• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN KEPUTIHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN KEPUTIHAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN KEPUTIHAN (FLOUR ALBUS)

I. Konsep Penyakit 1.1 Definisi

Keputihan adalah semacam Silim yang keluar terlalu banyak, warnanya putih seperti sagu kental dan agak kekuning-kuningan. Jika Silim atau lendir ini tidak terlalu banyak, tidak menjadi persoalan (Handayani, 2008).

Keputihan adalah gejala penyakit yang ditandai oleh keluarnya cairan dari organ reproduksi dan bukan berupa darah. Keputihan yang berbahaya adalah keputihan yang tidak normal (Blankast, 2008).

Keputihan dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu keputihan yang normal dan keputihan yang abnormal. Keputihan normal dapat terjadi pada masa menjelang dan sesudah menstruasi, pada sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16 menstruasi dan juga melalui rangsangan seksual. sedangkan keputihan abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat kelamin (infeksi bibir kemaluan, liang senggama, mulut rahim, dan jaringan penyangga juga penyakit karena hubungan kelamin) (Manuaba, 2009).

1.2 Etiologi 1.2.1 Jamur

Umumnya disebabkan oleh jamur candida albicans yang menyebabkan rasa gatal di sekitar vulva / vagina. Infeksi ini berupa warnanya putih susu, kental, berbau agak keras, disertai rasa gatal pada kemaluan. Akibatnya, mulut vagina menjadi kemerahan dan meradang. Biasanya terjadi pada saat kehamilan, penyakit kencing manis, pemakaian pil KB, dan rendahnya daya tahan tubuh menjadi pemicu. Bayi yang baru lahir juga bisa tertular keputihan akibat Candida karena saat persalinan tanpa sengaja menelan cairan ibunya yang menderita penyakit tersebut.

(2)

1.2.2 Parasit

Parasit trichomonas vaginalis yang menular dari hubungan seks ditularkan lewat hubungan seks, perlengkapan mandi, pinjam-meninjam pakaian dalam, atau bibir kloset. Cairan keputihan sangat kental, berbuih, berwarna kuning atau kehijauan dengan bau anyir. Keputihan karena parasit tidak menyebabkan gatal, tapi liang vagina nyeri bila ditekan.

1.2.3 Bakteri

Bakteri gardnerella dan pada keputihan disebut bacterial vaginosis. Infeksi ini menyebabkan rasa gatal dan mengganggu. Warna cairan keabuan, berair, berbuih, dan berbau amis. Beberapa jenis bakteri lain juga memicu munculnya penyakit kelamin seperti sifilis dan gonorrhoea. bakteri biasanya muncul saat kehamilan, gonta-ganti pasangan, penggunaan alat kb spiral atau iud

1.2.4 Virus

Keputihan akibat infeksi virus juga sering ditimbulkan penyakit kelamin, seperti condyloma, herpes, HIV/AIDS. Condyloma ditandai tumbuhnya kutil-kutil yang sangat banyak disertai cairan berbau. Ini sering pula menjangkiti wanita hamil. Sedang virus herpes ditularkan lewat hubungan badan. Bentuknya seperti luka melepuh, terdapat di sekeliling liang vagina, mengeluarkan cairan gatal, dan terasa panas. Gejala keputihan akibat virus juga bisa menjadi faktor pemicu kanker rahim.

1.3 Patofisiologi

Banyak hal sebenarnya yang membuat wanita rawan terkena keputihan patologis. Biasanya penyebab keputihan patologis ini karena kuman. Di dalam vagina sebenarnya bukan tempat yang steril, berbagai macam kuman ada disitu. Flora normal didalam vagina membantu menjaga keasaman PH vagina, pada keadaan yang optimal. PH vagina seharusnya antara 3,5-5,5. flora normal ini bisa terganggu. Misalnya karena pemakaian antiseptic untuk daerah vagina bagian dalam. Ketidakseimbangan ini mengakibatkan tumbuhnya jamur dan kuman-kuman yang lain. Padahal adanya flora

(3)

normal dibutuhkan untuk menekan tumbuhan yang lain itu untuk tidak tumbuh subur. Kalau keasaman dalam vagina berubah, maka kuman-kuman lain dengan mudah akan tumbuh sehingga akibatnya bisa terjadi infeksi yang akhirnya menyebabkan keputihan yang berbau, gatal dan menimbulkan ketidaknyamanan

1.4 Tanda dan Gejala

1.4.1 Keluarnya cairan berwarna putih, kekuningan atau putih kelabu dari saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental dan kadang-kadang berbusa. Mungkin gejala ini merupakan proses normal sebelum atau sesudah haid pada wanita tertentu.

1.4.2 Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya. Biasanya keputihan yang normal tidak disertai dengan rasa gatal. Keputihan juga dalam dialami oleh wanita yang terlalu lelah atau yang daya tahan tubuhnya lemah. Sebagian besar cairan tersebut berasal dari leher rahim, walaupun ada yang berasal dari vagina yang terinfeksi atau alat kelamin luar.

1.4.3 Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu hingga sepuluh hari dari vaginanya dapat keluar cairan akibat pengaruh hormone yang dihasilkan oleh plasenta atau uri.

1.4.4 Gadis muda terkadang juga mengalami keputihan, sesaat sebelum masa pubertas. Biasanya gejala ini akan hilang dengan sendirinya.

1.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan :

1.5.1 Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan biokimia dan urinalisis. 1.5.2 Kultur urin untuk menyingkirkan infeksi bakteri pada traktus

urinarius 1.5.3 Sitologi vagina 1.5.4 Kultur sekret vagina

1.5.5 Radiologi untuk memeriksa uterus dan pelvis 1.5.6 Ultrasonografi (USG) abdomen

(4)

1.5.8 Sitologi dan biopsy jaringan abnormal 1.5.9 Tes serologis untuk Brucellosis dan herpes 1.5.10 Pemeriksaan PH vagina.

1.5.11 Penilaian swab untuk pemeriksaan dengan larutan garam fisiologis dan KOH 10 % .

1.5.12 Pulasan dengan pewarnaan gram . 1.5.13 Pap smear.

1.5.14 Biopsi.

1.5.15 Test biru metilen.

1.6 Komplikasi Keputihan

Sesungguhnya, pemberian antibiotik maupun antijamur sangat efektif untuk mengatasi keputihan akibat infeksi. Akan tetapi, bila infeksi tidak teratasi (misalnya karena terlambat berobat, pengobatan yang tidak tuntas, maupun infeksi ulang akibat pasangan seks tidak diobati bersama), akan timbul berbagai komplikasi keputihan sebagai berikut:

1.6.1 Penyebaran infeksi ke daerah organ kewanitaan lain

Sebut saja infeksi mulanya berasal dari dinding vagina. Bila infeksi belum diatasi, maka infeksi dapat menyebar ke mulut rahim dan menyebabkan radang mulut rahim sehingga menimbulkan komplikasi keputihan.

1.6.2 Infertilitas

Bila pengobatan keputihan tidak dilakukan, maka infeksi berlanjut lagi ke rahim, saluran telur atau mencapai indung telur hingga menimbulkan kemungkinan terjadinya infertilitas.

1.6.3 Gagal ginjal

Pada kasus rembetan infeksi yang agak ekstreme, infeksi dapat menyebar ke ginjal hingga kemungkinan terburuknya dapat terjadi gagal ginjal.

1.6.4 Penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease [PID])

Pada trikomoniasis dan klamidia, sering kali tejadi perluasan infeksi ke daerah panggul. Perluasan infeksi ini dikenal dengan nama

(5)

penyakit radang panggul (PID). PID dapat menyebabkan kerusakan pada indung telur, saluran telur, dan struktur organ reproduksi lainnya. Kerusakan ini dapat mengakibatkan terjadinya nyeri panggul kronis, kehamilan ektopik, hingga infertilitas.

1.6.5 Sepsis

Infeksi yang semakin meluas juga dapat menyebabkan infeksi seluruh tubuh apabila kuman berhasil masuk hingga sistem peredaran darah atau kelenjar getah bening.

1.6.6 Bila perempuan dengan keputihan masih berhubungan seks dengan suami atau pasangan seks yang tidak sakit, mungkin akan terjadi penularan infeksi kepada pasangannya.

1.6.7 Depresi dan masalah seksual

Karena keputihan akibat infeksi biasanya menimbulkan rasa tidak nyaman pada daerah kewanitaan, beberapa perempuan akan merasa malu, menyalahkan diri sendiri dan berujung pada depresi. Masalah seksual juga dapat terjadi akibat depresi maupun hilangnya minat pasangan akibat adanya keputihan maupun bau tidak sedap yang biasa menyertai adanya keputihan ini.

Oleh karena itu, setiap keputihan patologis hendaknya diobati hingga tuntas sebagai bentuk pencegahan keputihan dan dengan mengenali gejala keputihan, perluasan infeksi dapat dihindari.

1.7 Penatalaksanaan

1.7.1 Untuk menghindari komplikasi yang serius dari keputihan (fluor albus), sebaiknya penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin sekaligus untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab lain seperti kanker leher rahim yang juga memberikan gejala keputihan berupa sekret encer, berwarna merah muda, coklat mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.

1.7.2 Penatalaksanan keputihan tergantung dari penyebab infeksi seperti jamur, bakteri atau parasit. Umumnya diberikan obat-obatan untuk mengatasi keluhan dan menghentikan proses infeksi sesuai dengan

(6)

penyebabnya. Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi keputihan biasanya berasal dari golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi candida dan golongan metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan parasit. Sediaan obat dapat berupa sediaan oral (tablet, kapsul), topikal seperti krem yang dioleskan dan uvula yang dimasukkan langsung ke dalam liang vagina. Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual, terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan untuk tidak berhubungan seksual selama masih dalam pengobatan. Selain itu, dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan daerah intim sebagai tindakan pencegahan sekaligus mencegah berulangnya keputihan yaitu dengan :

1.7.2.1 Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin, istirahat cukup, hindari rokok dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.

1.7.2.2 Setia kepada pasangan. Hindari promiskuitas atau gunakan kondom untuk mencegah penularan penyakit menular seksual. 1.7.2.3 Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar tetap kering dan tidak lembab misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan yang menyerap keringat, hindari pemakaian celana terlalu ketat. Biasakan untuk mengganti pembalut, pantyliner pada waktunya untuk mencegah bakteri berkembang biak.

1.7.2.4 Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu dari arah depan ke belakang.

1.7.2.5 Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena dapat mematikan flora normal vagina. Jika perlu, lakukan konsultasi medis dahulu sebelum menggunakan cairan pembersih vagina.

1.7.2.6 Hindari penggunaan bedak talkum, tissue atau sabun dengan pewangi pada daerah vagina karena dapat menyebabkan iritasi. 1.7.2.7 Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan

penularan seperti meminjam perlengkapan mandi dsb. Sedapat mungkin tidak duduk di atas kloset di WC umum atau biasakan mengelap dudukan kloset sebelum menggunakannya.

(7)

1.7.3 Tujuan pengobatan

1.7.3.1 Menghilangkan gejala 1.7.3.2 Memberantas penyebabrnya 1.7.3.3 Mencegah terjadinya infeksi ulang 1.7.3.4 Pasangan diikutkan dalam pengobatan

Fisiologis : tidak ada pengobatan khusus, penderita diberi penerangan untuk menghilangkan kecemasannya.

Patologi : Tergantung penyebabnya

Berikut ini adalah pengobatan dari penyebab paling sering : 1.7.3.1 Candida albicans

a. Topikal

1. Nistatin tablet vagina 2 x sehari selama 2 minggu 2. Klotrimazol 1% vaginal krim 1 x sehari selama 7 hari 3. Mikonazol nitrat 2% 1 x ssehari selama 7 – 14 hari b. Sistemik

1. Nistatin tablet 4 x 1 tablet selama 14 hari 2. Ketokonazol oral 2 x 200 mg selama 7 hari 3. Nimorazol 2 gram dosis tunggal

4. Ornidazol 1,5 gram dosis tunggal

5. Pasangan seksual dibawa dalam pengobatan 1.7.3.2 Chlamidia trachomatis

a. Metronidazole 600 mg/hari 4-7 hari (Illustrated of textbook gynecology)

b. Tetrasiklin 4 x 500mg selama 10-14 hari oral c. Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 10-14 hari bila

d. Minosiklin dosis 1200mg di lanjutkan 2 x 100 mg/hari selama 14hari

e. Doksisiklin 2 x 200 mg/hari selama 14 hari

f. Kotrimoksazole sama dengan dosis minosiklin 2 x 2 tablet/hari selama 10 hari

1.7.3.3 Gardnerella vaginalis

a. Metronidazole 2 x 500 mg

b. Metronidazole 2 gram dosis tunggal

c. Ampisillin 4 x 500 mg oral sehari selama 7 hari d. Pasangan seksual diikutkan dalam pengobatan

(8)

1.7.3.4 Neisseria gonorhoeae

a. Penicillin prokain 4,8 juta unit im atau b. Amoksisiklin 3 gr im

c. Ampisiillin 3,5 gram im atau Ditambah :

a. Doksisiklin 2 x 100mg oral selama 7 hari atau b. Tetrasiklin 4 x 500 mg oral selama 7 hari c. Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 7 hari d. Tiamfenikol 3,5 gram oral

e. Kanamisin 2 gram im f. Ofloksasin 400 mg/oral

Untuk Neisseria gonorhoeae penghasil Penisilinase a. Seftriaxon 250 mg im atau

b. Spektinomisin 2 mg im atau c. Ciprofloksasin 500 mg oral Ditambah

a. Doksisiklin 2 x 100 mg selama 7 hari atau b. Tetrasiklin 4 x 500 mg oral selama 7 hari c. Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 7 hari 1.7.3.5 Virus herpeks simpleks

Belum ada obat yang dapat memberikan kesembuhan secara tuntas

a. Asiklovir krim dioleskan 4 x sehari b. Asiklovir 5 x 200 mg oral selama 5 hari

c. Povidone iododine bisa digunakan untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder

1.7.3.6 Penyebab lain :

Vulvovaginitis psikosomatik dengan pendekatan psikologi. Desquamative inflammatory vaginitis diberikan antibiotik, kortikosteroid dan estrogen.

(9)

1.8 Pathway

II. Asuhan Keperawatan dengan gangguan 2.1 Pengkajian 2.1.1 Subjektif 2.1.1.1 Identitas 2.1.1.2 Keluhan Utama : 2.1.1.3 Riwayat Perkawinan 2.1.1.4 Riwayat Menstruasi

2.1.1.5 Riwayat Kehamilan, Persalianan dan Nifas Yang Lalu 2.1.1.6 Riwayat kontrasepsi yang digunakan

2.1.1.7 Riwayat kesehatan

2.1.1.8 Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari 2.1.1.9 Keadaan Psiko Sosial Spritual

2.1.2 Objektif

2.1.2.1 Pemeriksaan umum 2.1.2.2 Pemeriksaan fisik

2.1.2.3 Pemeriksaan dalam/ Ginekologis : 2.1.2.4 Pemeriksaan penunjang :

(10)

2.2 Diagnosa Yang Sering Muncul

Diagnosa 1 : Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada system reproduksi 2.2.1 Definisi :

Keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya.

2.2.2 Batasan karakteristik

2.2.2.1 Laporan secara verbal atau non verbal 2.2.2.2 Fakta dari observasi

2.2.2.3 Posisi antalgic untuk menghindari nyeri 2.2.2.4 Gerakan melindungi

2.2.2.5 Tingkah laku berhati-hati 2.2.2.6 Muka topeng

2.2.2.7 Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)

2.2.2.8 Terfokus pada diri sendiri

2.2.3 Faktor yang berhubungan

Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)

Diagnosa 2 : Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual 2.2.4 Definisi :

Kondisi ketika individu mengalami perubahan fungsi seksual selama fase respons gairah seksual, rangsang seksual, dan/atau orgasme, yang dipandang tidak memuaskan, tidak ada penghargaan, atau tidak adekuat

2.2.5 Batasan karakteristik 2.2.5.1 Subjektif

a. Perubahan dalam penerimaan kepuasan seksual b. Perubahan minat terhadap diri sendiri dan orang lain c. Ketidakmampuan untuk mencapai kepuasan yang

diharapkan

d. Persepsi perubahan rangsang seksual e. Persepsi defisiensi gairah seksual

(11)

f. Persepsi keterbatasan akibat penyakit atau terapi g. Menyatakan masalah

2.2.5.2 Objektif

a. Pembatasan actual akibat penyakit atau terapi b. Perubahan dalam pencapaian persepsi peran seks c. Mencari penegasan tentang kemampuan respons gairah

seksual

2.2.6 Faktor yang berhubungan

2.2.6.1 Ketiadaan model peran atau model peran tidak berpengaruh 2.2.6.2 Perubahan struktur atau fungsi tubuh (misalnya, kehamilan,

baru melahirkan, obat-obatan, pembedahan, anomaly, proses penyakit, trauma, dan radiasi)

2.2.6.3 Perubahan biopsikososial seksualitas 2.2.6.4 Kurang privasi

2.2.6.5 Kurangnya orang terdekat

2.2.6.6 Salah informasi atau kurang pengetahuan 2.2.6.7 Penganiayaan fisik

2.2.6.8 Penganiayaan psikososial (misalnya, hubungan yang menyakitkan)

Diagnosa 3 : Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan

2.2.7 Definisi :

Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik

2.2.8 Batasan karakteristik

2.2.8.1 Memverbalisasikan adanya masalah 2.2.8.2 Ketidakakuratan mengikuti instruksi 2.2.8.3 Perilaku tidak sesuai.

2.2.9 Faktor yang berhubungan 2.2.9.1 Keterbatasan kognitif

(12)

2.2.9.3 Kurangnya keinginan untuk mencari informasi 2.2.9.4 Tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

2.3 Perencanaan

Diagnosa 1 : Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada system reproduksi 2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)

2.3.1.1 Tujuan :

.Menghilangknagkan rasa tidak nyaman 2.3.1.2 Kriteria hasil :

Memperhatikan bahwa nyeri ini ada mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan dan menurunkan nyeri dapat mengidentifikasi dan menurunan sumber-sumber nyeri

2.3.2 Intervensi Keperawatan dan rasional NIC 2.3.2.1 Intervensi Keperawatan dan rasional

a. Berikan pengurang rasa nyeri yang optimal b. Meluruskan kesalahan konsep pada keluarga

c. Bicarakan mengenai ketakutan, marah dan rasa frustasi klien d. Berikan privasi selama prosedur tindakan

Diagnosa 2 : Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual 2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)

2.3.1.1 Tujuan :

Akan membuat hasrat seksual menjadi menurun 2.3.1.2 Kriteria hasil :

Menceritakan masalah mengenai fungsi seksual, mengekspresikan peningkatan kepuasan dengan pola seksual. Melaporkan keinginan untuk melanjutkan aktivitas seksual.

2.3.4 Intervensi Keperawatan dan rasional NIC 2.3.2.1 Intervensi Keperawatan dan rasional

a. Kaji riwayat seksual mengenai pola seksual, kepuasan, pengetahuan seksual, masalah seksual

b. Identifikasi masalah penghambat untuk memuaskan seksual c. Berikan dorongan bertanya tentang seksual atau fungsi seksual

(13)

Diagnosa 3 : Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan

2.3.5 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) 2.3.1.1 Tujuan :

a. Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan pengetahuan pasien tentang penyakitnya bertambah,

b. Melaksanakan therapi untuk menurunkan episode berulang c. mencegah komplikasi

2.3.1.2 Kriteria hasil :

Klien mampu memperlihatkan teknik cuci tangan yang benar, bebas dari proses infeksi nasokomial selama perawatan dan memperlihatkan pengetahuan tentang fakor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan melakukan pencegahan yang tepat.

2.3.6 Intervensi Keperawatan dan rasional NIC 2.3.2.1 Intervensi Keperawatan dan rasional

a. Teknik antiseptik untuk membersihan alat genetalia b. Amati terhadap manefestasi kliniks infeksi

c. Infomasikan kepada klien dan keluarga mengenai penyebab, resiko-resiko pada kekuatan penularan dari infeksi

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Blankast, Ariev. (2008). Mengatasi Keputihan dengan Herbal, http://gealgeol.com/2008/08/27/agar-keputihan-tak-berulang.html. di akses 14 Juni 2016

Handayani, Tri Asih. (2008). Memberantas dan mengobati keputihan, http://sangwanita.blogspot.com. Di akses 14 Juni 2016

Manuaba, Ida bagus Gde, (2009). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta.

Nanda NIC- NOC .2013 . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi Revisi Jilid II. Jakarta: EGC.

(15)

Banjarmasin, Februari 2017

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Tingkat Kecemasan dan Perilaku Vulva Hygine (Perawatan Organ Reproduksi) terhadap Kejadian Keputihan (Fluor Albus) pada Santriwati.. di Pondok Pesantren Nurul

Klien memiliki pengetahuan yang cukup tentang fluor albus setelah mendapat penjelasan dari petugas dengan kriteria: - Klien mampu menjelaskan kembali tentang penyebab fluor albus..

Penatalaksanaan keputihan meliputi usaha pencegahan dan pengobatan yangbertujuan untuk menyembuhkan seorang penderita dari penyakitnya, tidak hanya untuksementara tetapi

Menurut Carpenito (2001), Menarik diri adalah suatu usaha untuk menghindari interaksi dengan orang lain dan kemudian menghindari berhubungan, ini

Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik.

Konstipasi berhubungan dengan penahanan dari keinginan untuk b.a.b untuk menghindari nyeri karena haemorhoid atau setelah pembedahan haemorhoid..

Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual, terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan untuk tidak berhubungan seksual selama masih

Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada PHBS yaitu : 1.. Promotif yang dimaksud disini yaitu pemberian informasi atau pendidikan kesehatan kepada keluarga atau