• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS VARIABILITAS BASE FLOW DAS CITARUM HULU MENGGUNAKAN DATA DEBIT STASIUN HIDROMETRI NANJUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS VARIABILITAS BASE FLOW DAS CITARUM HULU MENGGUNAKAN DATA DEBIT STASIUN HIDROMETRI NANJUNG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS VARIABILITAS BASE FLOW DAS CITARUM HULU

MENGGUNAKAN DATA DEBIT STASIUN HIDROMETRI NANJUNG

ANALYSIS OF BASE FLOW VARIABILITY AT NANJUNG

STREAMFLOW-GAGING STATION ON THE UPPER PART OF

CITARUM WATERSHED

Nurul Setia Pertiwi1 dan Arief Sudradjat2 Program Studi Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha 10 Bandung 40132

1

nurul_setia@windowslive.com dan 2ariefs@tl.itb.ac.id

Abstrak: Base flow merupakan komponen aliran sungai yang berasal dari pelepasan air tanah dan berkontribusi

penting dalam aliran sungai ketika presipitasi rendah atau musim kemarau. Untuk mengetahui kapasitas DAS Citarum Hulu dalam memenuhi fungsi hidrologi, pemisahan base flow pada penelitian ini dilakukan dengan metode

smoothed minima yang dikembangkan oleh Institute of Hydrology (1980). Dengan metode tersebut, base flow

dianalisis melalui nilai Base Flow Index (BFI) yang diperoleh melalui pengolahan data debit harian sungai periode 1982-2011. Nilai BFI DAS Citarum Hulu tanpa mengikutsertakan tahun basah (2010/2011) berkisar antara 41,9%-65,5%. Uji korelasi Spearman-Conley (=5%) terhadap seri data nilai BFI tahunan selama periode 1982-2011, menunjukkan bahwa tren nilai BFI mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan nilai BFI sebanding dengan penurunan kontribusi base flow terhadap aliran sungai. Estimasi faktor yang mempengaruhi variabilitas base flow berkaitan dengan fenomena alam berupa dengan perubahan iklim maupun aktivitas manusia yang berkaitan dengan tata guna lahan dan eksplorasi air tanah. Penurunan kontribusi base flow DAS Citarum Hulu dapat berimplikasi pada kekeringan di musim kemarau serta berpengaruh terhadap efektivitas dan efisiensi PDAM dan PLTA Saguling yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan sumber daya air dan konservasi daerah aliran sungai yang terpadu dan berkelanjutan sebagai solusi dari penurunan base flow, sehingga kualitas, kuantitas, dan kontinuitas sumber daya air dapat terjaga.

Kata kunci: base flow, Base Flow Index, smoothed minima, Spearman-Conley, variabilitas.

Abstract: Base flow is component of streamflow originating from groundwater discharge and it takes important contributions for the streamflow during dry seasons or low precipitation. Base flow separation in this paper uses smoothed minima method, which is developed by Institute of Hydrology (1980) and the result is Base Flow Index (BFI) annual values from daily streamflow data during 1982-2011. BFI annual value of Citarum's upper course, without including wet seasons of 2010/2011, is ranged between 41.9% to 65.5%. Spearman-Conley correlation test (=5%) to the 1982-2011 data series shows significant decreasing trend of BFI values. Decreasing of BFI values collaterally happens with decreasing of base flow contribution to the total streamflow. Two factors estimated affecting base flow variability are: natural factors, such as climate anomaly; and anthropogenic or human activities, such as land use changes and groundwater exploration. Reduction of base flow contribution to the total streamflow of Citarum's upper course watershed brings impact in form of drought during dry season or low precipitation. The reduction also estimated affects efficiency and effectiveness of PDAM and Saguling Power Plant to accomplish human needs. It is necessary to manage water resources and conserve watershed intregatedly and sustainably as solution to maintain quantity, quality, and continuity of water resources.

(2)

PENDAHULUAN

Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki fungsi hidrologis yang berpengaruh dalam kuantitas dan kualitas air yang masuk ke sungai. Suatu DAS dengan fungsi hidrologis yang baik, memiliki kapasitas untuk mengalirkan air secara bertahap. Kapasitas tersebut yang mampu menjaga fluktuasi aliran permukaan, sehingga dapat menyangga aliran pada musim hujan atau dalam kondisi curah hujan tinggi dan menjamin kontinuitas ketersediaan air di musim kemarau atau kondisi curah hujan rendah.

Dalam rangka menghindari dua kejadian ekstrim di suatu sungai, yaitu banjir dan kekeringan, maka perlu dilakukan pengendalian terhadap komponen-komponen yang menjadi parameter dalam fungsi hidrologis suatu DAS. Dalam pembahasan mengenai fluktuasi debit, terdapat dua komponen yang berpengaruh pada kondisi aliran sungai, yaitu limpasan permukaan

(surface runoff) dan aliran dasar (base flow). Berdasarkan hal tersebut, salah satu parameter yang

perlu diketahui adalah nilai Base flow Index (BFI).

BFI adalah rasio antara volume base flow terhadap volume total aliran sungai. Base flow merupakan komponen aliran sungai yang berasal dari pelepasan air tanah dan menentukan besar debit sungai di musim kemarau (Bruskova, 2008). Kondisi base flow dipengaruhi oleh kuantitas presipitasi yang terinfiltrasi menjadi imbuhan air tanah. Dengan mengetahui BFI suatu DAS, maka dapat diketahui tingkat kontribusi base flow terhadap aliran sungai. Hal tersebut membantu dalam penilaian karakteristik dan kapasitas suatu DAS, sehingga penentuan solusi dan pengendalian fungsi hidrologis dapat dilakukan.

DAS Citarum merupakan salah satu dari 8 DAS kritis di Jawa Barat yang tercantum dalam Lampiran 8. DAS Kritis Super Prioritas, dokumen Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia oleh Komite Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah (2004). Penetapan kondisi kritis DAS Citarum mengindikasikan bahwa fungsi hidrologis DAS Citarum mengalami penurunan. Kondisi yang buruk di bagian hilir, merupakan dampak dari perusakan ekosistem, pencemaran lingkungan, dan penurunan lahan hutan di DAS Citarum Hulu.

Oleh sebab itu, dalam rangka membangun solusi yang tepat untuk mengatasi masalah DAS Citarum, perlu dilakukan penelitian mengenai kondisi fungsi hidrologis DAS Citarum Hulu. Perhitungan BFI berperan dalam identifikasi dan kuantifikasi kapasitas DAS Citarum Hulu dalam memenuhi fungsi hidrologis agar dapat dilakukan estimasi dampak dan faktor yang mempengaruhi variabilitas base flow untuk menentukan solusi yang tepat dalam meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas sumber daya air.

METODOLOGI

Secara garis besar, metodologi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari studi literatur, pengambilan data sekunder, pengolahan dan analisis data, serta kesimpulan dan saran. Diagram alir metode penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Sebagai langkah awal dalam melakukan penelitian, dilakukan studi literatur untuk mendapatkan dasar teori yang menunjang tahapan penelitian selanjutnya. Studi literatur yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain mengenai sistem hidrologis Daerah Aliran Sungai (DAS), hidrograf aliran sungai, base flow, dan ilmu statistika berupa uji korelasi Spearman- Conley.

(3)
(4)

Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan untuk penelitian ini, antara lain debit sungai harian 30 tahun dari stasiun hidrometri Nanjung untuk mengetahui nilai Base Flow Index (BFI), dan kondisi umum DAS Citarum Hulu, peta wilayah, peta elevasi, serta peta tata guna lahan DAS Citarum Hulu sebagai penunjang dalam analisis variabilitas base flow.

Pengambilan Data Debit pada Stasiun Hidrometri

Titik pengambilan sampel data debit harian sungai terletak di bagian hulu DAS Citarum, yaitu stasiun hidrometri Nanjung. Pengambilan data debit sungai di wilayah hulu dilakukan karena kondisi bagian hulu dapat mempengaruhi kondisi hidrograf di sepanjang DAS. Periode pengamatan adalah 30 tahun dengan ketidaklengkapan data pada sepanjang tahun 1989. Dari seluruh periode pengamatan juga terdapat ketidaklengkapan data untuk beberapa hari di tahun lain, namun data yang tidak lengkap tersebut bisa dilengkapi melalui pendekatan, yaitu dengan memasukkan nilai rata-rata harian untuk tanggal yang sama.

Pengumpulan Data Kondisi Umum Daerah Penelitian

Dalam penelitian mengenai variabilitas base flow, dibutuhkan data mengenai kondisi umum daerah penelitian, yaitu DAS Citarum Hulu. Kondisi umum yang dikumpulkan berupa data yang berhubungan atau mempengaruhi variabilitas base flow, antara lain tata guna lahan, morfologi, geologi, infrastruktur sumber daya air, dan kondisi meteorologi DAS. Data kondisi umum DAS Citarum Hulu dikumpulkan dari berbagai sumber, diantaranya dari BPDAS Citarum-Ciliwung dan berbagai karya tulis yang membahas mengenai DAS Citarum Hulu. Pengolahan Data

Dalam penelitian mengenai variabilitas base flow, dilakukan pengolahan data debit sungai harian untuk mendapatkan nilai BFI. Nilai BFI menjadi input dalam uji korelasi Spearman-Conley yang menghasilkan output berupa variabilitas base flow. Kemudian, dilakukan analisis terhadap kondisi umum daerah penelitian dan peta-peta yang berkaitan dengan variabilitas base flow. Berikut ini penjelasan setiap tahap pengolahan data yang dilakukan: 1. Pemisahan Base Flow

Pemisahan base flow dilakukan dengan metode smoothed minima melalui perhitungan BFI yang merujuk pada Institute of Hydrology (1980). Secara umum, estimasi base flow dilakukan dengan pemisahan hidrograf, untuk mendapatkan nilai BFI dari perbandingan antara kontribusi base flow dan total aliran sungai. Secara rinci, prosedur pemisahan base flow pada hidrograf diawali dengan penentuan titik balik (turning points) setelah membagi data debit menjadi 5 harian non-overlapping. Titik balik tersebut dihubungkan untuk menghasilkan hidrograf base flow. Untuk meningkatkan ketelitian, perhitungan dilakukan dengan aplikasi Visual Basic menggunakan Excel. Berikut merupakan langkah perhitungan nilai BFI:

a. Membagi data debit harian (Qi) menjadi data debit 5 harian secara non-overlapping dan tentukan nilai terkecil dari setiap data (Q1, Q2, Q3,…, Qn)

(5)

b. Memperhitungkan dalam setiap (Q1, Q2, Q3), (Q2, Q3, Q4),…,(Qn-1, Qn, Qn+1), jika 0,9  nilai tengah (Qn) < nilai luar (Qn-1 dan Qn+1), maka nilai tengah menjadi ordinat untuk base flow (QB). Perhitungan dilanjutkan hingga didapatkan nilai-nilai ordinat base flow (QB1, QB2, QB3,…, QBn) yang memiliki perbedaan periode waktu antar nilai.

c. Menentukan nilai ordinat harian (QB1,…,QBn) dengan interpolasi linier. Jika QB1 > Qi, maka QB1 = Qi.

d. Menghitung VB, yaitu luas dibawah kurva base flow antara titik balik pertama (QB1) hingga akhir (QBn).

e. Menghitung VA, yaitu luas dibawah kurva debit harian (Qi) untuk periode QB1 hingga QBn. f. Menghitung nilai BFI dengan menggunakan Persamaan 1:

(1)

2. Uji Korelasi Spearman-Conley

Uji korelasi Spearman-Conley adalah metode statistik yang digunakan untuk mengetahui korelasi dari satu variasi data berurutan, yang dalam penelitian ini adalah nilai BFI tahunan. Berikut ini merupakan langkah yang dilakukan dalam uji korelasi Spearman-Conley:

a. Menentukan hipotesis yang digunakan dalam penelitian, yaitu: H0 : Nilai BFI tahunan DAS Citarum Hulu adalah independen H1 : Nilai BFI tahunan DAS Citarum Hulu adalah saling berkorelasi

b. Menyusun kedua data seri nilai BFI menjadi x dan y, dengan xt merupakan yt-1.

c. Mengidentifikasi urutan (ranking) dari setiap data, rx dan ry, dengan angka 1 digunakan untuk data dengan nilai terkecil.

d. Menghitung koefisien Spearman (Rsc) dengan menggunakan Persamaan 2 (McCuen, 2003),

(2) Dengan n adalah banyak data yang digunakan, sehingga nilai n akan berkurang satu dari keseluruhan total data seri tahunan.

e. Menentukan tingkat signifikansi () yang digunakan untuk mendapatkan nilai upper dan

lower tails. Menurut McCuen (2003), tingkat signifikansi yang paling baik digunakan dalam

uji korelasi Spearman-Conley adalah 5 %.

f. Menentukan H0 ditolak atau diterima. H0 ditolak bila nilai Rsc tidak berada pada rentang upper dan lower tails.

3. Analisis Variabilitas Base Flow

Analisis variabilitas base flow dilakukan secara kualitatif dengan berbagai dasar yang dapat diketahui melalui data kondisi umum daerah penelitian dan peta yang dikumpulkan. Analisis diawali dengan mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi kontribusi base flow terhadap total aliran sungai. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut ditinjau dan dibandingkan dengan data yang terdapat peta dan kondisi umum DAS Citarum Hulu, serta kaitannya dengan variabilitas base flow yang telah diketahui dari hasil pengolahan data sebelumnya.

) 1 ( ) ( 6 1 2 2    

n n y x Rsc i i

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Base flow merupakan komponen aliran sungai yang berasal dari pelepasan air tanah

(Bruskova, 2008). Base flow berkontribusi dalam aliran sungai ketika presipitasi rendah atau musim kemarau. Menurut Woyesa dan Welderufael (2010), perhitungan kontribusi air tanah terhadap total alitan sungai berperan penting dalam perencanaan manajemen sumber daya air. Contoh hasil pemisahan base flow dari hidrograf DAS Citarum Hulu dengan metode smoothed

minima dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 yang memperlihatkan hidrograf pada tahun

1988 dan 1993. Hasil pemisahan base flow berupa nilai BFI DAS Citarum Hulu menggunakan data debit harian 30 tahun, dapat dilihat pada Tabel 1.,

Tabel 1. Nilai BFI DAS Citarum Hulu periode 1982-2011

Tahun BFI Tahun BFI Tahun BFI

1982 0.585 1992 0.644 2002 0.419 1983 0.579 1993 0.612 2003 0.427 1984 0.587 1994 0.610 2004 0.514 1985 0.562 1995 0.598 2005 0.594 1986 0.482 1996 0.566 2006 0.485 1987 0.562 1997 0.474 2007 0.488 1988 0.655 1998 0.466 2008 0.442 1989 - 1999 0.479 2009 0.426 1990 0.550 2000 0.643 2010 0.691 1991 0.483 2001 0.520 2011 0.677

Tabel 1. menunjukkan nilai BFI DAS Citarum Hulu selama 30 tahun yang didapatkan dengan menghitung rasio antara volume base flow dan volume total aliran sungai. Melalui

m

3 /s

m

3 /s

Bulan Bulan

(7)

perhitungan tersebut, dapat diketahui perbandingan antara pelepasan air tanah (groundwater

discharge) dan air limpasan permukaan (surface runoff) terhadap total aliran sungai (total streamflow). Nilai BFI sebesar 0.585 pada tahun 1982, menunjukkan bahwa kontribusi base flow

sebesar 58,5% terhadap aliran sungai. Dalam periode 1982-2011, kontribusi base flow DAS Citarum Hulu terhadap total aliran sungai berkisar antara 41,9%-69,1%, dengan nilai BFI minimum pada tahun 2002 dan maksimum pada tahun basah 2010. Kontribusi base flow yang tinggi pada tahun 2010 terjadi bersamaan dengan peristiwa La-Nina yang menyebabkan musim basah mengalami kemajuan dengan durasi lebih panjang, sehingga meningkatkan curah hujan di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk Jawa Barat. Durasi musim basah yang lebih panjang, memberi imbuhan air tanah yang lebih besar, dan berpengaruh terhadap kontribusi base flow.

Untuk mengetahui variabilitas base flow DAS Citarum Hulu, dilakukan uji korelasi Spearman-Conley (=5%) terhadap seri data nilai BFI selama periode 1982-2011. Pada uji korelasi di dapatkan koefisien Spearman (Rsc) sebesar 0.333 melalui Persamaan 2. Jumlah data 28 buah dan menggunakan level of significance 5%, sehingga diketahui nilai lower tails adalah -0.347 dan nilai upper tails 0.275. Dengan nilai Rsc>0.275, maka H0 ditolak, sehingga data seri tahunan nilai BFI DAS Citarum Hulu dalam periode pengamatan adalah berkorelasi.

Analisis variabilitas base flow juga dapat dilakukan melalui grafik untuk mendapatkan kecenderungan tren nilai BFI tahunan periode 1982-2011. Tren pada grafik variabilitas base flow dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik variabilitas nilai BFI DAS Citarum Hulu periode 1982-2011

Pada Gambar 4. dapat dilihat tren grafik yang menurun dengan persamaan y bernilai negatif (-). Berdasarkan hasil tes Spearman-Conley (=5%) dan tren pada grafik variabilitas base

flow, maka tren yang menurun adalah signifikan dan berkorelasi, sehingga base flow akan terus

menurun pada tahun setelahnya. Meskipun Gambar 4. menunjukkan penurunan tren, namun pada tahun basah 2010 dan 2011 terdapat kenaikan nilai BFI yang cukup signifikan. Menurut McCuen (2003), pendeteksian tren pada data historis dapat dilakukan dengan memisahkan sementara outlier atau data yang menyimpang jauh, agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Oleh karena itu, dilakukan pengujian tren dengan menghilangkan sementara nilai BFI yang pada tahun 2010 dan 2011. Hasil pengujian tren dapat dilihat pada Gambar 5.

(8)

Gambar 5. Grafik variabilitas nilai BFI DAS Citarum Hulu periode 1982-2009

Setelah pengujian tren pada grafik variabilitas base flow dengan menghilangkan nilai BFI pada tahun 2010 dan 2011, penurunan nilai BFI terlihat semakin jelas pada Gambar 5. Penurunan nilai BFI mengindikasikan penurunan base flow. Base flow berkaitan erat dengan keberlanjutan peran air tanah terhadap aliran sungai dan menjadi indikator kondisi kering atau ketika presipitasi rendah. Jika base flow semakin rendah, maka kontribusi air tanah terhadap total aliran sungai menurun dan mengakibatkan kekeringan pada musim kemarau.

Salah satu faktor yang diestimasi dapat mempengaruhi variabilitas base flow adalah fenomena alam berupa anomali iklim. Pengaruh tersebut tampak pada nilai BFI yang meningkat pada tahun 1988 dan 2010/2011. Pada awal tahun 1988 dan 2010, terjadi peristiwa La-Nina, dan pada tahun 1992 terjadi IOD negatif yang menyebabkan musim basah mengalami kemajuan dengan durasi lebih panjang dan pada tahun 1999-2001 terjadi climate shift yang diindikasikan dari penurunan temperatur global (Ridhosari, 2013). Fenomena climate shift mempengaruhi intensitas curah hujan sehingga intensitas curah hujan menjadi sedang (gentle rainfall). Hujan tersebut menghasilkan runoff yang kecil, sehingga air hujan yang jatuh memiliki cukup waktu untuk terinfiltrasi ke dalam tanah (Eff, 1979). Infiltrasi yang terjadi pada tahun-tahun tersebut menambah penyimpanan air tanah, kontribusi base flow, dan meningkatkan nilai BFI.

Selain berpengaruh terhadap peningkatan kontribusi base flow, perubahan iklim juga berdampak pada penurunan nilai BFI, seperti pada tahun 1998 dan 2002/2003 ketika terjadi El-Nino dan 2008/2009 ketika terjadi IOD positif. Selain itu, fenomena pemanasan global yang meningkatkan temperatur atmosfer dan permukaan laut. Proses penguapan yang semakin tinggi berdampak pada peningkatan intensitas hujan, sehingga air hujan tidak sempat terinfiltrasi ke dalam tanah. Volume air hujan yang menjadi limpasan ke sungai menjadi lebih besar dibandingkan dengan pelepasan air tanah dan menyebabkan penurunan tren nilai BFI.

Faktor lain yang diestimasi dapat mempengaruhi penurunan kontribusi base flow terhadap total aliran sungai adalah faktor antropogenik atau aktivitas manusia, antara lain eksplorasi air tanah dan deforestasi. Berkaitan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementrian Pekerjaan Umum (2012), kebutuhan air penduduk wilayah (Kabupaten/Kota) Bandung mengalami peningkatan 15,78% dari tahun 2000 yaitu sebesar 50190 m3 menjadi 58110 m3 pada tahun 2010. Hal tersebut

(9)

mengindikasikan kebutuhan air bersih yang tinggi, sehingga memicu eksplorasi, bahkan eksploitasi air tanah oleh industri dan rumah tangga yang mengakibatkan penurunan level muka air pada akuifer.

Faktor antropogenik berupa deforestasi dipicu oleh kebutuhan manusia terhadap pemukiman dan pariwisata, sehingga terjadi pembukaan lahan hutan di daerah hulu yang mengakibatkan daerah resapan air berkurang. Pada musim kemarau, debit sungai menjadi semakin kecil karena infiltrasi dan perkolasi saat musim hujan atau ketika presipitasi tinggi berkurang akibat peningkatan koefisien limpasan. Penurunan volume air yang masuk ke akuifer, mengurangi kontribusi pelepasan air tanah terhadap total aliran sungai.

DAS Citarum Hulu merupakan daerah tangkapan air Waduk Saguling. Penurunan base

flow DAS Citarum Hulu, menyebabkan penurunan signifikan volume Waduk Saguling selama

musim kemarau. Ketidakstabilan tersebut dapat mengganggu kinerja dan produktivitas dari instalasi PLTA Saguling.

Menurut Bates (2008), nilai debit minimum yang semakin rendah dengan periode yang semakin meningkat dapat mengganggu keseimbangan habitat akuatik. Dalam kondisi debit yang kecil, kapasitas sungai dalam melakukan pengenceran kontaminan menurun sehingga konsentrasi kontaminan meningkat dan berdampak pada penurunan kandungan oksigen (DO). Kontaminan tersebut dapat berupa kandungan zat organik karbon, sedimen, nutrien, dan patogen. Kandungan zat organik karbon yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi atau alga blooming. Peristiwa ini menghambat sinar matahari yang akan masuk ke dalam air sehingga mengganggu fotosintesis, mengurangi kandungan oksigen, meningkatkan populasi jamur, dan menurunkan kualitas air, sehingga berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

Penurunan kuantitas dan kualitas sumber daya air, juga berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan air bersih, terutama bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang beroperasi di DAS Citarum Hulu dan menggunakan air sungai sebagai air baku. Kualitas air yang buruk dapat merusak instalasi pengolahan air, penggunaan bahan kimia yang lebih banyak, dan mengurangi produksi air. Penurunan produktivitas PDAM, berimplikasi pada kebutuhan air yang tidak terpenuhi, sehingga kontinuitas sumber daya air terhambat, dan memicu eksploitasi air tanah yang justru akan semakin menurunkan volume base flow. Jika kondisi tersebut tetap berlangsung, volume base flow akan terus menurun sesuai dengan tren pada periode 1982-2011, sehingga dapat terjadi kekeringan ekstrim pada musim kemarau. Melalui kondisi tersebut, dapat diketahui bahwa penurunan base flow dapat berdampak pada ketidakstabilan sumber daya air, baik dari segi kuantitas, kualitas, dan kontinuitas.

Berdasarkan pada estimasi damapak dan faktor yang mempengaruhi variabilitas base

flow, solusi terhadap penurunan base flow adalah pengelolaan DAS Citarum Hulu secara terpadu

untuk mempertahankan fungsi hidrologi DAS, disamping memenuhi kebutuhan manusia. Menurut Sabar (2011), terdapat dua langkah utama yang dapat dilakukan, yaitu langkah adaptasi melalui debit rencana banjir dan kekeringan, serta langkah mitigasi melalui peraturan daerah mengenai sumber daya air dan pemberlakuan disentif/insentif bagi pelaku konservasi sumber daya air. Selain itu, alternatif pendekatan lain yang dapat menjadi solusi terhadap penurunan

base flow adalah Low Impact Development/Green Infratructure (LID/GI). Implementasi LID

dapat meningkatkan resapan air melalui pendekatan rekayasa dalam mengelola DAS secara berkelanjutan. Dalam pelaksanaan berbagai solusi tersebut tentu membutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan pengelolaan yang baik demi memperbaiki kualitas, kuantitas, dan kontinuitas sumber daya air yang berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat.

(10)

KESIMPULAN

Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

Dalam periode 1982-2011, kontribusi base flow DAS Citarum Hulu terhadap total aliran sungai berkisar antara 41,9%-69,1%, dengan kontribusi base flow terendah pada tahun 2002 dan tertinggi pada tahun basah 2010.

 Berdasarkan uji korelasi Spearman-Conley (=5%) terhadap seri data nilai BFI tahunan selama periode 1982-2011, tren mengalami penurunan yang signifikan dan berkorelasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa dapat terjadi penurunan base flow pada tahun selanjutnya jika penyebab masalah terus berlangsung.

 Estimasi faktor yang mempengaruhi variabilitas base flow DAS Citarum Hulu antara lain adalah faktor alam berupa perubahan dan anomali iklim, dan faktor antropogenik berupa deforestasi dan eksplorasi air tanah.

Penurunan base flow DAS Citarum Hulu berdampak pada gangguan kinerja dan produktivitas PDAM dan PLTA Saguling.

Pengendalian base flow dapat dilakukan melalui adaptasi terhadap anomali iklim, penegakan hukum sumber daya air, serta implementasi LID/GI untuk menambah daerah resapan air.

Solusi terhadap penurunan base flow DAS Citarum Hulu memerlukan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya air yang terpadu dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Bates, B., Z. W. Kundzewicz, S. Wu, dan J. Palutiokof. (2008). “Climate Change and Water”.

Intergovernmental Panel on Climate Change I, ISBN: 978-92-9169-123-4

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung. (2010). Laporan Rencana

Pengelolaan DAS Citarum Terpadu. Bogor.

Bruskova, Valeria. (2008). Assessment of the Base Flow in the Upper Part of Torysa River Catchment. Journal of Civil Engineering, Slovak.

Eff, A. (1979). Introduction to Water Sources and Transmission. American Waterworks Association West Quincy Ave, Denver USA.

Institute of Hydrology. (1980). Low Flow Studies: Research Report. Crownarsh Gifford Wallingford, Oxon, United Kingdom.

McCuen, Richard.H. (2003). Modeling Hidrologic Change Statistical Method. Lewis Publisher. Ridhosari, Betanti. (2013). Dampak Variabilitas Iklim di Sistem Hidrologis Daratan sebagai

Masukan Bagi Peningkatan Kapasitas Adaptif Pengelolaan Sumber Daya Air. Tesis.

Institut Teknologi Bandung.

Sabar, Arwin. (2011). Perubahan Iklim, Manajemen Air dan Degradasi Infrastruktur Sumber

Daya Air di Perkotaan di Zona Monsoon Indonesia Ihwal Pantura Metropolitan Jakarta.

Institut Teknologi Bandung.

Woyessa, Y.E., Welderufael,W.A. (2010). Streamflow Analysis and Comparison of Baseflow

Gambar

Gambar 1. Skema penelitian
Tabel  1.  menunjukkan  nilai  BFI  DAS  Citarum  Hulu  selama  30  tahun  yang  didapatkan  dengan  menghitung  rasio  antara  volume  base  flow  dan  volume  total  aliran  sungai
Gambar 5. Grafik variabilitas nilai BFI DAS Citarum Hulu periode 1982-2009

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan gaya kepemimpinan dan strategi kepala sekolah dalam mengelola sumber daya manusia, sarana prasarana dan keuangan di SD

[r]

Pada penelitian ini didapatkan hasil yang tidak signifikan pada analisis bivariat uji chi-square variabel tingkat adiksi media sosial dengan interaksi sosial dengan nilai

Nilai balas jasa pekerja dibayar (termasuk pengusaha yang dibayar) menurut jenis kelamin pada bulan terakhir produksi Triwulan II 2013..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung karagenan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan gizi.Perlakuan terbaik yaitu pada perlakuan

Dari hasil penelitian dengan penilaian PKPR dengan menggunakan format buku pedoman PKPR dapat disimpulkan bahwa kedua Puskesmas tidak ada yang memiliki nilai lebih dari 74

Persentase penurunan padat populasi Aedes aegypti hasil penangkapan nyamuk yang istirahat di dalam rumah di daerah perlakuan (Perumnas Mapagan) dan kontrol

Adapun hasil dari profil model mental siswa SMA pada materi laju reaksi ini digunakan untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang mengacu pada ketiga level