• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sintesis Gliserol Tert-butyl Eter (GTBE)

Gliserol tert-butyl eter (GTBE) disintesis melalui proses eterifikasi antara gliserol dengan tert-butyl alkohol (TBA) ataupun dengan isobutilen . GTBE pertama kali disintesis oleh Malinavskii dan Vedenskii pada tahun 1950. Malinavskii dan Vedenskii memanaskan gliserol dengan TBA dengan ditambahkan asam sulfat dan menghasilkan

mono-tert-butyl eter gliserol.

Selain dengan katalis homogen seperti asam sulfat, katalis heterogen juga dap at digunakan dalam mensintesis GTBE. Penggunaan katalis heterogen lebih disenangi daripada katalis homogen karena lebih ramah lingkungan dan dapat diperbarui. Katalis heterogen yang sering digunakan adalah katalis resin asam kuat penukar ion, seperti

Amberlist.

Amberlist adalah katalis resin yang umum digunakan dalam reaksi eterifikasi

untuk mesitesis aditif bahan bakar, misalnya Metyl Tert-Butyl Eter (MTBE). Amberlist merupakan polimer bahan organik yang mengandung gugus aktif SO3H+. Amberlist

memiliki pori-pori yang lebar dan kapasitas tukar ion yang tinggi, sehingga baik digunakan sebagai katalis.

Selain menggunakan Amberlist, GTBE dapat disintesis menggunakan katalis heterogen lain seperti zeolit ( Klepacova et al., 2005). Penggunaan zeolit sebagai kat alis dalam reaksi eterifikasi gliserol kurang begitu baik, karena formasi tri- eter susah terbentuk. Amberlist mempunyai pori-pori yang lebih besar daripada zeolit, sehingga GTBE yang terbentuk lebih ba nyak, terutama formasi di- dan tri- eter.

Setyaningsih et al. (2008) melakukan penelitian mengenai sintesis gliserol eter menggunakan berbagai katalis lokal. Katalis yang digunakan adalah bentonit alam, silika, dan alumina teraktivasi asam, serta Amberlist IR 120 sebagai pembanding. Dari ketiga katalis lokal yang diuji, ternyata bentonit yang paling mendekati Amberlist IR 120. Dari penelitian tersebut juga terlihat bahwa pada sintesis GTBE menggunakan katalis bentonit dengan perbandingan molar antara gliserol dengan TBA sebesar 1:6 lebih efektif dibandingkan 1:4. Gambar 9 menunjukkan perbandingan GTBE hasil sintesis menggunakan katalis Amberlist IR 120 dan bentonit alam teraktivasi.

(2)

(a) (b)

Gambar 9. Hasil GC-MS GTBE yang disintesis dengan katalis Amberlist IR 120 (a) dan bentonit alam teraktivasi (b)

Bentonit yang telah diaktivasi dengan asam akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut antara lain adalah luas permukaan yang semakin bertambah, memperbesar pori-pori dan juga merubah keasaman bentonit. Aktivasi asam juga mengakibatkan terjadinya pertukaraan ion -ion seperti Ca, K, dan Na dengan ion H. Aktivasi asam menjadikan bentonit dapat digunakan sebagai katalis pada sintesis GTBE karena perubaha n-perubahan tersebut. Hal ini dikarenakan aktivasi akan membuat struktur permukaan bentonit lebih berpori dengan menghilangkan sisa pengotor mineral yang tidak dapat hilang selama proses pemurnian. Larutan asam dengan konsentrasi yang cukup besar mampu menggantikan ion K+, Na+, dan Ca2+ dengan H+ serta melepaskan ion Al3+, Fe3+, dan Mg2+, sehingga meningkatkan daya adsorpsi bentonit (Nurliana, 2006 dalam Firdaus, 2009). Perubahan-perubahan tersebut disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik bentonit

Karakteristik Bentonit alam Bentonit teraktivasi

pH 8,1A 3,2A

Luas permukaan (m2/g) 64,7A 267,5A

Warna Putih kecokelatan Putih kekuningan

(a) (b)

Gambar 9. Hasil GC-MS GTBE yang disintesis dengan katalis Amberlist IR 120 (a) dan bentonit alam teraktivasi (b)

Bentonit yang telah diaktivasi dengan asam akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut antara lain adalah luas permukaan yang semakin bertambah, memperbesar pori-pori dan juga merubah keasaman bentonit. Aktivasi asam juga mengakibatkan terjadinya pertukaraan ion -ion seperti Ca, K, dan Na dengan ion H. Aktivasi asam menjadikan bentonit dapat digunakan sebagai katalis pada sintesis GTBE karena perubaha n-perubahan tersebut. Hal ini dikarenakan aktivasi akan membuat struktur permukaan bentonit lebih berpori dengan menghilangkan sisa pengotor mineral yang tidak dapat hilang selama proses pemurnian. Larutan asam dengan konsentrasi yang cukup besar mampu menggantikan ion K+, Na+, dan Ca2+ dengan H+ serta melepaskan ion Al3+, Fe3+, dan Mg2+, sehingga meningkatkan daya adsorpsi bentonit (Nurliana, 2006 dalam Firdaus, 2009). Perubahan-perubahan tersebut disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik bentonit

Karakteristik Bentonit alam Bentonit teraktivasi

pH 8,1A 3,2A

Luas permukaan (m2/g) 64,7A 267,5A

Warna Putih kecokelatan Putih kekuningan

(a) (b)

Gambar 9. Hasil GC-MS GTBE yang disintesis dengan katalis Amberlist IR 120 (a) dan bentonit alam teraktivasi (b)

Bentonit yang telah diaktivasi dengan asam akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut antara lain adalah luas permukaan yang semakin bertambah, memperbesar pori-pori dan juga merubah keasaman bentonit. Aktivasi asam juga mengakibatkan terjadinya pertukaraan ion -ion seperti Ca, K, dan Na dengan ion H. Aktivasi asam menjadikan bentonit dapat digunakan sebagai katalis pada sintesis GTBE karena perubaha n-perubahan tersebut. Hal ini dikarenakan aktivasi akan membuat struktur permukaan bentonit lebih berpori dengan menghilangkan sisa pengotor mineral yang tidak dapat hilang selama proses pemurnian. Larutan asam dengan konsentrasi yang cukup besar mampu menggantikan ion K+, Na+, dan Ca2+ dengan H+ serta melepaskan ion Al3+, Fe3+, dan Mg2+, sehingga meningkatkan daya adsorpsi bentonit (Nurliana, 2006 dalam Firdaus, 2009). Perubahan-perubahan tersebut disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik bentonit

Karakteristik Bentonit alam Bentonit teraktivasi

pH 8,1A 3,2A

Luas permukaan (m2/g) 64,7A 267,5A

(3)

Gambar 10. Foto bentonit alam (A) dan bentonit teraktivasi (B)

Ketaren (1986) menjelaskan bahwa aktivasi menggunakan asam mineral akan menimbulkan tiga macam reaksi sebagai berikut :

1. Mula-mula asam akan melarutkan komponen Fe2O3, Al2O3, CaO, dan MgO yang

mengisi pori-pori adsorben. Proses ini menyeba bkan terbukanya pori-pori yang tertutup sehingga menambah luas permukaan adsorben.

2. Kemudian ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada pada permukaan kristal adsorben secara berangsur-angsur digantikan oleh ion H+dari asam mineral.

3. Sebagian ion H+yang telah menggantikan ion Ca2+dan Mg2+akan ditukar oleh ion Al3+yang telah larut dalam larutan asam.

Reaksi eterifikasi gliserol dengan TBA akan menghasilkan air, sedangkan air akan mengganggu reaksi eterifikasi gliserol . Hal ini dikarenakan reaksi eterifikasi gliserol merupakan reaksi bolak balik sehingga GTBE yang terbentuk dapat terhidrolisis kembali. Oleh karena itu air tersebut harus diminimalisir agar reaksi eterifikasi tidak terganggu. Untuk megatasi hal tersebut maka pada penelitian ini digunakan zeolit 3 Å guna menyerap air hasil samping reaksi eterifikasi. Jika zeolit tidak ditambahkan, air hasil samping eterifikasi akan diadsorb oleh bentonit sehingga akan menutupi pori-pori bentonit sehingga gliserol dan TBA tidak dapat masuk dan reaksi eterifikasi akan terhambat.

Zeolit mempunyai pori -pori seperti halnya pada bentonit. Pori-pori ini menyebabkan zeolit memiliki sifat sebagai adsorben. Pada zeolit alam ukuran pori -pori ini bervariasi, namun pada zeolit sintetis ukuran pori -pori ini dapat dibuat seragam. Pada penelitian ini digunakan zeolit dengan ukuran pori 3 Å. Hal ini bertujuan agar

B

(4)

molekul-molekul yang berukuran kurang dari 3 Å dapat diserap oleh zeolit , misalnya air yang mempunyai ukuran molekul 2,8 Å.

Reaksi eterifikasi terjadi karena molekul gliserol dan TBA diadsorpsi oleh bentonit sehingga masuk ke d alam pori-pori bentonit. Di dalam pori -pori tersebut kemudian gliserol dan TBA bereaksi sehingga terbentuk GTBE. Setelah GTBE terbentuk, GTBE akan dilepas bentonit karena terjadi proses desorbsi. Desorpsi adalah proses penjerapan yang arahnya keluar fasa. Karena terjadi desorpsi, pori-pori bentonit akan kosong kembali sehingga bentonit dapat mengadsorpsi gliserol dan TBA lagi sehingga terbentuk GTBE. Jika terdapat air, gliserol dan TBA susah masuk ke dalam pori-pori bentonit karena air lebih mudah diadsorb dibandingkan gliserol. Terjadinya adsorpis dan desorpsi dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi di dalam pori -pori bentonit dengan di luar pori -pori bentonit. Substrat akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Saat adsorpsi terjadi, gli serol dan TBA akan bergerak ke dalam pori-pori bentonit. Saat desorpsi terjadi, GTBE yang telah terbentuk ke luar dari pori-pori bentonit.

Hasil sintesis GTBE selanjutnya dianalisis menggunakan Gas

Chromotography-Mass Spectroscopy (GC-MS). Hasil dari analisis ini disajikan pada Lampiran 3. Dari

hasil tersebut terlihat bahwa proses yang dilakukan berhasil mensitesis senyawa gliserol tert-butyl eter. GTBE yang terbentuk berupa mono-tert-butyl eter gliserol (MTBG), di-tert-butyl eter gliserol (DTBG), dan tri-tert-butyl eter gliserol (TTBG).

Eterifikasi gliserol (O-alkylation) dengan menggunakan katalis asam akan menghasilkan formasi mono-, di-, dan tri-tert-butyl eter gliserol. Struktur gliserol eter sebagai bahan aditif dapat berupa 1,3 tert-butyl eter gliserol atau perpaduan 2,3

di-tert-butyl eter gliserol dengan 1,2 di-di-tert-butyl eter gliserol dan 1,2,3 tri-di-tert-butyl eter

gliserol. Klepacova et al. (2005), menyebutkan bahwa proses eterifikasi pada gliserol cenderung terjadi pada gugus hidroksil primer (formasi 1 -tert-butyl gliserol dan

1,3-di-tert-butyl gliserol).

Dari hasil GC-MS dapat diketahui konsentrasi GTBE yang terbentuk. Konsentrasi GTBE dihitung dengan cara membandingkan luas area peak GTBE dengan luas area standar yang telah diketahui konsentrasinya. Untuk mengetahui konsentrasi GTBE yang terbentuk, gliserol dipakai seb agai standar. Konsentrasi GTBE yang terbentuk disajikan pada Tabel 7.

(5)

Tabel 7. Data hasil sintesis GTBE Kode Faktor GTBE (ppm) Waktu (jam) Suhu (°C) Katalis (% b/b) MTBG DTBG TTBG total W1T1K1 6 60 2.5 9.314,11 157,92 0 9.472,03 W3T1K1 10 60 2.5 14.154,87 1.747,91 0 15.902,78 W1T3K1 6 80 2.5 160.581,59 14.797,32 4.731,74 180.110,65 W3T3K1 10 80 2.5 113.569,07 10.894,18 2.603,72 127.066,97 W1T1K3 6 60 7.5 210.406,12 10.824,29 44.258,42 265.488,83 W3T1K3 10 60 7.5 54.038,41 5.451,16 0 59.489,57 W1T3K3 6 80 7.5 111.031,55 7.751,96 3.254,48 122.037,99 W3T3K3 10 80 7.5 178.205,20 9.037,98 20.919,36 208.162,54 W4T2K2 4,64 70 5 168.445,35 13.665,92 5.401,80 187.513,07 W5T2K2 11,36 70 5 8.243,98 715,01 0 8.958,99 W2T4K2 8 53,18 5 13.236,53 475,00 0 13.711,53 W2T5K2 8 86,82 5 164.244,64 9.298,46 14.448,60 187.991,70 W2T2K4 8 70 0,80 60.028,43 6.030,42 888,80 66.947,65 W2T2K5 8 70 9,20 185.206,52 10.630,96 15.656,98 211.494,46 W2T2K2 A 8 70 5 74.819,06 6.530,71 1.533,75 82.883,52 W2T2K2 B 8 70 5 103.555,58 8.082,43 2.704,77 114.342,78 W2T2K2 C 8 70 5 150.282,93 10.793,54 7.094,32 168.170,79 Verifikasi 4,90 66,20 9,70 808.770,70 48.944,38 104.377,20 962.092,20

Dari Tabel 7 terlihat bahwa GTBE yang dominan terbentuk adalah

mono-tert-butyl eter gliserol (MTBG). Hal ini terjadi karena pori -pori bentonit yang ukurannya

relatif kecil sehingga molekul -molekul di-tert-butyl eter gliserol (DTBG) dan

tri-tert-butyl eter gliserol (TTBG) yang ukuran molekulnya lebih besar dari MTBG susah

terbentuk. Adanya air dalam reaksi eterifikasi juga menghambat terbentuknya DTBG dan TTBG. Hal ini dijelaskan oleh Klepacova et al. (2005) yang menerangkan bahwa adanya air akan menghalangi gliserol memasuki daerah permukaan inti katalis atau menghalangi reaksi pembentukan molekul gliserol eter yang mempunyai ukuran molekul lebih besar sehingga reaksi berjalan sangat lambat atau reaksi terjadi di daerah permukaan katalis.

B. Analisis Response Surface Methodology (RSM)

Analisis yang bertujuan untuk mendapa tkan kondisi optimum pada umumya meggunakan metode permukaan respons ( response surface methodology ). Penggunaan metode permukaan respon pada penelitian ini diharapkan dapat menentukan fungsi yang tepat untuk meramalkan respon yang diinginkan dan dapat mengurangi jumlah

(6)

percobaan yang dilakukan. Respon yang akan dioptimalkan adalah konsentrasi gliserol

tert-butyl eter (GTBE) sedangkan faktor-faktor yang dikaji adalah waktu reaksi, suhu

reaksi dan konsentrasi katalis.

Faktor waktu reaksi (X1) yang dikaji adalah pada kisaran 4,64 – 11,36 jam.

Faktor suhu reaksi (X2) yang dikaji adalah pada kisaran 53,18 – 86,82 ºC. Sedangkan

faktor konsentrasi katalis (X3) yang dikaji adalah pada kisaran 0,80 – 9,20% (b/b).

Hasil analisis ragam (ANOVA) dengan menggunakan software Design Expert 7.1.6 (free trial) disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam dari model kuadratik yang dipilih mempunyai nilai F hitung 2,7067 dan nilai p = 0,1014; waktu reaksi mempunyai nilai F hitung 4,6743 dan nilai p = 0,0647; suhu reaksi mempunyai F hi tung sebesar 7,2200 dan nilai p = 0,0312; dan konsentrasi katalis mempuyai nilai F hitung sebesar 6,8659 dan nilai p = 0,0344. Nilai p < 0,05 menunjukkan pengaruh signifikan pada respon pada tingkat kepercayaan 95 %. Hal ini menunjukkan bahwa suhu reaksi dan konsentrasi katalis berpengaruh signifikan terhadap respon. Model dan waktu reaksi tidak berpengaruh signifikan terhadap respon. Model yang tidak signifikan terjadi karena data yang didapatkan kurang menyebar secara normal. Nilai R2 dari data tersebut adalah 0,77. Nilai R2 ini menandakan data menyebar mengikuti sebaran normal sebesar 77%.

Analisa normalitas data konsentrasi GTBE disajikan pada Lampiran 5. Hasil grafik plot residual menunjukkan data menyebar kurang mengikuti sebaran normal. Metode Box Cox digunakan untuk mengetahui transformasi data yang sesuai. Hasil pengujian Box Cox menunjukkan lamda terbaik adalah sebesar 0,46, maka data harus ditransformasikan dengan square root (akar kuadrat) untuk menggeser nilai lamda pada 0,5 yang mendekati lamda terbaiknya . Data hasil transformasi disajik an pada Tabel 7. Melalui transformasi diharapkan kestabilan ragam akan terpenuhi dan data menyebar mengikuti sebaran normal (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Transformasi data menghasilkan nilai R2dari data meningkat menjadi 0,82.

(7)

Tabel 8. Hasil transformasi data konsentrasi GTBE Kode Faktor GTBE total (ppm) sqrt GTBE Waktu (jam) Suhu (°C) Katalis (% b/b) W1T1K1 6 60 2.5 9.472,03 96,51 W3T1K1 10 60 2.5 15.902,78 118,97 W1T3K1 6 80 2.5 180.110,65 400,73 W3T3K1 10 80 2.5 127.066,97 337,00 W1T1K3 6 60 7.5 265.488,83 458,70 W3T1K3 10 60 7.5 59.489,57 232,46 W1T3K3 6 80 7.5 122.037,99 333,21 W3T3K3 10 80 7.5 208.162,54 422,14 W4T2K2 4,64 70 5 187.513,07 410,42 W5T2K2 11,36 70 5 8.958,99 90,80 W2T4K2 8 53,18 5 13.711,53 115,05 W2T5K2 8 86,82 5 187.991,70 405,27 W2T2K4 8 70 0,80 66.947,65 245,01 W2T2K5 8 70 9,20 211.494,46 430,36 W2T2K2 A 8 70 5 82.883,52 273,53 W2T2K2 B 8 70 5 114.342,78 321,80 W2T2K2 C 8 70 5 168.170,79 387,66 Verifikasi 4,90 66,20 9,70 962.092,20 980,86

Data hasil transformasi kemudian dijadikan input data. Hasil analisis ragam data yang telah ditransformasi disajikan pada Lampiran 6. Hasil analisis tersebut menunjukkan model kuadratik yang dipilih mempunyai F hitung sebesar 3,4312 dan nilai p = 0,05191; waktu reaksi mempunyai nilai F hitung sebesar 5,2893 dan nilai p = 0,0550; suhu reaksi mempunyai ni lai F hitung sebesar 11,4355 dan nilai p = 0,0117; dan konsentrasi katalis mempunyai nilai F hitung sebesar 7,1561 dan p = 0,0318 . Nilai p < 0,05 menunjukkan pengaruh signifikan pada res pon pada tingkat kepercayaan 95 %. Hal ini menunjukkan bahwa suhu reaksi dan konsentrasi katalis berpengaruh signifikan terhadap respon. Model dan waktu reaksi tidak berpengaruh signifikan terhadap respon. Model persamaan kuadratik yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

Sqrt (Y) = 343.8021909 - 56.5773333 X1+ 83.1901288 X2+ 65.8086841 X3+

35.1935542 X1X2-15.6617795 X1X3-63.8752049 X2X3

(8)

Dengan sqrt (Y) adalah nilai akar kuadrat dari GTBE; X1 adalah waktu reaksi; X2

adalah suhu reaksi; dan X3adalah konsentrasi katalis.

1. Analisis Pengaruh Faktor

Noureddini et al. (1998) menyatakan bahwa reaksi eterifikasi gliserol dengan isobutilen dipengaruhi oleh kemurnian gliserol, rasio mol gliserol dengan mol isobutilen, waktu reaksi, suhu reaksi, serta jenis dan jumlah katalis.

Waktu Reaksi

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada rentang waktu 4,6 4 - 11,36 jam, waktu reaksi tidak berpengaruh signifikan terhadap respon. Profil waktu reaksi terhadap besaran konsentr asi GTBE disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Plot pengaruh waktu reaksi terhadap sqrt GTBE

Gambar 11 menunjukkan bahwa peningkatan waktu reaksi (pada suhu 70°C dan konsentrasi katalis 5%) mulai 6 jam sampai 10 jam menunjukkan penurunan konsentrasi GTBE pada waktu reaksi yang paling lama. Dari analisis ragam terlihat bahwa koefisien parameter waktu reaksi menunjukkan nilai negatif. Hal ini berarti waktu reaksi berpengaruh negatif terhadap nilai sqrt GTBE atau dengan

peningkatan waktu reaksi, konsentrasi GTBE semakin menurun karena nilai sqrt GTBE berbanding lurus dengan konsentrasi GTBE. Konsentrasi GTBE yang semakin menurun seiring bertambahnya waktu dikarenakan reaksi eterifikasi GTBE adalah reaksi bolak-balik sehingga kemungkinan GTBE yang terbentuk akan terhidrolisis kembali oleh air yang tidak terikat oleh zeolit sehingga semak in lama reaksi berlangsung kons entrasi GTBE akan semakin menurun.

Design-Expert® Software Transformed Scale Sqrt(Y) X1 = A: A Actual Factors B: B = 0.00 C: C = 0.00 -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 90 197.5 305 412.5 520 A: A S q rt (Y ) One Factor

(9)

Suhu Reaksi

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada rentang suhu 53.18 – 86.82°C suhu reaksi berpengaruh signifikan terhdap respon. Nilai koefisien yang positif menunjukkan bahwa suhu berpengaruh positif terhadap konsentrasi GTBE yang terbentuk. Semakin tinggi suhu reaksi maka ko nsentrasi GTBE yang terbentuk semakin tinggi. Gambar 1 2 menunjukkan pengaruh kenaikan suhu dengan waktu reaksi dan konsentrasi yang tetap terhadap sqrt GTBE.

Klepacova et al. (2005) menyatakan bahwa laju reaksi eterifikasi gliserol berbanding lurus dengan suhu reaksi, semakin tinggi suhu maka laju reaksi semakin tinggi, sehingga GTBE yang terbentuk semakin banyak. Kenaikan suhu mempengaruhi tenaga kinetis yang dimiliki oleh molekul -molekul zat pereaksi sehingga semakin besar hasil reaksinya. Dengan demikian semakin banyak molekul-molekul yang memiliki energi pengaktif, s emakin banyak tumbukan antar molekul yang berlanjut dengan reaksi. Sykes ( 1989) dalam Anwar (2008) menyatakan bahwa kecepatan reaksi berbanding lurus dengan jumlah tumbukan yang terjadi di antara molekul -molekul zat yang melakukan reaksi.

Gambar 12. Plot pengaruh suhu reaksi terhadap sqrt GTBE

Konsentrasi Katalis

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi katalis pada rentang 0,80 – 9,20% (b/b) berpengaruh secara signifikan terhadap sqrt GTBE pada selang kepercayaan 95%. Nilai koefisien yang positif menunjukkan pengaruh konsentrasi katalis terhadap konsentasi GTBE juga positif. Semakin besar konsentrasi katalis yang dipakai, maka semakin tinggi konsentrasi GTBE yang terbentuk. Gambar 1 3

Design-Expert® Software Transformed Scale Sqrt(Y) X1 = B: B Actual Factors A: A = 0.00 C: C = 0.00 -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 90 197.5 305 412.5 520 B: B S q rt (Y ) One Factor

(10)

menunjukkan pengaruh penambahan k onsentrasi katalis terhadap sqrt GTBE dengan waktu dan suhu reaksi yang tetap.

Klepacova et al. (2005), menyatakan penggunaan katalis sebesa r 7,5% (b/b) menghasilkan konsentrasi GTBE tertinggi pada etrifikasi gliserol dengan isobutilen. Semakin banyak katalis yang digunakan akan menyebabkan luas permukaan katalis yang semakin besar . Luas permukaan yang besar mengakibatkan lebih banyak katalis yang kontak dengan larutan sehingga proses reaksi eterifikasi yang menghasilkna GTBE akan lebih banyak terjadi.

Gambar 13. Plot pengaruh konsentrasi katalis terhadap sqrt GTBE

Interaksi antar Faktor

Analisis ragam yang disajikan pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antar faktor yang berpengaruh signifikan terhadap respon. Gambar interaksi antar faktor disajikan pada Gambar 13-15.

Gambar 14. Plot pengaruh interaksi suhu dan waktu reaksi terhadap sqrt GTBE

Design-Expert® Software Transformed Scale Sqrt(Y) X1 = C: C Actual Factors A: A = 0.00 B: B = 0.00 -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 90 200.272 310.544 420.816 531.088 C: C S q rt (Y ) One Factor Design-Expert® Software Transformed Scale Sqrt(Y) B- -1.000 B+ 1.000 X1 = A: A X2 = B: B Actual Factor C: C = 0.00 B: B -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 Interaction A: A S q rt (Y ) -6.39813 129.731 265.86 401.989 538.118

(11)

Dari Gambar 14 terlihat bahwa pada suhu reaksi rendah (60°C), perubahan waktu reaksi memberikan efek negatif terhadap konsentrasi GTBE yang dihasilkan. Hal ini ditandai dengan grafik yang menurun seiring bertambahnya waktu reaksi dengan suhu reaksi tetap. Pada suhu reaksi tinggi (80°C), perubahan waktu reaksi juga memberikan pengaruh negatif terhadap konsentrasi GTBE y ang dihasilkan, namun penurunannya tidak sebesar pada suhu reaksi rendah. Hal ini terlihat dari grafik yang relatif datar.

Gambar 15. Plot pengaruh interaksi waktu dan konsentrasi katalis terhadap

sqrt GTBE

Dari Gambar 15 terlihat bahwa pada konsentrasi katalis rendah (2,5 %), waktu reaksi berpengaruh negatif terhadap konsentrasi GTBE yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari grafik yang menurun seiring bertambahnya waktu reaksi eterifikasi, namun penurunan ini tidak terlalu curam. Pada konsentrasi katalis tinggi (7 ,5 %), waktu reaksi juga berpengaruh negatif terhadap konsentrasi GTBE yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari grafik yang menurun curam seiring bertambahnya waktu reaksi.

Design-Expert® Software Transformed Scale Sqrt(Y) C- -1.000 C+ 1.000 X1 = A: A X2 = C: C Actual Factor B: B = 0.00 C: C -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 Interaction A: A S q rt (Y ) 90 217.82 345.641 473.461 601.282

(12)

Gambar 16. Plot pengaruh interaksi suhu dan konsentrasi katalis terhadap sqrt GTBE

Dari Gambar 16 terlihat bahwa pada konsentrasi katalis rendah (2,5 %), suhu reaksi berpengaruh positif terhadap konsentrasi GTBE yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari grafik yang meningkat tajam seiring bertambahnya waktu reaksi eterifikasi. Pada konsentrasi katalis tinggi (7,5 %), waktu reaksi juga berpengaruh positif terhadap konsentrasi GTBE, namun peningkatan nya relatif kecil. Hal ini ditandai dengan grafik yang meningkat secara landai.

2. Optimasi konsentrasi GTBE

Optimasi konsentrasi GTBE menggunakan Response Surface Methodology (RSM) dengan faktor yang dikaji adalah waktu reaksi, suhu reaksi dan konsentrasi katalis. Nilai konsentrasi gliserol tert-butyl eter (GTBE) dari hasil sintesis disajikan pada Tabel 7. Konsentrasi GTBE yang diperoleh berkisar antara 8.958,99 ppm sampai 265.488,83 ppm. Nilai konsentrasi GTBE terendah adalah 8 .958,99 ppm dihasilkan pada saat waktu reaksi 11,364 jam dengan suhu reaksi 70°C dan konsentrasi katalis yang ditambahkan sebanyak 5 % (b/b). Nilai GTBE tertinggi adalah 265.488,83 ppm didapatkan pada saat reaksi berlangsung selama 6 jam dengan suhu reaksi sebesar 60°C dan konsentrasi katalis yang ditambahkan sebanyak 7,5 % (b/b). Grafik permukaan respon dan kontur dari hubungan antar faktor disajikan pada Gambar 17 - 22.

Design-Expert® Software Transformed Scale Sqrt(Y) C- -1.000 C+ 1.000 X1 = B: B X2 = C: C Actual Factor A: A = 0.00 C: C -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 Interaction B: B S q rt (Y ) -10.556 130.189 270.934 411.678 552.423

(13)

Gambar 17. Grafik permukaan respon sqrt GBTE sebagai fungsi dari faktor waktu dan suhu reaksi

Gambar 18. Kontur sqrt GBTE dengan faktor waktu dan suhu reaksi

Gambar 17 menunjukkan hubungan waktu reaksi dengan suhu reaksi terhadap respon sqrt GTBE. Gambar 18 menunjukkan kontur dari sqrt GTBE dengan faktor waktu dan suhu reaksi. Dari grafik permukaan respon dan kontur terlihat bahwa

sqrt GTBE tidak mencapai titik optimal pada selang waktu 4,6 4 – 11,26 jam dan

selang suhu 53,18°C – 86,82°C. Kemungkinan titik optimum tercapai pada selang waktu 4,64 – 6 jam. Hal ini terlihat dari nilai sqrt GTBE tertinggi tercapai pada rentang waktu reaksi tersebut.

Design-Expert® Software Transformed Scale Sqrt(Y) 515.256 94.6519 X1 = A: Waktu X2 = B: Suhu Actual Factor C: Konsentrasi Katalis = 0.00 -1.68 -0.84 0.00 0.84 1.68 -1.68 -0.84 0.00 0.84 1.68 -120 17.5 155 292.5 430 S q rt (Y ) A: W aktu B: Suhu Design-Expert® Software Transformed Scale Sqrt(Y) Design Points 515.256 94.6519 X1 = A: Waktu X2 = B: Suhu Actual Factor C: Konsentrasi Katalis = 0.00 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 Sqrt(Y) A: Waktu B : S u h u 264.815 305.610 346.405 346.405 387.201 427.996 3

(14)

Gambar 19. Grafik permukaan respon sqrt GBTE sebagai fungsi dari faktor waktu reaksi dan konsentrasi katalis

Gambar 20. Kontur sqrt GBTE dengan faktor waktu reaksi dan konsentrasi katalis

Gambar 19 menunjukkan hubungan waktu reaksi dengan konsentrasi katalis terhadap respon sqrt GTBE. Gambar 20 menunjukkan kontur dari sqrt GTBE dengan faktor waktu dan konsentrasi katalis. Dari grafik permukaan respon dan kontur tersebut terlihat bahwa sqrt GTBE tidak tercapai pada selang waktu 4,64 – 11,26 jam dan selang konsentrasi 0,80 – 9,20 % (b/b). Kemungkinan titik optimum tercapai pada selang konsentrasi 9,20 – 10 % (b/b). Hal ini terlihat dari nilai sqrt GTBE yang semakin tinggi ditandai dengan grafik yang berwarna merah .

Design-Expert® Software Transformed Scale Sqrt(Y) 515.256 94.6519 X1 = A: Waktu X2 = C: Konsentrasi Katalis Actual Factor B: Suhu = 0.00 -1.68 -0.84 0.00 0.84 1.68 -1.68 -0.84 0.00 0.84 1.68 140 245 350 455 560 S q rt (Y ) A: W aktu C: Konsentrasi Katalis Design-Expert® Software Transformed Scale Sqrt(Y) Design Points 515.256 94.6519 X1 = A: Waktu X2 = C: Konsentrasi Katalis Actual Factor B: Suhu = 0.00 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 Sqrt(Y) A: Waktu C : K o n s e n tr a s i K a ta li s 264.815 305.610 346.405 387.201 427.996 3

(15)

Gambar 21. Grafik permukaan respon sqrt GBTE sebagai fungsi dari faktor suhu reaksi dan konsentrasi katalis

Gambar 22. Kontur sqrt GBTE dengan faktor suhu reaksi dan konsentrasi katalis

Gambar 21 juga memperlihatkan menunjukkan hubungan suhu reaksi dengan konsentrasi katalis terhadap respon sqrt GTBE. Gambar 22 menunjukkan kontur

sqrt GBTE dengan faktor suhu reaksi dan konsentrasi katalis . Dari grafik

permukaan respon dan kontur terlihat belum terjadinya titik optimal pada selan g suhu 53,18°C – 86,82°C dan selang konsentrasi 0, 80 – 9,20 % (b/b). Kemungkinan titik optimum terjadi pada selang suhu 53,18°C - 60°C. Hal ini ditandai dengan nilai sqrt GTBE yang tinggi pada rentang suhu tersebut.

Pada model permukaan respon tersebut dapat dilihat bahwa solusi optimasi yang dihasilkan adalah berbentuk saddle point. Dikarenakan model tersebut

Design-Expert® Software Transformed Scale Sqrt(Y) 515.256 94.6519 X1 = B: Suhu X2 = C: Konsentrasi Katalis Actual Factor A: Waktu = 0.00 -1.68 -0.84 0.00 0.84 1.68 -1.68 -0.84 0.00 0.84 1.68 -120 42.5 205 367.5 530 S q rt (Y ) B: Suhu C: Konsentrasi Katalis Design-Expert® Software Transformed Scale Sqrt(Y) Design Points 515.256 94.6519 X1 = B: Suhu X2 = C: Konsentrasi Katalis Actual Factor A: Waktu = 0.00 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 Sqrt(Y) B: Suhu C : K o n s e n tr a s i K a ta li s 264.815 305.610 346.405 387.201 387.201 427.996 427.996 3

(16)

berbentuk saddle point, maka model tersebut tidak dapat memberikan informasi kondisi perlakuan optimal yang diharapkan akan menghasilkan konsentrasi GTBE tertinggi secara langsung.

Dari analisis menggunakan Design Expert 7.1.6 (free trial) didapatkan beberapa perkiraan titik optimum sqrt GTBE. Perkiraan ini disajikan pada Lampiran 9. Dari perkiraan tersebut, didapatkan nilai sqrt GTBE terbesar yaitu 613.10. Nilai sqrt GTBE terbesar didapatkan dengan kondisi waktu reaksi selama 4,90 jam, suhu reaksi sebesar 66,2 0°C, dan konsentrasi katalis sebesar 9,7 0 % (b/b). Nilai sqrt GTBE perkiraan lebih besar daripada nilai sqrt GTBE terbesar dari data yang ada, yaitu 430,36. Hal ini semakin menunjukkan bahwa kondisi optimum tercapai diluar kisaran yang telah ditentukan.

Dari hasil verifikasi didapatkan nilai sqrt GTBE sebesar 980,86. Hasil verifikasi berbeda dengan nilai sqrt GTBE hasil perkiranan menggunakan software

Design Expert. Hal ini menunjukkan bahwa model yang diperoleh kurang valid

untuk menentukan kondisi optimum reaksi GTBE . Hal ini terjadi karena model yang masih saddle point sehingga nilai optimum tidak dapat diprediksi secara tepat.

Dari kondisi optimum yang diperkirakan oleh software Design Expert juga dilakukan pengujian menggunakan gliserol hasil samping dari produksi biodiesel yang telah dimurnikan. Pada kondisi tersebut, eterifikasi gliserol dengan kadar 84% menghasilkan nilai sqrt GTBE sebesar 728,92. Nilai yang lebih kecil menandakan tingkat kemurnian gliserol juga mempengaruhi konsentrasi GTBE yang dihasilkan.

C. Efektivitas GTBE dalam Menurunkan Titik Kabut dan Titik Tuang Biodiesel Karakteristik biosiesel pada suhu rendah menjadi faktor yang sangat penting pada daerah yang memiliki empat musim. Biodiesel yang memiliki karakteristik pada suhu rendah yang tidak baik akan lebih mudah untuk membeku pada suhu rendah. Hal ini dapat menimbulkan masalah karena biodiesel yang membeku akan menyumbat saluran dan filter dalam mesin. Karakteristik biodiesel pada suhu rendah diukur dengan nilai titik kabut dan titik tuangnya.

Penambahan GTBE ke dalam biodiesel dapat menurunkan titik kabut biodiesel sebesar 5°C (Noureddini et al., 1998). Nilai titik tuang dan titik kabut berkorelasi dengan ketidakjenuhan biodiesel. Biodiesel yang memiliki ikatan tidak jenuh semakin banyak akan memiliki cold properties yang lebih baik. Biodiesel CPO banyak

(17)

cukup tinggi. Dari pengujian didapatkan hasil nilai titik kabut biodiesel CPO sebesar 18°C, sedangkan nilai titik tuangnya 15°C.

GTBE dapat menurunkan cold properties biodiesel karena gliserol merupakan zat krioprotektan (cryoprotectant), yaitu zat yang dapat digunakan sebagai pelindung zat yang lainnya dari kebekuan. Namun karena gliserol tidak dapat larut dalam biodiesel maka biodiesel harus dimodifikasi, salah satunya adalah dengan eterifikasi. GTBE akan bercampur dengan biodiesel seh ingga GTBE dapat menyusup di antara asam lemak penyusun biodiesel. Karena gliserol mempunyai titik beku yang lebih rendah dari biodiesel, maka keberadaan GTBE dalam biodiesel akan menghambat pembekuan biodiesel sehingga cold properties biodiesel menjadi lebih baik.

Gambar 23. Kelarutan gliserol dan GTBE dalam biodiesel CPO dan jarak

Gambar 23 menunjukkan kelarutan gliserol dan GTBE dalam b iodiesel CPO dan jarak. Gambar 23 A adalah gambar biodiesel CPO dan jarak. Gambar 23 B adalah gambar campuran biodiesel CPO dan jarak dengan gliserol. Sedangkan Gambar 23 C adalah gambar campuran biodiesel CPO dan jarak dengan GTBE.

Dari Gambar 23 B terlihat bahwa tidak terjadi percampuran antara gliserol dengan biodiesel. Hal ini dikarenakan perbedaan kepolaran antara biodiesel (nonpolar) dan gliserol (polar). Gliserol memiliki berat jenis yang lebih besar daripada biodiesel sehingga gliserol akan mengendap di bagian bawah seperti yang terlihat pada gambar . Dari Gambar 23 C terlihat bahwa terjadi pencampuran antara GTBE dengan biodiesel. Hal ini terjadi karena GTBE merupakan senyawa nonpolar sehingga dapat bercampur dengan biodiesel yang juga bersifat nonpolar.

Dari Gambar 23 C terlihat bahwa warna biodiesel yang dicampur dengan GTBE sedikit lebih keruh daripada biodiesel tanpa campuran. Hal ini dikarenakan GTBE yang dicampurkan sebagian besar adalah mono-tert-butyl eter gliserol (MTBG) yang kurang larut dalam biodiesel sehing ga menyebabkan warna yang lebih keruh. Semakin banyak rantai karbon eter pada suatu larutan, maka larutan tersebut semakin bersifat nonpolar. GTBE dengan gugus eter yang lebih banyak ( di- dan tri- eter) akan lebih bersifat

(18)

nonpolar dibandingkan mono- eter sehingga akan lebih larut dalam biodiesel yang bersifat nonpolar.

Tabel 9. Nilai titik kabut dan titik tuang campuran biodiesel dengan GTBE

Dari Tabel 9 terlihat bahwa penambahan GTBE ke dalam biodiesel CPO dengan ratio volume 1:10 dapat menurunkan titik kabut dan titik tuang biodiesel CPO sebesar 3°C. Penurunan nilai titik kabut dan titik tuang ini relatif cukup kecil bila dibandingkan dengan hasil penelitian dari Noureddini ( et al., 1998) yang menyebutkan p enambahan gliserol tert-butyl eter ke dalam biodiesel dapat menurunkan titik kabut biodiesel sebesar 5°C. Penurunan yang kecil ini kemungkinan disebabkan karena GTBE yang terbentuk sebagian besar adalah mono-tert-butyl eter gliserol. Presentase GTBE yang terbentuk disajikan pada Tabel 10. Menurut Klepacova et al.(2005), gliserol eter yang bagus digunakan sebagai aditif bahan bakar diesel adalah di- dan tri-tert-butyl eter gliserol, karena kelarutannya dalam bahan bakar diesel yang lebih baik daripada

butyl eter gliserol. Karena kebanyakan GTBE yang terbentuk adalah mono-tert-Kode

Faktor Titik kabut(°C) Titik tuang(°C) Waktu

(jam)

Suhu (°C)

Katalis

(% b/b) CPO Jarak CPO Jarak

W1T1K1 6 60 2.5 15 6 12 -3 W3T1K1 10 60 2.5 15 6 12 -W1T3K1 6 80 2.5 15 6 12 -3 W3T3K1 10 80 2.5 15 6 12 -6 W1T1K3 6 60 7.5 15 - 9 -W3T1K3 10 60 7.5 15 - 9 -W1T3K3 6 80 7.5 15 - 12 -W3T3K3 10 80 7.5 15 - 12 -W4T2K2 4,64 70 5 15 - 12 -W5T2K2 11,36 70 5 15 6 9 -3 W2T4K2 8 53.18 5 15 6 12 -3 W2T5K2 8 86.82 5 15 6 12 -6 W2T2K4 8 70 0,80 15 - 12 -W2T2K5 8 70 9,20 15 - 12 -W2T2K2 A 8 70 5 15 - 12 -W2T2K2 B 8 70 5 15 6 12 -3 W2T2K2 C 8 70 5 15 - 12 -Kontrol 18 9 15 0

(19)

butyl eter gliserol menyebabkan GTBE tidak terlalu larut dalam biodiesel sehingga

efektivitas GTBE dalam menurunkan titik kabut dan titik tuang rendah.

Tabel 10. Presentase MTBG, DTBG, dan TTBG terhadap total GTBE

GTBE yang terbentuk juga diuji efektivitasnya dalam menurunkan nilai titik kabut dan titik tuang biodiesel jarak pagar. Dari pengujian didapatkan nilai titik kabut dan titik tuang biodiesel jarak pagar adalah sebesar 9°C dan 0°C. Pencampuran 10 % GTBE dalam biodiesel jarak pagar menghasilkan penurunan nilai titik kabut dan titik tuang biodiesel jarak pagar rata -rata sebesar 3°C menjadi 6°C dan -3°C. Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan Setyaningsih et al. (2008) juga mendapatkan nilai titik tuang biodiesel jarak pagar yang dicapur dengan 10 % GTBE adalah sebesar -3°C.

KODE MTBG (%) DTBG (%) TTBG (%) W1T1K1 98,33 1,67 0 W3T1K1 89,01 10,99 0 W1T3K1 89,16 8,22 2,63 W3T3K1 89,38 8,57 2,05 W1T1K3 79,25 4,08 16,67 W3T1K3 90,84 9,16 0 W1T3K3 90,98 6,35 2,67 W3T3K3 85,61 4,34 10,05 W4T2K2 89,83 7,29 2,88 W5T2K2 92,02 7,98 0 W2T4K2 96,54 3,46 0 W2T5K2 87,37 4,95 7,69 W2T2K4 89,66 9,01 1,33 W2T2K5 87,57 5,03 7,40 W2T2K2 A 90,27 7,88 1,85 W2T2K2 B 90,57 7,07 2,37 W2T2K2 C 89,36 6,42 4,22 Verifikasi 84,06 5,09 10,85

Gambar

Gambar 9. Hasil GC-MS GTBE yang disintesis dengan katalis Amberlist IR 120 (a) dan bentonit alam teraktivasi (b)
Gambar 10. Foto bentonit alam (A) dan bentonit teraktivasi (B)
Tabel 7. Data hasil sintesis GTBE Kode Faktor GTBE (ppm) Waktu (jam) Suhu(°C) Katalis (% b/b) MTBG DTBG TTBG total W1T1K1 6 60 2.5 9.314,11 157,92 0 9.472,03 W3T1K1 10 60 2.5 14.154,87 1.747,91 0 15.902,78 W1T3K1 6 80 2.5 160.581,59 14.797,32 4.731,74 180.
Tabel 8. Hasil transformasi data konsentrasi GTBE Kode Faktor GTBEtotal (ppm) sqrtWaktu GTBE (jam) Suhu(°C) Katalis (% b/b) W1T1K1 6 60 2.5 9.472,03 96,51 W3T1K1 10 60 2.5 15.902,78 118,97 W1T3K1 6 80 2.5 180.110,65 400,73 W3T3K1 10 80 2.5 127.066,97 337,0
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis pada Tabel 16 terlihat bahwa, jumlah produksi dodol sirsak yang dihasilkan per tahun sebesar 25.670 kg dengan jumlah bahan baku yang digunakan sebesar

Gambar 27.. Hasil pengujian perbandingan suhu didapatkan rata-rata error sebesar 1,44% sedangkan rata-rata kelembaban yang dihasilkan pada perbandingan pembacaan tersebut adalah

Dari data yang diperoleh (gambar 4.8) terlihat grafik peningkatan nilai ketebalan lapisan oksida yang terbentuk seiring dengan peningkatan konsentrasi larutan asam oksalat.. Hal

Dari Gambar 4.9 dapat dilihat grafik dari nilai semua percobaan dengan Indexes dengan Round Robin ini mempunyai nilai yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan

Dengan dilakukan kajian lebih jauh terhadap faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi kimia (ukuran katalis, kecepatan pengadukan, suhu reaksi dan

Dari gambar grafik 4.5 juga terlihat bahwa daya listrik untuk refrigeran MC-22 lebih rendah 10.35% dibandingkan dengan daya listrik refrigeran R-22 maka dapat disimpulkan bahwa

Akan tetapi penggunaan temperatur kalsinasi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan katalis mengalami sintering sehingga luas permukaan katalis yang dihasilkan menjadi lebih

Hasil analisis secara statistik pada (tabel 11) perlakuan interaksi antara suhu, konsentrasi natrium benzoat dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin