• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS INDIVIDU REKAYASA DAN OPTIMASI PROSES CONTOH SOAL DAN REVIEW JURNAL OPTIMASI. Dosen Pengampu : Ika Atsari Dewi, STP, MP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS INDIVIDU REKAYASA DAN OPTIMASI PROSES CONTOH SOAL DAN REVIEW JURNAL OPTIMASI. Dosen Pengampu : Ika Atsari Dewi, STP, MP."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Andu Rijal M (125100301111034) TUGAS INDIVIDU

REKAYASA DAN OPTIMASI PROSES CONTOH SOAL DAN REVIEW JURNAL OPTIMASI

Dosen Pengampu : Ika Atsari Dewi, STP, MP.

Disusun Oleh :

Kelas : P

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

(2)

Contoh - Contoh Soal Rekayasa dan Optimasi Proses

1. LAGRANGE MULTIPLIERS

Tentukan nilai maksimum dari A (x,y) = xy, yang terikat dengan kendala x + y = 20. Dengan x + y = 20, sama dengan x + y – 20 = 0.

Kemudian, buat fungsi baru F, fungsi Lagrange: F(x,y,λ) = xy – λ (x + y – 20) Penyelasian:

1. Kita lakukan turunan pertama pada setiam variabel:

Fx’ = y – λ = 0 ……….. (1) Fy’ = x – λ = 0 ……….. (2) Fλ’ = – ( x + y – 20) = 0 ……….. (3)

2. Dari persamaan hasil turunan tersebut didapat (x = y = λ), lalu kita substitusikan untuk nilai x pada y di persamaan ke-3:

x + (x) –20 = 0

2x = 20

x = 10

3. Jadi, y = x = 10, nilai maksimum dari A dengan kendala pada (10,10) sehingga, A (10,10) max = x.y

= (10)(10) A max = 100

2. NILAI EKSTRIM: MAKSIMUM & MINIMUM

Jika diketahui f = 2x2 + 5y2 – 8x – 10y + 6, tentukan nilai ekstrim dari fungsi f.

Apakah maksimum atau minimum? Penyelsaian:

Untuk mendapat nilai ekstrim lakukan pengujian sampai turunana kedua; a. 𝜕𝑓 𝜕𝑥= 4𝑥 − 8; x = 2 => 𝜕2𝑓 𝜕𝑥2= 2 > 0 Titik minimum b. 𝜕𝑓 𝜕𝑦= 10𝑦 − 10 ; y = 1 => 𝜕2𝑓 𝜕𝑦2= 10 > 0 Jadi, f min = 2(2)2 + 5(1)2 – 8(2) – 10(1) + 6 f min = - 7 3. METODE KUHN-TUCKER

Gunakan metode Kuhn-Tucker untuk menyelesaikan solusi optimal dari permasalahan berikut: max Z = x2 + y2 + 10xy terhadap kendala x + y ≤ 8

Penyelesaian:

1. Ubah ke bentuk fungsi Lagrange : G = x2 + y2 + 10xy +λ(x + y – 8)

(3)

2. Lakukan turunan pertama pada fungsi Lagrange:  𝑑𝐺 𝑑𝑥 = 2𝑥 + 10𝑦 + 𝜆 = 0 ... (1)  𝑑𝐺 𝑑𝑦 = 2𝑦 + 10𝑥 + 𝜆 = 0 …. (2)  𝑑𝐺 𝑑𝜆= 𝑥 + 𝑦 − 8 = 0 ………... (3)

3. Lakukan substitusi pada persamaan (1) & (2):

2x + 10y = 2y + 10x -8x + 8y = 0 y

=

8𝑥 8

= 𝑥

 x + y ≤ 8 x + (x) ≤ 8 2x ≤ 8 x ≤ 4

maka nilai Z (x,y) = (4)2 + (4)2 + 10(4)(4) = 192.

4. METODE PENCARIAN BEBAS

Dengan mengunakan metode pencarian bebas, cari nilai maksimum dari fungsi

f=3x-2x2 dan nilai awal x1 = 0.0 dan langkah awal s = 0.4 Penyelesaian:

1. Buat tabel untuk mempermudah perhitungan;

i

xi

fi

fi ≤ fi - 1

1 0.0 0 - 2 -0.2 -0.68 ya 3 0.2 0.52 tidak 4 0.4 0.88 tidak 5 0.6 1.08 tidak 6 0.8 1.12 tidak 7 1.0 1 ya

2. Perhitungan berhenti ketika nilai fi lebih kecil dari fi sebelumnya untuk ke-2 kalinya. Sehingga nilai optimum terjadi diantara i = 6 dan i = 7 atau dapat dikatakan nilai x optimum pada x6 dan x7.

5. PENCARIAN DIKOTOMI

Carilah nilai maksimum dari f = -x + 3 dalam interval (0,2) dengan N = 4 dan 𝛿0=0.02 dengan metode optimasi pencarian dikotomi.

Penyelesaian:

 𝐿0= 𝑏 − 𝑎 = 2 − 0  𝑥𝑠= 0 𝑑𝑎𝑛 𝑥𝑓 = 2

(4)

 𝑥1 = 𝐿0 2 − 𝛿0 2 = 1 − 0.01 = 0.99  𝑥2= 𝐿0 2 + 𝛿0 2 = 1 + 0.01 = 1.01  𝑓1= 𝑓(𝑥1) = −(0.99) + 3 = 2.01  𝑓2= 𝑓(𝑥2) = −(1.01) + 3 = 1.99  𝑓2< 𝑓1→ 𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 (𝑥2, 𝑥𝑓) = (1.01 ; 2)  𝑥3= (𝑥2+ 𝑥𝑓−𝑥2 2 ) − 𝛿0 2 = (1.01 + 2−1.01 2 ) − 0.01 = 1.495  𝑥4= (𝑥2+ 𝑥𝑓−𝑥2 2 ) + 𝛿0 2 = (1.01 + 2−1.01 2 ) + 0.01 = 1.525  𝑓3= 𝑓(𝑥3) = −(1.495) + 3 = 1.505  𝑓4= 𝑓(𝑥4) = −(1.525) + 3 = 1.475  𝑓4< 𝑓3→ 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ (𝑥2, 𝑥4) = (1.01 ; 1.525)  𝑥𝑜𝑝𝑡= 1.01+1.525 2 = 1.2675  𝑓𝑜𝑝𝑡= 1.7325 6. METODE FIBONACCI

Cari nilai maksimum dari fungsi berikut f = x (1.5 – x) dengan metode Fibonacci, dalam interval (0,2) dengan n = 4.

Penyelesaian: L0 = a – b = 2 – 0 = 2 F3 = 3 & F4 = 5  𝐿 = (𝐹𝑛−1 𝐹𝑛 ) 𝐿0= ( 𝐹3 𝐹4) 𝐿0 = ( 3 5) 2 = 1.2  𝑥1= 𝑎 + 𝐿 = 0 + 1.2 = 1.2  𝑥2= 𝑏 − 𝐿 = 2 − 1.2 = 0.8  𝐹1= 1.2(1.5 − 1.2) = 0.36  𝐹2 = 0.8(1.5 − 0.8) = 0.56 𝐹2 > 𝐹1→ 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 (𝑥1, 𝑏) 𝑑𝑖 𝑎𝑏𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛  𝑥3= 1.2 − (0.8 − 0) = 0.4  𝐹3= 0.4(1.5 − 0.4) = 0.44 𝐹2> 𝐹3 → 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 (𝑎, 𝑥3) 𝑑𝑖 𝑎𝑏𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛  𝑥4= 1.2 − (0.8 − 0.4) = 0.8  𝐹4= 0.8(1.5 − 0.8) = 0.56 𝐹2= 𝐹4→ 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 (𝑥2, 𝑥1) 𝑑𝑖 𝑎𝑏𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛

(5)

 Karena F2 = F4 maka, nilai n = 4 adalah pada interval (x3,x2) = (0.4,0.8). Jadi, 𝐿4

𝐿0= 0.8−0.4

2−0 = 0.2 hal ini relevan dan terbukti sama dengan 1 𝐹4=

1 5= 0.2 7. METODE NEWTON RAPHSON

Selesaikanlah persamaan berikut f(x) = x - e-x dengan menggunakan metode

Newton Raphson & titik pendekatan awal x0 = 0 Penyelesaian:

x - e-x = 0  x0 =0, e = 0.00001

1. Lakukan substitusi pada fungsi f(x) dan turunannya: f(x) = x - e-x  f’(x)=1+e-x

f(x0) = 0 - e-0 = -1 f’(x0) = 1 + e-0 = 2

2. Gunakan prosedur iterasi metode Newton Raphson:

 𝑥1= 𝑥0− 𝑓((𝑥0) 𝑓′(𝑥 0)= 0 − −1 2 = 0.5 3. Hitunglah: f(x1) = -0,106631 dan f1(x1) = 1,60653 x2 = 𝑥1− 𝑓((𝑥1) 𝑓′(𝑥 1)= 0.5 − −0.106631 1.60653 = 0.566311 f(x2) = -0,00130451 dan f1(x2) = 1,56762 x3 = 𝑥2− 𝑓((𝑥2) 𝑓′(𝑥 2)= 0.566311 − −0.00130451 1.56762 = 0.567143 f(x3) = -1,96.10-7. Suatu bilangan yang sangat kecil. Sehingga akar persamaan x = 0,567143.

Iterasi X f(x) f’(x) 0 0 -1 2 1 0.5 -0.106531 1.60653 2 0.566311 -0.00130451 1.56762 3 0.567143 -1.9648e-007 1.56714 8. RASION EMAS

Minimumkan fingsi berikut 𝑓(𝑥) = −𝑥(5𝜋 − 𝑥) pada selang (0,20) dan toleransi α=1, hitung dengan menggunakan analisis rasio emas.

Penyelesaian:  𝑝 = 𝑏 −𝑏−𝑎 𝛾 = 20 − ( 20 1.618034) = 7.64  𝑞 = 𝑎 +𝑏−𝑎𝛾 = 0 − (1.61803420 ) = 12.36

(6)

Titik minimum berada pada x* = 7.90 → f(x*) = -61.68.

9. METODE STEEPEST ASCENT/DESCENT

Gunakan metode steepest ascent untuk aproksimasi solusi dari suatu fungsi, max 𝑧 = −(𝑥1− 3)2− (𝑥2− 2)2 dengan subjek terikat pada(𝑥1, 𝑥2) ∈ 𝑅2 Dengan titik awal v0 = (1,1)

Penyelesaian:

f (x1, x2) = [– 2(x1 – 3), – 2(x2 – 2)]

f (v0) = f(1,1) = (4,2)  Pilih t0 yang memaksimumkan

f(v0 + t0 f(v0) )  max f[(1,1)+t0(4,2)]  max f[1+4t0 , 1+2t0] max 𝑧 = −(1 + 4𝑡0 − 3)2− (1 + 2𝑡0 − 2)2 max 𝑧 = −(−2 + 4𝑡0)2− (−1 + 2𝑡0)2 f ‘(t0)=0  - 2 (-2+4t0) 4 - 2 (-1+2t0) 2 = 0 20 – 40 t0 = 0 t0 = 0.5 v1 = [(1,1)+0.5(4,2)] = (3,2)

 Karena f(3, 2) = (0,0) maka iterasi dihentikan

 Karena f(x1, x2) adalah fungsi konkaf, maka (3,2) adalah solusi yang dicari.

(7)

Review Jurnal Optimasi

Pemanfaatan Limbah Kulit Biji Nyamplung untuk Bahan Bakar Briket Bioarang sebagai Sumber Energi Alternatif

A. Dasar Teori

Tanaman nyamplung (Callophylum inaphylum) atau Bintagur merupakan tanaman yang berkayu keras dengan tinggi mencapai 20 m dan diameter 0,8 m yang dapat ditemukan di pesisir selatan Pulau Jawa pada ketinggian 0-200 m dari permukaan laut. Biji nyamplung dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan diambil kandungan minyaknya, sedangkan kulitnya menjadi limbah bagi pabrik pengolah minyak nyamplung (Samino, 2009). Menurut Uemura (2010), Biobriket adalah bahan bakar padat dan terbuat dari sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami proses pemampatan dengan daya tekan tertentu.

Perekat adalah suatu bahan yang ditambahkan pada komposisi zat utama untuk memperoleh sifat-sifat tertentu, misalnya kekentalan (viskositas), ketahanan (stabilitas) dan sebagainya. Metode permukaan respon (response surface

methodology) merupakan sekumpulan teknik matematika dan statistika yang

berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel respon dan tujuan akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon (Anjari, 2009).

B. Metode Optimasi

Metode yang digunakan adalah respons surface method atau metode permukaan respon yang juga ditunjang dengan analisis diagram pareto untuk menentukan kondisi optimum nilai kalor dan kondisi optimum % loss. Optimasi dilakukan untuk memaksimumkan nilai kalor dan meminimumkan % loss dengan menggunakan metode permukaan respon. Variabel terikatnya adalah nilai kalor dan % loss sedangkan variabel bebasnya adalah konsentrasi perekat dan ukuran partikel. Pertama-tama dilakukan percobaan dengan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dari hasil percobaan tersebut kemudian dianalisa dengan metode permukaan respon dengan bantuan program statistika 6.

 Optimasi Proses dengan Metode RSM dalam Menentukan Nilai Kalor Untuk menentukan kondisi optimum nilai kalor dihasilkan analisa hubungan antara konsentrasi perekat (%) dan ukuran partikel (mesh) dari metode permukaan respon, didapatkan model matematis yang sesuai untuk hubungan variabel dan nilai kalor sebagai berikut:

𝒀 = 𝟔𝟐𝟏𝟕. 𝟏𝟎𝟗 + 𝟒. 𝟓𝟑𝟔𝟗𝟖𝟓 𝑿𝟏 − 𝟎. 𝟎𝟎𝟒𝟎 𝑿𝟏𝟐− 𝟎. 𝟎𝟏𝟗𝟗 𝑿𝟐 − 𝟎. 𝟎𝟎𝟕𝟎𝟑 𝑿𝟐𝟐− 𝟎. 𝟗𝟎𝟒𝟓𝟗 𝑿𝟏𝑿𝟐 . . . (1)

Dimana: 𝑌 = nilai kalor (kal/gr) 𝑋1 = konsentrasi perekat (%) 𝑋2 = ukuran partikel (mesh)

Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang paling berpengaruh adalah konsentrasi perekat. Hal tersebut didukung dari hasil diagram pareto seperti pada gambar dibawah ini,

(8)

Dari diagram pareto diatas dapat disimpulkan bahwa, hasil variabel brupa konsentrasi perekat (L) dan ukuran partikel (L) berpengaruh terhadap nilai kalor. Sedangkan variabel. Konsentrasi perekat dan ukran parikel dalam model kuadrat (Q) tidak berpengaruh terhadap nilai kalor sehingga kinerja dari suatu variabel tidak dipengaruhi oleh variabel yang lain. Pada variabel jenis perekat yang optimum yaitu tapioka digunakan sebagai acuan untuk mendapatkan dua variabel optimum lainnya pada program RSM. Berikut adalah gambar grafik dari program RSM Fitted surface yang menunjukkan hubungan antar variabel optimum:

Gambar grafik diatas adalah grafik optimasi tiga dimensi untuk memprediksi nilai kalor. Dari persamaan (1) dengan nilai X1 = 16.16355 dan X2 = 27.49270 didapatkan Y optimal = 6708.735 kal/gar. Nilai tersebut mendekati nilai optimum hasil prediksi = 6694.217. Dengan demikian apabila dilakukan percobaan dengan X1 = 16.16355 dan X2 = 27.49270, maka akan didapatkan nilai kalor optimumnya.

 Optimasi Proses dengan Metode RSM dalam Menentukan % Loss

Untuk menentukan kondisi optimum % loss dihasilkan analisa hubungan antara konsentrasi perekat (%) dan ukuran partikel (mesh) dari metode permukaan respon, didapatkan model matematis yang sesuai untuk hubungan variabel dan % loss sebagai berikut:

(9)

𝒀 = 𝟓. 𝟕𝟓𝟏𝟕𝟑 − 𝟑. 𝟗𝟒𝟒𝟒𝟐𝟒 𝑿𝟏 + 𝟎. 𝟎𝟏𝟑𝟑𝟑𝟓 𝑿𝟏𝟐− 𝟎. 𝟎𝟓𝟒𝟐𝟐 𝑿𝟐 − 𝟎. 𝟎𝟓𝟖𝟒𝟐 𝑿𝟐𝟐− 𝟎. 𝟑𝟕𝟑𝟖𝟐𝟖 𝑿𝟏𝑿𝟐 . . .

(2)

Dimana: 𝑌 = % loss

𝑋1 = konsentrasi perekat (%) 𝑋2 = ukuran partikel (mesh)

Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang paling berpengaruh adalah ukuran partikel. Hal tersebut didukung dari hasil diagram pareto seperti pada gambar dibawah ini,

Dari diagram pareto diatas dapat disimpulkan bahwa, hasil variabel berupa konsentrasi perekat (L) dan ukuran partikel (L) berpengaruh terhadap % loss. Sedangkan variabel konsentrasi perekat dan ukuran partikel dalam model kuadrat (Q) tidak berpengaruh tehadap hasil percobaan. Selain itu interaksi antar variabel tidak berpengaruh terhadap % loss, sehingga kinerja dari suatu variabel tidak dipengaruhi oleh variabel lain. Pada variabel jenis perekat yang optimum yaitu tapioka digunakan sebagai acuan untuk mendapatkan dua variabel optimum lainnya pada program RSM. Berikut adalah gambar grafik dari program RSM Fitted

surface yang menunjukkan hubungan antar variabel optimum:

Gambar grafik diatas adalah grafik optimasi tiga dimensi untuk memprediksi % loss. Dari persamaan (2) dengan nilai X1 = 18.60055 dan X2 =

(10)

9.02128 didapatkan Y optimal = 6.512851 kal/gar. Nilai tersebut mendekati nilai optimum hasil prediksi = 6.672269. Dengan demikian apabila dilakukan percobaan dengan X1 = 18.60055 dan X2 = 9.02128, maka akan didapatkan nilai % loss optimumnya.

C. Hasil dan Pembahasan

a. Pemilihan Jenis Perekat dan Pengaruh Jenis Perekat terhadap Nilai Kalor, Stability, dan Shatter Index Briket Bioarang.

Jenis bahan perekat mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap nilai kalor yang dimiliki oleh briket. Jenis perekat tepung terigu mempunyai nilai kalor yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis perekat lain yaitu sebesar 6615,142 kal/gr. Hal ini disebabkan kadar karbon pada tepung terigu lebih besar dari kadar karbon pada tepung tapioka. Karena kadar karbon mempengaruhi nilai kalor yang dimana semakin tinggi kadar karbon, nilai kalor akan semakin besar.

Jenis perekat yang memiliki stability dan shatter index (uji terhadap benturan) paling baik adalah silikat karena dapat menjaga ukuran briket dan ketahanan briket terhadap benturan. Namun memiliki nilai kalor yang paling rendah. Tepung tapioka adalah jenis perekat yang paling memenuhi kualitas, karena mempunyai nilai kalor paling tinggi yaitu 6541,257 kal/gr, shatter

index terendah yaitu 0,83 %, dan bahan baku tepung tapioka merupakan

bahan baku termurah diantara yang lain dan melimpah di Indonesia.

b. Pengaruh Konsentrasi Perekat dan Ukuran Partikel terhadap Nilai Kalor Dari pengaruh konsentrasi ini apabila konsentrasi semakin besar untuk perekat tersebut dengan ukuran mesh yang sama menghasilkan nilai kalor yang relatif semakin tinggi. Hal ini dikarenakn oleh nilai kalor yang merupakan besarnya panas yang diperoleh dari pembakaran suatu bahan bakar dalam jumlah tertentu. Nilai kalor tertinggi didapatkan dari konsentrasi perekat 17.66 % wt dengan ukuran partikel 20 mesh sehingga didapatkan nilai kalor 6772.582 kal/gr. Pengujian ini dengan menggunakan tepung tapioka sebagai perekat. Dari hasil pengamatan apabila menggunakan perbandingan konsentrasi perekat yang sama maka nilai kalor yang tertinggi didapatkan dari ukuran partikel terkecil, hal tersebut ada hubungannya dengan kerapatan brilet tersebut. Karena semakin kecil ukuran partikel mengakibatkan meningkatnya kerapatan briket yang membuat air yang ada pada proses tersebut terjebak di dalam sehingga menyebabkan sulit untuk keluar disaat pengeringan briket. Maka yang menyebabkan turunnya nilai kalor pada briket tersebut ialah kadar air yang ada pada dalam briket.

c. Pengaruh % Perekat dan Ukuran Partikel terhadap Ketahanan Briket (Shatter Index)

Banyaknya % perekat dan ukuran partikel sangat mempengaruhi terhadap kualitas dan ketahanan briket. Pengujian ini dilakukan untuk menguji seberapa kuatnya briket bioarang dari kulit biji nyamplung yang

(11)

dihasilkan. Setelah kita mengetahui berapa % partikel yang hilang, kita dapat mengetahui berapa kekuatan briket terhadap benturan. Jika partikel yang hilang terlalu banyak hal ini menyebabkan bahwa briket yang dibuat tidak tahan terhadap benturan dengan kata lain mudah untuk rapuh.

Hasil pengujian menunjukan bahwa briket dengan konsentrasi perekat 6,34 % dan ukuran partikel 20 mesh adalah briket yang paling mudah rapuh. Briket tersebut telah kehilangan perekat sebesar 33,56 %. Briket paling kuat diperoleh dari variabel yang konsentrasi perekatnya sebanyak 16 % dengan ukuran partikel 40 mesh karena briket tersebut hanya kehilangan partikel sebanyak 0,83 %. Hal ini diketahui bahwa semakin banyak konsentrasi perekat dengan ukuran mesh yang sama makan akan menghasilkan daya tahan yang semakin kuat terhadap benturan. Dan jika ukuran partikel yang lebih kecil akan menghasilkan rongga yang lebih kecil pula sehingga kerapatan partikel briket akan semakin besar dan kualitas briket semakin bagus karena tidak mudah untuk rapuh.

d. Pengaruh Konsentrasi Perekat dan Ukuran Partikel terhadap Stabilitas Briket (Stability)

Pengujian stability dilakukan untuk mengetahui perubahan bentuk dan ukuran dari briket sampai briket mempunyai ketetepan ukuran dan bentuk (stabil). Bahwa briket dengan konsentrasi perekat 6,34 % pada ukuran 20 mesh menghasilkan stability yang paling jelek karena mengalami penurunan tinggi sebesar 1 cm pada hari ke-4 namun setelah itu konstan sedangkan briket dengan konsentrasi perekat 16 % pada ukuran 40 mesh dan 17,66 % pada ukuran 20 mesh menghasilkan stability yang paling baik karena tidak mengalami penurunan tinggi. Bila dilihat dari diameternya, briket pada semua variabel tidak mengalami perubahan dari hari ke hari. Hal ini menunjukkan bahwa briket yang dihasilkan telah mengalami kestabilan diameter. Kestabilan ukuran terjadi dikarenakan ikatan antara partikel yang satu dengan yang lainnya sudah kuat dan mantap akibat dari proses pengkompaksian yang diberikan.

D. Kesimpulan

Jenis perekat terbaik yaitu tepung tapioka, karena mempunyai kalor tinggi, shalter index dan stability yang optimal. Semakin besar % konsentrasi perekat yang digunakan maka didapatkan nilai kalor yang tinggi dan ketahanan briket yang terbaik. Ukuran mesh yang semakin besar membuat shatter index dan kestabilan ukuran semakin baik. Dengan menggunakan metode permukaan respon didapat nilai variabel yang sesuai untuk menghasilkan nilai kalor dn shatter index yang optimum adalah 16.16% - 18.60% perekat dan ukuran partikel 19.02 – 27.49 mesh dengan nilai prediksi kalor 6694.217 kal/gr dan 6.67 % loss.

Sumber Jurnal:

Budiarto, A. 2012. Pemanfaatan Limbah Kulit Biji Nyamplung untuk Bahan Bakar Briket Bioarang sebagai Sumber Energi Alternatif. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol. 1. No 1. Hal. 165-174. Semarang.

Gambar

Gambar  grafik  diatas  adalah  grafik  optimasi  tiga  dimensi  untuk  memprediksi nilai kalor
Gambar  grafik  diatas  adalah  grafik  optimasi  tiga  dimensi  untuk  memprediksi  %  loss

Referensi

Dokumen terkait

Sementara dalam pokok perkara, primer penggugat meminta majelis: (1) mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya; (2) menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang dilakukan

Perkembangan fasilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Bangka Tengah yang begitu cepat harus diimbangi dengan penyampaian informasi dengan cepat dan tepat dalam

Hal tersebut telah sesuai bahwa untuk Desa Wonodadi yang katagori tinggi adalah Bretau Risk Index (BRI) maka intervensi dengan penanaman sereh wangi bisa

Untuk setiap data item, ujicoba diaplikasikan untuk memastikan bahwa data berada dalam keadaan yang semestinya untuk eksekusi instruksi, bahwa ukuran dari

Dari grafik di atas terlihat bahwa rasio drift tingkat di tiap lantai idak ada yang melebihi 1.3, jadi struktur tidak termasuk kategori ketidakberaturan vertical tipe 2. 0 2 4 6 8 10

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Kusuma (2012) yang berjudul Penggunaan Carousel Feedback untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Peta pada Siswa Kelas

Uji kualitatif andrografolid dalam ekstrak dilakukan dengan jalan melarutkan andrografolid ataupun ekstrak dalam etil asetat, ditotolkan pada plat KLTKT, dieluasikan pada

Berdasarkan latar belakang diatas, diperoleh hasil dari beberapa penelitian yang berbeda-beda dari penelitian terdahulu yang terkait dengan pengaruh pengukuran rasio-rasio