BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan (labor) merupakan suatu proses fisiologis yang dimulai saat munculnya kontraksi uterus yang teratur, yang akan mengakibatkan pembukaan jalan lahir, hingga lahirnya janin dan plasenta. Kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir biasanya akan mengakibatkan rasa tidak nyaman dan nyeri. Intensitas nyeri persalinan yang dirasakan oleh ibu sangat bervariasi oleh karena respon terhadap stimulus nyeri diterjemahkan oleh ibu dengan sangat individual. Hal ini tergantung dari emosi, motivasi, dan dukungan, sosial, serta budaya dari pasien (Cunningham et al., 2014; Leksana & Adipradja, 2013).
Nyeri saat bersalin diakibatkan oleh kontraksi otot polos pada uterus yang mengakibatkan keadaan hipoksia, penekanan pada ganglia saraf di servik, dan peregangan servik saat penipisan dan pembukaan servik, serta peregangan lapisan peritoneum yang meliputi uterus. Nyeri persalinan juga diakibatkan oleh turunnya bagian terbawah janin yang mengakibatkan penekanan pada dasar panggul, vagina dan perineum (Cunningham et al., 2014; Leksana & Adipradja, 2013; Berghella, 2012; Bowers, 2012).
Nyeri yang berlebihan pada saat persalinan dapat mempengaruhi sistemik ibu dan keadaan janin, hal ini disebabkan oleh karena nyeri dapat menstimulasi sistim pernafasan, kardiovaskular,saraf pusat dan fungsi saraf otonom neuroendokrin serta gangguan keseimbangan metabolik pada ibu. Sehinggaakan mempengaruhi sistemik ibu, janin, dan berpengaruh pada bayi baru lahir, mempengaruhi intensitas dan koordinasi kontraksi uterus sehingga mempengaruhi lamanya persalinan (Leksana & Adipradja, 2013; Cunningham et al., 2014; Lucero and Rollins, 2011)
Nyeri persalinan juga dapat mengakibatkan gangguan emosi jangka panjang dan dapat mengganggu kesehatan mental dari ibu serta berpengaruh negatif terhadap hubungan ibu dan bayinya. Selain itu juga dapat mengakibatkan
Untuk mengurangi nyeri saat persalinan, dalam obstetri modern dikenal berbagai teknik analgesia yang dapat dibagi dalam dua bagian besar yakni: (1)Non Pharmacological yaitu:acupuncture and accupressure, hydrotherapy (water immersion), biofeedback, aromatherapy, hypnosis, massage, relaxation, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS); (2)Pharmacologicalyang dapat dibagi dua yaitu: (a) Systemic: metode inhalasi dan analgesia sistemik atau parentral (golongan opioid dan non opioid); (b) Regional: epidural, spinal, atau combined spinal epidural (CSE) (Cunningham et al., 2014; Schlichter and Arkoosh, 2012; Leksana & Adipradja, 2013; Segal, 2009; Gupta et al., 2006)
Dari sebuah review yang dilakukan oleh Jones et al. (2012) disimpulkan bahwa penatalaksanaan nyeri saat persalinan tanpa menggunakan obat obatan pada dasarnya aman dilakukan, namun masih belum cukup bukti tentang keefektifannya dalam mengurangi nyeri. Sebaliknya tatalaksana nyeri persalinan dengan obat obatan terbukti lebih efektif mengurangi nyeri persalinan namun memiliki efek samping terhadap ibu dan janin.
Adapun penggunaan analgesia regional merupakan analgesia yang paling efektif (gold standard) untuk mengurangi nyeri saat persalinan. Meskipun analgesia regional efektif sebagai analgesia untuk nyeri persalinan, terdapat beberapa kekurangan atau efek samping yang dapat menyertai seperti demam pada ibu, hipotensi, retensi urin, peningkatan penggunaan oksitosin, kala dua persalinan yang lebih lama, mengakibatkan biaya yang lebih besar dan peningkatan jumlah persalinan dengan menggunakan alat (O’Sullivan, 2009; Schlichter and Arkoosh, 2012; Morgan et al., 2006; Somuah et al., 2011; Campbell & Bucklin, 2009).
Efek samping lain dari penggunaan regional analgesia seperti adanya kemungkinan cedera saat punksi lumbal, hematom epidural, apnea oleh karena kesalahan penggunaan dan dosis obat serta keadaan anestesi total akibat injeksi intratekal yang salah. Oleh karena beberapa efek samping dan kerugian yang dapat diakibatkan saat penggunaan analgesia regional, sebaiknya sebelum dilakukan analgesia regional pasien harus diberikan konseling tentang keuntungan dan kerugian penggunaan analgesia regional. Selain itu analgesia regional juga
memiliki kekurangan yaitu hanya dapat diberikan di rumah sakit dimana tersedia alat dan petugas yang ahli untuk melakukan analgesia regional (Leksana & Adipradja, 2013; Schlichter and Arkoosh, 2012; Segal, 2009).
Pilihan lain yang dapat diberikan untuk mengurangi nyeri saat persalinan dapat menggunakan analgesia sistemik (analgesia parenteral). Pemberian analgesia parenteral memiliki beberapa keuntungan seperti pemberiannya sederhana tidak membutuhkan tenaga anestesi, memerlukan pengawasan yang minimal, memberikan komplikasi yang rendah, dan dapat diberikan pada wanita yang takut akan anestesi regional, atau terdapat kontraindikasi pemberian analgesia regional (Leksana & Adipradja, 2013; O’Sullivan, 2009; Segal, 2009).
Obat-obatan yang dapat digunakan sebagai analgesia parentral seperti golongan non opioid dan golongan opioid. Adapun yang termasuk golongan non opioid seperti parasetamol, antispasmodik, sedatif dan antihistamin. Golongan opioid seperti meperidine, fentanyl, morfin atau butorphanol (Cunningham et al., 2014; Schlichter and Arkoosh, 2012; Leksana & Adipradja, 2013).
Golongan opioid sering digunakan sebagai analgesia, bekerja sebagai analgesia murni untuk nyeri sedang sampai berat. Penggunaan golongan opioid sendiri untuk penatalaksanaan nyeri pada persalinan masih diperdebatkan oleh karena efek samping yang bisa terjadi pada ibu dan janin (Schlichter and Arkoosh, 2012). Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Othman et al. (2012) ditemukan bahwa penggunaan golongan opioid lebih efektif mengurangi nyeri dibandingkan dengan golongan non opioid, namun golongan opioid mengakibatkan efek samping yang lebih banyak pada ibu dan janin. Efek samping yang sering diakibatkan oleh golongan opioid seperti mual, muntah, dan pusing, merasa lemas, melambatnya pengosongan lambung, disforia, mengantuk, dan hipoventilasi (Leksana & Adipradja, 2013). Selain itu pemberian golongan opiod juga dapat mengakibatkan efek samping ke janin seperti depresi pernafasan, non reassuring fetal heart rate (NRFHR), dan melemahnya tonus otot saat bayi lahir (Schlichter and Arkoosh, 2012).
Tramadol dan pentazocin termasuk golongan opiod yang dianggap cukup efektif mengurangi nyeri persalinan sekaligus mengakibatkan efek samping yang
rendah dibandingkan analgesiaopiod lainnya (Schlichter and Arkoosh, 2012). Dari sebuah penelitian, pemberian tramadol sebagai pereda nyeri pada persalinan menimbulkan efek samping pada ibu seperti pusing, mual, dan bradikardi janin, walaupun efek samping ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penggunan petidin (Makkar et al., 2014). Pada penelitian lain penggunaan tramadol menimbulkan efek samping pada ibu dan janin seperti pusing, pandangan kabur, mulut kering, muntah, sesak nafas, takikardi, perubahan signifikan pada tekanan darah serta bradikardi pada janin (Elbohoty et al. 2012).
Parasetamol dengan nama lain asetaminofen dengan efek utama sebagai antipiretik, juga memiliki efek analgesia untuk nyeri ringan sampai sedang setara dengan aspirin. Parasetamol sejak dulu digunakan secara luas sebagai analgesia pengganti jika kontraindikasi pada pemberian aspirin (Bennet & Brown, 2008). Pemberian parasetamol pada dosis terapi cukup aman pada semua usia kehamilan dan saat laktasi (Briggs et al, 2008). Mekanisme parasetamol dalam mengurangi nyeri dapat secara sentral maupun secara perifer. Secara sentral parasetamol bekerja pada hipotalamus, sedangkan secara perifer menghambat pembentukan prostaglandin di tempat inflamasi, mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi (Bennet & Brown, 2008).
Adapun alasan utama peneliti melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: Persalinan umumnya disertai dengan nyeri yang diakibatkan kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi dan pendataran servik. Nyeri yang berlebihan dan disertai stres psikologi pada ibu sewaktu persalinan dapat mempengaruhi sistemik ibu, kesejahteraan janin. Nyeri persalinan dapat merangsang pelepasan mediator kimiawi seperti katekolamin dan kortisol dengan akibat vasokonstriksi pembuluh darah sehingga kontraksi uterus melemah dengan akibat persalinan berlangsung lebih lama dan hipoksia pada janin. Pemberian analgesia diperlukan dalam mengurangi nyeri persalinan sehingga persalinan lebih nyaman pada ibu sekaligus mengurangi efek negatif yang disebabkan oleh nyeri tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis berkeinginan melakukan penelitian mengenai pengaruh parasetamol sebagai analgesia untuk mengetahui keefektifan serta keamanannya dalam mengurangi nyeri persalinan. Adapun penelitian tentang
pengaruh pemberian parasetamol untuk mengurangi nyeri persalinan kala I fase aktif belum pernah dilakukan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang permasalahan diatas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut: bagaimana pengaruh pemberian parasetamol intravena dalam mengurangi nyeri persalinan kala I fase aktif.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian parasetamol intravena dalam mengurangi nyeri persalinan kala I fase aktif.
D. Mamfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai efektifitas dan keamanan pemberian parasetamoldalam mengurangi nyeri persalinan. Sehingga bisa menjadi pertimbangan dalam penatalaksanaan nyeri saat persalinan, yang dapar dilakukan tanpa membutuhkan keahlian khusus seperti halnya pemberian anastesi inhalasi atau anastesi regional.
E. Keaslian Penelitian
TABEL 1. Penelitian mengenai penggunaan parasetamol untuk analgesia pada persalinan Peneliti Judul lokasi dan
waktu penelitian
Subyek dan metode Penelitian
Hasil Penelitian Perbedaan
Lallar et al. Intravenous paracetamol infusion versus intramuscular tramadol as an intrapartum labor analgesic. Haryana, India 2014 200 wanita primigravida, parasetamol (100) tramadol (100) Skor nyeri dinilai dengan Mc Gills
pain intensity.
Skor nyeri
diperiksa setelah satu dan 3 jam
Parasetamol efektif mengurangi nyeri setelah 1 jam dan 3 jam dan efek samping yang lebih minimal pada parasetamol.
Membandingkan parasetamol dengan tramadol Nyeri dinilai dengan Mc Gills pain intensity. Nyeri dinilai setelah satu dan 3 jam perlakuan Makkar et al. Comparison of analgesic efficacy of paracetamol
and tramadol for
pain relief Chandigarh, India Tahun 2014 60 primigravida parasetamol (30), tramadol (29) Pasien diberikan tramadol (i.m) dan parasetamol 1000 mg intravena. Skor VAS diukur sebelum dan setelah perlakuan
Parasetamol dan tramadol efektif menurunkan skor VAS sampai dengan 2 jam. (p<0,05).
Tidak terdapat efek samping ke ibu pada kelompok parasetamol, sedangkan pada tramadol terdapat efek samping pada ibu seperti efek sedasi, mual dan muntah.
Membandingkan efektifitas parasetamol dan tramadol Skor VAS evaluasi sampai dengan 8 jam Abdollahi et al. Intravenous paracetamol versus intramuscular pethidine in relief of labour pain in primigravid women Azerbaizan, Iran Tahun 2014 61 primigravida, parasetemol (30) Petidin (31) Pasien diberikan 50 mg petidine (i.m) dan 1000 mg parasetamol
Skor VAS pada kelompok parasetamol lebih rendah dibandingkan petidin dengan P<0.001
Membandingkan parasetamol dengan petidin Skor VAS dinilai hanya sekali pada akhir persalinan. Elbohoty et al. Intravenous infusion of paracetamol versus intravenous pethidine as an intrapartum analgesic in the first stage of labor.
Kairo, Mesir Tahun 2012 102 primigravida Parasetamol (50) Petidin (52) Pasien diberikan parasetamol intravena 1000 mg dan petidin (i.m) Skor VAS diukur sebelum
perlakuan, setelah perlakuan
Penurunan skor VAS lebih besar pada kelompok petidin dibandingkan parasetamol.
Petidin dan parasetamol efektif menurunkan Skor VAS sejak menit 15, 1 jam, dan 2 jam (p<0,001). Tidak terdapat efek samping pada kelompok parasetamol, berbeda dibandngkan efek samping pada petidin 64% Membandingkan parasetamol dengan petidin Maeboud et al. Intravenous infusion of paracetamol for intrapartum analgesia Kairo, Mesir Tahun 2013 120 primigravida, Parasetamol (60), NaCl (60)
Skor VAS lebih rendah
pada kelompok
parasetamol dibandingkan NaCl pada 2 kali pemeriksaan (menit 15 dan menit 30)
Skor VAS setelah perlakuan hanya dinilai 2 kali (menit 15 dan 30)
Di Indonesia penelitian tentang efektifitas dan keamanan parasetamol dalam mengatasi nyeri saat persalinan menurut pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan.