20,72 %) pada 80 % KL, dan sedang (18,26 dan 19,31 %) pada 60 dan 40 % KL. Kandungan antosianin varietas Melik dan Cempo Melik meningkat pada 60 % KL sebesar 2,5 % dan 8,7 %, serta Cempo Ireng pada 40 % KL sebesar 5,7 %.
Penurunan kandungan antosianin
terendah pada Toraja dan Wulung sebesar 6,5 % dan 18,8 % pada 80 % KL, serta 40 % KL pada Jowo Melik sebesar 12,5 persen.
Penilaian kepekaan kekeringan
dengan indikator menggulung dan
mengeringnya daun padi hitam dapat dilakukan mulai kadar lengas 60 % KL. Pada cekaman kekeringan 40 % KL varietas toleran pada Cempo Ireng, serta agak peka pada Toraja, Jowo Melik, Wulung, Melik dan Cempo Melik.
DAFTAR PUSTAKA
Akram, H.M.; A. Ali, A. Sattar, H.S.U. Rehman and A. Bibi. 2013. Impact of Water Deficit Stress on Various Physiological and Agronomic Traits of Three Basmati Rice (Oryza sativa L.) Cultivars. The Journal of Animal & Plant Sciences. 23(5): 1415-1423. Cha-Um, S.; S. Yooyongwech and K.
Supaibulwatana. 2010. Water Deficit Stress in The Reproductive Stage of Four Indica Rice (Oryza Sativa L.) Genotypes. Pak. J. Bot., 42(5): 3387-3398.
Efendi, R. dan M. Azrai. 2010.
Indentifikasi Karakter Toleran Cekaman Kekeringan Berdasarkan Respon Pertumbuhan dan Hasil Genotipe Jagung. Widyariset. Edisi IPA dan IPT. 13(3):41-50.
Effendi, Y. 2008. Kajian Resistensi Beberapa Varietas Padi Gogo (Oryza
sativa L.) terhadap Cekaman
Kekeringan. Tesis, Program
Pascasarjana: UNS Surakarta.
IRRI. 2002. Standar Evaluation System of Rice (SES). IRRI. 55 p. November. Jones H.G., and J.E. Corlett. 1992. Current
topic in drought physiology. J. of Agric. Sci. (49):291-296.
Kadir, A. 2011. Respons Genotipe Padi Mutan Hasil Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Cekaman Kekeringan. J. Agrivigor. 10(3):235-246.
Kristamtini; Taryono, P. Basunanda, R.H. Murti, Supriyanta, S. Widyayanti and Sutarno. 2012. Morphological of Genetic Relationships Among Black Rice Landraces from Yogyakarta and Surrounding Areas. ARPN Journal of Agricultural and Biological Science. 7(12):982-987.
62 Lestari, E.G. 2006. Hubungan antara
Kerapatan Stomata dengan
Ketahanan Kekeringan pada
Somaklon Padi Gajahmungkur,
Towuti, dan IR 64. Biodiversitas. 7(1):44-48. Januari.
Lestari, E.G., dan Ika Mariska. 2006.
Identifikasi Somaklon Padi
Gajahmungkur, Towuti dan IR 64 Tahan Kekeringan menggunakan Polyethylene Glycol. Bul. Agron. 34(2):71–78.
Meutia, S.A.; A. Anwar, dan I. Suliansyah. 2010. Uji Toleransi Beberapa Genotipe Padi Lokal (Oryza sativa
L.) Sumatera Barat terhadap
Cekaman Kekeringan. Jerami.
3(2):71-81.
Munarso, Y.P. 2010. Sifat Kegenjahan dan Toleran Kekeringan beberapa Galur
Padi sebagai Calon Tetua.
Agrovigor. 3(2):125-130.
Prihatman, K. (edt). 2000. Padi (Oryza sativa). Jakarta: Sistem Informasi
Manajemen Pembangunan di
Pedesaan, Proyek PEMD, BAPPENAS.
Purwanto, E. 1999. Penyaringan
Ketahanan Padi terhadap Stress Air. Agrosains. 1(2):45-50.
Purwanto, E. 2012. Fisiologi Cekaman Kekeringan pada Tanaman Pangan dan Obat-obatan. Surakarta: UNS Press.
Rahayu, A.Y. dan T. Harjoso. 2010. Karakter Agronomis dan Fisiologis Padi Gogo yang ditanam pada Media Tanah Bersekam pada Kondisi Air di Bawah Kapasitas Lapang. Akta Agrosia. 13(1): 40–49.
Rahmawati, V.; Sumarsono dan W. Slamet. 2013. Nisbah Daun Batang, Nisbah Tajuk Akar dan Kadar Serat Kasar Alfafa (Medicago sativa) pada Pemupukan Nitogen dan Tinggi
Defoliasi Berdeda. Anima
agriculture Journal, 2(1):1-8.
Sa’adah, I.R.; Supriyanta, dan Subejo. 2013. Keragaman Warna Gabah dan Warna Beras Varietas Lokal Padi Beras Hitam (Oryza sativa L.) yang
Dibudidayakan oleh Petani
Kabupaten Sleman, Bantul, dan Magelang. Vegetalika. 2(3):13-20.
Sanusan, S.; A. Polthanea, A. Audebert, S. Seripong and J.C. Mouret. 2010. Growth and Yield of Rice (Oryza sativa L.) as effected by Cultivars, Seeding Depth and Water Deficits at Vegetative Stage. Asian J. Plant Sci. 9(1):36-43.
Sikuku, P.A., I.T. Johnson, and M. Saltmarsh. 2005. Polyphenols: antioxidants and beyond. American
Journal of Clinical Nutrition.
81:215S-217S.
Suardi, D. dan I. Ridwan. 2009. Beras Hitam, Pangan Berkhasiat yang Belum Populer. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 31(2):9-10.
Sulistyono, E.; Suwarto dan Y. Ramdiani. 2005. Defisit Evapotranspirasi sebagai Indikator Kekurangan Air pada Padi Gogo (Oryza sativa L.).Bul.Agron.33(1):6–11.
Supardi; Hardedi, A. Ruatman, dan D.M. Margana. 2010. Padi Hitam. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Provinsi Jawa Barat.
Supriyanto, B. 2013. Pengaruh Cekaman
Kekeringan Terahadap
Pertumbuhan Dan Hasil Padi Gogo Lokal Kultivar Jambu (Oryza sativa Linn.). Jurnal Agrifor. XII(1):77-82. Susanto, U.; M. Yunus, Z. Susanti, dan
Irmantoro. 2012. Pengujian
Toleransi terhadap Cekaman
Kekeringan Galur-Galur Oryza
Sativa / O.Glaberrima pada Kondisi Lahan Tadah Hujan. Prosiding InsSINas. hal. 161-168.
Syam, M.; Suparyono, Hermanto, dan D.
Wuryandari S. 2007. Masalah
Lapang: hama, penyakit, hara, pada
padi. Cetakan 3. Puslitbang
Tanaman Pangan.
Wangiyana, W.; Z. Laiwan dan Sanisah. 2009. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Var. Ciherang dengan Teknik Budidaya “SRI (System of Rice Intensification)” pada berbagai Umur dan Jumlah Bibit per Lubang Tanam. Crop Agro. 2(1):70-78.
63 Wangiyana, W., B. Sabariah dan N. Farida.
2011. Peningkatan Hasil Dua
Varietas Padi (Oryza sativa L) Sistem Gogo Rancah dan SRI (System of
Rice Intensification) dengan
Mempercepat Mulainya
Penggenangan. Agrotekos. 21(2-3):129-136.