• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik dan Genesa Endapan Emas Orogenik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Karakteristik dan Genesa Endapan Emas Orogenik"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Karakteristik dan Genesa Endapan Emas Orogenik

Oleh:

Extivonus K. Fransiskus (12012060) Nuresa R. Nugraha (12012075)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(2)

i Oleh:

Extivonus K. Fransiskus (12012060) Nuresa R. Nugraha (12012075)

Istilah mesotermal merupakan klasifikasi endapan menurut Lindgren (1933) yang mengacu pada pembentukan endapan bijih yang terbentuk pada kedalaman 1.5 – 3 km dengan temperature berkisar 200°C - 300°C. Lindgren menggunakan istilah mesotermal untuk endapan emas dengan host rock berupa batuan metamorf. Di masa kini, endapan emas diklasifikasikan menjadi dua kelompok: Orogenic Gold Deposits dan Reduced Intrusion-related Gold

Deposits. Endapan emas orogenik (orogenic gold deposits) merupakan endapan

emas ‘mesotermal’ yang banyak ditemukan dan dieksploitasi saat ini. Orogenic

Gold Deposits terkait dengan deformasi, metamorfisme dan magmatisme selama

proses orogenesis pada batas kontinen dalam skala litosfer. Oleh karena itu, tatanan tektonik endapan ini berada di zona orogen sabuk metamorfik

greenstone. Endapan emas orogenik dapat menunjukkan beberapa tipe

mineralisasi baik itu berkaitan dengan zona ductile, brittle-ductile, atau zona

brittle. Fluida bermigrasi sepanjang zona rekahan yang dipicu oleh peristiwa

penurunan tekanan (pressure drop) selama peristiwa seismik. Bijih terbentuk sebagai pengisi urat pada sesar orde kedua dan ketiga di sepanjang perubahan jurus pada zona sesar. Mineralisasi bervariasi dari stockwork dan breksia di zona

brittle, menjadi laminated crack-seal veins dan sigmoidal veins di zona brittle-ductile, dan menjadi tipe diseminasi dan penggantian di zona ductile. Umumnya

endapan ini memiliki hostrock batuan fasies sekishijau dengan fluida hidrotermal yang terdiri dari unsur H2O-CO2-H2S, bersalinitas rendah hingga

moderate dengan pH mendekati netral. Mineral yang sangat umum hadir pada endapan ini adalah mineral karbonat, sulfida, kuarsa dan mineral zona kloritisasi-propilitisasi. Mineral sulfida yang hadir berupa pirit, pirhotit, arsenopirit dengan jumlah ≤3-5%, mineral karbonat seperti ankerit, dolomit dan kalsit hadir melimpah sebanyak ≤5-15% setelah kuarsa. Di samping itu, kadar emas pada endapan ini berkisar antara 5-30 g/ton. Pada tahun 2008, ditemukan emas letakan yang berasosiasi dengan urat kuarsa terdeformasi dalam batuan metamorf di daerah Langkowala (Bombana), Sulawesi Tenggara, yang diduga sebagai endapan emas orogenik di Indonesia.

(3)

1

Karakteristik dan Genesa Endapan Emas Orogenik

Extivonus K. Fransiskus (12012060) Nuresa R. Nugraha (12012075)

Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

I. PENDAHULUAN

Istilah mesotermal merupakan klasifikasi endapan menurut Lindgren (1933) yang mengacu pada pembentukan endapan bijih yang terbentuk pada kedalaman 1.5 – 3 km dengan temperature berkisar 200°C - 300°C. Lindgren menggunakan istilah mesotermal untuk endapan emas dengan host rock berupa batuan metamorf. Saat ini istilah mesotermal sudah jarang digunakan karena pengendapan emas pada batuan metamorf dapat terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi serta kedalaman yang lebih dalam dibandingkan dengan terminologi yang di definisikan oleh Lindgren. Namun pembagian berdasarkan kedalaman dan temperatur oleh ide awal Lindgren masih relevan untuk digunakan saat ini. Oleh karena itu, Groves (1993) membagi ke dalam tiga zona, yaitu: epizonal ( ≤6 km, 150°– 300°C), mesozonal (6–12 km, 300°–475°C), dan hipozonal (>12 km, >475°C).

Selama 25 tahun terakhir telah terjadi banyak perubahan dan kemajuan dalam klasifikasi endapan emas di daerah mesotermal. Perubahan ini disebabkan oleh kemajuan teori tektonik lempeng dan evolusi kerak. Di masa lampau endapan-endapan ini diklasifikasikan berdasarkan kedalaman dan temperatur formasi, tipe struktur, umur, batuan induk, area geografis atau model genetik. Di masa kini, endapan emas diklasifikasikan menjadi dua kelompok:

Orogenic Gold Deposits dan Reduced Intrusion-related Gold Deposits. Orogenic Gold Deposits terkait dengan deformasi, metamorfisme dan magmatisme selama proses orogenesis

Gambar 1. Pembagian zona berdasarkan temperatur dan kedalaman Groves (1993).

(4)

2

pada batas kontinen dalam skala litosfer. Reduced Intrusion-related Gold Deposits terkait dengan endapan emas hasil orogenesis pada lingkungan kraton (daerah kontinen yang stabil). Pada laporan kali ini, pembahasan akan difokuskan pada endapan emas orogenik ( orogenic

gold deposits) dikarenakan endapan emas ‘mesotermal’ yang banyak ditemukan dan

dieksploitasi saat ini adalah endapan emas orogenik.

II. KLASIFIKASI ENDAPAN EMAS

Pada awal abad ke-20, klasifikasi endapan emas dilakukan berdasarkan kedalaman dan temperatur. Lindgren (1933) dan Emmons (1937) mengelompokkan tipe endapan emas menjadi kelompok mesotermal dan hipotermal. Mineralogi bijih dan alterasi juga digunakan sebagai dasar dalam klasifikasi. Buddington (1935) menambahkan kelompok berdasarkan endapan emas pada kedalaman rendah dan temperatur tinggi, yaitu xenotermal. Klasifikasi Lindgren cukup dominan hingga akhir 1970-an.

Niggli (1929) menambahkan klasifikasi berdasarkan tipe endapan dan proses pembentukan bijih, yaitu kelompok ortomagmatik, pneumatolitik hingga pegmatitik, dan hidrotermal. Schneiderhohn (1941) memperluas kelompok hidrotermal menjadi

hydrothermal veins, impregnations, replacements dan mesothermal Au-Pb-Se ores. Bateman

(1951) mengklasifikasikan endapan emas berdasarkan peran struktur, yaitu fissure fillings,

shear zones, saddle reefs dan stockworks. Boyle (1979) juga melakukan klasifikasi

berdasarkan batuan induk, yaitu kelompok batuan vulkanik, sedimen dan kompleks litologi. Keppie (1986) juga pernah menyebutkan istilah turbidite-hosted gold deposit.

Pada tahun 1980-an, USGS menyebut istilah orogenic gold deposits untuk endapan emas epigenetik yang terkontrol struktur pada batuan metamorf. Berger ( 1986) kemudian mengklasifikasikan lebih lanjut menjadi low-sulfide gold bearing quartz dan homestake gold

deposit types. Jika dijabarkan lebih lanjut berdasarkan temperatur dan kedalaman,

sebagaimana dicetuskan oleh Lindgren (1907, 1933), klasifikasi tersebut terbagi lagi menjadi epizonal (<6 km, 150°–300°c), mesozonal (6–12 km, 300°–475°c) dan hipozonal (>12 km, >475°c).

Silitoe (1991) mempelajari tipe mineralisasi emas pada lingkungan epizonal dan mesozonal yang menunjukkan tanda-tanda bahwa endapan emas pada lingkungan tersebut bersifat intrusion-related. Silitoe (1991) dan Thompson (1998) mendiskusikan lebih lanjut

(5)

3

perbedaan utama tipe endapan emas orogenik dan related. Endapan emas

intrusion-related umumnya muncul pada akhir masa orogenesa, yaitu pada deformasi paska-regional.

Endapan emas orogenik muncul pada akhir dari deformasi regional yang masih berlangsung. Beberapa endapan emas pada batuan metamorfik masih menunjukkan gabungan dari kedua karakteristik tipe endapan tersebut, sehingga klasifikasi yang sudah ada masih bermasalah. Hubungan penting dari kedua tipe endapan tersebut adalah fluida pembentukan bijih berasal dari fluida hidrotermal aqueous-carbonic dan pengayaan 18O.

Robb (2005) mengklasifikasikan endapan emas orogenik kedalam tiga jenis berdasarkan waktu geologi dan evolusi kerak, yaitu.

1. Endapan Emas Orogenik Arkean

Pada umur Arkean endapan emas mencapai puncaknya dan pengendapan emas terjadi pada granit-greenstone diseluruh dunia. Karakteristik dari endapan emas orogenik Arkean ini adalah batuan yang menjadi host merupakan asosiasi litologi penyusun sabuk greenstone antara lain sekishijau, basalt, metasedimen, dan banded iron formation. Endapan emas orogenik pada umur ini memiliki hubungan erat dengan deformasi yang terjadi terlihat pada zona brittle, brittle–ductile atau deformasi ductile yang ditemukan pada beberapa lokasi penambangan. Pada

skala lebih besar

dibutuhkan suatu zona bukaan besar yang berasal dari proses subduksi dan kolisi sebagai jalannya fluida, alterasi, dan mineralisasi pada sabuk

greenstone.

Fluida pada tipe endapan ini berada pada lingkungan reduksi dan emas tertransport dalam bentuk Au(HS)2-.

Mineralisasi emas secara luas berada pada puncak dari kegiatan metamorfisme . Fokus

Gambar 2. Skema yang memperlihatkan ciri dan fitur endapan emas orogenik Arkean (Robb, 2005)

(6)

4

pengendapan terletak pada struktur umum yang memiliki bentangan jurus puluhan sampai ratusan kilometer. Proses pengendapan emas dan jalannya fluida pembawa bijih dapat dijelaskan dengan menggunakan mekanisme fault valve. Mineralisasi dikenali secara regional dari adanya suatu zona yang mengalami karbonatisasi dan kloritisasi.

2. Endapan Emas Orogenik Proterozoik

Secara umum endapan emas orogenik pada umur Proterozoik memiliki kesamaan dengan endapan emas orogenik Arkean. Pengendapan emas umumnya berlangsung pada tahap akhir dari proses orogenesa dan terjadi pada sesar anjakan dengan sudut yang besar . Endapan emas ini memiliki hubungan dengan intrusi granit dan pengaruh air magm atik serta keberadaan asosiasi polimetalik Cu, Co, dan Bi.

3. Endapan Emas Orogenik Fanerozoik

Pengendapan emas orogenik pada umur Fanerozoik terjadi melalui dua tahap mineralisasi yaitu pada Silurian-Devonian (450 – 350 juta tahun yang lalu) dan Kapur-Paleogen (150 – 50 juta tahun yang lalu). Keberadaan emas berasosiasi dengan lingkungan tektonik kompresional sampai transpresional yang terletak sepanjang batas konvergensi lempeng. Batuan pembawa (host rock) dari endapan ini berupa batuan fasies sekishijau yang diyakini berasal dari serpih laut yang tebal yang mengalami metamorfosa.

III. KARAKTERISTIK ENDAPAN EMAS OROGENIK

Asosiasi Batuan

Menurut Groves (2003) endapan emas orogenik dapat dikenali dari hubungannya dengan deformasi, metamorfisme, dan magmatisme selama orogenik pada batas lempen g kontinen. Batuan pembawa (host rock) untuk endapan ini adalah batuan-batuan metamorf utamanya batuan fasies sekishijau yang membentang sepanjang jalur orogenesa. Pengendapan emas terbentuk ketika tahap akhir atau setelah puncak metamorfisme tejadi. Pada endapan emas proterozoik, batuan tempat terendapkannya emas tidak hanya sekishijau

(7)

5

namun juga berupa kuarsit, karbonat, dan banded iron formation yang terletak sepanjang sabuk greenstone.

Tatanan Tektonik

Tatanan geologi endapan emas orogenik berasosiasi dengan daerah deformasi yang termetamorfkan secara regional dengan umur yang bervariasi atau dikenal dengan sebutan sabuk metamorfik. Sabuk metamorfik adalah daerah kompleks dimana terdapat akresi dan kolisi yang melibatkan temperatur dan tekanan serta dipengaruhi oleh proses magmatik pada busur depan dan cekungan ekstensional pada bagian busur belakang. Observasi yang dilakukan pada greenstone belt Arkean hingga sabuk metamorfik Fanerozoik mengindikasikan adanya asosiasi emas dengan batuan fasies sekishijau. Secara sederhana,

greenstone belt merupakan sabuk batuan volkanik mafik-ultramafik yang termetamorfosa

dan berasosiasi dengan batuan sedimen yang terbentuk pada kraton Arkean dan Proterozoik. Endapan dengan prospek yang baik ditemukan pada umur Arkean yang terkena metamorfosa tingkat tinggi atau pada daerah yang terkena metamorfosa tingkat rendah yang terbentuk pada sabuk metamorf yang memiliki umur yang bervariasi. Endapan emas orogenik terbentuk pada bagian akhir dari urutan deformasi metamorfosa - magmatik pada perkembangan orogenesa. Endapan emas tipe ini terbentuk selama proses deformasi pada batas lempeng konvergen (orogeny) akibat proses akresi, translasi dan kolisi yang sangat berkaitan dengan tumbukan lempeng yang terjadi. Kontrol struktur memiliki pengaruh kuat terhadap proses mineralisasi dengan skala yang bervariasi. Endapan biasanya ditemukan

(8)

6

pada struktur orde kedua atau ketiga dan struktur akibat kompresi sangat sering ditemukan dengan skala yang besar.

Geokimia

Batuan kaya besi atau karbon sangat penting untuk pengendapan emas yang lepas dari larutan hidrotermal. Sekuen batuan pelitik karbonan merupakan reduktan fluida yang penting dan menjadi tempat pengendapan bijih epigenetik berkadar tinggi. Batuan dengan afinitas toleitik kaya Fe pada greenstone belt juga dapat mengendapkan bijih karena hadirnya reaksi desulfidasi antara fluida pembawa bijih dengan batuan. Selain itu, karakteristik geokimia dari endapan emas orogenik adalah kandungan base metal yang rendah. Unsur jejak yang terkayakan pada daerah pengendapan emas orogenik ini adalah Ag, As, Au, B, Bi, Hg, Sb, Te, dan W. Kandungan As dan Sb yang tinggi dapat menjadi salah satu indikasi kehadiran endapan emas orogenik.

Geometri dan Dimensi Tubuh Bijih

Endapan emas orogenik dapat menunjukkan beberapa tipe mineralisasi baik itu berkaitan dengan zona ductile, brittle-ductile, atau zona brittle. Pada kondisi brittle, proses mineralisasi didominasi oleh stockworck dan breksi (gambar 5 B-D) yang menunjukkan proses deformasi kataklastik pada batuan beku atau hornfels. Sistem urat berlembar ( sheeted

Gambar 4. Tatanan tektonik pembentukan berbagai endapan. Tatanan tektonik pembentukan endapan orogenik berada pada batas kontinen, pusat pemekaran busur belakang, zona akresi atau kolisi (Groves dkk., 2005).

(9)

7 vein) pun dapat menjadi karakteristik mineralisasi di zona ini (gambar 5 A). Mikrostruktur

yang hadir dapat berupa stylolite, fault gouge, dan spider veinlets.

Laminated crack-seal quartz carbonate veins dan sigmoidal vein array umum

ditemukan pada kondisi brittle-ductille pada kondisi suhu dan tekanan tinggi. Pada kondisi ini, butiran kuarsa pada batuan belum terdeformasi, dimana butiran kuarsa berbentuk anhedral ketika host rock berupa metasedimen dan akan berbentuk euhedral pada host rock yang lebih kompeten seperti batuan beku. Tekstur crack-seal menunjukkan adanya proses

hydraulic fracturing selama peristiwa multiple fluid-flow terjadi. Urat yang hadir akan

memiliki tipe yang berbeda-beda, seperti urat yang hadir di zona gerus yang terdiri dari

central shear, oblique shear; sistem urat ekstensional seperti en enchelon, oblique-extension veins; stockworks; dan breccia veins. Boudinage dan perlipatan urat yang hadir di endapan

ini juga menunjukkan periode prekinematik hingga sinkinematik, contohnya di Alaska -Juneau, Yellowknife, Bendigo, Meguma.

Pada lingkungan dengan suhu dan tekanan tinggi (400°C dan 2.5 kbar), tipe mineralisasi didominasi oleh deformasi ductile yang terjadi dalam shear zone yang luas. Urat yang sejajar perlapisan, tekstur penggantian (gambar 5 F), dan disseminated lodes (Groves & Phillips, 1987) umum hadir di zona ini. Butiran kuarsa telah mengalami rekristalisasi di zona ini. Perubahan tipe mineralisasi emas berhubungan dengan variasi kondisi suhu -tekanan dari host rock dan perubahan derajat metamorfisme. Contohnya adalah sabuk Abitibi, tipe endapan berubah dari breksi brittle dan lode pada batuan sekishijau yang derajatnya rendah di Kirkland Lake, menjadi urat berlaminasi brittle-ductile pada batuan sekishijau berderajat rendah-tinggi di Sigma, dan menjadi miskin urat di zona ductile batuan amfibolit Red Lake (Colvine, 1989).

Ore shoot yang muncul akan berkembang sepanjang jurus perlapisan atau di shear zone. Perubahan jurus dari tubuh bijih dan perpotongan struktur dapat membentuk ore shoot

pada zona dilatasi yang besar. Panjang ore shoot yang dihasilkan mencapai >1km, menerus searah penunjaman hingga 0,5 km, dan memiliki massa sekitar 2 x 104 sampai 1 x 106 ton. Tubuh bijih emas pada batuan metamorf secara relatif akan meluas searah jurus hingga 2-5 km dan lebarnya akan bervariasi dari dimensi meter hingga puluhan meter. Endapan emas terbesar telah ditambang secara ekonomis pada kedalaman 1-3 km. Secara teoretis, sistem hidrotermal berkembang dalam deep-crustal fault zone dan terbentuk di kedalaman 10-15

(10)

8

km. Tubuh bijih umumnya terbentuk di daerah sabuk sebagai kluster yang terspasi secara teratur sepanjang ratusan km dan mendelineasi sistem sesar regional. Spasi bijih menunjukkan pemusatan aliran fluida kerak secara struktural, sehingga ada daerah yang kurang termineralisasi di antara tubuh bijih.

Gambar 5. A. Urat kuarsa berlembar di konglomerat Timiskaming, Pamour mine, Timmins. B. Urat breksia besi karbonat, Red Lake mine, Ontario. C. Urat breksia pengisi sesar, Kirkland Lake. D. Urat breksia pengisi sesar di Kensington, sabuk emas Juneau. E. Urat

pirit massif pengisi sesar Kensington. F. Endapan emas dengan jenis amphibolite-grade replacement, Madsen mine, Red Lake. G. Sulfidasi di sepanjang tepi urat kuarsa, tambang Victory, Yilgarn. (Goldfarb dkk., 2005)

(11)

9

Paragenesa dan Mineralogi Bijih

Mineral sulfida yang hadir pada endapan ini terbilang sedikit, berkisar antara ≤ 3-5%. Mineral sulfida massif dapat hadir di beberapa urat atau zona penggantian (Gambar 5 E-G) dan sulfidasi bisa hadir secara ekstrem pada host rock BIF, yang dapat menunjukkan penggantian total dari mineral primer kaya besi oleh mineral sulfida. Arsenopirit merupakan mineral sulfida yang dominan hadir pada endapan dengan host rock metasedimen, sementara pirit akan sangat umum hadir pada host rock batuan mafik dan granitoid. Pada temperatur sekitar 400°C, pirhotit akan hadir secara dominan. Stibnit juga umum hadir di tahap akhir paragenesa dengan host rock berupa batuan metasedimen.

Daerah epizonal umumnya tersusun oleh batuan metamorf derajat rendah dengan hadirnya pengayaan merkuri dan asosiasi Hs, Sb, As dan Au dengan ligan sulfur pada fluida hidrotermal bersalinitas rendah. Pada kedalaman yang lebih dalam, anomali merkuri hadi r dan berkonsentrasi di dalam sfalerit dan atau sulphosalt. PGE juga dilaporkan hadir sebagai anomali di berbagai endapan, dimana pengayaannya merupakan konsekuensi dari in teraksi antara batuan mafik oseanik dengan fluida pembawa emas. Tungsten, dalam bentuk scheelite merupakan karakteristik endapan dengan host rock batuan metasedimen. Umumnya, endapan orogenik memiliki anomali W, Te dan atau Bi. Pada batuan beku mineral Bi sangat umum hadir. Sedangkan pada batuan metasedimen, bismuth biasanya berhubungan dengan anomali Pb dan menunjukkan subtitusi bismuth menjadi galena.

Umumnya endapan orogenik memiliki rasio Au/Ag sekitar 5/1 hingga 10/1. Rasio tersebut tidak berubah seiring bertambahnya kedalaman atau seiring perubahan zonasi logam, tidak seperti endapan epitermal Au. Kadar Au yang tinggi umumnya hadir berasosiasi dengan batuan karbonan dan material karbonan pada urat kuarsa karbonat. Kadar Au dapat mencapai 5-30 g/ton. Bijih berkadar tinggi tidak berasosiasi dengan kelimpahan mineral sulfida terbanyak. Deskripsi paragenesa menunjukkan bahwa emas hadir sebagai tahap akhir dalam pembentukan urat. Pada sistem epizonal, emas juga dapat terpresipitasi dengan stibnit di lingkungan hidrotermal dengan kisaran suhu 200° - 220°C.

Fase gangue mineral biasanya hadir pada alterasi proksimal. Kuarsa, albit, mika putih, klorit, turmalin, biotit, dan mineral karbonat secara umum hadir pada tubuh bijih emas. Mineral karbonat merupakan gangue mineral yang hadir paling melimpah setelah kuarsa, sekitar ≤ 5-15% dari volume urat pembawa emas. Fase oksidasi seperti magnetit, hematit,

(12)

10

dan atau anhidrit hadir pada tubuh bijih yang besar. Monazit, xenotime dan rutil yang hadir dengan sangat minor menjadi fase mineral yang penting untuk pengaplikasian teknik penanggalan modern (dating).

Fluida dan Alterasi Hidrotermal

Fluida hidrotermal yang berperan terdiri dari unsur H2O-CO2-H2S (± CH4 dan N2) yang

mentransport Au sebagai kompleks sulfur. Fluida hidrotermal ini memiliki salinitas rendah dan pH mendekati netral. Temperatur pembentukan bijih sekitar 300 ° ± 500°C dengan tekanan sebesar 1-3 kbar. Fluida hidrotermal pembentuk endapan orogenik umumnya berada dalam fase kesetimbangan dengan tipe host rock terrane, yang berhubungan dengan suhu dan tekanan metamorfik. Mineral alterasi umunya mencetak tindih mineral metamorf. Pada batuan fasies sekishijau, alterasi didominasi oleh fase karbonat (gambar 6 B, 5 B), mineral sulfida pirit (gambar 5 G), pirhotit, atau arsenopirit, dan metasomatisme alkali yang memicu pembentukan mineral serisit, biotit, albit, dan atau klorit.

Metasomatisme ini umumnya tidak hadir pada endapan orogenik dengan host rock BIF dikarenakan komposisi alumunium yang tidak mencukupi sehingga proses stabilisasi mineral potassium tidak dapat terbentuk. Elemen utama dan komponen litofil seperti K2O, Na2O, Rb,

Sr, Li, Cs, Tl, dan Ba dapat terkayakan di endapan ini. Mineral karbonat yang dominan hadir di batuan dinding sekishijau adalah ankerit dan atau Fe-dolomit yang berasosiasi dengan pirit dan emas, dengan rasio molar Fe/(Fe + Mg) 0.5, sementara untuk rasio yang lebih rendah, hampir semua unsur besi terubah menjadi seri karbonat magnesit-siderit. Hal ini penting karena dengan kehadiran magnesit-siderit, tidak akan ada piritisasi dari mineral pembawa besi dan hal ini akan menghambat pengendapan tubuh bijih emas diseminasi melalui reaksi desulfidasi. Batuan kaya Mg seperti batuan ultramafik cenderung tidak mengalami piritisasi sehingga tidak mengandung mineral emas diseminasi.

Pada batuan felsik, kalsit akan hadir di bagian distal dari alterasi. Pada endapan emas dengan host rock turbidite, kalsit berada di zona proksimal. Lebar dari alterasi halo yang mengelilingi urat dapat bervariasi dari beberapa cm - km, tergantung kepada jenis batuan, orientasi perlapisan yang relatif terhadap urat, derajat metamorfik, perme abilitas dan porositas batuan. Deformasi berulang sepanjang struktur dapat membentuk daerah dengan permeabilitas rekahan yang meningkat dan secara lokal dapat memperluas segmen halo.

(13)

11

Zona alterasi proksimal (~50m) pada fasies sekishijau dan batuan berderajat rendah umumnya mengalami proses serisitisasi kuat dan pengubahan klorit metamorfik. Himpunan mineral yang umum hadir di zona alterasi proksimal pada batuan mafik dan sedimen yang berasosiasi dengan fasies sekishijau adalah ankerit dan atau dolomit – kuarsa – muskovit - pirit ± paragonit, arsenopirit, dan albit. Pada batuan ultramafik, talc dan fuchsite hadir lebih banyak dari muskovit dan siderit-magnesit hadir sebagai mineral karbonat utama.

Zona alterasi intermediet umumnya berada sekitar 100 m dari tubuh bijih emas. Zona alterasi intermediet ditandai dengan leaching pada bagian tepi luar, ditunjukkan oleh hadirnya mineral metamorfik stabil seperti albit dan klorit serta sedikitnya derajat serisitisasi. Kalsit hadir dengan mineral karbonat pembawa Fe-Mg. Mineral sulfida jarang hadir. Pada zona distal, mineral sekunder yang utama hadir adalah klorit, kalsit, kuarsa dan epidot, sedikit mineral sulfida, dolomit dan atau ankerit, mika putih atau fuchsite. Mineral metamorf albit, K-felspar, amfibol dan magnetit cenderung hadir dan dapat dikenali dengan mudah.

(14)

12

Gambar 6. A. Mother Lode fault-fill laminated vein, California. B. Mother Lode fault fill laminated vein yang berasosiasi dengan urat ekstensional pada hanging wall, California. C. Laminated fault-fill quartz vein, Con mine, Northwest Territories, Canada. D. Bedding-parallel laminated fault-fill quartz vein, Bendigo, Australia. E. Quartz-tourmaline vein, James Bay, Quebec. F. Shallow-dipping

(15)

13

IV. GENESA ENDAPAN EMAS OROGENIK

Pembentukan bijih pada endapan orogenik berkaitan dengan devolatilisasi kerak dengan mekanisme sekresi lateral (lateral secretion), dengan fluida pembawa logam berasal dari peristiwa metamorfik di daerah host terrane, bukan di daerah subduksi. Fluida dihasilkan dari peristiwa metamorfik prograde pada batas fasies metamorfik dan dilepaskan selama peningkatan tekanan pori. Kemudian fluida masuk ke struktur utama (channelized) lalu bergerak ke atas ke bagian kerak selama peristiwa seismik. Selanjutnya, fluida tersembur mengendapkan emas di daerah kerak yang lebih dangkal.

Kontrol Struktur

Kontrol struktur dalam pembentukan endapan emas orogenik terb agi menjadi beberapa orde yaitu: orde pertama dan orde yang lebih rendah. Pada orde pertama, sesar regional yang mengontrol pengendapan bijih umumnya memiliki panjang ratusan km dan lebar ratusan meter. Beberapa struktur tersegmentasi dan menunjukkan peristiwa deformasi berulang kali. Sesar tersebut menggambarkan proses dewatering pada conduit. Dapat disimpulkan, pada orde ini, sesar berperan sebagai conduit / jalan bagi larutan hidrotermal

Gambar 7. Model subduksi pantai barat Amerika di masa kini yang menunjukkan pengendapan fluida pembawa bijih selama peristiwa seismic pada zona akresi (Goldfarb dkk, 2001).

(16)

14

pembawa emas. Pada orde pertama ini, terjadi perubahan zonasi dari ductile ke brittle sehingga urat-uratnya memiliki karakter ductile hingga brittle (boudin sampai anastomosing).

Sesar-sesar pada orde ini memiliki sejarah struktur yang kompleks dimulai dengan proses shortening dan gerakan reverse high angle yang berubah menjadi gerakan strike-slip. Perubahan tegasan regional menjadi sangat penting bagi migrasi fluida (gambar 8) selama fluktuasi tekanan ekstrem yang berasosiasi dengan peristiwa seismik besar (gambar 9). Oleh karena itu, endapan ini terbentuk oleh rezim kompresional hingga transpesional. Ketika rekahan terbentuk, ruang bukaan muncul dan terjadi penurunan tekanan ( pressure drop) sehingga fluida naik dan terdorong ke atas oleh mekanisme section pump pada fault valve. Peristiwa ini terjadi selama peristiwa gempa. Fluida tersebut selanjutnya mengendapkan mineral di sepanjang zona gerus.

Pada orde kedua dan ketiga, sesar berperan sebagai tempat pengendapan fluida pembawa bijih. Fluida yang berada pada sistem ini sangat efektif untuk membentuk mineralisasi di area jog atau percabangan orde pertama. Di daerah dengan rezim kompresional, sesar anjakan akan meningkatkan overpressure fluida sehingga flux fluida menjadi tinggi dan akhirnya urat auriferous dapat terendapkan. Semprotan mineralisasi ini akan memiliki panjang puluhan meter dengan sesar orde kedua yang sejajar dengan orientasi regional dan sesar orde ketiga akan berupa oblique. Tubuh yang termi neralisasi akan lebih umum berupa brittle-ductile dan ductile shears daripada sistem urat ekstensional.

Urat pembawa emas pada endapan orogenik kebanyakan berupa pengisi sesar atau rekahan (fault fill shears/fractures). Urat tersebut umumnya terlaminasi, mengandung fragmen breksia, dan umumnya mengisi sesar dengan kemiringan terjal.

(17)

15

V. PENYEBARAN, TONASE, DAN POTENSI DI INDONESIA

Penyebaran

Penyebaran endapan emas orogenik ini berhubungan erat dengan peristiwa tektonik yang mengakibatkan adanya deformasi aktif terutama proses orogenesa. Apabila dikaitkan dengan umur endapannya maka akan terlihat korelasi antara peristiwa geologi dengan pembentukan endapan emas orogenik. Pada 600 – 50 juta tahun yang lalu terjadi konsentrasi pengendapan emas yang cukup besar akibat adanya kolisi dari Gondwana dan Laurensia. Endapan-endapan ini terkonsentrasi sepanjang sabuk orogenik terutama pada sabuk lipatan (fold belts) yang menjadi host rock endapan emas. Sedangkan ketika Mezosoik keterdapatan emas terjadi sekeliling sirkum pasifik akibat pecahnya Pangea selama periode ini .

Gambar 8. (kiri). Perubahan gerakan lempeng di cekungan Pasifik Utara pada 56-55 juta tahun yang lalu. Perubahan dari orthogonal (thrusting) menjadi oblique (strike-slip) memicu gempa, migrasi fluida dan pengendapan emas sepanjang deep

crustal fault system di sabuk emas Juneau (Goldfarb dkk., 1991).

Gambar 9. (kanan). Tekanan fluida tinggi yang berada di dasar zona seismogenik memicu hydraulic fracturing dan pengendapan emas sepanjang sistem sesar anjakan bersudut tinggi (Sibson dkk., 1988).

(18)

16

Gambar 10. Peta penyebaran dari endapan emas orogenik dunia dengan produksi + resources >70 t (Goldfarb, dkk, 2001).

Gambar 11. Superkontinen Gondwana dan Laurentia serta distribusi provinsi emas Paleozoic sepanjang batas konvergensi lempeng (Goldfarb, dkk, 2001).

(19)

17

Kadar dan Tonase

Tidak ada hubungan antara umur atau lokasi geografis dengan ukuran endapan. Kadar dan tonase emas pada endapan orogenik ini terbilang besar.

Potensi Endapan Emas Orogenik di Indonesia

Salah satu penelitian mengenai potensi endapan orogenik di Indonesia adalah keterdapatan emas endapan sekunder (placer) yang memiliki sumber berupa urat -urat kuarsa pada batuan metamorf. Potensi ini terdapat di daerah Longkowala, Bombana, Sulawesi Tenggara. Dilihat dari tatanan geologinya daerah Longkowala termasuk ke dalam Formasi Longkowala berupa batupasir dan konglomerat. Formasi ini berada diatas Formasi Kompleks

(20)

18

Pompangeo yang terdiri dari batuan metasedimen dan metamorf berumur Paleozoik. Batuan metamorf pada daerah ini berupa sekis mika, sekis glaukofan, dan kuarsit.

Gambar 13. (atas) Tatanan geologi dari Pulau Sulawesi dan lokasi penelitian daerah Bombana, Sulawesi Tenggara (modifikasi Hamilton, 1979).

Gambar 14. (bawah) Peta geologi yang menunjukkan Formasi Longkowala tidak selaras diatas Kompleks Pompangeo berumur Paleozoik yang berupa batuan metamorf (modifikasi Simandjutak dkk,, 1993).

(21)

19

Studi pendahuluan menunjukkan semakin jauh dari pegunungan kompleks metamorf kadar dan kelimpahan emas placer daerah Longkowala semakin menurun. Oleh karena itu dilakukan pengamatan lapangan karena distribusi emas hasil plotting pada beberapa contoh mengindikasikan bahwa sumber emas tidak begitu jauh dari pegunungan metamorf. Hasil pengamatan lapangan menemukan urat-urat kuarsa batuan metamorf yang terletak di Pegunungan Wumbubangka dan Pegunungan Rumbia. Urat kuarsa umumnya telah terdeformasi dan pararel terhadap arah foliasi dari mika. Dimensi urat kuarsa sekitar 2 m – 10m.

Berdasarkan analisis geokimia dari urat kuarsa didaptkaan kandungan sulfida yang rendah dengan kelimpahan mineral cinnabar, stibnit, pirit, dan kalkopirit (jumlah sedikit). Keterdapatan cinnabar dan stibnit yang tinggi pada daerah Longkowala menunjukkan bahwa emas orogenik berlangsung pada kedalaman dangkal (± 5km dari paleosurface) diantara zona epizonal dan mesozonal dari continuum model dari tipe endapan emas. Kandungan base

metal Pb dan Zn pada daerah ini rendah dan kandungan besi cukup tinggi 5.14 wt.%.

Kandungan Fe tinggi mengindikasikan bahwa adanya metemorfisme pada batuan samping akibat urat atau veinlets kuarsa.

Gambar 15. a.) Breksiasi/ urat kuarsa terdeformasi yang pararel terhadap arah foliasi dari sekis mika b.) Urat kuarsa berlapis dengan host batuan metasedimen (Idrus, 2011)

(22)

20

DAFTAR PUSTAKA

Goldfarb, R.J; Baker, T; Dube, B.; Groves, D.I, Hart, C.J.R; Goselin, P. 2005. Distribution,

Character, and Genesis of Gold Deposits in Metamorphic Terranes . Colorado,

Kanada. Society of Economic Geologists, Inc.

Goldfarb, R.J; Groves, D.I. 2015. Orogenic gold: Common or evolving fluid and metal

sources through time. USA. Elsevier

Groves, D.I; Goldfarb R.J; Gebre-Mariam, M; Hagemann, S.G; Robert, F. 1998. Orogenic

gold deposits: A proposed classification in the context o f their crustal distribution and relationship to other gold deposit types. Western Australia.

Elsevier

Idrus, A; Nur, I; Warmada I.W, Fadlin. 2011. Metamorphic Rock-Hosted Orogenic Gold

Deposit Type as a Source of Langkowala Placer Gold, Bombana, Southeast Sulawesi. Makasar. Jurnal Geologi Indonesia.

Inverno, C.M.C. 2002. Primary gold deposits in Portugal- "mesothermal" or epithermal? Portugal. Comun. Inst. Geol. e Mineiro

Moritz, R. 2009. What have we learnt about orogenic lode gold deposits over the past 20

years?. Switzerland. Section des Sciences de la Terre, University of Geneva

Parra-Avila, L.A; Bourassa, Y; Miller, J; Perrouty, S; Fiorentini, M.L. 2015. Age constraints

of the Wassa and Benso mesothermal gold deposits, Ashanti Belt, Ghana, West Africa. Australia. Elsevier

Pirajno, F. 2009. Hydrothermal Processes and Mineral Systems. Australia. Springer Science. Robb. L. 2005. Introduction to Ore-Forming Process. UK. Blackwell Publishing company

Gambar

Gambar 1.  Pembagian zona berdasarkan temperatur  dan kedalaman Groves (1993).
Gambar 2. Skema yang memperlihatkan ciri dan fitur endapan emas orogenik Arkean  (Robb, 2005)
Gambar 3. Batuan karbonat hijau kaya fuchsite, Larder Lake F  dan zona kekar gerus pada intrusi gabbro D  (Goldfarb dkk., 2005)
Gambar 4.  Tatanan tektonik pembentukan berbagai endapan. Tatanan tektonik pembentukan endapan orogenik berada pada  batas kontinen, pusat pemekaran busur belakang, zona akresi atau kolisi (Groves dkk., 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor Predisposing perilaku safety riding pada warga kampung safety Kelurahan Pandean Lamper yaitu pengetahuan tentang safety riding dan kampung safety yang

Indonesia merupakan negara yang rakyatnya mayoritas beragama Islam dan merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Serta subyek penelitian ini

Rerata intensitas warna (L, a+, dan b+) tablet effervescent mawar akibat interaksi perlakuan umur bunga setelah panen dengan jenis senyawa karbonat dapat dilihat pada Tabel 7..

13 Pranata Komputer pertama S1 Ilmu Komputer/S1 Teknologi Informasi III/a 1 1 Bidang Informasi Pusat Data dan Infromasi.. di

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang juga tidak terdapat kekonsistenan antar penelitian yang satu dengan yang lainnya, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk

musala al-Ikhlas, musala al-Firdaus dan musala al-Hikmah di Desa Tunjung terhadap pengelolaan zakat fitrah, bahwa untuk melakukan kegiatan zakat fitrah ini

Hasil penelitian sebagai berikut terdapat 43 leksem yang berkaitan dengan kegiatan bercocok tanam padi; 28 leksem dikategorikan sebagai verba; 15 leksem dikategorikan

Pemeliharaan sapi potong pada kelompok tani ternak di pedesaan ditujukan untuk menghasilkan pedet dan bakalan (cow- calf operation) serta usaha penggemukan