• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENGENDALIAN RUN-OFF DAN EROSI DENGAN METODE VEGETATIF (Studi kasus Sub DAS Dungwot) 1 Oleh: Irfan B. Pramono 2 dan Nining Wahyuningrum 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL PENGENDALIAN RUN-OFF DAN EROSI DENGAN METODE VEGETATIF (Studi kasus Sub DAS Dungwot) 1 Oleh: Irfan B. Pramono 2 dan Nining Wahyuningrum 3"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

23

MODEL PENGENDALIAN RUN-OFF DAN EROSI DENGAN METODE VEGETATIF

(Studi kasus Sub DAS Dungwot)1

Oleh:

Irfan B. Pramono2 dan Nining Wahyuningrum3 Balai Penelitian Kehutanan Solo. Jl. A. Yani PO Box 295 Pabelan. Telepon/Fax.: (+62 271) 716709/716959 Email: [email protected]

2

Email: [email protected] ; [email protected]

ABSTRAK

Banjir dan sedimentasi di sub DAS Solo Hulu semak in meningk at. Pe-nanggulangan banjir dan sedimentasi sudah banyak dilak ukan dengan berbagai metode konservasi tanah dan air, baik mek anis maupun vege-tatif, namun k eefek tifan metode yang diterapk an perlu ditelaah lagi. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh k onservasi tanah dan air dengan metode vegetatif dalam pengendalian run off dan erosi. Metode yang digunakan adalah pengamatan petak atau plot k ecil dengan per-lak uan tanaman pok ok dan tanaman penguat teras. Hasil penelitian nunjukk an bahwa pengendalian aliran permukaan dan erosi dengan me-tode vegetatif k hususnya tanaman penguat teras sudah mulai efek tif se-telah tiga bulan tanam, sedangk an untuk tanaman k eras masih membu-tuhk an waktu yang lebih lama. Pola B1 yaitu tanaman jati, mangga, pete dengan teras bangk u dan penguat teras rumput menghasilk an aliran per-muk aan dan erosi yang paling kecil daripada pola-pola lainnya.

Kata kunci: Metode vegetatif, aliran permukaan, erosi, tanaman penguat teras

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Waduk Gadjahmungkur yang dirancang untuk mengendalikan banjir sudah tidak mampu lagi menampung air pada saat hujan lebat. Hal ini disebabkan menurunnya daya tampung waduk karena tingginya sedimentasi dari daerah hulu. Fenomena banjir indikasikan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) sedang

1

Makalah pada Ekspose Hasil Litbang Teknologi Pengelolaan DAS sebagai Upaya Pengendalian Banjir dan Erosi/Sedimentasi, di Hotel Lor Inn, Solo, 15 Oktober 2009

(2)

24

alami penurunan fungsinya sebagai pengatur tata air. Untuk meng-atasi masalah tersebut perlu diidentifikasi faktor-faktor penyebab-nya.

Daerah tangkapan air Waduk Gadjahmungkur terletak di Kabu-paten Wonogiri. Luas KabuKabu-paten Wonogiri sekitar 182.232 ha, dengan penutupan lahan yang dominan adalah tegal (31,6%), di-ikuti oleh pekarangan (20,5%), dan sawah (16,9%). Sedangkan hutan negara dan hutan rakyat mempunyai luas yang sama yaitu 8,9%. Sisanya merupakan penutupan lahan lain-lain (13,1%). Jika dilihat dari topografi maka sebagian besar (65%) daerah Wonogiri berbentuk perbukitan dengan lereng yang terjal, areal landai (30%) dan hanya 5% merupakan areal datar (http://www.wonogiri.go.id/). Pada lereng yang terjal ini umumnya digunakan untuk tanaman semusim yang rawan menyebabkan erosi.

Kajian yang dilakukan oleh JICA (2007) di daerah ini menye-butkan bahwa sumber sedimentasi di waduk Gajahmungkur ber-asal dari erosi tanah pada pengolahan lahan tegalan dan kawasan pemukiman. Erosi tanah yang tinggi disebabkan oleh konsekuensi pengelolaan lahan yang buruk dan pengembangan usaha pertanian oleh petani setempat di lahan-lahan yang secara topografis rentan terhadap degradasi, yaitu pada lahan lereng yang terjal. Pemanfa-atan lahan demikian sebagai akibat kemiskinan dan terbatasnya lapangan kerja di luar pertanian.

Dari hal-hal tersebut di atas dapat diduga bahwa penyebab ban-jir dan tingginya sedimentasi hasil erosi dari Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Wonogiri adalah pemanfaatan lahan yang ku-rang sesuai dengan kemampuannya terutama pada daerah-daerah dengan kemiringan terjal. Untuk mengatasi masalah tersebut maka pengembangan metode vegetatif merupakan salah satu alternatif yang diharapkan dapat mengatasi banjir dan sedimentasi. Selain itu, metode vegetatif yang sesuai dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga lingkungan terjaga dan masyarakat sejahtera. Secara garis besar, teknik pengendalian erosi dibedakan menja-di dua, yaitu teknik konservasi mekanik dan vegetatif. Konservasi tanah secara mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran per-mukaan guna menekan erosi dan meningkatkan kemampuan tanah mendukung usahatani secara berkelanjutan. Pada prinsipnya kon-servasi mekanik dalam pengendalian erosi harus selalu diikuti oleh cara vegetatif, yaitu penggunaan tumbuhan/tanaman dan sisa-sisa tanaman/tumbuhan (misalnya mulsa dan pupuk hijau), serta

(3)

25

penerapan pola tanam yang dapat menutup permukaan tanah sepanjang tahun.

Metode vegetatif sering dipilih karena selain dapat menurunkan erosi dan sedimentasi di sungai-sungai juga memiliki nilai ekonomi (tanaman produktif) serta dapat memulihkan tata air suatu DAS (Hamilton dan King, 1997). Metode vegetatif dapat menjamin ke-berlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat: (1) memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah, (2) penutupan lahan oleh se-resah dan tajuk mengurangi evaporasi, (3) dapat meningkatkan ak-tivitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah ter-jadinya erosi. Selain itu metode vegetatif juga mempunyai ke-untungan dari segi ekonomi. Tanaman vegetasi penutup yang di-kembangkan dapat meningkatkan taraf kehidupan petani. Penda-patan petani dari metode vegetatif melalui sistem agroforestry umumnya dapat menutupi kebutuhan sehari-hari dari hasil panen secara teratur. Selain itu juga dapat membantu menutupi penge-luaran tahunan dari hasil panen secara musiman seperti buah-buahan. Komoditas lainnya berupa kayu juga dapat menjadi sum-ber uang cukup besar meskipun tidak tetap, dan dapat dianggap se-bagai cadangan tabungan untuk kebutuhan mendadak.

Agroforestry memberikan hasil yang lebih efektif dalam

mengendalikan erosi dengan menyediakan seresah di atas permu-kaan tanah bila dibandingkan dengan pengaruh tajuk tanaman saja. Beberapa jenis pohon serbaguna (multipurpose trees) dipilih yang mempunyai tajuk yang tidak terlalu lebat untuk mengurangi penga-ruh naungan terhadap tanaman semusim. Pada lahan pekarangan (home garden), struktur tanaman dengan tajuk berstrata memberi-kan penutupan tajuk yang padat, yang dikombinasimemberi-kan dengan ta-naman bawah. Dengan demikian beberapa keunggulan dari

agro-forestry adalah:

1. Potensi agroforestry terletak pada kemampuannya dalam me-nyediakan dan memelihara penutup lahan.

2. Pengaruh langsung dari tajuk tanaman lebih kecil bila diban-dingkan dengan pengaruh seresah.

3. Penutupan lahan oleh seresah yang dipertahankan selama mu-sim hujan, dapat mengurangi erosi pada tingkat tertentu walau-pun tanpa tambahan tindakan konservasi.

Pengggunaan rumput sebagai tanaman konservasi juga membe-rikan hasil yang nyata dalam mengendalikan erosi dan sedimentasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yudono (1997) menunjukkan

(4)

26

bahwa pembuatan sekat rumput (grass barrier) dapat menekan erosi sebesar 47,73% pada tahun I dan 68,56% pada tahun ke-II.

Beberapa manfaat dari sekat rumput adalah: (1) memperkecil aliran permukaan dan menurunkan erosi (Wardojo 1996), (2) memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Prakosa, 1995).

Haryati dan Dariah (2000) juga menyimpulkan bahwa tanaman penguat teras berupa rumput dapat meningkatkan fungsi teras bangku dalam mengendalikan erosi dengan menekan erosi antara 30-92%. Jenis rumput yang bisa digunakan sebagai penguat teras adalah karpet (Axonomus compresus), bermuda (Cynodon

dacty-lon), bahia (Paspalum notatum), sentipedes (Eremechloa opiu-roides), akar wangi (Vetivera zizanoides), setaria (Setaria sphace-lata), raja (Penisetum purpupoides), gajah (Penisetum purpureum)

(Tim Peneliti BP2TPDAS IBB, 2002). Selain dengan penguat teras jenis tersebut dapat juga dengan tanaman wedusan (Ageratum

conyzoides), tarum (Indigofera endecophylla), krokot (Alternanthe-ra ficaina), dan kacang gude (Canjanus cajan).

Jenis-jenis tanaman kehutanan yang direkomendasikan untuk

agroforestry (Tim Peneliti BP2TPDAS IBB, 2002) adalah akasia

(Acacia auriculiformis), eucalyptus (Eucalyptus alba), sengon

(Pa-raserianthe falcataria), jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia macrophylla), pinus (Pinus merkusii), dan sonokeling (Dalbergia latifolia). Jenis-jenis tanaman tersebut ditanam di lahan kering

dengan jarak yang tidak terlalu rapat (misalnya 5 m x 3 m) agar tidak terlalu menaungi tanaman pokok. Untuk daerah kering seperti Wonogiri dengan curah hujan 2.000-2.500 mm/tahun dengan jum-lah bulan kering antara 5-6 bulan, maka jenis tanaman yang dire-komendasikan adalah akasia dan jati.

Sungai Keduang merupakan salah satu sungai yang masuk ke dalam waduk Gajahmungkur yang memasok sedimen terbesar di antara sungai-sungai lainnya. Sungai Dungwot merupakan salah satu anak sungai Keduang yang cukup kritis, kemiringan lereng >30%, penutupan lahan tegalan dan campuran hutan dengan ta-naman semusim. Sub DAS Dungwot ini diperkirakan menghasil-kan erosi yang cukup besar.

Dalam rangka mengurangi erosi di sub DAS Keduang ini dila-kukan uji coba beberapa macam metode vegetatif untuk mengu-rangi erosi dan aliran permukaan. Untuk melihat keefektivan masing-masing metode maka tiap-tiap metode vegetatif diukur tingkat erosi dan run off-nya.

(5)

27

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pengendalian erosi dan aliran permukaan (run-off) dengan metode vegetatif.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dusun Dungwot, Desa Ngadipiro, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri (110o59’52’’ BT; 7o53’8’’ LS). Derah tersebut merupakan perbukitan yang di bagian atas merupakan hutan negara dan di bagian bawah lahan milik masyarakat. Perbukitan dengan tinggi tempat antara 240-278 dpl dan dengan kemiringan lereng sekitar 30% dengan kategori lahan kritis bersolum dangkal.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah peng-ukuran langsung dengan pembuatan plot erosi. Plot erosi dibuat dengan ukuran 22 x 4 m2. Erosi diukur melalui pengukuran kadar sedimen dalam aliran permukaan. Aliran permukaan ditampung dalam drum penampung yang berseri. Drum pertama dengan vo-lume 25 liter dan berlubang tiga. Satu lubang masuk ke drum kedua dengan volume 170 liter. Drum kedua ini mempunyai de-lapan lubang dan satu lubang masuk ke drum ketiga dengan vo-lume 170 liter. Sampel air pada masing-masing drum dianalisis untuk mengetahui kandungan sedimennya. Besarnya kandungan sedimen pada masing-masing plot dihitung berdasar kandungan sedimen sampel dikalikan dengan total volume aliran permukaan. Sedangkan total volume aliran permukaan dihitung dengan men-jumlahkan volume yang tertampung pada setiap drum.

Metode vegetatif yang diterapkan adalah penanaman tanaman pokok dan penguat teras. Tanaman pokok terdiri dari jati, mangga, jambu mete, dan pete. Tanaman penguat teras terdiri dari rumput gajah, kolojono, dan lamtoro.

Untuk melihat keefektivan metode vegetatif ini diamati juga plot kontrol. Ada enam plot yang diamati yaitu A1: tanaman jati, mangga, dan jambu mete dengan teras bangku tak terawat (kon-trol), B1: tanaman jati, mangga, dan pete dengan teras bangku

(6)

28

terawat dan penguat teras rumput, C1: tanaman jati, mangga, mete, dan pete dengan teras tak tarawat, A4: tanaman jati, mangga, jambu mete dengan teras gulud, B4: tanaman jati, mangga, pete dengan teras gulud dan penguat teras lamtoro, C4: tanaman jati, mangga, jambu mete, pete dengan teras gulud.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Aliran Permukaan (Run-off)

Aliran permukaan terbesar terjadi pada plot A1 (tanaman jati, mangga, dan jambu mete dengan teras bangku tak terawat) sebesar 243 mm dan 114 mm masing-masing pada bulan November dan Januari. Aliran ini disebabkan oleh hujan sebesar 381 mm dan 140 mm. Aliran permukaan yang agak besar terjadi juga di C4 (tanaman jati, mangga, jambu mete, pete dengan teras gulud). Aliran permukaan pada plot tersebut berkisar antara 6-24 mm.

Berdasarkan data di atas ternyata pengaruh teras cukup besar dalam mengendalikan aliran permukaan. Pada plot A1 dengan teras tak terawat menimbulkan aliran permukaan yang paling besar kemudian diikuti dengan teras gulud yang sederhana.

Dari enam pola metode vegetatif tersebut ternyata yang dapat menahan aliran permukaan adalah plot B1 (tanaman jati, mangga, dan pete dengan teras bangku terawat dan penguat teras rumput) dan B4 (tanaman jati, mangga, pete dengan teras gulud dan penguat teras lamtoro). Berdasarkan data tersebut ternyata teras dengan penguat, baik rumput maupun lamtoro dapat menahan aliran per-mukaan secara nyata.

Aliran permukaan pada berbagai pola hutan tanaman dan tehnik konservasi tanah dapat dilihat pada Gambar 1 sampai dengan Gambar 3.

Besarnya aliran permukaan akan menentukan besar kecilnya tingkat erosi. Makin besar aliran permukaan maka erosi tanah yang terbawa akan semakin besar.

B. Erosi

Erosi tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu hujan, kemi-ringan lereng, panjang lereng, jenis tanah, jenis tanaman, dan pengolahan tanah. Dalam kegiatan penelitian ini akan dilihat tingkat erosi pada masing-masing pola hutan tanaman dan teknik konservasi tanah yang diterapkan.

(7)

29

Gambar 1. Aliran permukaan pada bulan November 2008

Gambar 2. Aliran permukaan pada bulan Desember 2008

Gambar 3. Aliran permukaan pada bulan Januari 2009

Berdasarkan hasil pengukuran secara langsung, ternyata erosi yang terbesar terjadi pada plot A1 (tanaman jati, mangga, dan jambu mete dengan teras bangku tak terawat). Pada pola tersebut terjadi erosi sebesar 1-11 ton/ha/bulan. Selain itu pola C4 (tanaman jati, mangga, jambu mete, pete dengan teras gulud) juga mengha-silkan erosi yang agak besar yaitu berkisar antara 0,5-5 ton/ha/ bulan. 0 50 100 150 200 250 300 A4 B4 C4 C1 B1 A1 0 0,1 0,2 0,3 A4 B4 C4 C1 B1 A1 (mm 0 20 40 60 80 100 120 A4 B4 C4 C1 B1 A1 Plot mm Plot mm Plot

(8)

30

Tingkat erosi yang terkecil terjadi pada pola A4 (tanaman jati, mangga, jambu mete dengan teras gulud) dan B4 (tanaman jati, mangga, pete dengan teras gulud dan penguat teras lamtoro). Ter-nyata faktor teras dan tanaman penguatnya juga sangat mempe-ngaruhi tingkat erosi yang terjadi.

Tingkat erosi bervariasi pada masing-masing bulan terjadi ka-rena mengikuti pertumbuhan tanaman semusimnya. Pada bulan November, tingkat erosi cukup besar karena tanaman semusim ma-sih relatif kecil, kemudian tingkat erosi menurun pada bulan De-sember karena tanaman semusim sudah cukup besar, dan pada bulan Januari tingkat erosinya paling kecil karena tanaman semu-sim (jagung) sudah cukup tinggi dan tajuknya menutup seluruh permukaan tanah.

Hasil pengukuran erosi pada masing plot dan masing-masing bulan dapat dilihat pada Gambar 4 sampai Gambar 6.

Gambar 4. Erosi pada berbagai perlakuan bulan November 2008

Gambar 5. Erosi pada berbagai perlakuan bulan Desember 2008 0 5 10 15 A4 B4 C4 C1 B1 A1 0 2 4 6 8 10 A4 B4 C4 C1 B1 A1 Plot Ton/ha/bln Kg/ha Plot

(9)

31

Gambar 6. Erosi pada berbagai perlakuan bulan Januari 2009

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengendalian aliran permukaan dan erosi dengan metode

vege-tatif khususnya tanaman penguat teras sudah mulai efektif sete-lah tiga bulan tanam, sedangkan untuk tanaman keras masih membutuhkan waktu yang lebih lama.

2. Aliran permukaan dan erosi terbesar terjadi pada pola A1 yaitu tanaman jati, mangga, dan jambu mete dengan teras bangku tak terawat.

3. Besarnya aliran permukaan dan erosi sangat tergantung pada pertumbuhan tanaman semusim.

4. Pola B1 yaitu tanaman jati, mangga, pete dengan teras bangku dan penguat teras rumput menghasilkan aliran permukaan dan erosi yang paling kecil daripada pola-pola lainnya.

B. Saran

1. Pembuatan teras sebagai salah satu teknik pengendalian erosi sebaiknya dikombinasikan dengan metode vegetatif dengan menggunakan tanaman penguat teras.

2. Tanaman keras belum mampu berfungsi sebagai pelindung tanah selama tajuk tanaman belum tumbuh dengan sempurna, dengan demikian kombinasi penggunaan mulsa sangat dianjur-kan teruatam pada awal-awal penanaman.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 A4 B4 C4 C1 B1 A1 Ton/ha/bln Plot

(10)

32

DAFTAR PUSTAKA

Hamilton, L.S. dan P.N. King. 1997. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika (Tropical Forested Watersheds). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Haryati, U. dan A. Dariah. 2000. Peranan Tanaman Penguat Teras dalam Sistem Usaha Tani Konservasi di Lahan Kering Daerah Aliran Sungai Cimanuk Hulu. Prosiding Lokakarya Nasional Pembahasan Hasil Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Bogor, 2-3 September 1999 (Alternatif Tek-nologi Konservasi Tanah). Sekretariat Tim Pengendali Ban-tuan Penghijauan dan Reboisasi. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. hal 239.

JICA. 2007. Studi Penanganan Sedimentasi Waduk Serbaguna Wonogiri. Laporan Akhir Sementara. Volume II. Nippon Koei and Yachiyo Engineering Co. Ltd.

Prakosa, D. 1995. Studi Pengendalian Erosi Metode Vegetatif (rumput) di Sub DAS Gobeh, Wonogiri. Makalah Diskusi Hasil-hasil Proyek BTPDAS Surakarta.

Tim Peneliti BP2TPDAS IBB. 2002. Pedoman Praktek Konservasi Tanah dan Air. BP2TPDAS IBB. Badan Litbang Kehutanan. Wardojo. 1995. Kajian Konservasi Tanah di Sub DAS Oebuat Wilayah Nusa Tenggara Timur. Jurnal Pengelolaan DAS II (3). BTPDAS Surakarta.

Yudono, H. 1997. Informasi Teknis: Penggunaan Jalur Rumput (grass barrier) dalam Kegiatan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) dan Penyediaan Pakan Ternak. Tekno DAS 1. Balai Teknologi Pengelolaan DAS Ujung Pandang.

Gambar

Gambar 1. Aliran permukaan pada bulan November 2008
Gambar 4. Erosi pada berbagai perlakuan bulan November 2008
Gambar 6. Erosi pada berbagai perlakuan bulan Januari 2009

Referensi

Dokumen terkait

Didalam pengukuran waktu kerja untuk menetapkan standar waktu kerja, dapat diketahui jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu unit produk, dengan

Sementara untuk daya listrik pada pengers suara dan LCD Proyektor tidak dilakukan pengukuran karena masih dayanya kecil.Metode analisis data adalah denganm metode analisis

Lactobacillus salivarius sebanyak 7g per kilogram pakan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap produksi telur dan efisiensi pakan pada burung puyuh dan

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada Staf Kepala Bagian Komersial PT Angkasa Pura II saat ini memiliki beberapa permasalahan yaitu sistem yang ada saat ini masih menggunakan

Berangkat dari permasalahan di atas, maka tulisan ini hadir untuk membandingkan metode yang diusung ulama Muslim kontemporer, yaitu hermeneutika dan metode ta’wi > l

Distribusi normal banyak digunakan dalam hidrologi untuk menganalisis frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi curah hujan tahunan, debit rata-rata

Membuat sistem operasi berbasis open source yang dapat digunakan secara legal dan bebas yang kemudian dibuat remastering ubuntu yang sudah dikemas dalam satu DVD

oleh perbankan yang meningkat didukung oleh pertumbuhan aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK).Selama tahun 2012, perbankan mengalami pertumbuhan dari aset dan Dana