• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Audit Pemeriksaan Aset Tetap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosedur Audit Pemeriksaan Aset Tetap"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

Prosedur Audit Pemeriksaan Aset Tetap

Oke bro, sis, om dan tan berikut ini adalah prosedur audit aset tetap dan penjelasannya,

langsung aja disimak, SEMOGA MANFAAT...

1. Pelajari dan evaluasi internal control atas aset tetap.

dalam hal ini biasanya auditor menggunakan Internal Control Questionnaires (ICQ),

beberapa ciri internal control yang baik atas aset tetap adalah :

(2)

a. digunakannya anggaran untuk penambahan aset tetap .

Jika ada aset tetap yang ingin dibeli tetapi belum tercantum dianggaran maka aset tetap

tersebut tidak boleh dibeli dahulu.

b. Setiap penambahan dan penarikan aset tetap terlebih dahulu harus diotorisasi oleh pejabat

berwenang.

c. Adanya kebijakan tertulis dari manajemen mengenai capitalization dan depreciation

policy.

d. Diadakannya kartu aset tetap atau sub buku besar aset tetap yang mencantumkan tanggal

pembelian, nama supplier, harga perolehan, metode dan persentase penyusutan, jumlah

penyusutan, akumulasi penyusutan dan nilai buku aset tetap.

e. Setiap aset tetap diberi nomor kode.

f. Minimal setahun sekali dilakukan inventarisasi (Pemeriksaan fisik aset tetap), untuk

mengetahui keberadaannya dan kondisi dari aset tetap.

g. Bukti-bukti pemilikan aset tetap disimpan ditempat yang aman.

h. Aset tetap diasuransikan dengan jumlah Insurance Coverage (nilai pertanggungan) yang

cukup.

2. Minta kepada Klien Top Schedule serta Supporting Shedule aset tetap, yang berisikan :

Saldo awal, penambahan serta pengurangan-pengurangannya dan saldo akhir, baik untuk

harga perolehan maupun akumulasi penyusutannya.

3. Periksa footing dan cross footingnya dan cocokkan totalnya dengan General

Ledgeratau Sub-Ledger, saldo awal dengan Working Paper tahun lalu.

4. Vouched penambahan serta pengurangan aset tetap.

untuk penambahan aset tetap, selain diperhatikan otorisasi dan kelengkapan supporting

document, harus dilihat apakah penambahan tersebut sudah tercantum di anggaran.

Untuk pengurangan aset tetap harus diperiksa Journal Entry nya.

contoh :Mesin dengan harga perolehan Rp10.000.000 dan akumulasi penyusutannya (sampai

dengan tanggal penarikannya) Rp8.000.000 dijual dengan harga Rp3.000.000 secara tunai.

Journal Entry yang seharusnya adalah :

Dr Kas Rp3.000.000

Dr Akumulasi Penyusutan Mesin Rp8.000.000

Cr. Mesin Rp10.000.000

Cr. Laba penjualan aset tetap Rp1.000.000

karena seringkali perusahaan mencatat transaksi tersebut dengan mendebit kas Rp3.000.000

dan mengkredit mesin Rp3.000.000.

Auditor juga harus memeriksa apakah uang kas sebesar Rp3.000.000 sudah diterima

perusahaan dan dicatat dalam buku penerimaan kas.

5. Periksa fisik dari aset tetap dan perhatikan kondisinya apakah masih dalam keadaan baik

atau sudah rusak.

mengenai pemeriksaan fisik aset tetap secara basis test ada 2 pendapat ;

1. Yang dites hanya penambahan dalam tahun berjalan yang jumlahnya besar.

2. Diutamakan penambahan yang baru serta beberapa aset tetap yang lama.

pada pendapat yang pertama memang akan lebih cepat pelaksanaannya, tetapi ada kelemahan

yaitu bila ada aset tetap yang sudah lama dibeli atau tidak dapat dipakai lagi, maka dengan

cara pertama tidak diketahui.

(3)

contoh dalam hal ini harus dicocokkan nomor mesin, chasis, dan nomor polisi kendaraan

yang tercantum di BPKB dan STNK dengan yang terdapat di kendaraan. Perhatikan juga

apakah surat-surat tanah, gedung, kendaraan atas nama perusahaan.

7. Pelajari dan periksa apakah Capitalization serta Depreciation Polici-nya konsisten dengan

tahun sebelumnya (misal perhitungan menggunakan Straigh Line Method).

Tentang Policy dan Capitalization tersebut ada beberapa kemungkinan :

a. berdasarkan jumlahnya, misalnya diatas Rp1.000.000 harus dikapitalisir.

b. Berdasarkan masa manfaatnya

c. Campuran antara jumlah dan masa manfaatnya.

Tentang Policy dari penyusutannya ada beberapa kemungkinan, apakah penyusutan tersebut

dimulai :

a. Pada tanggal pembelian;

b. Pada tanggal pemakaian;

c. Juga perlu diketahui masa penyusutannya, misal tanggal pembelian 1-15 dihitung satu

bulan penuh sedangkan 16-30/31 dihtung setengah bulan.

8. Analisis perkiraan repair dan maintenance.

harus diperhatikan kemungkinan Klien untuk memperkecil laba dengan mencatat Capital

Expenditure sebagai Revenue Expenditure.

9. Periksa kecukupan Insurance Coverage, dalam artian jangan sampai terlalu keci atau

terlalu besar. Jika terlalu kecil ada bahaya bahwa jika terjadi kebakaran, ganti rugi perusahaan

asuransi tidak mencukupi untuk membeli aset tetap(misalkan gedung atau mesin) yang baru

sehingga mengganggu kegiatan operasi perusahaan. tentang penilaian cukup

tidaknya Insurance Coverage tersebut adalah atas dasar jumlah yang mendekati harga pasar.

10. Tes perhitungan penyusutan dan alokasi biaya penyusutan aset tetap.

Penyusutan ini biasanya dari aset tetap yang dapat disusutkan, seperti gedung kantor dan

sebagainya, sebab ada juga Fixed Assets yang tidak dapat disusutkan seperti Tanah hak milik.

Tetapi bila tanah tersebut digunakan untuk bahan baku pembuatan batu bata atau genteng,

maka dapat disusutkan biasa istilahnya tuh deplesi.

Apabila tanah tersebut merupakan tanah dengan hak guna bangunan, maka tanah tersebut

tidak dapat disusutkan. Auditor harus memeriksa akurasi dari perhitungan penyusutan yang

dibuat klien, dan ketetapan alokasi biaya penyusutan sebagai bagian dari biaya produksi tidak

langsung, biaya umum dan administrasi serta biaya penjualan.

11. Periksa notulen rapat, perjanjian kredit, jawaban konfirmasi dari bank, untuk memeriksa

apakah ada aset yang dijadikan jaminan atau tidak.

12. Periksa apakah ada Commitment yang dibuat oleh perusahaan untuk membeli atau

menjual aset tetap.

13. Untuk Contruction In Progress, kita periksa penambahannya dan apakah adaConstruction

In Progress yang harus ditransfer ke aset tetap.

14. Jika ada aset yang diperoleh melalui leasing, periksa lease agreement dan periksa

apakah Accounting treatment-nya sudah sesuai dengan standar akuntansi leasing.

15. Periksa apakah ada aset tetap yang dijaminkan.

(4)

Jika aset tetap dijaminkan berarti bukti pemilikan diserahkan (disimpan) di bank, sehingga

auditor harus memeriksa tanda terima penyerahan bukti-bukti kepemilikan. selain itu jika ada

aset tetap yang dijaminkan harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

16. Periksa penyajian aset tetap dalam laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan

SAK/ETAP/IFRS, baik di Posisi Keuangan,(cost and accumulated depreciation), di laba rugi

(biaya penyusutan), dicatatan atas laporan keuangan (kebijakan kapitalisasi dan

penyusutan,rincian garis besar aset tetap) maupun di lampiran (rincian aset tetap).

yang disebutkan tadi tuh berlaku buat repeat engagements (penugasan berulang) makanya

dititikberatkan pada pemeriksaan transaksi tahun berjalan (periode yang diperiksa).

Untuk First Audit (audit pertama kali) bisa dibedakan sebagai berikut :

Jika tahun sebelumnya perusahaan sudah diaudit oleh kantor akuntan lain, saldo awal

saldo aset tetap bisa dicocokkan dengan laporan akuntan terdahulu dan kertas kerja

pemeriksaan akuntan tersebut.

Jika tahun-tahun sebelumnya perusahaan belum pernah diaudit, akuntan publik harus

memeriksa mutasi penambahan dan pengurangan aset tetap sejak awal berdirinya

perusahaan, untuk mengetahui apakah pencatatan yang dilakukan perusahaan untuk

penambahan dan pengurangan aset tetap, serta metode dan perhitungan penyusutan

aset tetap dilakukan sesuai dengan standar akuntansi di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).

Tentu saja pemeriksaan mutasi tahun-tahun sebelumnya dilakukan secara test basis

dengan mengutamakan jumlah material.

http://coretanauditor.blogspot.co.id/2014/11/prosedur-audit-pemeriksaan-aset-tetap.html

Membukukan Transaksi Leasing, Akuntansi (PSAK 30)

versus Pajak

Technorati Tags: Leasing,Aktiva Tetap,Perpajakan,PSAK,Taxation,Fixed Assets,Akuntansi Sewa

Dasar Pencatatan :

(1) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 30 (Revisi 2007) tentang Sewa, (2) Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991

Perlakuan Akuntansi

PSAK No. 30 (Revisi 2007) tentang Sewa dalam paragraf 8 mengatur bahwa suatu sewa

diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.

(5)

Paragraf 10 menjelaskan bahwa klasifikasi sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi didasarkan pada substansi transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya. Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan dalam kondisi normal mengarah pada sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah :

1. sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;

2. lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi memang akan dilaksanakan;

3. masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak dialihkan; 4. pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan; dan

5. aset sewaan bersifat khusus dan dimana hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material.

Lebih lanjut, paragraf 16 menjelaskan bahwa untuk sewa pembiayaan pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan kewajiban dalam neraca sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai wajar. Penilaian ditentukan pada awal kontrak.

Sedangkan dalam paragraf 29 diatur mengenai pencatatan sewa operasi, bahwa pembayaran sewa dalam sewa operasi diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus (straight-line basis) selama masa sewa kecuali terdapat dasar sistimatis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat aset yang dinikmati pengguna.

Untuk jenis transaksi leasing berupa transaksi jual dan sewa-balik (sale and lease back) dapat terjadi bahwa nilai aset tercatat aset yang dialihkan kepada leasing company berbeda dengan nilai

pembelian/pembiayaan oleh leasing company tersebut.

Paragraf 56 PSAK No. 30 mengatur bahwa jika suatu transaksi jual dan sewa-balik merupakan sewa pembiayaan, selisih lebih hasil penjualan dari nilai tercatat tidak dapat diakui segera sebagai

pendapatan oleh penjual-lessee, tetapi ditangguhkan dan diamortisasi selama masa sewa.

Perlakuan Perpajakan

Secara perpajakan, pencatatan transaksi leasing diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991. KepMenKeu ini hanya mengatur mengenai pencatatan transaksi leasing secara sale and lease back dengan hak opsi sehingga untuk jenis leasing lainnya misalnya Pembiayaan Konsumen harus mengacu kepada PSAK No. 30.

Dalam praktek sehari-hari, sering ditemukan kesalahpahaman dari accounting perusahaan sehingga dalam perpajakan memperlakukan transaksi Pembiayaan Konsumen layaknya Sale and Lease Back dengan Hak Opsi.

Menurut KepMenKeu No. 1169 tersebut, kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai Sewa Guna Usaha (SGU) dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :

(6)

1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambaha dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor; 2. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 tahun untuk barang modal Golongan I, 3 tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 tahun untuk Golongan Bangunan;

3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Ketentuan perpajakan memperlakukan SGU dengan Hak Opsi secara berbeda dari akuntansi. Adapun perbedaannya sebagai berikut :

Secara akuntansi, pencatatan dilakukan secara Capital Lease, dimana :

1. aktiva leasing langsung dibukukan sebagai aktiva tetap leasing dan disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya;

2. lessee membebankan biaya penyusutan aktiva SGU dan beban bunga SGU Secara perpajakan, dilakukan secara Operating Lease, dimana :

1. aktiva tetap leasing baru diakui setelah lessee melaksanakan hak opsinya, dengan biaya perolehan sebagai dasar penyusutan sebesar nilai opsi tersebut

2. lessee membebankan angsuran pokok dan bunga SGU sebagai biaya leasing

Sedangkan untuk transaksi pembiayaan konsumen, pencatatan secara akuntansi maupun perpajakan sama, yaitu dilakukan secara Capital Lease.

Contoh illustrasi (Sale and Lease Back dengan Hak Opsi) :

PT A memperoleh fasilitas pembiayaan berupa Sale and Lease Back dengan Hak Opsi atas 1 unit Mesin Press dengan rincian transaksi sebagai berikut :

Harga beli dari supplier = Rp 1.144.800.000; Pembayaran Uang Muka (D/P) kepada Supplier = Rp 300.000.000; Sisa Hutang kepada Supplier = Rp 844.800.000.

Pembiayaan oleh Leasing Company = Rp 844.800.000; Masa Angsuran = 20/11/2004 s/d 20/10/2007 (36 bulan); Angsuran Pokok = Rp 844.800.000; Bunga Angsuran = Rp 201.312.000

Jurnal Akuntansi (PSAK No. 30) : Aktiva Tetap - Mesin 1.144.800.000 K a s 300.000.000 Hutang Supplier 844.800.000

(7)

(membukukan transaksi pembelian aktiva tetap dari supplier) Hutang Supplier

844.800.000

Hutang Leasing

844.800.000 (membukukan transaksi pengalihan aktiva tetap ke leasing company) Hutang Leasing 26.144.498 Biaya Bunga Leasing 12.412.502 K a s 38.557.000 (membukukan pembayaran angsuran bulanan SGU)

Jurnal Perpajakan (KepMenKeu No. 1169) Aktiva Tetap - Mesin 1.144.800.000 K a s 300.000.000 Hutang Supplier 844.800.000 (membukukan transaksi pembelian aktiva tetap dari supplier) Hutang Supplier 844.800.000 Jaminan Leasing 300.000.000 Aktiva Tetap Mesin 1.144.800.000 (membukukan transaksi pengalihan aktiva tetap ke leasing company) Biaya Leasing

(8)

38.557.000

K a s

38.557.000 (membukukan pembayaran angsuran bulanan SGU)

Secara perpajakan, jika pada akhir masa leasing, lessee menggunakan hak opsinya maka dalam pembukuan lessee membukukan aktiva tetap sebagai dasar penyusutan sebesar Rp 300.000.000 yaitu sebesar nilai jaminan leasing. Selama masa SGU, jaminan leasing dibukukan sebagai Aktiva Lain-lain.

Sedangkan, jika transaksinya berupa Pembiayaan Konsumen, maka pencatatan akuntansi dan perpajakan harus sesuai PSAK No. 30 (jurnal pertama) (Hrd).

http://auditme-post.blogspot.co.id/2008/05/membukukan-transaksi-leasing-akuntansi.html

BUKTI AUDIT SERTA PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT

BUKTI AUDIT

Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan auditor independen, dalam hal ini bukti audit (audit evidence)berbeda dengan bukti hukum (legal evidence) yang diatur secara tegas oleh peraturan yang ketat. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti.

(9)

Asersi (assertion) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit serta dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence).

Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa sediaan produk jadi yang tercantum dalam neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula, manajemen membuat asersi bahwa penjualan dalam laporan laba-rugi menunjukkan pertukaran barang atau jasa dengan kas atau aktiva bentuk lain (misalnya piutang) dengan pelanggan.

2. Kelengkapan (completencess).

Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.

3. Hak dan kewajiban (right and obligation).

Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha (lease) yang dikapitalisasi di neraca mencerminkan nilai pemerolehan hak entitas atas kekayaan yang disewaguna-usahakan (leased) dan utang sewa guna usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu kewajiban entitas.

4. Penilaian (valuation) atau alokasi

Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah

(10)

dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa aktiva tetap dicatat berdasarkan harga pemerolehannya dan pemerolehan semacam itu secara sistematik dialokasikan ke dalam periode-periode akuntansi yang semestinya. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa piutang usaha yang tercantum di neraca dinyatakan berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan.

5. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)

Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya. Misalnya, manajemen membuat asersi bahwa kewajiban-kewajiban yang diklasifikasikan sebagai utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa jumlah yang disajikan sebagai pos luar biasa dalam laporan laba rugi diklasifikasikan dan diungkapkan semestinya.

Kesesuaian dan Kecukupan Bukti

Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor yang mempengaruhi kecukupan bukti audit terdiri dari:

Materialitas

Auditor harus membuat pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan keuangan. Ada hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit yang diperlukan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan. Tingkat materialitas yang ditentukan rendah berarti torelable missunderstatement rendah. Rendahnya salah saji dapat ditoleransi menuntut auditor untuk menghimpun lebih banyak bukti sehingga auditor yakin tidak ada salah saji material yang terjadi.

Risiko audit

Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan.

(11)

Rendahnya risiko audit berarti tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih banyak. Semakin rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin banyak bukti audit yang diperlukan.

Faktor-Faktor Ekonomi

Auditor memilih keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk memperoleh bukti yang digunakan sebagai dasar yang memadai untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya dalam menghimpun bukti. Auditor harus memperhitungkan apakah setiap tambahan biaya dan waktu untuk menghimpun bukti seimbang dengan keuntungan atau manfaat yang diperoleh melalui kuantitas dan kuliatas bukti yang dihimpun.

Ukuran dan Karakteristik Populasi

Auditor tidak mungkin menghimpun dan mengevaluasi seluruh bukti yang ada untuk mendukung pendapatnya. Hal tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan bukti audit pemeriksaan terhadap bukti audit dilakukan atas dasar sampling.

Ada hubungan searah antara besarnya populasi dengan besar sampling yang harus diambil dari populasi tersebut. Semakin besar populasinya, semakin besar jumlah sampel bukti audit yang harus diambil dari populasinya.

Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item individual yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel atau informasi yang lebih kuat atau mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi yang seragam.

(12)

Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan relevan. Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut. Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum mengenai dapat diandalkannya berbagai macam bukti audit, tergantung pada pengecualian penting yang ada. Namun, jika pengecualian yang penting dapat diketahui, anggapan berikut ini mengenai keabsahan bukti audit dalam audit, meskipun satu sama lain tidak bersifat saling meniadakan, dapat bermanfaat:

1. Apabila bukti dapat diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan audit auditor independen, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang lebih daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri.

2. Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.

3. Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat menyimpulkan dibandingkan dengan yang diperoleh secara tidak langsung.

Kompetensi atau reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat dengan efektivitas pengendalian internal klien. Semakin efektif pengendalian intern klien, semakin kompeten catatan akuntansi yang dihasilkan. Kompetensi bukti yang berupa informasi penguat tergantung pada beberapa faktor, yaitu:

Relevansi

Bukti yang relevan adalah bukti yang tepat digunakan untuk suatu maksud tertentu. Sebagai contoh pengamatan fisik persediaan yang di auditor relevan digunakan untuk menentukan keberadaan persediaan. Namun, pengamatan fisik persediaan tidak relevan digunakan untuk menentukan apakah persediaan tersebut benar-benar dimiliki perusahaan.

(13)

Bukti yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak luar perusahaan yang independen merupakan bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan tingkat keyakinan keandalan yang lebih besar daripada yang dihasilkan dan diperoleh dari dalam perusahaan.

Ketepatan waktu

Kriteria ini berhubungan dengan tanggal pemakaian bukti tersebut. Ketepatan waktu sangat penting terutama dalam verifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan rekening laporan rugi laba terkait karena hasilnya digunakan untuk mengetahui apakah cutof telah dilakukan secara tepat.

Objektifitas

Bukti yang objektif lebih dapat dipercaya dan kompeten daripada bukti subjektif. Dalam menelaah bukti subjektif, seperti estimasi manajemen, auditor harus mempertimbangkan kualifikasi dan integritas individu pembuat estimasi, dan menentukan ketepatan proses pembuatan keputusan dalam membuat judgement.

Jenis Bukti Audit

Struktur Pengendalian Intern

Struktur pengendalian intern dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan dapat dipercayainya data akuntansi. Kuat dan lemahnya struktur pengendalian intern merupakan indikator utama untuk menentukan jumlah bukti yang harus dikumpulkan. Oleh karena itu, struktur pengendalian intern merupakan bukti yang kuat untuk menentukan dapat atau tidaknya informasi keuangan dipercaya.

(14)

Bukti fisik banyak dipakai dalam verifikasi saldo berwujud terutama kas dan persediaan. Bukti ini banyak diperoleh dalam perhitungan aktiva berwujud. Pemeriksaan langsung auditor secara fisik terhadap aktiva merupakan cara yang paling objektif dalam menentukan kualitas aktiva yang bersangkutan. Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis bukti yang paling bisa dipercaya.

Bukti fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi, penghitungan, dan observasi. Pada umumnya, biaya memperoleh bukti fisik sangat tinggi. Bukti fisik berkaitan erat dengan asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau alokasi.

Catatan Akuntansi

Catatan akuntansi seperti jurnal dan buku besar, merupakan sumber data untuk membuat laporan keuangan. Oleh karena itu, bukti catatan akuntansi merupakan objek yang diperiksa dalam audit laporan keuangan. Ini bukan berarti catatan akuntansi merupakan objek audit. Objek audit adalah laporan keuangan. Tingkat dapat dipercayainya catatan akuntansi tergantung kuat lemahnya struktur pengendalian intern.

Konfirmasi

Konfirmasi merupakan proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. Konfirmasi merupakan bukti yang sangat tinggi reliabilitasnya karena berisi informasi yang berasal dari pihak ketiga secara langsung dan tertulis. Konfirmasi sangat banyak menghabiskan waktu dan biaya.

Ada tiga jenis konfirmasi yaitu:

1. Konfirmasi positif, merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap informasi yang ditanyakan.

(15)

2. Blank confirmation, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta

untuk mengisikan saldo atau informasi lain sebagai jawaban atas suatu hal yang ditanyakan.

3. Konfirmasi negatif, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk memberikan jawaban hanya jika ia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap informasi yang ditanyakan.

Bukti Dokumenter

Bukti dokumenter merupakan bukti yang penting dalam audit. Menurut sumber dan tingkat kepercayaan bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor secara langsung.

2. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien.

3. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien.

Bukti dokumenter antara lain meliputi notulen rapat, faktur penjualan, rekening koran bank, dan bermacam-macam kontrak. Reliabilitas bukti dokumenter tergantung sumber dokumen, cara memperoleh bukti, dan sifat dokumen itu sendiri. Sifat dokumen mengacu tingkat kemungkinan terjadinya kesalahan atau kekeliruan yang mengakibatkan kecacatan dokumen.

Bukti Surat Pernyataan Tertulis

Surat pernyataan tertulis merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang individu yang bertanggungjawab dan berpengatahuan mengenai rekening, kondisi, atau kejadian tertentu. Bukti suatu pernyataan tertulis dapat berasal dari manajemen atau organisasi klien maupun sumber eksternal termasuk bukti dari spesialis. Representasi tertulis yang dibuat oleh manajemen merupakan bukti yang berasal dari organisasi klien. Surat pernyataan konsultan hukum klien, ahli teknik yang berkaitan dengan kegiatan teknik operasional organisasi klien merupakan bukti yang berasal dari pihak ketiga.

(16)

Bukti matematis diperoleh auditor melalui penghitungan kembali oleh auditor. Penghitungan yang di auditor merupakan bukti audit yang bersifat kuantitatif dan matematis. Bukti ini dapat digunakan untuk membuktikan ketelitian catatan akuntansi klien.

Bukti Lisan

Auditor dalam melaksanakan tugasnya banyak berhubungan dengan manusia sehingga ia mempunyai kesempatan untuk mengadakan pengajuan pertanyaan lisan. Masalah yang dapat ditanyakan antara lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan, pelaksanaan prosedur akuntansi yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat maupun piutang yang sudah lama tidak ditagih. Jawaban atas pertanyaan yang dinyatakan merupakan bukti lisan. Bukti lisan harus dicatat dalam kertas kerja audit.

Bukti Analitis dan Perbandingan

Bukti analitis mencakup penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan anggaran atau standar prestasi, trend industri dan kondisi ekonomi umum. Bukti analitis menghasilkan dasar untuk menentukan kewajaran suatu pos tertentu dalam laporan keuangan. Keandalan bukti analitis sangat tergantung pada relevansi data pembanding.

Bukti analitis meliputi juga perbandingan atas pos-pos tertentu antara laporan keuangan tahun berjalan dengan laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya. Perbandingan ini dilakukan untuk meneliti adanya perubahan yang terjadi, dan untuk menilai penyebabnya. Bukti-bukti ini dikumpulkan pada awal audit untuk menentukan objek pemeriksaan yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam.

Penilaian Bukti

Dalam menilai bukti audit, auditor harus mempertimbangkan apakah tujuan audit tertentu telah tercapai. Auditor harus secara mendalam mencari bukti audit dan tidak memihak (bias) dalam mengevaluasinya. Dalam merancang

(17)

prosedur audit untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup, auditor harus memperhatikan kemungkinan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Dalam merumuskan pendapatnya, auditor harus mempertimbangkan relevansi bukti audit, terlepas apakah bukti audit tersebut mendukung atau berlawanan dengan asersi dalam laporan keuangan. Bila auditor masih tetap ragu-ragu untuk mempercayai suatu asersi yang material, maka ia harus menangguhkan pemberian pendapatnya sampai ia mendapatkan bukti kompeten yang cukup untuk menghilangkan keraguannya, atau ia harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau menolak memberikan pendapat.

PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT Perancangan pengujian substantif

Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk memperoleh dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pengujian substantif menyediakan bukti mengenai kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan:

1. sifat pengujian

2. waktu pengujian

3. dan luas pengujian substantif yang perlu untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi.

Jenis Prosedur Substantif

Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima rendah, maka auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada tiga tipe pengujian substantif yang dapat digunakan, yaitu:

(18)

Metodologi yang digunakan oleh auditor untuk merancang pengujian detail saldo akun beorientasi pada tujuan spesifik audit. Pengujian detail saldo akun yang direncanakan harus memadai untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit dengan memuaskan.

Metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi empat tahapan, yaitu: 1. Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun.

2. Menetapkan risiko pengendalian.

3. Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis.

4. Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit secara memuaskan.

Metodologi yang digunakan untuk merancang pengujian detail saldo tersebut, adalah sama untuk setiap akun dalam laporan keuangan. Perancangan pengujian detail saldo pada umumnya merupakan bagian yang paling sulit dilakukan. Hal ini disebabkan perancangan pengujian detail saldo memerlukan pertimbangan profesional yang tinggi.

Bila diantara risiko deteksi yang ditentukan dihubungkan dengan pengujian rinci saldo yang akan dilakukan maka akan jelas terlihat bahwa semakin rendah tingkat risiko, semakin rinci dan teliti tindakan yang akan diambil.

Pengujian detail transaksi

Pengujian detail transaksi dilakukan untuk menentukan: 1. Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien.

2. Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi tersebut dalam jurnal. 3. Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku

besar dan buku pembantu.

Apabila auditor mempunyai keyakinan bahwa transaksi tersebut telah dicatat dan diposting secara tepat, maka auditor dapat meyakini bahwa saldo total buku besar adalah benar.

(19)

Pengujian detail transaksi terutama dilakukan dengan tracing dan vouching. Pada pengujian detail transaksi ini, auditor mengarahkan pengujiannya untuk memperoleh temuan mengenai ada tidaknya kesalahan yang bersifat moneter. Auditor tidak mengarahkan pengujian detail transaksi ini untuk memperoleh temuan tentang penyimpangan atas kebijakan dan prosedur pengendalian.

Pada pengujian detail transaksi ini, auditor menggunakan bukti yang diperoleh untuk mencapai suatu kesimpulan mengenai kewajaran saldo akun. Auditor biasanya menggunakan dokumen yang tersedia pada file klien dalam pengujian ini. Efektivitas pengujian detail transaksi tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan.

Pengujian detail transaksi pada umumnya lebih banyak menyita waktu daripada prosedur analitis. Oleh karena itu, pengujian ini lebih banyak membutuhkan biaya daripada prosedur analitis. Meskipun demikian, pengujian detail transaksi lebih sedikit membutuhkan biaya daripada pengujian detail saldo.

Prosedur analitis

Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan oleh auditor. Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan terdiri dari evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan lainnya, atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur analitik mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga model yang rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data.

Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk akal di antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi yang sebaliknya. Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam hubungan ini mencakup antara lain, peristiwa atau

(20)

transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak, atau salah saji.

Pemahaman hubungan keuangan adalah penting dalam merencanakan dan mengevaluasi hasil prosedur analitik, dan secara umum juga menuntut dimilikinya pengetahuan tentang klien dan industri yang menjadi tempat usaha klien. Pemahaman atas tujuan prosedur analitik dan keterbatasannya juga penting. Oleh karena itu, identifikasi hubungan dan jenis data yang digunakan, serta kesimpulan yang diambil apabila membandingkan jumlah yang tercatat dengan yang diharapkan, membutuhkan pertimbangan auditor.

Prosedur analitik digunakan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya.

2. Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi.

3. Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit.

Auditor mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari pengujian substantif untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang mana, atau kombinasi prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan tersebut. Untuk asersi tertentu, prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan memadai. Namun, pada asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif atau seefisien pengujian rinci dalam memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan.

Efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam mengidentifikasikan kemungkinan salah saji tergantung atas, antara lain: 1. Sifat asersi.

2. Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan.

3. Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan.

(21)

Prosedur Analitik dalam Perencanaan Audit

Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk memperoleh bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik perencanaan audit harus ditujukan untuk: 1. Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau

peristiwa yang terjadi sejak tanggal audit terakhir dan,

2. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang bersangkutan dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk mengidentifikasikan hal seperti adanya transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, dan jumlah, rasio serta trend yang dapat menunjukkan masalah yang berhubungan dengan laporan keuangan dan perencanaan audit.

Prosedur analitik yang diterapkan dalam perencanaan audit umumnya menggunakan data gabungan yang digunakan untuk pengambilan keputusan di tingkat atas. Lebih lanjut kecanggihan, lingkup, dan saat audit, yang didasarkan atas pertimbangan auditor dapat berbeda tergantung atas ukuran dan kerumitan klien. Untuk beberapa entitas, prosedur analitik dapat terdiri dari review atas perubahan saldo akun tahun sebelumnya dengan tahun berjalan, dengan menggunakan buku besar atau daftar saldo (trial balance) tahap awal yang belum disesuaikan. Sebaliknya, untuk entitas yang lain, prosedur analitik mungkin meliputi analisis lapotan keuangan triwulan yang ekstensif.

Program Audit Substantif

Program audit adalah dokumen yang memuat pernyataan tujuan audit dan rencana langkah-langkah audit (biasanya dalam bentuk kalimat perintah) untuk mencapai tujuan audit tersebut. Contoh tujuan audit: untuk mengetahui keberadaan barang inventaris. Langkah auditnya: Lakukan inventarisasi fisik (stock opname) barang inventaris, hasilnya dituangkan dalam berita acara.

Penyusunan program audit dilakukan pada tahap persiapan dalam rangka pengujian dan pengendalian dan pada tahap audit pendahuluan dalam rangka

(22)

pengujian transaksi atau saldo-saldo atau pengembangan temuan, sehingga dengan demikian program audit dapat dikelompokkan menjadi:

 Program audit untuk pengujian pengendalian, yaitu program audit untuk menguji pengendalian intern (internal control) yang dijalankan manajemen terkait dengan informasi/kegiatan yang akan diaudit.

Program audit untuk pengujian substantif (substative test). Secara sederhana program audit ini dapat dijelaskan sebagai rencana kerja untuk menguji kesesuaian informasi yang diuji dengan data pendukungnya.

Pada audit keuangan, program audit untuk pengujian substantif dan pengujian pengendalian dapat disusun sekaligus, terutama karena standar penyajian pos-pos laporan keuangan sudah baku sifatnya. Tetapi pada audit operasional dan audit kepatuhan, program audit substantif biasanya baru bisa dibuat setelah pengujian pengendalian selesai dilaksanakan, yaitu setelah auditor mengetahui kelemahan pengendalian/temuan sementara yang perlu diperdalam.

Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif, yaitu:

1. Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan terkait dengan kinerja tugas mereka.

2. Pengamatan atau observasi terhadap personel dalam melaksanakan tugas.

3. Menginspeksi dokumen dan catatan.

4. Melakukan penghitungan kembali atau reperforming.

5. Konfirmasi.

6. Analisis.

7. Tracing atau pengusutan.

8. Vouching atau penelusuran.

Dokumentasi Audit (Kertas Kerja Audit)

(23)

Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor tentang prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya. Contoh kertas kerja adalah program audit, analisis, memorandum, surat konfirmasi, representasi, ikhtisar dari dokumen-dokumen perusahaan, dan daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh auditor. Kertas kerja dapat pula berupa data yang disimpan dalam pita magnetik, film, atau media yang lain.

Auditor harus membuat dan memelihara kertas kerja, yang isi maupun bentuknya harus didesain untuk memenuhi keadaan-keadaan yang dihadapinya dalam perikatan tertentu. Informasi yang tercantum dalam kertas kerja merupakan catatan utama pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh auditor dan simpulan-simpulan yang dibuatnya mengenai masalah-masalah yang signifikan. Kertas kerja terutama berfungsi untuk:

1. Menyediakan penunjang utama bagi laporan auditor, termasuk representasi tentang pengamatan atas standar pekerjaan lapangan, yang tersirat ditunjukkan dalam laporan auditor dengan disebutkannya frasa “berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia”.

2. Membantu auditor dalam pelaksanaan dan supervisi audit.

Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor mengenai kuantitas, bentuk, dan isi kerta kerja untuk perikatan tertentu mencakup:

1. Sifat perikatan auditor. 2. Sifat laporan auditor.

3. Sifat laporan keuangan, daftar, dan keterangan yang perlu bagi auditor dalam pembuatan laporan.

4. Sifat dan kondisi catatan clien. 5. Tingkat risiko pengendalian taksiran.

6. Kebutuhan dalam keadaan tertentu untuk mengadakan supervisi dan review atas pekerjaan yang dilakukan para asisten.

(24)

Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh auditor, namun harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan keuangan atau informasi lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan lapangan yang dapat diterapkan telah diamati. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan:

1. Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menujukan diamatinya standar pekerjaan lapangan yang pertama.

2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.

3. Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan pengujian yang telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, yang menujukan diamatinya standar pekerjaan lapangan ketiga.

Kepemilikan Dan Penyimpanan Kertas Kerja

Kertas kerja adalah milik auditor. Namun hak dan kepemilikan atas kertas kerja masih tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berkaitan dengan hubungan yang bersifat rahasia dengan klien. Seringkali kertas kerja tertentu auditor dapat berfungsi sebagai sumber acuan bagi kliennya, namun kertas kerja harus tidak dipandang sebagai bagian dari, atau sebagai pengganti terhadap, catatan akuntansi klien. Auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga keamanan kertas kerja dan harus menyimpannya dalam periode yang dapat memenuhi kebutuhan praktiknya dan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku mengenai penyimpan dokumen.

http://abiargam.blogspot.co.id/

(25)

Audit Atas Aktiva Tetap

Tugas Auding 2 Oleh : Ahmad Tarmizi Antivah Dwiningsih Dona Mariana Meilya Yessy Taufik Handoko Yoyon Apriadi

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Riau

2014

(26)

Kata Pengantar

ASSALAMUALAIKUM WR.WB.

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT. Yang telah memberikan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, yang berjudul “ Audit atas Aktiva Tetap “.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Auditing 2. yang dibimbing oleh ibu Arumega Zarefar SE. Mak. Akt. Untuk itu daripenulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis. Kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.

WASSALAMUALAIKUM WR.WB. Pekanbaru, 04 April 2014 Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum tujuan utama didirikannya sebuah perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang optimal atas investasi yang telah ditanamkan dan dapat mempertahankan kelancaran usaha dalam jangka waktu yang panjang. Salah satu investasi tersebut adalah aktiva yang digunakan dalam kegiatan normal

(27)

perusahaan yaitu aktiva yang mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun. Untuk mencapainya diperlukan pengelolaan yang efektif dalam penggunaan, pemeliharaan maupun pencatatan akuntansinya.

Bersama dengan berlalunya waktu nilai ekonomis suatu aktiva tetap tersebut harus dapat dibebankan secara tetap dan salah satu caranya adalah dengan menentukan metode penyusutan. Untuk itu perlu diketahui apakah metode penyusutan yang telah diterapkan oleh perusahaan telah memperhatikan perubahan nilai aktiva tetap yang menurun yang disebabkan karena berlalunya waktu atau menurunnya manfaat yang diberikan aktiva tersebut.

Aktiva tetap biasanya merupakan bagian investasi yang cukup besar dalam jumlah keseluruhan asset perusahaan. Besarnya investasi yang ditanamkan dalam aktiva tetap menjadikan aktiva tetap itu perlu mendapatkan perhatian yang serius. Tidak hanya pada penggunaan dan operasinya saja tetapi juga dalam akuntansinya yang biasanya mencakup perolehan aktiva tetap, penghentian atau pelepasan aktiva tetap, serta penyajian dan pengungkapannya dalam laporan keuangan.

Oleh karena itu, perlunya untuk mengetahui serta memahami secara rinci tentang aktiva tetap baik aktiva tetap berwujud maupun tidak berwujud. Dengan cara demikian kita mampu mengaplikasikan apa saja yang terdapat di dalam aktiva tetap sebuah perusahaan. Namun untuk mendapatkan rincian yang baik terhadap aktiva tetap, diperlukan pengendalian terhadap aktiva berupa pengujian substantif.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:

 Apakah yang dimaksud dengan aktiva tetap dan bagaimana penggolongan aktiva tetap?

 Apa saja transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap?  Apa perbedaan karakteristik aktiva tetap dengan aktiva lancar?

(28)

 Bagaimana prosedur audit aktiva tetap?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

 Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan penggolongan aktiva tetap.  Untuk mengetahui dan memahami bentuk transaksi yang bersangkutan dengan

aktiva tetap.

 Untuk mengetahui dan memahami perbedaan karakteristik aktiva tetap dengan aktiva lancar.

 Untuk mengetahui dan memahami perbedaan pengujian substantifaktiva tetap dengan aktiva lancar.

 Untuk mengetahui dan memahami prosedur audit aktiva tetap.

BAB II

LANDASAN TEORY

2.1 Definisi Aktiva Tetap

Aktiva tetap merupakan aktiva perusahaan yang tidak dimaksudkan untuk dijual belikan melainkan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan yang umumnya lebih dari satu tahun, dan merupakan pengeluaran perusahaan dalam jumlah yang besar.

Sifat pertama dari aktiva tetap adalah bahwa maksud perolehannya bukan untuk dijual belikan melainkan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan. Sifat ini lah yang membedakannya dari persediaan barang ( inventory ). Contoh : mobil yang diperdagangkan oleh dealer mobil merupakan persediaan barang sedangkan mobil yang dipakainya untuk antar jemput pegawai merupakan aktiva tetap.

(29)

Sifat kedua dari aktiva tetap adalah umurnya yang lebih dari satu tahun. Karena sifat inilah maka kita mengenal unsur penyusutan dalam aktiva tetap. Penyusutan tidak lain dari pada alokasi biaya tetap tersebut dalam masa umur aktiva tetap yang bersangkutan.

Didalam literatur dan peraktik akuntansi, aktiva yang mempunyai sifat pertama dan kedua tersebut diatas sudah dianggap sebagai aktiva tetap. Akibatnya, semua aktiva yang digunakan dalam kegiatan perusahaan dan berumur lebih dari satu tahun langsung dijadikan aktiva tetap ( istilahnya adalah : dikapitalisasi ). Contoh : sapu dan gelas minum yang dipakai dikantor ikut dikapitalisasi.

Mengkapitalisasi aktiva yang tidak besar jumlahnya sebenarnya tidaklah bijaksana. Setiap aktiva harus diadministrasikan dengan cara tertentu, misalnya harus ada kartu aktiva tetap, penyusutan harus dihitung secara berkala misalnya satu bulan sekali, dan harus ada inventarisasi atas aktiva tetap, misalnya setahun sekali. Penatausahaan aktiva tetap ini memakan waktu dan biaya sedangkan biaya ini mungkin melebihi biaya “ ativa tetap “ yang kecil.

Oleh karena itu untuk digolongkan sebagai aktiva tetap, suatu aktiva juga harus mempunyai sifat ketiga yaitu : yakni bahwa pengeluaran tersebut harus merupakan pengeluaran yang besar bagi perusahaan tersebut. Dengan kata lain, suatu perusahaan harus mempunyai kebijakan kapitalisasi yang menetapkan jumlah minimum pengeluaran yang dapat dikapitalisasi. Ini berarti bahwa pengeluaran dibawah jumlah minimum tersebut harus dibebankan kerugi laba tahun yang berjalan.

Setiapa perusahaan tentunya mempunyai kebijaksanaan kapitalisasi tersendiri, karena material untuk suatu perusahaan belum tentu material untuk perusahaan yang lain. Contoh : sebuah mesin tik dalam suatu biro perjalanan yang kecil mungkin sangat material jumlah nya sedangkan mesin tik yang sama langsung harus dibebankan kerugi-laba dalamsuatu perusahaan tambang.

Disamping pengertian aktiva tetap, didalam pembicaraan sehari-hari sering dikenal istilah barang/ harta tak bergerak yang merupakan lawan dari barang/harta tak bergerak. Harta tak gerak tidak sama dengan aktiva tetap. Istilah barang gerak dan barang tak gerak merupakan istilah hukum.

(30)

Dari uraian diatas jelas bahwa barang tak gerak mungkin merupakan aktiva tetap tapi mungkin juga tidak. Contoh : tanah tempat usaha merupakan barang tak gerak dan aktiva tetap, sedangkan kalau tanah tersebut diperjual belikan, maka ia merupakan barang tak gerak tapi bukan aktiva tetap.

Aktiva tetap dapat dibagi atas tiga kelompok, yakni :

1. Aktiva tetap yang dicantumkan berdasarkan harga perolehannya, tanpa disusutkan atau dideplesi, misalnya : tanah dimana gedung kantor atau suatu pabrik terletak.

2. Aktiva tetap yang disusutkan, misalnya gedung, mesin-mesin, perabot kantor, dll.

3. Aktiva tetap yang dideplesi misalnya tanah-tanah pertambangan.

2.2 Tujuan Pemeriksaan Aktiva Tetap

Dalam suatu pemeriksaan umum, pemeriksaan atas aktiva tetap mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk menentukan bahwa aktiva tersebut memang ada.

2. Untuk menetapkan hak milik atas aktiva tetap dan apakah aktiva tersebut dijadikan jaminan.

3. Untuk menentukan apakah penilaian aktiva tersebut adalah sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia.

4. Untuk menentukan apakah penyusutan telah sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia dan apakah ia telah diterapkan secara konsisten.

2.3 Pengendalian Intern

Unsur-unsur utama dari sistem pengendalian intern atas aktiva tetap adalah :

1. Adanya budget untuk pengeluaran bagi aktiva tetap yang disetujui oleh pejabat yang berwenang. Persetujuan ini biasanya dilakukan dalam berbagai tingkat tergantung dari jenis dan harga aktiva tetap yang bersangkutan. Contoh : pembelian mesin pabrik yang baru harus mendapat persetujuan dari dewan komisaris terlebih dahulu sedangkan pembelian mesin tik atau mesin hitung

(31)

cukup dengan persetujuan kepala bagian yang membutuhkan perlengkapan tersebut dan direktur keuangan, dst.

2. Adanya kebijaksanaan kapitalisasi secara tertulis, yakni yang membedakan antara pengeluaran yang dianggap sebagai aktiva tetap dan pengeluaran bukan aktiva tetap.

3. Kebijaksanaan mengenai penjualan aktiva tetap, prosedur pem-besi-tuan aktiva tetap, dan pemindahan suatu aktiva tetap dari suatu bagian kebagian yang lain, atau dari suatu lokasi kelokasi yang lain atau dari suatu anak perusahaan keanak perusahaan lain.

4. Adanya kartu-kartu aktiva tetap dan inventarisasi atas aktiva tetap secara berkala

5. Adanya pengendalian dan pengawasan atas aktiva-aktiva kecil dibawah tanggung jawab pejabat tertentu.

6. Adanya asuransi kerugian atas aktiva tetap yang bisa rusak karena kabakaran atau bencana lainnya atau kerugian karena hilang atau dicuri.

2.4 Program Pemeriksaan

1. Minta dari langganan suatu daftar utama mengenai aktiva tetapnya dengan informasi yang berikut :

Perubahan dalam tahun bertajan Harga

perolehan

31 des sebelumnya

Penambahan Pengurangan 31 des tahun berjalan Tanah Gedung Mesin Xxx Xxx xxx Xxx Xxx xxx Xxx Xxx xxx Xxx Xxx Xxx Total A B C D Akumulasi Penusutan Tanah Xxx Xxx Xxx Xxx

(32)

Gedung Mesin Xxx xxx Xxx xxx Xxx xxx Xxx Xxx Total E F G H

Bandingkan total A dan E dengan angka dalam kertas kerja tahun yang lalu dan lakukan footing dan crossfooting.

2. Periksa tambahan-tambahan atas aktiva tetap dalam tahun berjalan( yang jumlahnya dalah B ) mengenai hal-hal yang berikut :

a. Apakah tambahan aktiva tersebut benar ada. Ini dapat dilakukan dengan melihat sendiri adanya tambahan tersebut.

b. Adanya persetujuan dari pejabat yang berwenang dan melalui prosedur yang telah ditetapkan.

c. Bahwa tambahan tersebut dicatat dengan harga perolehan dan kalau dibeli dengan mencicil, seluruh harga aktiva tersebut telah dicatat dan bagian yang belum dilunasi dicatat sebagai hutang.

d. Kelengkapan surat-surat atau dokumen pemilikan, misalnya sertifikat tanah dan akte jual beli tanah, BPKB, dan lain-lain.

3. Periksa pengurangan-pengurangan aktiva tetap dalam tahun berjalan ( yang berjumlah total C ), khususnya mengenai :

a. Persetujuan atau otorisasi atas pengurangan aktiva tetap tersebut misalnya persetujuan untuk menjual aktiva tetap itu atau untuk menjadikan aktiva tersebut sebagai besi tua.

b. Kebenaran perlakuan akuntansi, misalnya dalam penetapan untung atau rugi karena penjualan aktiva tersebut dan penyusutan sampai saat penjualan. Ini juga meliputi pemeriksaaan atas total G.

4. Periksa tambahan atas cadangan penyusutan ( yang berjumlah total F ). Ini tidak lain merupakan pemeriksaan perhitungan penyusutan. Yang harus diperhatikan disini adalah konsistensi pemakaian metode penyusutan, misalnya kalau tahun lalu menggunakan metode penyusutan dengan presentase tetap

(33)

atau metode garis lurus, maka metode ini pula yang harus ditetapkan tahun ini. Juga taksiran umur yang sama harus digunakan untuk aktiva yang bersangkutan. 5. Seperti penjelasan no 1, akuntansi dapat juga meminta perincian dari masing-masing jenis aktiva tetap. Ini dapat berupa daftar lengkap aktiva yang bersangkutan atau suatu daftar/ perincian tambahan dan pengurangan aktiva tetap dalam tahun yang berjalan, jika digabungkan dengan kertas kerja tahun lalu dapat merupakan daftar lengkap aktiva tetap sampai dengan akhir tahun berjalan. Jika daftar ini sudah diperoleh, bandingkan informasi dalam daftar ini dengan kartu-kartu aktiva tetap yang bersangkutan. Bandingkan angka total dalam perincian aktiva tetap tersebut dengan angka dalam buku besar yang bersangkutan.

6. Periksa asuransi atas aktiva yang bersangkutan, khususnya mengenai nilai pertanggungan, premi asuransi, orang atau badan yang mendapatkan ganti kerugian, jenis asuransi, dan apakah polis asuransi masih dalam masa berlakunya. Badan yang akan mendapatkan ganti rugi belum tentu langganan yang mempunyai aktiva tersebut, misalnya jika aktiva tersebut juga dijadikan barang jaminan pada bank. Dalam hal ini biasanya bank meminta agar bank yang menjadi badan yang akan menerima ganti rugi.

7. Pada pemeriksaan aktiva tetap sebenarnya sekaligus kita dapat memeriksa perkiraan rugi laba yang bersangkutan, misalnya :

a. Biaya penyusutan dan akumulasi penyusutan b. Untun g atau rugi karena penjualan aktiva tetap c. Kerugian karena pem-besi-tuan aktiva tetap

d. Kerugian karena bencana yang memusnakan aktiva tetap dan ganti rugi dari perusahaan asuransi

e. Biaya reparasi mesin-mesi.

8. Kalau perusahaan juga mempunyai hutang terutama hutang jangka panjang, ada kemungkinan sebagian atau seluruh aktiva tetap dijadikan jaminan. Hal ini dapat diketahui misalnya dari perjanjian kredit atau pada waktu pemeriksaan dokumen hak milik, ternyata dokumen ini tidak ada dan katanya disimpan oleh

(34)

pemberi kredit. Jika aktiva tetap dijadikan jaminan maka prosedur yang berikut harus dijalankan :

a. Pengiriman permintaan pengukuhan saldo (permintaan konfirmasi ) kepada pemberi kredit, lengkap dengan permintaan daftar barang jaminan yang ditahan oleh pemberi kredit.

b. Pinjam polis asuransi dan lihat ada atau tidaknya banker’s clause yang menetapkan bahwa bank menjadi badan yang akan menerima ganti rugi.

c. Catat syarat barang jaminan untuk dicantumkan dalam catatan mengenai ikhtisar keuangan sebagai disclosure dan dalam surat pernyataan pelanggan. d. Kalau aktiva tetap itu dihipotekkan, lakukan pemeriksaan kadaster, yaitu

dengan meminta keterangan tertulis tentang status aktiva tersebut dari kantor pendaftaran tanah.

2.5 Penyajian Aktiva Tetap Dalam Ikhtisar Keuangan

1) Sebaiknya digunakan istilah akumulasi penyusutan dan biaya penyusutan daripada menggunakan istilah penyusutan saja baik untuk pos neraca maupun pos rugi laba.

2) Akumulasi penyusutan hendaknya disajikan sebagai pengurangan atas harga perolehan, sehingga nilai buku dapat dilihat langsung dari neraca. Ada beberapa perusahaan yang mencantumkan akumulasi penyusutan disebelah kredit neraca dan bukan sebagai pengurangan dari biaya perolehan aktiva tetap tersebut. Kalau hal ini dilakukan, hendaknya :

a. Neraca sebelah kiri jangan disebut aktiva dan yang disebelah kanan jangan disebut pasiva melainkan disebut debet dan kredit. Hal ini disebabkan karena dalam sisi debet dari nerac, aktiva tetap dinyatakan dalam bentuk harga perolehan tanpa dikurangi akumulasi penyusutan, sehingga untuk disebut aktiva sisi debet neraca sebenarnya terlalu tinggi ( Overstated ). Juga akumulasi penyusutan yang diletakkan disebelah kredit neraca bukanlah merupakan hutang atau modal, meskipun bersaldo kredit.

b. Cadangan penyusutan hendaknya jangan ditaruh dibawah modal atau laba yang ditahan. Hal ini mungkin akan menimbulkan salah pengertian seolah-olah

(35)

direksi menyisihkan pendapatan atau laba yang ditahan ( seolah-olah merupakan appropriation dari retained earning ).

3) Dasar penilaian aktiva tetap harus dicantumkan dalam neraca atau dalam catatan mengenai ikhtisar keuangan. Dasar penelitian yang dapat diterima adalah dasar harga perolehan. Penilaian kembali tidak sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia.

4) Metode penyusutan yang digunakan juga harus dicantumkan dalam neraca atau catatan ikhtisar keuangan.

5) Kebijaksanaan kapitalisasi harus dicantumkan dalam ikhtisar keuangan atau catatan mengenai ikhtisar keuangan.

6) Barang-barang yang dijadikan jaminan harus dicantumkan dalam catatan mengenai ikhtisar keuangan.

7) Aktiva tetap yang sudah tidak dipakai karena sudah tua atau secara ekonomis tidak dapat lagi digunakan, tidak boleh dicatat sebagai aktiva tetap dan harus dicatat sebagai aktiva lain dengan harga besi tua ( salvage value ).

2.6 Masalah-masalah Khusus

1) Sering terjadi bahwa aktiva tetap dibeli dari atau dibuat oleh perusahaan yang masih berafiliasi dengan perusahaan/ pelanggan yang diperiksa. Contoh: PT. ABC yang mendapat kredit investasi dari suatu bank untuk mendirikan hotel, kemudian membuat suatu perusahaan pemborong bangunan ( PT. DEF ) atau PT. PQR yang merupakan suatu usaha patungan ( Joint venture ) antara sebuah perusahaan indonesia dengan suatu perusahaan asing. Perusahaan asing ini mensupply aktiva tetap dan aktiva tersebut mungkin barang bekas pakai yang diperbaiki kemudian dikirim ke Indonesia.

Dalam kedua contoh ini ada masalah penetapan harga perolehan yang wajar karena pihak yang mensupply aktiva tetap tersebut masih berafiliasi dengan perusahaan yang diperiksa. Dalam bahas inggris transaksi ini disebut related

party transaction atau transaksi yang tidak at arm’s length.

Dalam hal ini harus ada penjelasan ( disclosure ) dalam catatan mengenai ikhtisar keuangan tentang jenis dan besarnya transaksi tersebut.

(36)

2) Didalam pembahasan prosedur pemeriksaan, disebutkan bahwa akuntan harus melihat adanya aktiva yang bersangkutan untuk menyakinkan dirinya sendiri bahwa aktiva tersebut memang ada. Kalau aktiva ini hanya sekedar gedung, mesin tik atau suatu kendaraan bermotor, hal ini masih mudah, kesukaran sering timbul karena aktiva yang ingin dilihat merupakan suatu perlengkapan yang tidak begitu dikenal oleh akuntan, sehingga kita tidak dapat memastikan bahwa barang yang kita lihat memang sungguh-sungguh barang yang hendak dilihat. Kalau barang tersebut mempunyai catatan teknis yang juga tercetak pada perlengkapan yang bersangkutan maka ia dapat membandingkan catatan yang ada pada dokumen pembelian dengan catatan pada perlengkapan. Kalau sistem pengendalian intern dapat dipercaya, akuntan dapat mencocokkan nomor aktiva tetap berdasarkan register atau kartu aktiva langganan. Kalau akuntan masih tidak puas ia dapat menggunakan tenaga ahli dalam lapangan yang bersangkutan.

3) Selain transaksi pembelian yang tidak at arm’s length seperti kasus no 1, mungkin juga ada transaksi penjualan aktiva tetap yang dilakukan tidak at arm’s

length , misalnya penjualan rumah instansi pada seorang direktur.

Dalam hal ini akuntan harus melihat prosedur dan kebijakansanaan intern dalam menjual aktiva pada direkturnya. Akuntan harus sangat berhati-hati kalau peristiwa tersebut terjadi pada perusahaan yang dijalankan oleh orang-orang yang bukan menjadi pemilik modal, karena transaksi seperti itu mungkin hanya menguntungkan pribadi direktur tersebut. Kenyataan yang dapat lebih mencurigakan akuntan dalam hal prosedur intern tidak jelas ialah kalau sebelum rumah tersebut dijual, rumah tersebut diperbaiki lebih dulu dan biaya perbaikan dibebankan pada perusahaan sedang harga jual dilakukan dengan nilai buku yang sudah rendah.

4) Sering dilihat bahwa aktiva tetap dibeli dengan harga yang terlalu tinggi dibandingkan dengan harga yang umum berlaku untuk barang tersebut pada waktu itu dan ditempat yang sama. Kesulitannya disini adalah bahwa unsur komisi atau kick back yang telah menambah harga aktiva tetap tersebut tidak dapat dibuktikan oleh akuntan.

Pimpinan perusahaan atau dewan komisaris seharusnya diberi tahu mengenai keadaan ini, tetapi bukan dengan pemberitahuan bahwa ada unsur komisi atau

(37)

kick back melainkan adanya barang yang dibeli dengan harga yang lebih tinggi. Disini harga pasaran umumnya dan sumber harga tersebut sebaiknya juga dicantumkan. Kalau barang-barang tersebut dapat ditenderkan dan pembelian tersebut dilakukan tanpa tender hal ini juga harus dicantumkan dalam surat komentar akuntan.

5) Didalam salah satu prosedur pemeriksaan diatas disebutkan bahwa akuntan harus menelaah jumlah pertanggungan asuransi untuk menentukan apakah jumlah pertanggungan itu cukup, kurang atau bahkan lebih. Hal ini bukanlah hal yang mudah, dan sangatlah tidak bijaksana untuk menentukan kecukupan jumlah pertanggungan asuransi dengan sekedar membandingkan nilai buku aktiva tetap itu dengan jumlah pertanggungannya atau dengan membandingkan jumlah pinjaman ( misalnya dari bank ) dengan jumlah pertanggungannya.

Membandingkan nilai buku dengan jumlah pertanggungan mempunyai kelemahan sebagai berikut :

a. Nilai buku tidak mencerminkan harga atau nilai aktiva yang bersangkutan. Misalnya, jika aktiva tetap tersebut sudah disusutkan penuh, nilai bukanya nol. Perbandingan antara jumlah pertanggungan dengan nilai buku dapat memberi kesan seolah-olah jumlah pertanggungan terlalu besar.

b. Misalkan aktiva tetapnya masih baru sehingga nilai buku masih menggambarkan nilai aktiva tetap. Membandingkan nilai buku dengan jumlah pertanggungan belum tentu memberikan gambaran mengenai kecukupan jumlah pertanggungan. Contoh : dalam industri tekstil, harga bangunan yang sangat tinggi disebabkan karena perlunya fondasi bangunan yang khusus. Kalau terjadi kebakaran ditaksir fondasi ini masih tetap dapat dipertahankan sehingga tidak perlu jumlah pertanggungannya sama dengan nilai buku aktiva baru.

Membandingkan nilai buku dengan persyaratan kredit bank juga tidak selalu tepat. Bank misalnya dapat mensyaratkan jumlah barangg jaminan 150% dari jumlah debetstand hutang dan karenanya jumlah pertanggungan juga dibuat 150% dari debetstand. Jumlah pertanggungan ini mungkin cukup, mungkin kurang atau mungkin juga berlebihan, karena jumlah pertanggungan yang cukup tidaklah mempunyai hubungan langsung dengan persyaratan kredit bank.

(38)

6) Dimuka disebutkan bahwa nilai aktiva tetap yang sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia adalah harga perolehan atau harga historis. Kalau pemegang saham mempunyai gedung yang mempunyai harga historis Rp. 2.500.000 tapi bernilai Rp. 25.000.000 pada saat ini, gedung tersebut dujadikannya sebagai penyetoran modal, ia tentu saja dapat mengatakan bahwa penyetoran modal nya bernilai Rp. 25.000.000 dan bukan Rp. 2.500.000. dalam hal ini dari segi si pemegang saham harga Rp. 25.000.000 adalah harga penilaian kembali ( appraised value ) tapi untuk PT harga Rp. 25.000.000 dalah harga perolehan. Sehingga kalau kita memeriksa PT tadi, penilaian aktiva tetapnya adalah sesuai dengan prinsip akuntansi indonesi. Tapi disini perlu ada catatan mengenai related Party transaction tersebut.

7) Penyusutan aktiva tetap berdasarkan prinsip akuntansi belum tentu sama dengan umur aktiva yang disebutkan dalam peraturan perpajakan. Akuntan atau pembantunya harus menyusun suatu kertas kerja yang merekonsiliasi penyusutan menurut prinsip akuntansi dan penyusutan untuk keperluan pajak.

2.7 Pengujian Subtantif Atas Saldo Aktiva Tetap

Rekening aktiva tetap digunakan untuk menampung pencatatan atas aktiva perusahaan atau organisasi yang mempunyai manfaat ekonomis lebih dari satu tahun. Aktiva-aktiva yang termasuk dalam katagori ini antara lain, tanah, bangunan, jalan, jembatan, bangunan air, instalasi dan jaringan, mesin, peralatan, kendaraan, serta mebel. Aktiva tersebut tidak akan habis dalam waktu satu tahun. Rekening nominal yang berkaitan erat dengan aktiva tetap adalah biaya depresiasi, perbaikan, dan sewa gedung atau aktiva lainnya.

Aktiva tetap sering kali merupakan komponen terbesar dari total aktiva dalam neraca perusahaan atu organisasi. Biaya-biaya yang berhubungan dengan aktiva tetap merupakan faktor yang material dalam laporan rugi laba. Pemeriksaan terhadap aktiva tetap memakan waktu dan biaya yang relatif labih sedikit dibandingkan dengan pemeriksaan aktiva lancar.

Dalam audit atas aktiva tetap , auditor harus memisahkan pengujian kedalam katagori berikut :

Gambar

Tabel Tipe Sampling Audit

Referensi

Dokumen terkait