• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci: galur mandul jantan, sterilitas polen, wild abortive, kalinga, gambiaca, hawar daun bakteri, padi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci: galur mandul jantan, sterilitas polen, wild abortive, kalinga, gambiaca, hawar daun bakteri, padi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TRANSFER SIFAT MANDUL JANTAN DAN PEMBENTUKAN GALUR MANDUL JANTAN MELALUI SILANG BALIK

Abstrak

Sterilitas polen yang tinggi dan stabil sangat penting dalam pengembangan galur mandul jantan (GMJ) baru. Penelitian ini dilakukan untuk melakukan transfer sifat mandul jantan ke dalam sembilan belas galur dihaploid, mengetahui stabilitas sterilitas polen GMJ yang diperoleh selama lima generasi silang balik dan memperoleh GMJ baru yang memiliki ketahanan terhadap patogen hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo)). Transfer sifat mandul jantan telah dilakukan dengan melakukan persilangan antara galur DH dengan tiga tipe GMJ (Wild Abortive (WA), Gambiaca dan Kalinga). F1 yang dihasilkan dievaluasi sterilitas polennya. Dari test cross dengan GMJ tipe WA, lima galur DH yaitu H36-3-Mb, H36-4-M, B1-2-Pa, B2-4-Pb dan B4-1-Dc dapat memelihara kemandulan GMJ IR58025A, tiga galur DH yaitu H36-3-Ma, H36-3-Mb, dan B1-2-Pb mampu memelihara sterilitas polen GMJ IR62829A. Empat galur DH lainnya yaitu H36-3-Mb, B2-1-M, B4-1-Da dan B4-1-Dc mampu memelihara kemandulan polen GMJ IR68897A. Hasil testcross juga berhasil mengidentifikasi satu galur DH yaitu H36-4-M yang mampu mempertahankan kemandulan polen dari GMJ tipe Gambiaca, sedangkan untuk GMJ tipe Kalinga terdapat tiga galur DH yang dapat memelihara kemandulannya yaitu H36-3-Ma, H36-3-Mc dan B1-2-Pb. Hasil silang balik menunjukkan bahwa sterilitas polen GMJ tipe Kalinga dan Gambiaca lebih cepat mencapai 100% (highly sterile) dibandingkan GMJ tipe Wild Abortive. Kedua GMJ tersebut juga memiliki sterilitas polen yang lebih stabil dibandingkan tipe Wild Abortive. Sepuluh GMJ baru dari ketiga tipe sitoplasma ini memiliki tinggi tanaman berkisar antara 66,1 – 107,8 cm, dengan jumlah anakan kategori moderat dan umur genjah. Eksersi malai GMJ baru memiliki skor 1 – 3 atau sebagian besar memiliki bagian pangkal malai yang tertutup oleh pelepah daun bendera, tetapi tidak lebih dari 20%. Persentase eksersi stigma yang baik, yaitu antara 50 - 75% dari total rangkaian bunga (skor 1 – 3) menyebabkan silang alami masih dapat terjadi dengan baik. GMJ tipe WA, Gambiaca dan Kalinga yang bereaksi tahan terhadap patogen HDB patotipe III, berturut-turut yaitu BI703A, BI855A dan BI669A. Galur BI543A dan BI571A (WA) teridentifikasi tahan terhadap patogen HDB patotipe VIII. Galur BI665A (Kalinga) memberikan reaksi tahan terhadap dua patotipe sekaligus, yaitu IV dan VIII, yang merupakan patotipe Xoo paling virulen di Indonesia.

Kata kunci: galur mandul jantan, sterilitas polen, wild abortive, kalinga, gambiaca, hawar daun bakteri, padi

(2)

Abstract

The high and stable pollen sterility are important in the development of cytoplasmic male sterile lines. The aims of the research were to transfer male sterility gene into nineteen doubled haploid (DH) lines, to study stability of pollen sterility of new CMS lines during five generation of backcrosses, and to develop new CMS lines resistant to bacterial leaf blight (Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo)). Transfer of male sterility character was done by test crossing the DH maintainer with three CMS types, i.e. wild abortive (WA), Gambiaca and Kalinga. The F1’s were then evaluated for their high pollen sterility. Evaluation on F1 derived from test crosses between DH maintainer and WA-type CMS showed that five dihaploid lines i.e. H36-3-Mb, H36-4-M, B1-2-Pa, B2-4-Pb and B4-1-Dc could be used to maintain in sterility of IR58025A, while three dihaploid lines i.e. H36-3-Ma, H36-3-Mb and B1-2-Pb could be used to maintain the sterility of IR62829A. Four other dihaploid lines had ability to maintain sterility of IR68997A i.e. H36-3-Mb, B2-1-M, B4-1-Da and B4-1-Dc. However results from other testcrosses found only one DH lines (H36-4-M) could maintain the pollen sterility of Gambiaca type, while three DH lines i.e. H36-3-Ma, H36-3-Mc and B1-2-Pb could be used to maintain pollen sterility of Kalinga CMS-type. Pollen sterility of Kalinga and Gambiaca type reached 100% sterile (highly sterile) in the first generation of backcrosses, faster than Wild Abortive CMS lines. Both Gambiaca and Kalinga had more stable pollen sterility than Wild Abortive type. Ten new CMS from those three different cytoplasms had plant height about 66.1 – 107.8 cm, with moderate panicle number and early maturity. Panicle exertion of new CMS lines were low (score 1 – 3). It meant that the panicle was partly hidden within the flag leaf sheath (<20%). The new CMS lines also had good stigma exsertion, average from 50 to 75% per panicle (score 1 – 3), therefore they would have high natural outcrossing ability. CMS lines of WA, Gambiaca and Kalinga types had resistance to Xoo pathotype III, i.e. BI703A, BI855A and BI669A. The BI543A and BI571A (WA) were resistant to Xoo pathotype VIII. BI665A (Kalinga) were resistant to pathotype IV and VIII. Both pathotype were the most virulent in Indonesia.

Key words: cytoplasmic male sterile lines, pollen sterility, wild abortive, kalinga, gambiaca, bacterial leaf blight, rice

(3)

Pendahuluan

Di Indonesia, padi hibrida dikembangkan dengan mengadopsi sistem tiga galur yang melibatkan galur mandul jantan (GMJ), galur pelestari (B) dan galur pemulih kesuburan (R). Padi hibrida merupakan generasi F1 hasil persilangan antara GMJ sebagai tetua betina dengan R sebagai tetua jantan, sehingga sifat-sifat varietas padi hibrida ditentukan oleh sifat-sifat-sifat-sifat kedua tetuanya (You et al. 2006). Oleh karena itu untuk mendapatkan padi hibrida superior, perlu dirakit galur-galur tetua yang superior. Dalam hal ini tetua betina yaitu GMJ merupakan kunci utama karena berfungsi sebagai seed parent dalam perakitan padi hibrida.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan GMJ pada perakitan padi hibrida sistem tiga galur antara lain (1) instabilitas mandul jantan yang mengakibatkan tidak tercapainya heterosis secara optimal dan produksi benih yang rendah sehingga harga benih hibrida mahal, (2) GMJ yang ada masih rentan terhadap hama dan penyakit (HPT) utama. Selain itu dominasi GMJ tipe wild abortive (WA) dalam perakitan padi hibrida di Indonesia (Suwarno et al. 2003), dikhawatirkan dapat menimbulkan kerapuhan genetik yang berasosiasi dengan kerentanan terhadap HPT (Li et al. 2007). Oleh karena itu perlu dirakit GMJ yang memiliki sterilitas polen stabil dan tahan HPT dari sumber sitoplasma yang berbeda-beda.

Galur mandul jantan yang efektif harus memiliki laju persilangan alami tinggi, sterilitas tepung sari 100% dan stabil, kemandulan mudah dipulihkan (easy restorability), mempunyai daya gabung yang baik dengan berbagai galur pemulih kesuburan, tanaman pendek, malai keluar sempurna, stigma keluar lebih dari 70%, kualitas biji baik, tahan terhadap HPT dan mudah beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya (Yuan et al. 2003). Telah diperoleh 19 galur dihaploid calon galur pelestari dari hasil penelitian sebelumnya. Galur pelestari adalah galur yang potensial untuk perakitan GMJ. Galur-galur tersebut dirakit menggunakan metode kultur antera terhadap tanaman F1 persilangan antara galur-galur pelestari BB Padi dengan varietas donor untuk ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB) (Dewi et al. 2005). Sembilan belas galur yang sudah homozigos tersebut dapat segera dikonversi menjadi GMJ baru. Sifat mandul jantan dari sumber-sumber sitoplasma yang ada dapat ditransfer ke galur-galur elit lokal melalui persilangan yang dilanjutkan dengan silang balik berkelanjutan selama beberapa generasi. Pembentukan GMJ yang memiliki stabilitas sterilitas polen dari berbagai sumber sitoplasma sangat penting guna

(4)

mendukung peningkatan hasil benih pada proses produksi benih GMJ maupun F1 hibrida.

Percobaan ini bertujuan untuk (1) memindahkan sifat mandul jantan dari galur mandul jantan yang telah ada sebagai sumber sitoplasma ke dalam galur-galur haploid ganda melalui persilangan dengan sumber mandul jantan yang dilanjutkan dengan silang balik berulang, (2) mendapatkan informasi stabilitas sterilitas polen sejak generasi pertama (F1) sampai generasi silang balik ke-5 (F1BC5), dan (3) mendapatkan galur mandul jantan baru tipe Wild-Abortive (WA), Gambiaca atau Kalinga yang tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri untuk digunakan sebagai tetua betina dalam pembentukan padi hibrida.

Bahan dan Metode Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan mulai Desember 2006 hingga Maret 2010. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik, rumah kaca University Farm IPB Cikabayan dan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih 57 F1 terseleksi hasil persilangan 3 galur mandul jantan (GMJ) dengan 19 DH calon pelestari, dan benih hasil silang balik antara F1 yang steril 100% dengan DH (F1BC1 - F1BC5). GMJ yang digunakan adalah IR58025A, IR62829A, dan IR68897A. Ketiga GMJ ini berasal dari International Rice Research Institute (IRRI) dengan sumber sitoplasma Wild Abortive (WA). Pada Juni 2007, dilakukan persilangan tambahan antara IR80154A dan IR80156A dengan 19 DH yang sama. GMJ IR80154A merupakan GMJ tipe Gambiaca, sedangkan GMJ IR80156A adalah GMJ tipe Kalinga. Bahan penunjang penelitian adalah media tanam (campuran tanah sawah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3 : 1) dan ember plastik.

Metode

Percobaan ini terbagi menjadi dua sub kegiatan. Pada kegiatan pertama, diuji sejumlah genotipe, terdiri atas 57 F1, 19 calon galur pelestari dihaploid (DH1) serta 3 pembanding yaitu GMJ tipe WA (IR58025A, IR62829A dan IR68897A) dan galur pelestari pasangannya (IR58025B, IR62829B, dan IR68897B). Musim berikutnya ditanam kombinasi-kombinasi persilangan hasil silang balik terhadap

(5)

galur pelestari dihaploid (recurrent parent), yang mempunyai tingkat sterilitas (kemandulan) polen 100% (F1BC1 - F1BC5). Setiap kombinasi persilangan ditanam di sawah, masing-masing kombinasi calon GMJ ditanam sebanyak 2 baris dan 12 tanaman setiap barisnya, sedangkan tetua jantan pasangannya ditanam berdampingan sebanyak 3 baris dan 12 tanaman setiap barisnya. Pada kegiatan kedua, dilakukan persilangan manual (handcrossing) antara GMJ Kalinga (IR80154A) dan Gambiaca (IR80156A) dengan galur pelestari dihaploid (DH1) yang sama. Tiga puluh delapan kombinasi persilangan tersebut diuji di lapangan. Pada musim berikutnya dilakukan kegiatan yang sama seperti sub kegiatan pertama, yaitu silangbalik sampai F1BC5.

Pemeliharaan tanaman dilakukan seperti halnya budidaya padi sawah. Pupuk yang diberikan adalah Urea 150 kg/ha, SP36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Setengah dosis Urea, seluruh dosis SP36 dan KCl diberikan sebagai pupuk dasar sehari sebelum tanam, sedangkan sisa setengah dosis Urea diberikan pada saat tanaman berumur 40 HST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan saat munculnya gejala serangan hama dan penyakit.

Pengamatan terutama dilakukan terhadap sterilitas polen (%), sterilitas malai (spikelet sterility (%)), posisi malai (panicle exsertion) dan persentase jumlah stigma yang berada di luar lemma dan palea (stigma exsertion). Pengamatan juga dilakukan terhadap beberapa karakter agronomis antara lain tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, umur berbunga, ketahanan terhadap hama dan penyakit yang terjadi di lapangan, serta daya silang populasi DH dengan 3 GMJ.

Semua pengamatan diamati mengikuti metode dan aturan pada SES (IRRI 2002), sebagai berikut :

1. Sterilitas pollen, sampel polen diambil dari 10 bunga yang dimasukkan ke dalam alkohol 70%, kemudian antera dari minimal 5 bunga digerus di atas gelas preparat dan ditetesi larutan Iodine Potassium Iodide (IKI) 1% lalu ditutup dengan cover-glass. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 – 400x. Persentase sterilitas polen ditentukan berdasarkan jumlah polen yang terwarnai IKI 1% di dalam bidang pandang di bawah mikroskop

2. Eksersi malai (Panicle exsertion), diamati posisi keluarnya malai dari pelepah daun bendera pada stadia berbunga. Berdasarkan persentase eksersi malai ditentukan pada skala eksersi mulai 1-9 (Tabel 15).

(6)

Tabel 15 Skor eksersi malai berdasarkan SES (IRRI 2002)

Skor Persentase panjang malai yang tertutup oleh pelepah daun bendera (%)

1 0

3 1 – 10

5 11 – 25

7 26 – 40

9 > 40

3. Eksersi Stigma (Stigma exsertion), diamati dengan menghitung jumlah bunga yang mempunyai putik yang tetap berada di luar ketika bunga sudah selesai mekar. Berdasarkan persentase eksersi stigma ditentukan skala eksersi stigma dari 1 - 9 (Tabel 16).

Tabel 16 Skor eksersi stigma berdasarkan SES (IRRI 2002) Skor Persentase eksersi stigma (%)

1 >70

3 41 – 70

5 21 – 40

7 11 – 20

9 0 – 10

4. Pengamatan agronomis lainnya dilakukan seperti pada bab sebelumnya. 5. Ketahanan calon galur mandul jantan terhadap penyakit hawar daun bakteri,

dilakukan seperti pada bab sebelumnya.

Analisa Data:

Sterilitas polen hasil persilangan terkontrol pada generasi pertama digunakan untuk menghitung persentase daya silang berdasarkan jumlah biji yang terbentuk per malai; data berupa persentase.

Karakter sterilitas polen dari generasi pertama (F1) hingga silang balik ke lima (F1BC5) dihitung standar deviasinya. Karakter lain pada F1BC5 dirata-ratakan dan dihitung standar deviasinya untuk melihat variasi masing-masing karakter.

Hasil dan Pembahasan

Transfer Sifat Mandul Jantan dan Evaluasi Kemampuan 19 Galur Dihaploid dalam Memelihara Kemandulan Polen 3 Sumber Sitoplasma Galur Mandul Jantan (GMJ)

Galur dihaploid calon pelestari menunjukkan kemampuan dalam memelihara kemandulan polen dari 5 GMJ yang digunakan dengan variasi yang tinggi. Berdasarkan hasil uji silang (test cross) (Tabel 17), terdapat 11 galur DH

(7)

yang memiliki kemampuan memelihara sterilitas polen secara sempurna (100%) dari GMJ tipe Wild Abortive (IR58025A, IR62829A dan IR68897A), Gambiaca dan Kalinga. Lima galur DH diantaranya yaitu H36-3-Mb, H36-4-M, B1-2-Pa, B2-4-Pb dan B4-1-Dc dapat memelihara sterilitas GMJ IR58025A. Pada hasil persilangan dengan IR62829A diperoleh 4 galur DH yaitu H36-3-Ma, H36-3-Mb, B1-1-Mb dan B1-2-Pb yang mampu memelihara sterilitas polen GMJ ini, sedangkan ketika disilangkan dengan IR68897A diperoleh 5 galur DH yaitu H36-3-Mb, B1-1-Mb, B2-1-M, B4-1-Da dan B4-1-Dc yang dapat memelihara sterilitas polen GMJ tersebut. Galur-galur tersebut ketika disilangkan dengan ketiga GMJ tipe wild abortive menghasilkan F1 dengan persentase sterilitas polen 100%.

Tabel 17 Sterilitas polen tanaman F1 hasil persilangan dari 5 GMJ dengan 19 galur DH

Galur DH Sterilitas pollen (%)

IR58025A IR62829A IR68897A IR80154A IR80156A

H36-1-M xx 90,5 xx xx 95,9 H36-2-Mb 58,6 72,2 40,0 xx xx H36-3-Ma 99,9 100,0 xx 99,5 100,0 H36-3-Mb 100,0 100,0 100,0 xx 99,9 H36-3-Mc 93,7 99,1 xx xx 100,0 H36-4-M 100,0 xx xx 100,0 93,8 H39-1-P 93,9 75,5 92,0 xx xx H45-3-Da 96,8 86,7 92,5 96,2 95,8 H45-4-Pc 98,9 90,4 98,5 xx xx B1-1-Mb 97,0 100,0 100,0 99,2 100,0 B1-2-Pa 100,0 99,7 81,0 94,4 xx B1-2-Pb 96,3 100,0 xx 99,4 100,0 B2-1-Db 79,8 74,0 63,1 97,2 92,8 B2-1-Dc 40,0 91,1 63,3 xx xx B2-1-M 99,9 90,6 100,0 98,8 96,6 B2-2-Pb xx 26,93 xx 99,9 xx B2-4-Pb 100,0 99,50 99,0 xx xx B4-1-Da 98,0 99,18 100,0 xx 70,9 B4-1-Dc 100,0 97,50 100,0 82,5 97,4

Keterangan: tanda xx menunjukkan bahwa dari persilangan tersebut tidak dapat diperoleh benih F1

Hasil uji silang juga berhasil mengidentifikasi satu galur DH yang mampu mempertahankan kemandulan polen dari GMJ tipe Gambiaca, yaitu H36-4-M,

(8)

sedangkan untuk GMJ tipe Kalinga terdapat empat galur DH yang dapat memelihara kemandulannya, antara lain H36-3-Ma, H36-3-Mc, 1-Mb dan B1-2-Pb (Tabel 17).

Sesuai dengan kriteria Virmani et al. (1997) bahwa galur-galur yang menghasilkan F1 dengan fertilitas 0-1% ketika disilangkan dengan GMJ, maka galur-galur tersebut dikategorikan sebagai galur pelestari (maintainer). Dengan demikian tentu tanaman F1 dari hasil persilangan antara 5 GMJ x galur DH yang mempunyai sterilitas polen 99 - 100% akan lebih baik untuk digunakan sebagai bahan silang balik berkelanjutan dalam perakitan GMJ baru. Namun berdasarkan pengalaman di lapangan, ternyata galur-galur yang memiliki polen steril (91 – 100%) pada awal generasi silang balik, memiliki peluang yang sama untuk dikembangkan menjadi galur mandul jantan baru. Oleh karena itu, pada kegiatan berikutnya, semua calon galur mandul jantan yang memiliki sterilitas polen pada F1 lebih dari 91% tetap digunakan sebagai bahan silang balik.

Perakitan Galur Mandul Jantan Melalui Silang Balik Berkelanjutan (Successive Backcrosses)

Galur mandul jantan adalah galur padi yang memiliki antera abnormal. Antera GMJ tidak memiliki polen atau memiliki polen yang gagal berkembang lebih lanjut (aborsi), sehingga tidak dapat membentuk biji hasil menyerbuk sendiri (Yuan et al. 2003). Sifat mandul jantan memudahkan dalam persilangan untuk mendapatkan hibrida. Oleh karena itu dalam proses perakitan GMJ baru, karakter sterilitas polen merupakan karakter utama yang harus diamati (Gambar 6). Berdasarkan hasil pengamatan sterilitas polen dan karakter agronomis terhadap 57 populasi calon GMJ dan sister line-nya, dari generasi pertama (F1) hingga generasi silang balik kelima (F1BC5) telah diperoleh 10 calon galur mandul jantan yang secara agronomis baik dan memiliki sterilitas polen 100%. Tabel 18 menampilkan karakter sterilitas polen 10 GMJ baru yang terseleksi dari generasi pertama (F1) hingga generasi silang balik kelima (F1BC5).

Sterilitas polen dari 10 GMJ baru pada generasi pertama berkisar 90,6-100%. Sepuluh GMJ tersebut mempunyai perilaku bunga dan fenotipe tanaman yang baik, sehingga dilanjutkan ke proses silang balik. Generasi pertama (F1) merupakan populasi yang homogen tetapi mempunyai genotipe yang heterozigos. Kegiatan silang balik akan membentuk populasi yang bersegregasi dan membuka peluang bagi pemulia untuk melakukan seleksi sesuai karakter target, yaitu sterilitas polen dan perilaku bunga. Penelitian ini memperoleh 6 GMJ

(9)

baru dengan sumber sitoplasma WA. Pada GMJ tipe WA tersebut, keragaman sterilitas polen antar galur terjadi sejak F1 hingga F1BC4. Galur BI497A dan BI703A sudah 100% steril pada generasi silang balik pertama dan kedua, tetapi sterilitasnya tidak stabil dan kembali menjadi parsial fertil saat generasi silang balik ketiga dan keempat. Galur lainnya menunjukkan peningkatan persentase sterilitas yang positif dari generasi ke generasi. Penelitian ini juga berhasil memperoleh satu GMJ baru dengan sumber sitoplasma Gambiaca, yaitu BI855A dan tiga GMJ baru tipe Kalinga yaitu BI639A, BI665A dan BI669A (Tabel 18). Seperti pada GMJ baru tipe wild abortive, sterilitas kedua tipe GMJ ini juga mengalami peningkatan sebagai akibat seleksi.

Tabel 18 Karakter sterilitas polen galur mandul jantan baru pada generasi F1 - F1BC5

Keterangan: WA= wild abortive; nilai di belakang ± adalah standar deviasi; BI485A: IR58025A/H36-3-Ma, BI497A: IR68897A/H36-3-Mb, BI543A: IR58025A/B2-1-M, BI571A: IR62829A/B-1-M, BI599A: IR58025A/B4-1-Da, BI703A: IR58025A/H36-3-Mc, BI639A: IR80156A/H36-3-Mc, BI665A: IR80156A/H36-4-M, BI669A: IR80156A/B1-2-Pb, dan BI855A: IR80154A/B2-1-Db

Seluruh GMJ baru dengan sumber sitoplasma WA mencapai mandul sempurna (completely sterile) pada F1BC5. Pada generasi silang balik ke empat, empat galur memiliki sterilitas 100% (completety sterile), sedangkan galur lainnya baru mencapai 99,8 hingga 99,9%. Hal ini berbeda dengan GMJ baru tipe Kalinga dan Gambiaca yang stabilitas karakter sterilitas polennya lebih cepat

(10)

dicapai. Seluruh GMJ baru tipe Kalinga dan Gambiaca telah memiliki polen yang 100% steril pada F1BC3 dan tetap stabil hingga F1BC5. Hal ini menunjukkan bahwa GMJ tipe Kalinga dan Gambiaca memiliki sterilitas polen yang lebih stabil dibandingkan tipe Wild Abortive. Sterilitas polen yang stabil dari generasi ke generasi serta tidak dipengaruhi oleh perubahan lingkungan terutama perubahan suhu, merupakan karakter terpenting di dalam komersialisasi GMJ (Yuan & Fu 1995).

Gambar 6 Ukuran polen steril (kiri atas), polen fertil yang terwarnai oleh IKI 1% (kiri bawah) dan polen steril yang tidak terwarnai oleh IKI 1% (kanan); pembesaran 40x pada mikroskop binokuler

GMJ baru tipe WA, Kalinga dan Gambica memiliki rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif, dengan kisaran masing-masing antara 66,1 – 107,8 cm dan 6,5 – 15,4 anakan (Tabel 19). Tinggi tanaman harus diperhatikan dalam perakitan GMJ baru karena dalam produksi benih, GMJ harus dipasangkan dengan galur pelestari atau pemulih kesuburan. Karena itu, tinggi tanaman GMJ disarankan kurang dari 100 cm agar memudahkan dalam memilih tetua jantan penggabungnya. Jumlah anakan yang ideal untuk GMJ adalah 10-12 malai per rumpun. Peng et al. (2008) menyatakan bahwa untuk mendapatkan padi hibrida berheterosis tinggi, maka GMJ harus mempunyai kapasitas pembentukan malai yang moderat yaitu 270-300 malai/m2.

(11)

Tabel 19 Keragaan karakter agronomis, eksersi malai dan eksersi stigma tiga tipe galur mandul jantan baru

Keterangan: BI485A: IR58025A/H36-3-Ma, BI497A: IR68897A/H36-3-Mb, BI543A: IR58025A/B2-1-M, BI571A: IR62829A/B-IR58025A/B2-1-M, BI599A: IR58025A/B4-1-Da, BI703A:

IR58025A/H36-3-Mc, BI639A: IR80156A/H36-3-Mc, BI665A: IR80156A/H36-4-M, BI669A:

IR80156A/B1-2-Pb, dan BI855A: IR80154A/B2-1-Db; Nilai skor eksersi stigma merupakan modus dari semua sister line masing-masing galur, 1: >70%, 3: 51-69%; angka setelah ± adalah nilai standar deviasi

Umur bunga akan menentukan lamanya periode pengisian biji (Takai et al. 2006). Seluruh GMJ baru dengan tiga tipe sitoplasma yang berbeda tersebut termasuk dalam kategori genjah, yaitu dapat dipanen sebelum 120 HSS. GMJ yang berumur genjah diharapkan akan menghasilkan hibrida berumur genjah. Hibrida dengan heterosis yang tinggi pada karakter bobot hasil dan berumur genjah akan mudah diadaptasikan ke petani, karena dapat meningkatkan produktivitas lahan dan sesuai untuk pola tanam tertentu, seperti IP padi 400.

Sepuluh GMJ baru ini memiliki skor eksersi malai dan stigma berkisar antara 1 – 3. Hal ini menunjukkan bahwa GMJ tersebut mempunyai peluang yang tinggi dalam persilangan alami (Virmani et al. 1997). Skor 3 pada eksersi malai sebagian GMJ baru mengindikasikan bahwa galur-galur tersebut masih memiliki bagian pangkal malai yang tertutup oleh pelepah daun bendera, walaupun tidak lebih dari 10%. Eksersi malai yang tidak sempurna merupakan kelemahan dari beberapa tipe galur mandul jantan, termasuk Wild Abortive, Gambiaca dan Kalinga. Hal ini menjadi salah satu kendala dalam persilangan alami. Namun demikian, 10 GMJ baru memiliki persentase eksersi stigma pasca antesis yang baik, yaitu berkisar antara 51 - >70%. Hal ini sangat membantu proses penyerbukan. Dengan demikian, walaupun memiliki eksersi malai yang tidak sempurna, tetapi karena memiliki eksersi stigma lebih dari 51% maka

(12)

proses penyerbukan dan pembuahan masih dapat terjadi pada sebagian besar bunga yang berada pada malai terbuka akibat stigma yang tetap berada di luar pasca anthesis.

Ketahanan Galur Mandul Jantan Baru terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri

Galur mandul jantan harus mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan tumbuhnya dan tahan terhadap hama atau penyakit utama padi. Ketiga tipe GMJ yang diuji, dikonversi dari galur-galur pelestari dihaploid (DH2) hasil kultur antera F1 persilangan galur pelestari dengan galur donor yang memiliki ketahanan terhadap hawar daun bakteri. Baik galur pelestari maupun donor merupakan galur-galur elit hasil pemuliaan yang sudah beradaptasi di Indonesia. Pada silang balik kelima, GMJ yang terbentuk telah memiliki sitoplasma yang berasal dari galur introduksi tetapi sudah memiliki 98,4375% gen-gen nukleus dari galur pelestari atau tetua jantannya (recurrent parent). Terlebih lagi, di dalam perbanyakan benih galur mandul jantan, galur pelestari selalu harus ditanam berdampingan dengan galur pelestarinya dan dibiarkan terjadi out crossing, sehingga dengan kata lain kegiatan silang balik akan terjadi terus menerus secara alami. Dengan demikian, diharapkan tiga tipe GMJ baru ini lebih mampu beradaptasi di lndonesia karena peningkatan persentase gen dari tetua jantannya.

Galur-galur mandul jantan baru memiliki ketahanan yang bervariasi terhadap patogen hawar daun bakteri (HDB) (Tabel 20). Pengujian terhadap patogen HDB patotipe III menunjukkan bahwa ada 3 GMJ baru yaitu GMJ tipe WA (BI703A), Gambiaca (BI855A) dan Kalinga (BI669A) yang bereaksi tahan, sedangkan tujuh GMJ lainnya menunjukkan reaksi agak tahan terhadap patotipe III. Untuk pengujian terhadap patogen HDB patotipe IV, diperoleh 1 GMJ baru yang teridentifikasi sangat tahan, sedangkan sisanya termasuk kategori agak tahan (4 galur), agak rentan (3 galur) dan rentan (2 galur). Pengujian dengan patogen HDB patotipe VIII juga menghasilkan 3 kategori ketahanan, yaitu sangat tahan (3 galur), agak tahan (2 galur) dan agak rentan (5 galur).

(13)

Tabel 20 Ketahanan galur mandul jantan baru terhadap patogen hawar daun bakteri Galur Mandul Jantan Sumber Sitoplasma

Ketahanan terhadap Xoo

Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII

BI485A Wild Abortive 3 3 5

BI497A Wild Abortive 3 3 5

BI543A Wild Abortive 3 7 0

BI571A Wild Abortive 3 5 0

BI599A Wild Abortive 3 3 5

BI703A Wild Abortive 1 5 3

BI855A Gambiaca 1 3 5

BI639A Kalinga 3 7 5

BI665A Kalinga 3 0 0

BI669A Kalinga 1 5 3

Keterangan: 485A/B: IR58025A/H36-3-Ma, BI497A/B: IR68897A/H36-3-Mb, 543A/B: IR58025A/B2-1-M, 571A/B: IR62829A/B-IR58025A/B2-1-M, 599A/B: IR58025A/B4-1-Da, 703A/B:

IR58025A/H36-3-Mc, 639A/B: IR80156A/H36-3-Mc, 665A/B: IR80156A/H36-4-M, 669A/B:

IR80156A/B1-2-Pb, dan 855A/B: IR80154A/B2-1-Db; skor ketahanan: 0 sangat tahan; 1 tahan; 3 agak tahan; 5 agak rentan; 7 rentan; 9 sangat rentan.

Gambar 7 Penampilan galur mandul jantan baru yang tahan terhadap hawar daun bakteri, isolat terisolir pada ujung bekas pengguntingan (lingkaran)

(14)

Dari penelitian ini diperoleh 1 GMJ baru, yaitu BI665A yang memberikan reaksi agak tahan terhadap patotipe III, namun sangat tahan terhadap patotipe IV dan VIII. Patotipe IV dan VIII dilaporkan merupakan patotipe yang sangat virulen di Indonesia. Sudir & Suprihanto (2006) menyatakan bahwa tingkat virulensi bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit HDB. Gambar 6 menunjukkan bahwa pada tanaman tahan, bakteri yang ditularkan melalui inokulasi buatan tidak berkembang. Daun mematikan jaringan disekitar daun yang digunting, sehingga bakteri tidak dapat menyebar ke seluruh bagian daun. Tersedianya GMJ yang memiliki sterilitas stabil, karakter agronomis baik dan ketahanan terhadap penyakit akan meningkatkan kemampuan adaptasi galur-galur tersebut dan hibrida turunannya.

Kesimpulan

Transfer sifat mandul jantan telah berhasil dilakukan ke dalam 19 galur dihaploid calon galur pelestari. Kegiatan silang balik berkelanjutan dan seleksi terhadap sterilitas polen pada setiap generasi menghasilkan 10 GMJ baru. Enam GMJ baru memiliki sitoplasma tipe Wild Abortive, tiga GMJ baru memiliki sitoplasma tipe Kalinga dan satu GMJ baru memiliki sitoplasma tipe Gambiaca.

Sterilitas polen GMJ tipe Kalinga dan Gambiaca lebih cepat mencapai 100% (highly sterile) dibandingkan GMJ tipe Wild Abortive. Kedua GMJ tersebut juga memiliki sterilitas polen yang lebih stabil dibandingkan tipe Wild Abortive. Sepuluh GMJ baru dari ketiga tipe sitoplasma ini memiliki tinggi tanaman berkisar antara 66,1 – 107,8 cm, dengan jumlah anakan kategori moderat dan umur genjah. Eksersi malai GMJ baru memiliki skor 1 – 3 atau sebagian besar memiliki bagian pangkal malai yang tertutup oleh pelepah daun bendera, walaupun tidak lebih dari 10%. Namun silang alami masih dapat terjadi dengan baik karena didukung oleh persentase eksersi stigma yang baik, yaitu antara 50 - 75% dari total rangkaian bunga (skor 1 – 3).

GMJ tipe WA, Gambiaca dan Kalinga bereaksi tahan terhadap HDB patotipe III, berturut-turut yaitu BI703A, BI855A dan BI669A. Galur BI543A dan BI571A (WA) teridentifikasi tahan terhadap HDB patotipe VIII. BI665A (Kalinga) memberikan reaksi tahan terhadap dua patotipe sekaligus, yaitu IV dan VIII, yang merupakan patotipe paling virulen di Indonesia.

Gambar

Tabel 15 Skor eksersi malai berdasarkan SES (IRRI 2002)
Tabel 17  Sterilitas polen tanaman F1 hasil persilangan dari 5 GMJ dengan 19  galur DH
Tabel 18  Karakter  sterilitas  polen galur  mandul jantan  baru  pada generasi  F 1  -  F 1 BC 5
Gambar 6  Ukuran polen steril (kiri atas), polen fertil yang terwarnai oleh IKI 1%
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penulisannya kami memakai font “Arial” ukuran 18 dengan menambahkan bentuk oval untuk memperjelas dan sesuai dengan penempatannya agar mempermudah siswa mengenal nama

Skripsi ini adalah studi tentang salah satu bagian dari tindak pidana umum yaitu tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh geng motor perspektif hukum pidana islam

Dalam pelaksanaan penelitian yang dilakukan mengenai kebijakan Pengembangan Materi Agama Islam Berbasis Technopreneurship di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Tujuan Penelitian Untuk mencatat dan membuat bukti pembayaran siswa apabila terdapat siswa tidak membawa atau kehilanagan kartu pembayaran pada saat

Pemodelan Porter 5 Forces dikembangkan pertama kali oleh Michael Porter. Porter 5 Force adalah tool yang digunakan untuk menganalisis bagaimana lingkungan yang kompetitif

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jumlah konsumsi Junk food dan kebiasaan tidur siang sebagai faktor resiko kejadian obesitas di SMA Institut Indonesia

Berdasarkan hasil identifikasi bakteri Escherichia coli pada ikan Layang di pasar Tua menunjukkan bahwa pada pengambilan sampel pertama dan ketiga mendapatkan

Sedangkan pada seseorang yang memiliki pengetahuan rendah akan mengalami kebimbangan atau kebingungan karena kurang mengetahui hal-hal apa saja yang dilakukan untuk