PENYAKIT SELAKARANG
DAN PENGARUHNYA TERHADAP
PEMAN FAATAN TENAGA KU DA
BAGI PETAN I
PENDAHULUAN
Kuda rnemang merupakan jenis hewan yang sudah lama diternakkan, clipelihara clan dimanfaat-kan tenaganya oleh manusia . Pada rnasa sebelurri perang, pemanfaatan kuda ini sangat menonjol . Pada saat itu, kendaraan bermotor belurn banyak di-jumpai dan dipergunakan orang, sehingga baik untuk keperluan transpor sipil maupun militer, wanfaat kuda ini cukup besar . Dengan dernikian, kuda rne-rupakan jenis ternak yang telah cukup tua diusaha-kan clan dimanfaatdiusaha-kan orang, terrnasuk di negara kita ini .
Dalarn era pembangunan sekarang ini, peranan kuda tersebut berangsur-angsur surut. Boleh clikata sudah memasuki masa senja, kalau belum dapat di sebut telah terbenaw . Sejak dahulu kuda rnemang
Sukardi Hastiono
Balai Penelitian Penyakit Hewan, Bogor
diternakkan dengan tujuan dirnanfaatkan tenaganya, clan bukan untuk memperoleh produk yang dihasil-kannya seperti daging, susu clan lain-lain, sebagai-mana diharapkan dari jenis ternak lainnya yang benar-benar disebut "ternak" menurut pengertian sekarang . Meskipun ada beberapa daerah di Indone-sia ini yang penduduknya menggemari daging kuda, narnun hal itu tidak seberapa besar arti dan andilnya bagi usaha Pernerintah dalam mencukupi kebutuhan protein hewani .
Dewasa ini, di sub-sektor peternakan, telah ter-jadi pergeseran dalam pengelompokan komoditi asal ternak, dari komoditi daging, telur clan susu, menjadi kornoditi ternak besar, ternak kecil, ternak unggas clan aneka ternak . Dalam kedua "kurun-waktu" ter-sebut, kuda tidak cukup menonjol peranannya. Dalam pengelorngokan komoditi sekarang ini, kuda tidak termasuk ke dalam kelompok komoditi ternak besar, karena ke dalam ke_ lompok ini hanya dimasuk-kan ternak sapi dan kerbau (ruminansia besar) . Jelas kuda pun bukanlah anggota dari kelompok ternak kecil (kambing, domba dan babi), apalagi ternak unggas yang bukan jenisnya. Ke dalam kelom-pok aneka ternak masih menjadi tanda tanya . Namun demikian, paling tidak kuda dapat dimasuk-kan ke dalam kelompok ini.
Meskipun kuda tidak cukup besar peranannya dalam pembangunan peternakan khususnya dan pembangunan pertanian pada umumnya, namun penulis ingin menyoroti Gambar 1. Bisul clan tukak Selakarang di daerah
peranannjra dari aspek lain . Yaitu peranan kuda seba-gai sumber tenaga bagi petani kecil, dikaitkan dengan kejadian penularan penyakit Selakarang, yang dalam hal ini merupakan penyakit mikotik pada kuda, yang hingga sekarang masih belum dapat di-atasi, khususnya di beberapa daerah di Sulawesi .
Sebagai sumber tenaga, dalam masa pemba-ngunan sekarang ini, peranan kuda masih cukup besar di beberapa daerah tertentu seperti di Sula wesi, Nusa Tenggara clan beberapa tempat di Jawa clan Sumatra, meskipun sudah terdesak oleh kenda-raan bermotor . Hal ini disebabkan karena kuda mem-punyai beberapa kekhususan tertentu clan fungsi yang lebih luwes . Selain sebagai tenaga penarik delman, kuda dapat sekaligus menjadi tenaga pena-rik gerobak, kuda beban atau bahkan menjadi kuda tunggang sebagai sarana rekreasi atau kesenangan di waktu luang . Di samping itu, ada faktor-faktor lain yang menyebabkan kuda lebih banyak disukai dari pada kendaraan bermotor. Dalam hal ini, ditinjau dari sudut peranan tersebut, kuda merupakan sumber penghasilan utama bagi rakyat/petani kecil di daerah-daerah tersebut di atas, atau setidak-tidaknya sumber penghasilan tambahan .
PENYAKIT SELAKARANG PADA
KUDA
Penyakit Selakarang atau disebut juga Limfangi-tis Epizootika (Epizootic LymphangiLimfangi-tis) dahulu
popu-ler dengan nama Saccha-romycosis . Penyebabnya adalah cendawan dari ke-lompok ragi-ragian yang disebut Saccharomyces farcirninosus, atau menu-rut klasifikasi sekarang disebut Histoplasma farciminosum (1 ; 7) . Di Indonesia, penyakit ini sudah cukup lama dikenali pada kuda sebagai penyakit yang paling merugikan . Daerah penyebarannya adalah Sulawesi, terutama Sula-wesi Utara dan Selatan, clan diduga di beberapa daerah Indonesia lainnya (5; 8) .
Gejala utamanya adalah terbentuknya jejas (lasio) berupa bisul berisi nanah bercampur sel-sel ragi, sel-sel limfe (getah bening) clan sel-sel runtuh
lainnya . Bisul-bisul ini ditemukan sepanjang saluran limfe kulit clan bawah-kulit, terutama di daerah leher, bahu clan kaki bagian atas . Bahkan jejas ini dapat pula ditemukan pada lapisan selaput lendir (mukosa)
hidung sampai tenggorok, sehingga dapat dikeliru-kan dengan Malleus (penyakit Bolor menular), yang disebabkan oleh bakteri (1 ; 7) . Menurut pengamatan penulis, di daerah Sulawesi Utara, jejas ini terclapat pula di bagian kepala, dada. clan perut (Gambar 1) . Berdasarkan gejala ini, orang Minahasa menyebut-nya pemenyebut-nyakit Bobento.
Bisul-bisul ini, apabila telah matang, akan pecah clan terjadilah tukak (borok) . Sementara itu, timbul bisul baru dalam berbagai tingkat kematangan di tempat-tempat lain, tetapi masih dalam jalur saluran limfe tersebut. Apabila bisul terbentuk pada kelenjar limfe, maka bisul itu akan tampak lebih besar. Bisul-bisul ini dapat pula berkelompok membentuk suatu bisul besar clan difus . Bisul yang pecah akan menge-luarkan nanah yang kadang-kadang bercampur darah . Pada suatu saat, bisul yang pecah akan me-nyembuh, tetapi di tempat lain timbul beberapa bisul baru . Dengan demikian, penyakit ini berjalan mena-hun (kronis, merana) clan agak sulit disembuhkan (1 ; 2; 7) .
Penularannya terjadi secara kontak langsung an-tara kuda sakit dengan kuda se-hat, atau tak langsung melalui barang atau benda lainnya yang tercemar nanah kuda yang sakit. Selain itu, bisul yang pecah akan menarik perhatian lalat tertentu, biasanya lalat
Gambar 2. Kuda berperanan penting dalam pc:nyebe-rangan sungai tanpa jembatan
Garnbar 3. Deiman atau bendi, sarana transpor-tasi bertenaga kuda.
penggigit atau penghisap darah . Lalat inilah yang di-duga keras merupakan peminclah (vektor) penyakit ini dari kuda yang satu kepada kuda yang lainnya (1 ; 2).
Walaupun penyakit Selakarang berjalan mena-hun, namun kejadiannya di negara-negara Eropa ja-rang bersifat sebagai suatu endemi, melainkan hanya sebagai suatu letusan saja, terutama pada kuda-kuda yang dipelihara secara berkelompok seperti kuda kavaleri clan kuda pacu (1 ; 2) . Jungerman dan Schwartzman (6) menyebutkan bahwa di Asia dan daerah sekitar Mediteran, penyebaran penyakit Sela-karang ini justru lebih sering bersifat endemik . Kuda-kuda rakyat, yang walaupun dipelihara secara per-seorangan, namun satu sama lain saling berdekatan clan sering dipergunakan dalam suatu usaha yang hampir serupa, misalnya sebagai tenaga tarik del-man, gerobak clan sebagainya, seperti yang terdapat di beberapa tempat di Indonesia, sering mendapat wabah Selakarang secara endemik ini .
Secara ekonomik, Selakarang cukup merupakan rakyat meskipun mortalitasnya renclah, yaitu sekitar 10-15% saja (2) . Hal ini disebabkan karena penyakit Selakarang selalu berjalan kronis, sehingga proses persembuhannya lama clan belum ada obat ampuh yang mampu menyembuhkannya. Mungkin ada be-berapa obat yang cliketahui baik sebagai bahan terapi terhadap Selakarang ini, seperti sublimat (H g Cl2) clan lain-lain misalnya (1), namun masih belum clike-tahui apakah obat-obat tersebut mudah diperoleh di pasaran Indonesia clan clapat terjangkau oleh
ke-WARTAZOA, Vol. 1 No . 1, Juli 1983
mampuan keuangan rakyat. Hal ini merupakan masa-lah lain yang perlu dipecahkan .
Berbicara mengenai bahaya wabah Selakarang, pada masa perang dahulu, terutama di negara-negara Eropa clan Afrika Selatan, yang pada saat itu tenaga kuda masih banyak dibutuhkan clan dipergu-nakan, dan merupakan satu-satunya jenis hewan yang paling bermanfaat, baik untuk melakukan peng-angkutan serdadu clan peralatan militer mau-pun per-bekalan, atau juga orang-orang yang terluka akibat perang, letusan wabah Selakarang ini sangat terke-nal sebagai suatu hal yang dianggap sangat serius (1) . Betapa tidak, karena pada saat itu kenclaraan bermotor yang bersifat mobil belum ada atau masih sangat terbatas. Padahal dalam keadaan demikian, sarana mobilitas sangat diperlukan . Kini, hal yang demikian itu sudah bukan suatu masalah lagi . Alat transportasi bermotor, mulai dari yang paling ringan clan dapat menclaki ke bukit yang terjal sekalipun sampai kepada yang berat clan mampu mengangkut, membawa dan memindahkan peralatan militer yang bagaimanapun beratnya, sangat mudah diperoleh, asalkan biayanya memungkinkan. Walaupun demi-kian, dalam beberapa hal tertentu, kuda ini masih juga dipergunakan dalam kegiatan militer.
PERANAN KUDA SEBAGAI SUMBER
PENGHASILAN RAKYAT
Peranan tenaga kuda bagi kepentingan manusia telah dimaklumi sejak dahulu, walaupun telah
meng-Gambar 4. Gerobak, alas angkutan barang yang serbaguna.
alami beberapa perubahan fungsi clan kegunaan . Di negara-negara maju pun tenaga kuda ini masih ba-nyak dipergunakan. Bukan lagi sebagai tenaga tarik sarana transportasi sebagaimana terjadi beberapa waktu yang lampau sampai dengan dasawarsa ke-empat dari abad ini, melainkan sebagai makhluk penghibur atau untuk kesenangan seperti pacuan atau ketangkasan menunggang clan sebagainya .
Di Indonesia, peranan kuda yang ingin disoroti penulis bukanlah seperti yang disebutkan di atas, meskipun ticlak tertutup kemungkinannya akan hal itu, melainkan sebagai sumber tenaga yang dapat memberi penghasilan bagi rakyat atau petani kecil. Peranan yang disebut terakhir ini, mempunyai dam-pak positif yang lebih besar dalam era pembangunan sekarang ini, dari pada peranan yang disebut
per-Gambar 5. Kucla pateker kuda beban yang sangat populer di Sulawesi Selatan.
tama, yang dalam hal ini hanya merupakan milik be-berapa orang tertentu saja .
Meskipun Indonesia sudah terbawa arus kerna-juan teknologi dalam bidang transportasi, namun karena Tanah Air kita ini sangat luas clan terdiri atas beribu-ribu pulau yang terpisah satu sama lain oleh laut, dengan masyarakat yang kemajuan clan tingkat pengetahuannya masih sangat heterogen, maka yang terbawa arus tadi hanyalah daerah-daerah atau kota-kota yang telah maju saja . Masih banyak daerah yang pelosok-pelosoknya belum terjangkau oleh ke-majuan teknologi sarana mobilitas tersebut . Di daerah-daerah demikian, peranan kuda sebagai sumber tenaga tarik atau angkut masih sangat besar.
Di daerah-daerah yang prasarana transportasinya belum baik, seperti jalan-jalan yang masih berbatu-batu, daerah yang terjal dan berbukit-bukit, jembatan yang belum dibangun sehingga untuk menyeberangi sungai-sungai yang lebar harus menggunakan rakit (Gambar 2), atau turun langsung ke sungai tersebut, hanya kudalah yang mungkin dapat melakukan ke-giatan demikian, sebab mereka lebih luwes clan tidak
mengenal istilah mogok, kecuali kalau sakit.
Secara garis besar, peranan kuda sebagai tena-ga tarik atau angkut sesuai dentena-gan jenis kegunaan clan rnacarn kendaraan yang ditariknya, dapat dibagi atas
(a) Sebagai tenaga tarik kendaraan angkutan manu-sia, yang namanya berbecla-becla, sesuai dengan lokasi daerahnya masing-masing. Di Yogyakarta clan sekitarnya, kendaraan atau kereta kuda demikian disebut
andong,
dengan bentuk yang agak lebih panjang, beroda empat, sehingga mampu menampung lebih banyak penumpang . Kereta kuda yang berukuran seclang disebutdelman,
untuk beberapa tempat di Jawa Barat, ataubendi
(Gambar 3) clanidokar,
untuk bebe-rapa tempat di Sumatra, Sulawesi clan daerah lainnya . Daya tampung delman ini antara 5 - 6 orang termasuk kusir . Di daerah Banten, clan mungkin juga di tempat lainnya disebutsado,
dengan penumpang hanya 4 orang termasuk kusir, dengan posisi clucluk 2 orang ke depan clan 2 orang ke belakang . Di Cibaclak (Sukabumi, Jawa Barat) clan sekitarnya, ada kereta kuda se-jenis delman dengan karoseri serupa oplet clan disebut
nayor.
Kereta-kereta kuda demikian umumnya mempu-nyai roda 2 buah (kecuali andong), terbuat dari kayu, berjari-jari clan lingkaran luarnya dibalut dengan karet mati . Dengan adanya kendaraan bermotor sekarang ini, roda-roda kayu tadi kadang-kadang diganti dengan roda kendaraan berniotor dengan ban luar clan dalam yang diisi angin .
(b) Sebagai tenaga tarik kendaraan pengangkut barang, disebut
gerobak
(Gambar 4),pedati
ataucikar.
Rodanya serupa dengan roda delman, te tapi lingkaran luarnya biasanya dibalut dengan pelat besi, meskipun ada juga gerobak yang menggunakan pembalut ban karet mati atau ban pompa angin . Kegunaan gerobak sangat bervari-asi tergantung kebutuhan . Biasanya cligunakan untuk mengangkut bahan bangunan, barang ke-perluan rumah tangga, kadang-kadang sayur-mayur, hasil-hasil pertanian atau inclustri, ataubahkan sampah atau limbah yang hendak di-buang . Boleh dikata gerobak berfungsi serba-guna .
(c) Sebagai tenaga angkut langsung yang disebut juga kuda beban . Kuda demikian sering
diper-gunakan untuk mengangkut barang-barang hasil pertanian dari sawah atau ladang ke jalan umum, atau ke tempat-tempat penyimpanan (lumbung, gudang), atau tempat-tempat pemasaran clan se-bagainya . Kuda beban demikian di Sulawesi Selatan sangat populer dengan sebutan kuda pateke (Gambar 5) . Kadang-kadang kuda demi-kian ini digunakan juga untuk mengangkut kayu dari hutan, ternak kecil atau bahan-bahan ba-ngunan . Kuda beban dernikian mempunyai daya angkut yang lebih terbatas, namun mampu men-jelajahi daerah-daerah yang sulit clan terjal. (d) Beberapa petani yang memiliki kuda clan sawah
clan belum mampu mengganakan traktor, sering memanfaatkan tenaga kudanya untuk bekerja di sawah sebagai penarik luku (bajak) atau garu . Dengan demikian, kuda berperan menggantikan fungsi kerbau atau sapi yang biasanya mengerja-kan sawah . Selain itu, kuda dapat pula meng-ambil peranan sebagai tenaga pemutar mesin giling atau mesin lainnya, terutama di daerah in-dustri kecil seperti "pabrik" tahu misalnya . (e) Sebagai kuda tunggang atau kuda pacu untuk
daerah-daerah tertentu yang mempunyai tradisi sejak lama, peranan kuda di daerah demikian sangat besar pula sebagai alat rekreasi, kese-nangan clan hiburan atau upacara-upacara tradisi atau adat . Di daerah Sulawesi clan Nusa Tengga-ra misalnya, acaTengga-ra pacuan kuda sudah meTengga-rakyat, dan selalu diselenggarakan setiap kali ada kejadi-an penting, paling tidak setahun sekali . Walau-pun tidak tertutup kemungkinan adanya usaha-usaha perjudian, namun selama masih dalam batas-batas kewajaran, keadaan itu masih dapat diizinkan oleh Pemerintah, demi memupuk ke-budayaan dan tradisi setempat.
Peranan-peranan di atas, khususnya (a), (b), clan (c) menclatangkan penghasilan bagi pemiliknya, karena merupakan usaha tetap sebagai mata penca harian . Sedangkan peranan (d) clan (e), clan juga se-bagian dari peranan (c) lebih banyak diharapkan te-naganya secara langsung dari pada sebagai sumber penghasilan bagi keluarganya.
PENGARUH WABAH SELAKARANG
TERHADAP PERANAN KUDA BAGI
PETANI
Dalam uraiannya menqenai penyakit-penyakit
WARTAZOA Vol. 1 No. 1, Juli 1983
Gambar 6. Pasar di Palu, Sulawesi Tengah, selalu dipenuhi oleh bendi.
cendawan pada hewan, Hastiono (4) menggolong-kan Selakarang ke dalam mikosis sub-kutan dan in-termediat Oleh karena itu, manifestasi klinisnya sangatjelas pada kulit, dan dengan sendirinya penya-kit mudah dikenali .
Di Sulawesi, Selakarang masih ditemukan seca-ra endemik . Dalam sejaseca-rah penyakit di daeseca-rah ini, Selakarang termasuk penyakit mikotik yarTg sudah cukup lama dikenali, sejak puluhan tahun yang lalu . Rakyat sudah terbiasa rnenyaksikan penyakit ini pada kuda-kuda mereka, sehingga laporan kejadian atau wabah penyakit jarang atau tidak pernah dilakukan . Perhatian dan usaha Pemerintah pun untuk membe-rantasnya tidak pernah ada sejak jaman penjajahan dahulu hingga sekarang, walaupun pernah dibahas masalah imuno-terapinya oleh Bubberman (3) . Oleh karenanya, Selakarang belum pernah dapat dihilang-kan dari daerah ini .
Dalam kaitannya dengan masalah ini, penulis ingin membahas secara khusus mengenai dampak wabah Selakarang ini terhadap perekonomian rakyat yang usaha utamanya sebagian besar menggantung-kan diri pada tenaga kuda yang dimilikinya, khusus-nya di daerah Sulawesi.
Dalam survei dan peninjauan lapangan terha-dap penyakit Selakarang yang dilakukan di tiga pro-pinsi, yakni Sulawesi Utara, Tengah clan Selatan, tampak bahwa potensi tenaga kuda masih cukup besar sebagai sumber mata pencaharian di samping bertani . Walaupun jumlah kendaraan bermotor makin meningkat, yang disertai juga dengan
pening-katan prasarananya, yaitu jalan-jalan raya yang
me-rupakan urat nadi perekonomian, namun peranan
kuda sebagai tenaga tarik delman atau bendi masih
cukup besar. Di kota-kota besar, masih banyak
di-jumpai delman berkeliaran mencari penumpang
(Gambar 6), apalagi di daerah-daerah pelosok yang
masih belum terjangkau oleh kemajuan teknologi
demikian.
Melihat gejala ini, apabila dikaitkan dengan
ke-jadian suatu wabah Selakarang, dapat dibayangkan
betapa besar kerugian ekonomi yang ditimbulkan
nya. Sebagaimana diketahui, kuda yang sakit akan
lama sembuhnya, atau tak pernah dapat sembuh
(kronis), dan tentu saja tidak dapat digunakan
ber-usaha . Apabila misalnya dalam keadaan kuda sehat,
petani berpenghasilan antara Rp. 5 .000,- sampai
Rp. 15.000, - dalam sehari, maka dengan kuda sakit,
penghasilan itu bisa hilang atau berkurang.
Pada umumnya rakyat di Sulawesi tidak
memi-liki banyak kuda . Mereka rata-rata memimemi-liki paling
banyak 2 ekor. Dengan demikian, apabila kudanya
sakit, tiada kuda lain yang dapat diharapkan sebagai
sumber penghasilan bagi keluarganya . Kerugian
eko-nomi per tahun dapat diperhitungkan dengan
mengalikan kerugian ekonomi harian dengan
persen-tase morbiditas, jumlah populasi kuda di seluruh
Sulawesi, dan jumlah hari dalam setahun (365 hari) .
Saran terbaik untuk mengatasi hal ini adalah
memberantas penyakit tersebut di samping penyakit
kuda lainnya . Karena Selakarang bersifat kronis,
maka dalam memberantasnya akan lebih banyak
me-merlukan kesabaran dan pengeluaran biaya dari
pe-miliknya, jika dibandingkan dengan pemberantasan
terhadap penyakit lainnya. Program pemberantasan
yang mantap dan teratur sangat diharapkan dari
Pemerintah dalam membantu mengatasi masalah ini,
karena rakyat kecil tidak akan mampu melakukannya
secara send iri-sendiri .
Usaha ini agaknya akan berdampak positif yang
jelas dalam beberapa aspek, antara lain
(1) Kuda, yang selama ini kurang potensial dalam
pembangunan peternakan, populasinya akan
meningkat__dan dapat berperanan lebih berarti
dalam pembangunan pada umumnya .
Kemudi-an, sarana transportasi bertenaga kuda
jumlah-nya akan meningkat pula, karena rakyat mulai
bergairah lagi dalam bidang usaha ini, yang
ber-arti menambah atau meningkatkan
penghasilan-nya .
(2) Peningkatan kendaraan bertenaga kuda tadi,
dalam masa resesi sekarang ini, akan menunjang
usaha Pemerintah dengan kebijaksanaan peng
hematan energinya, dan sekaligus mengurangi
pencemaran lingkungan hidup, yang sekarang
10
sedang digalakkan oleh Pemerintah, karena
pe-ngurangan atau pembatasan penggunaan
ken-daraan bermotor dapat berarti menghemat energi
dan melestarikan lingkungan hidup .
(3) Aspek lain yang dapat dilihat dad keadaan ini
ialah bahwa, apabila peningkatan kendaraan
ber-tenaga kuda tersebut diarahkan untuk tujuan
promosi pariwisata, maka pembangunan di
bi-dang kepariwisataan akan lebih berkembang dan
mempunyai prospek yang lebih cerah, karena
sarana angkutan demikian kelihatan lebih
ber-kepribadian dan merupakan ciri spesifik bagi
In-donesia.
Untuk itu semua, harus ada pengaturan lebih
lanjut, khususnya dalam pengoperasian kendaraan
bermotor dan tak bermotor. Kendaraan bermotor
sebaiknya dioperasikan di luar kota atau untuk tujuan
transportasi antar kota, sedangkan kendaraan tak
bermotor, khususnya yang menggunakan tenaga
kuda, lebih diutamakan digunakan di dalam kota atau
daerah yang mempunyai potensi besar dalam bidang
kepariwisataan . Di samping itu, tentu saja untuk
menutupi kekurangan sarana transportasi di daerah
demikian, pengoperasian kendaraan bermotor dapat
dilakukan dalam batas-batas tertentu . Pengaturan ini
tidak saja dapat berlaku untuk daerah Sulawesi,
te-tapi juga bagi daerah lain seperti misalnya Yogya
karta, Surakarta, Bali, Danau Toba dan sebagainya.
Hal-hal di atas hanya akan mungkin dapat
di-laksanakan dengan baik apabila ada saling
pengerti-an pengerti-antara berbagai instpengerti-ansi ypengerti-ang berkecimpung baik
di bidang peternakan, perhubungan, pariwisata,
penghwasan lingkungan, pemerintahan daerah
mau-pun instansi lainnya .
DAFTAR PUSTAKA
1 . Ainsworth, G .C . dan P .K .C . Austwick, 1973.
Fungal Diseases of Animals, 2nd Ed ., CAB,
Farnham Royal, Slough, England.
2. Blood, D .C . dan J .A. Henderson, 1974.
Veteri-nary Medicine. 4th Ed., Bailliere-Tindall,
London, England .
3 . Bubberman, C., 1921 . Over immunotherapie bij
Saccharomyces farciminosus, N.I. Bl. v.
Dierg., 33 : 85 - 106.
4 . Hastiono, S ., 1977 . Penyakit-penyakit cendawan
pada hewan. Bagian I. Sistematika penyakit .
Bul. LPPH, 9 (13) : 38 - 51 .
5 . -, 1981 . Beberapa penyakit mikotik penting
pada hewan dan peranannya bagi kesehatan
masyarakat : Suatu tinjauan . Makalah yang
disampaikan dalam Seminar Parasitologi
Na-6 .
WARTAZOA Vol. 1 No. 1, Juli 1993