• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODIFIKASI GEOMETRI SEBAGAI PENGONTROL PASIF TERHADAP GAYA DRAG PADA SILINDER GANDA YANG TERSUSUN SECARA TANDEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODIFIKASI GEOMETRI SEBAGAI PENGONTROL PASIF TERHADAP GAYA DRAG PADA SILINDER GANDA YANG TERSUSUN SECARA TANDEM"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MODIFIKASI GEOMETRI SEBAGAI PENGONTROL PASIF

TERHADAP GAYA DRAG PADA SILINDER GANDA YANG

TERSUSUN SECARA TANDEM

Okasatria Novyanto1

1

Puslit KIM-LIPI, Kawasan Puspiptek-Serpong

okasatria@kim.lipi.go.id

INTISARI

Interaksi aliran pada dua buah silinder sirkular dan dua buah silinder tipe I-530 yang masing-masing dari kedua bentuk silinder tesebut tersusun tandem dengan jarak longitudinal (P/D) = 1,5 diteliti dengan cara melakukan pengujian eksperimetal pada sebuah wind tunnel subsonic. Informasi yang diperoleh dari kajian eksperimental ini berupa data kuantitatif, seperti distribusi tekanan (Cp) pada silinder sirkular dan silinder teriris tipe I-530 yang masing-masing tersusun secara tandem, serta visualisasi aliran berupa kontur kecepatan (velocity pathline). Interaksi aliran antara silinder sirkular dan silinder teriris tipe I-530 yang masing-masing tersusun secara tandem, memberikan informasi tentang reduksi gaya drag pada silinder teriris tipe I-530

4 10 3 , 5 Red = ×

tandem yang begitu signifikan bila dibandingkan dengan silinder sirkular tandem. Seluruh pengujian eksperimental ini dilakukan pada bilangan Reynolds, .

Kata Kunci: Susunan tandem, Silinder tipe I, Gaya drag

ABSTRACT

Interaction of flow on two circular cylinders and two I-530 type cylinders which is arranged on tandem with longitudinal distance (P/D) = 1,5 has been investigated by performing test in a subsonic wind tunnel. The information obtained from this experimental study in the form of quantitative data, such as pressure distribution (Cp) on the circular cylinder and I-530 type cylinders which is arranged tandem, also flow visualization in the form of contour velocity (velocity pathline). Interaction of flow on two circular cylinders and two I-530 type cylinders which is arranged on tandem, provide information about the significant reduction of drag force on I-530

4 10 3 , 5 Red = ×

type cylinders tandem when compared with circular cylinder tandem. All experimental testing was conducted at the Reynolds numbe r, .

(2)

1 PENDAHULUAN

Struktur anjungan minyak lepas pantai (offshore structures) merupakan salah satu aplikasi dari struktur berkelompok dengan bentuk geometri silinder sirkular. Beban angin (wind load), beban akibat gelombang (wave load), maupun akibat arus laut (current load) merupakan 3 beban utama yang harus dipertimbangkan dalam perancangan struktur anjungan minyak lepas pantai. Hal ini perlu dipertimbangkan karena ketiga beban tersebut akan sangat mempengaruhi terhadap kekuatan maupun umur dari struktur anjungan minyak lepas pantai tersebut.

Silinder sirkular yang dipasang dalam struktur berkelompok akan mempunyai interaksi aliran yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan struktur yang tunggal, meskipun geometri masing-masing silinder sirkular pada struktur berkelompok tersebut sama dengan bentuk tunggalnya. Namun demikian, fokus utama penelitian bidang mekanika fluida pada struktur berbentuk silinder sirkular, yakni mereduksi gaya-gaya aerodinamik yang timbul selama aliran fluida melingkupi struktur tersebut. Reduksi gaya-gaya aerodinamik tersebut dapat dikaitkan dengan desain sebuah struktur, baik yang berkaitan dengan dimensi maupun pemilihan material yang digunakan agar mampu menahan beban yang timbul selama struktur tersebut dialiri fluida dengan kecepatan tertentu. Salah satu dari gaya-gaya aerodinamik yang perlu dipertimbangkan, yakni timbulnya gaya drag (drag force). Metode pengendalian pasif merupakan salah satu metode untuk mereduksi gaya drag dengan cara memodifikasi geometri bluff body, memberikan kekasaran pada permukaan bluff body ataupun menempatkan bluff body kecil sebagai pengganggu aliran [1]

Banyak penelitian terdahulu yang membahas tentang metode pengendalian pasif ini. Aiba dan Watanabe (1997) telah melakukan penelitian dengan menggunakan model silinder teriris tipe I dan tipe D pada

. 4 10 1 , 3

Red = × . Penelitian mereka kemudian dikembangkan oleh Tamotsu Igarashi dan Yoshihiko Shiba dengan memvariasikan 3 jenis sudut iris untuk tipe I dan tipe D, yakni : θf < 50°, 50 ≤ θf ≤ 53º dan θf > 53º pada

berbagai bilangan Reynolds. Secara umum, mereka berhipotesis bahwa pada sudut iris θf =

53º merupakan sudut iris yang paling efektif mereduksi gaya drag dibandingkan dengan silinder yang bersudut iris θf < 50° dan θf > 53° pada Red =2,6×104

[2]

Berangkat dari hal tersebut diatas, maka akan menjadi suatu bahasan yang menarik jika dilakukan pengujian di wind tunnel Laboratorium Mekanika dan Mesin Fluida, Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS dengan menggunakan silinder sirkular dan silinder teriris

(3)

tipe I 53º yang tersusun secara tandem di tengah-tengah wind tunnel pada bilangan Reynolds, 4 10 3 , 5 Red = × . 2 DASAR TEORI

Fluida adalah sembarang zat (substance) yang jika dikenakan tegangan geser (shear stress) akan mengalami deformasi secara kontinyu walaupun tegangan geser (shear stress) yang diberikannya kecil sekalipun.

2.1 Aliran Viscous dan Non Viscous (Inviscid)

Aliran viscous adalah aliran fluida yang memperhitungkan pengaruh yang ditimbulkan oleh viskositas fluida. Viskositas adalah sifat alamiah yang dimiliki oleh fluida dan berpengaruh terhadap tegangan geser yang terjadi apabila fluida tersebut mengalir melalui permukaan padat. Viskositas menunjukkan ukuran ketahanan suatu fluida terhadap deformasi dan perubahan bentuk. Sedangkan apabila aliran tersebut efek dari viskositas fluidanya tidak berpengaruh atau dapat diabaikan maka aliran tersebut dinamakan aliran non viscous (inviscid flow) [3]

Aliran fluida viscous yang melewati suatu permukaan padat mempunyai kecepatan nol pada titik persinggungannya dan berakibat terjadinya gradien kecepatan. Gradien kecepatan tersebut mempengaruhi tegangan geser dalam aliran fluida viscous, karena pada fluida Newtonian besarnya tegangan geser sebanding dengan gradien kecepatan. Pengaruh tegangan geser berangsur-angsur berkurang dengan bertambahnya jarak aliran fluida dari permukaan padat. Pada jarak tertentu dari permukaan padat pengaruh tegangan geser terhadap aliran fluida menghilang sehingga aliran tersebut disebut aliran inviscid. Pada aliran viscous, terbentuk boundary layer di permukaan benda. Sedangkan pada aliran inviscid tidak terbentuk boundary layer. Pada aliran viscous, fluida yang melakukan kontak langsung dengan sebuah permukaan padat akan terkena pengaruh tegangan geser dari permukaan padat tersebut. Dengan kata lain antara aliran fluida terhadap permukaan padat tidak terjadi slip. Sehingga dalam aliran viscous, tegangan geser dipengaruhi secara langsung oleh viskositas fluida dan gradien kecepatan yang ada dalam aliran fluida tersebut. Secara matematis dirumuskan :

. dy du µ τ = (1) dimana:

(4)

µ adalah viskositas absolut fluida, Pa.s dy

du

adalah gradien kecepatan, s

Pada aliran inviscid, gaya yang berpengaruh hanya pressure force dan tidak ada tegangan geser yang berpengaruh. Jadi dalam kasus ini viskositas fluida dianggap tidak ada. Perbedaan antara aliran viscous dan inviscid secara lebih jelas digambarkan dalam gambar 1.

Gambar 1. Aliran viscous dan inviscid

2.2 Aliran Compresibel dan Incompresibel

Aliran compresibel adalah aliran yang mampu mampat, yaitu sebuah aliran yang variasi densitas fluidanya signifikan (>5%) sehingga tidak dapat diabaikan. Sedangkan aliran incompresibel (tidak mampu mampat) adalah aliran yang variasi densitas fluidanya sangat kecil (<5%) sehingga dapat diabaikan. Compresibility aliran juga dapat dinyatakan dengan bilangan Mach, yaitu:

C V

M = (2)

dimana:

M adalah bilangan Mach, tidak bersatuan

V adalah kecepatan aliran, m.s−1

C adalah kecepatan suara lokal, 1

.sm

Bila harga M<0,3 aliran dikategorikan sebagai aliran incompresibel, sedangkan bila harga M>0,3 aliran dikategorikan sebagai aliran compresibel.

2.3 Aliran Laminar dan Turbulen

Aliran laminar merupakan aliran yang mempunyai struktur gerakan aliran yang halus atau gerakan partikel-partikel fluidanya berlapis-lapis. Sedangkan pada aliran turbulen, gerakan partikel fluidanya lebih acak dengan arah tiga dimensi. Gerakan acak tiga dimensi ini menyebabkan bertambahnya momentum melintasi aliran utama sehingga meningkatkan gaya geser efektifnya. Hal ini berakibat tidak adanya korelasi yang universal

(5)

antara distribusi tegangan geser dan distribusi kecepatan rata-rata sehingga untuk menganalisa aliran turbulen sangat sulit kecuali melalui data-data hasil percobaan dan beberapa teori empiris yang menunjang.

Pada aliran eksternal, batas antara laminar dan turbulen tidak sepasti pada aliran internal. Jika pada aliran internal, aliran laminar berkisar pada Red <2300(Reynolds number bedasarkan diameter body padat yang melingkupi fluida) dan aliran turbulen berkisar pada Red >2300. Sedangkan pada aliran eksternal (misal : pada plat datar) aliran akan mengalami transisi dari laminar ke turbulen pada harga antara 2×105 ≤Rex ≤5×105

(Reynolds number bedasarkan jarak pada body padat yang dilingkupi fluida) dengan kondisi tanpa gangguan dari luar.

2.4 Bilangan Reynolds

Aliran fluida baik itu internal flow maupun eksternal flow, akan mengalami perkembangan dari laminer kemudian transisi hingga pada akhirnya menjadi turbulen. Pada kondisi incompresibel flow, kondisi aliran laminer atau turbulen dapat dinyatakan oleh bilangan tak berdimensi yang dikenal dengan bilangan Reynolds. Bilangan Reynolds merupakan perbandingan antara gaya inersia dari body terhadap gaya geser yang ditimbulkan oleh aliran fluida. Untuk aliran didalam pipa, aliran dikatakan laminer jika memiliki Red <2300, sedangkan jika Red >2300maka aliran tersebut dapat dikatakan sebagai aliran turbulen. Namun untuk eksternal flow seperti aliran yang melewati kontur silinder, aliran dikategorikan sebagai aliran laminer jika memiliki 5

10 . 2 Rex ≤ sedang jika 5 10 . 5

Rex ≥ maka aliran tersebut termasuk dalam aliran turbulen. Secara matematis, bilangan Reynolds diformulasikan :

µ ρU D d . . Re = ∞ (3) dimana: d

Re adalah bilangan Reynolds, tidak bersatuan ρ adalah densitas fluida, kg.m−3

U adalah kecepatan aliran freestream fluida, m.s−1

D adalah panjang karakteristik yang diukur pada medan aliran, m µ adalah viskositas absolut fluida, Pa.s

(6)

2.5 Tekanan Statis, Tekanan Stagnasi dan Tekanan Dinamis

Tekanan statis adalah tekanan yang diukur dengan menggunakan alat ukur yang bergerak bersama-sama dengan aliran, artinya tidak ada kecepatan relatif antara aliran dengan alat ukur. Karena alat ukur harus ikut bergerak maka pengukuran menjadi sulit. Namun sesuai dengan prinsip pengukuran bahwa kecepatan relatif antara alat ukur dengan aliran haruslah nol maka pengukuran dapat dilakukan dengan memasang alat ukur tegak lurus terhadap arah aliran pada permukaan dinding dimana aliran dapat diperlambat hingga nol akibat faktor gesekan pada dinding. Hal ini mengingat bahwa tidak ada fluida yang ideal di permukaan bumi sehingga kecepatan aliran fluida pada permukaan dinding akan menjadi nol. Alat ukur ini dikenal dengan nama wall pressure tap dan pitot static tube.

Tekanan statis di sepanjang penampang saluran adalah sama sehingga tekanan statis pada permukaan dinding merupakan tekanan statis aliran pada penampang tersebut, hal ini sesuai dengan prinsip Euler. Sedangkan tekanan stagnasi (tekanan total) adalah tekanan yang diukur pada daerah dimana aliran fluida diperlambat hingga nol dengan tanpa proses gesekan (isentropis) dan menabrak tegak lurus terhadap kontur surface.

Pada aliran incompresibel, sepanjang suatu streamline dapat diterapkan persamaan bernoulli sebagai berikut:

c z g V p+ + = . 2 2 ρ (4) dimana:

p adalah tekanan aliran fluida, N.m−2

ρ adalah densitas fluida, kg.m−3

V adalah kecepatan aliran fluida, 1

.sm

g adalah percepatan gravitasi, m.s−2

z adalah ketinggian fluida yang diukur dari titik referensi tertentu, m

Dalam pengukuran tekanan stagnasi

( )

p0 dimana kecepatannya

( )

V0 adalah nol dan ketinggian aliran fluida diaggap sama

(

z0 = zs =1

)

maka persamaan Bernoulli di atas dapat disederhanakan menjadi:

C V p p s s o = + = 2 2 ρ (5)

(7)

2.7 Koefisien Tekanan, Koefisien Drag dan Koefisien Lift

Koefisien tekanan Koefisien Tekanan

( )

Cp merupakan selisih antara tekanan total dengan tekanan aliran bebas dibagi dengan tekanan dinamis aliran bebas (freestream), secara matematis dirumuskan dengan: 2 . . 2 1 ∞ ∞ − = U p p CP c ρ (6) dimana : p

C adalah koefisien tekanan, tidak bersatuan c

p adalah tekanan statis lokal pada kontur, 2

.mN

p adalah tekanan statis aliran bebas, N.m−2

2 . . 2 1 ∞ U

ρ adalah tekanan dinamis aliran bebas, 2

.m

N

Benda yang terbenam dalam aliran fluida yang bergerak (immersed bodies) akan mengalami gaya-gaya akibat interaksi dengan fluida. Gaya yang ditimbulkan ini dapat berupa normal stress (tegangan normal) akibat dari tekanan fluida dan shear stress (tegangan geser) yang disebabkan oleh viskositas fluida. Pada aliran dua dimensi, gaya yang sejajar dengan aliran fluida disebut drag forces (gaya drag) sedangkan gaya-gaya yang tegak lurus dengan arah aliran dinamakan lift forces (gaya-gaya lift).

Koefisien Drag dan Koefisien Lift

Komponen gaya ke arah sumbu-x adalah gaya drag sedangkan komponen gaya ke arah sumbu-y adalah gaya lift. Resultan dari tegangan geser dan distribusi tekanan akan menghasilkan komponen gaya-gaya sebagai berikut:

(

p.dA

)

cosθ

(

τ.dA

)

sinθ dFx = + (7)

(

p.dA

)

sinθ

(

τ.dA

)

cosθ dFy =− + (8) dengan: x

dF adalah komponen gaya ke arah sumbu-x, N y

dF adalah komponen gaya ke arah sumbu-y, N

p adalah tekanan aliran fluida, N.m−2

τ adalah tegangan geser (shear stress), Pa dA adalah luasan penampang aliran fluida, m2

(8)

Gambar 2. Profil gaya drag dan gaya lift

Gaya drag yang terjadi dapat berupa skin friction drag yaitu gaya drag yang menyinggung permukaan secara tangensial yang timbul sebagai akibat adanya viskositas (tegangan geser antara fluida dan permukaan benda) dan pressure drag yaitu gaya drag yang tegak lurus terhadap permukaan benda yang timbul karena adanya tekanan fluida. Resultan antara friction drag dan pressure drag ini disebut gaya drag total yang dirumuskan: Dp Df D F F F = + (9)

+

= cos .(p.dA) sin .( .dA) FD θ θ τ dengan: D

F adalah gaya drag total, N Df

F adalah skin friction drag, N Dp

F adalah pressure drag, N

Biasanya gaya drag sering diekspresikan dalam bilangan tak berdimensi yaitu koefisien drag yang didefinisikan sebagai total tegangan akibat drag force dibagi dengan tekanan dinamis aliran bebas (freestream), secara matematis dirumuskan:

A U F C D D . . . 2 / 1 2 = ρ (10) dengan: D

C adalah koefisien drag, tidak bersatuan D

F adalah gaya drag total, N

A adalah luasan penampang aliran fluida, 2

(9)

2 . . 2 1 ∞ U

ρ adalah tekanan dinamis aliran bebas, N.m−2

Koefisien drag juga dapat diperoleh dengan hasil integrasi dari distribusi tekanan sepanjang kontur silinder utama yang merupakan kontribusi dari normal pressure atau pressure drag. Secara matematis dirumuskan:

= 2π θ θ θ 0 ) cos( ). ( 2 1 d C CD p (11) dengan: D

C adalah koefisien drag, tidak bersatuan p

C adalah koefisien tekanan, tidak bersatuan

Gaya lift merupakan komponen gaya yang tegak lurus aliran free stream. Perbedaan kecepatan fluida yang mengalir pada sisi atas dan sisi bawah dari suatu benda dapat menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan yang dapat menimbulkan terjadinya lift. Adapun koefisien lift (CL) dapat ditunjukkan dari persamaan berikut:

A U F C L L . . . 2 2 1 ∞ = ρ (12)

− = 2π θ θ θ 0 ) sin( ). ( 2 1 d C CL p dengan: L

C adalah koefisien lift, tidak bersatuan L

F adalah gaya lift total, N

2 . . 2 1 ∞ U

ρ adalah tekanan dinamis aliran bebas, 2

.mN A adalah luasan penampang aliran fluida, m2

p

C adalah koefisien tekanan, tidak bersatuan Integrasi tersebut diselesaikan dengan metode numerik aturan Simpson 1/3 segmen

berganda yang dirumuskan sebagai berikut :

n x f x f x f x f a b I n i n j n j i o 3 ) ( ) ( 2 ) ( 4 ) ( ) ( 1 5 , 3 , 1 2 6 , 4 , 2

= − = + + + − ≅ (13) dengan: b = 2π dan a = 0

f(xo) = Cp(0).cos 0 dan f(xn) = Cp(2π).cos 2π untuk C

f(x

D o) = Cp(0).sin 0 dan f(xn) = Cp(2π).sin 2π untuk CL

(10)

n adalah jumlah data f(xi

f(x

) adalah perkalian dari fungsi data gasal dimana i = 1, 3, 5, ...n-1

j

sehingga secara sederhana menjadi:

) adalah perkalian dari fungsi data genap dimana j = 2, 4, 6, ...n-2

I CD 2 1 = (14) I CL 2 1 − = (15) 3 METODOLOGI 3.1 Skema eksperimental

Skema eksperimental dari penelitian di Laboratorium Mekanika dan Mesin Fluida, Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS dengan menggunakan silinder sirkular dan silinder teriris tipe I-53º yang tersusun secara Tandem di tengah-tengah wind tunnel pada bilangan

Reynolds, 4

10 3 , 5

Red = × sebagaimana tampak pada gambar 3 dan gambar 4 berikut ini.

Gambar 3. Skema eksperimental silinder sirkular tersusun secara tandem

(11)

3.2 Benda Uji

Gambar benda uji yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana ditunjukan pada gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. (a) Silinder sirkular (b) Silinder tipe I-53°

Pada percobaan ini, benda uji yang digunakan berupa 2 buah silinder sirkular dan 2 buah silinder teriris tipe I-53° yang tersusun secara tandem.

Spesifikasi benda uji yang digunakan, sebagai berikut:

- Bahan : PVC

- Pressure tap

a. Silinder sirkular (θs

b. Silinder teriris tipe I (θ

= 0°) : 72 titik

s

- Jarak Longitudinal : P/D =1,5 = 53°) : 60 titik

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian di wind tunnel Laboratorium Mekanika dan Mesin Fluida, Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS dengan menggunakan silinder sirkular dan silinder teriris tipe I 53º yang tersusun secara Tandem di tengah-tengah wind tunnel pada bilangan Reynolds,

4

10 3 , 5

(12)

Tabel 1. Hasil perhitungan Koefisien Tekanan pada Silinder teriris tipe I-53º tandem

di centerline test section Sudut Kontur (º) CP [Upstream] CP [Downstream] Sudut Kontur (º) CP [Upstream] CP [Downstream] 0 1.0000 -0.8182 188 -0.7455 -0.7091 8 1.0000 -0.8000 196 -0.7455 -0.7091 16 1.0000 -0.8000 203 -0.7455 -0.7273 23 1.0000 -0.8000 210 -0.7636 -0.7091 30 1.0000 -0.8000 216 -0.7455 -0.7091 36 0.9455 -0.8000 222 -0.7455 -0.7091 41 0.7818 -0.8000 226 -0.7273 -0.7091 45 0.5455 -0.8182 233 -0.8000 -0.7273 53 -3.3818 -0.8182 242 -0.8182 -0.8000 58 -3.0909 -0.8182 247 -0.8364 -0.9091 63 -1.8545 -0.8182 252 -0.8182 -1.0727 68 -1.7273 -0.8182 257 -0.8909 -1.2364 73 -1.8000 -0.8182 262 -0.8182 -1.2727 78 -1.7273 -0.7978 267 -1.0182 -1.3455 83 -1.5636 -0.7978 272 -1.1818 -1.2545 88 -1.3273 -0.7978 277 -1.6182 -1.1636 93 -1.0545 -0.7978 282 -1.7273 -1.0000 98 -0.9818 -0.7978 287 -1.8364 -0.8182 103 -0.8727 -0.7978 292 -1.8364 -0.6727 108 -0.8000 -0.7978 297 -1.8364 -0.4909 113 -0.8182 -0.7636 302 -3.1455 -0.4545 123 -0.7818 -0.7636 307 -3.3818 -0.5273 127 -0.8182 -0.7636 315 0.4364 -0.7636 134 -0.8182 -0.7636 319 0.6727 -0.8545 138 -0.7636 -0.7636 324 0.8727 -0.8727 144 -0.7455 -0.7636 330 1.0000 -0.8909 150 -0.7455 -0.7636 337 1.0000 -0.8364 157 -0.7273 -0.7636 344 1.0000 -0.8545 164 -0.7273 -0.7091 352 1.0000 -0.8182 172 -0.7455 -0.7091 360 1.0000 -0.8182 180 -0.7636 -0.7273 - - -

(13)

Tabel 2. Hasil perhitungan Koefisien Tekanan pada silinder sirkular tandem

di centerline test section Sudut Kontur (º) CP [Upstream] CP [Downstream] Sudut Kontur (º) CP [Upstream] CP [Downstream] 0 1.0000 -1.1964 185 -1.1250 -0.7679 5 0.9821 -1.1964 190 -1.1250 -0.7143 10 0.9464 -1.1607 195 -1.1250 -0.7143 15 0.8393 -1.1607 200 -1.1250 -0.7143 20 0.7143 -1.1607 205 -1.1250 -0.7679 25 0.5536 -1.1607 210 -1.1429 -0.7857 30 0.3393 -1.1607 215 -1.1250 -0.7500 35 0.1071 -1.1607 220 -1.1250 -0.7679 40 -0.2321 -1.1071 225 -1.1250 -0.8036 45 -0.4821 -1.1071 230 -1.1250 -0.8036 50 -0.7679 -1.0357 235 -1.1429 -0.8036 55 -1.0536 -0.9821 240 -1.1250 -0.8393 60 -1.1607 -0.8393 245 -1.1250 -0.9107 65 -1.3393 -0.8750 250 -1.1250 -0.9821 70 -1.3571 -0.8571 255 -1.1429 -0.9821 75 -1.3750 -0.8214 260 -1.1429 -1.1071 80 -1.3393 -0.8750 265 -1.1429 -1.1071 85 -1.3571 -0.8750 270 -1.1786 -1.0536 90 -1.1607 -0.9107 275 -1.1964 -0.9821 95 -1.1607 -0.9643 280 -1.1786 -0.9107 100 -1.1250 -0.8929 285 -1.3036 -0.8214 105 -1.1607 -0.8929 290 -1.3393 -0.7857 110 -1.1071 -0.8571 295 -1.3750 -0.8036 115 -1.1607 -0.8036 300 -1.3214 -0.8929 120 -1.1250 -0.8214 305 -1.1964 -0.9464 125 -1.1607 -0.7679 310 -1.1964 -1.0893 130 -1.1607 -0.7679 315 -0.9464 -1.1607 135 -1.1429 -0.7679 320 -0.7679 -1.1607 140 -1.1429 -0.7857 325 -0.2500 -1.1607 145 -1.1429 -0.7857 330 0.0357 -1.2679 150 -1.1429 -0.8036 335 0.3036 -1.2321 155 -1.1429 -0.8036 340 0.6607 -1.1964 160 -1.1250 -0.7857 345 0.8393 -1.1964 165 -1.1250 -0.7143 350 0.9464 -1.1964 170 -1.1250 -0.7143 355 0.9821 -1.1964 175 -1.1250 -0.7143 360 1.0000 -1.1964 180 -1.1250 -0.7321 - - -

(14)

Analisa Distribusi Koefisien Tekanan pada Silinder Upstream

Pada silinder sirkular dan silinder teriris tipe I-53° upstream yang diletakkan pada centerline, mempunyai aliran yang simetri antara bagian upper dan lower sehingga menghasilkan distribusi koefisien tekanan yang simetri. Dengan adanya distribusi koefisien tekanan yang simetri di bagian upper maupun bagian lower, maka tidak ada gaya lift yang timbul pada silinder upstream ini (nilainya sangat kecil) [4].

Gambar 6. Grafik Cp

Dari gambar 6 tampak bahwa letak titik stagnasi pada silinder sirkular terjadi pada sudut kontur θ=0°=360°, dimana aliran fluida menumbuk kontur silinder secara tegak lurus. Kemudian pada sudut θ<360° di sisi lower dan θ>0° di sisi upper, fluida akan mengalami flow accelerated yang diindikasikan dengan penurunan tekanan dan kenaikan kecepatan aliran akibat streamtube yang semakin menyempit (convergence streamtube). Penurunan koefisien tekanan mencapai nilai minimum pada θ=65° (upper) dan θ=295° (lower). Setelah mencapai nilai koefisien tekanan minimum (C

=f(θ) Silinder sirkular upstream dan silinder tipe I-53° upstream

P[min]), streamtube semakin

melebar (divergen streamtube) sehingga fluida mengalami peningkatan tekanan (adverse pressure gradient). Hal ini mengakibatkan partikel-partikel fluida di dalam boundary layer mengalami perlambatan. Selain itu, adanya tegangan geser pada permukaan dinding (kontur) silinder juga mengakibatkan momentum fluida yang mengalir diatasnya menjadi berkurang. Karena momentum yang digunakan untuk mengalirkan fluida sudah tidak mampu lagi mengatasi adverse pressure gradient dan tegangan geser yang terjadi maka

(15)

aliran akan mengalami separasi massive, sebagaimana ditunjukan pada θ=80° di sisi upper dan θ=280° di sisi lower.

Dari grafik distribusi koefisien tekanan (Cp), tampak bahwa untuk silinder teriris tipe I-53° upstream yang diletakkan pada Centerline, terjadi multi stagnasi yang ditunjukan dengan harga Cp =1 di beberapa titik pada bidang irisan, yaitu pada 0°≤θ≤30° dan 330°≤θ≤360°. Untuk aliran fluida yang terdefleksikan ke sisi upper dan ke sisi lower, momentum aliran fluida akan terseparasi pada ujung pemotongan, yakni pada θ=53° untuk daerah upper dan pada θ=307° untuk daerah lower. Dengan kata lain, momentum aliran yang terdefleksi dari sisi tegak silinder tipe I-53° upstream tersebut akan berinteraksi (bertemu) dengan momentum aliran bebas (free stream). Adanya interaksi dari kedua momentum aliran tersebut, maka intensitas turbulensi aliran akan meningkat. Karena momentum aliran free-stream lebih kuat dari momentum aliran yang terdefleksi, maka momentum aliran fluida tersebut akan attach kembali pada permukaan lengkung silinder. Kondisi yang demikian itu akan mendorong transisi aliran dari laminar menjadi turbulen lebih cepat dengan ditandai adanya bubble separation pada kontur permukaan silinder tersebut, yakni pada θ=73°-83° untuk daerah upper dan pada θ= 77°-292° untuk daerah lower. Dengan adanya bubble separation ini, maka akan memicu separasi massive lebih tertunda ke belakang, yakni pada θ=108° untuk daerah upper dan pada θ=252° untuk daerah lower.

Analisa Distribusi Koefisien Tekanan pada Silinder Downstream

Untuk silinder downstream, semua koefisien tekanannya berharga negatif, sebagaimana ditunjukan pada gambar 7. Hal ini terjadi karena adanya separasi shear layer dari silinder upstream baik silinder sirkular maupun silinder teriris tipe I-53° sehingga menimbulkan wake yang melingkupi seluruh kontur permukaan silinder downstream.

Adanya puncak (peak) pada silinder sirkular downstream, yakni pada θ=75° di daerah upper dan pada θ=290° di daerah lower mengindikasikan terjadinya re-attachment shear layer yang berasal dari separasi shear layer silinder sirkular upstream.

Pada daerah upper, shear layer akan terpisah menjadi dua. Satu akan menuju depan (forward shear layer) dan akan terseparasi di bagian depan pada θ=35°. Sedang satu lagi, backward shear layer akan terus menelusuri kontur silinder dan akan terseparasi di bagian belakang pada θ=125°.

Untuk daerah lower, shear layer juga akan terpisah menjadi dua. Satu akan menuju depan (forward shear layer) dan akan terseparasi di bagian depan pada θ=315°. Sedang

(16)

satu lagi, backward shear layer akan terus menelusuri kontur silinder dan akan terseparasi di bagian belakang pada θ=235°.

Gambar 7. Grafik Cp=f(θ) Silinder sirkular downstream dan silinder tipe I-53° downstream

Sedangkan pada silinder teriris tipe I-53° downstream yang diletakkan pada centerline test section dengan jarak P/D=1,5 menunjukkan bahwa momentum fluida yang terseparasi massive dari silinder upstream menimbulkan wake yang melingkupi seluruh kontur permukaan silinder downstream, sehingga tekanan pada kontur permukaan silinder downstream semua berharga negatif.

Adanya puncak (peak) pada θ=302° di daerah lower silinder tipe I-53° downstream, mengindikasikan terjadinya re-attachment shear layer yang berasal dari separasi shear layer silinder upstream. Setelah re-attach, shear layer terpisah menjadi dua. Satu akan menuju depan (forward shear layer) dan akan terseparasi di bagian depan pada θ=319°. Sedang satu lagi, backward shear layer akan terus menelusuri kontur silinder dan akan terseparasi di bagian belakang pada θ = 242°.

Analisa Visualisasi Aliran melintasi Silinder Sirkular yang Tersusun Secara Tandem Hasil visualisasi aliran melintasi silinder sirkular yang tersusun secara tandem di centerline test section, sebagaimana ditunjukan dalam gambar 8. Dari gambar tersebut tampak bahwa titik stagnasi pada silinder sirkular upstream terjadi pada sudut kontur θ=0°=360°, dimana aliran fluida menumbuk kontur silinder secara tegak lurus. Kemudian aliran terseparasi di daerah upper pada θ=80° dan di daerah lower pada θ=280°.

(17)

Gambar 8. Hasil visualisasi aliran melintasi silinder sirkular tandem

(Sp=Titik Separasi; St=Titik Stagnasi; BSp=Backward Separation; At=Attachment; FSp=Forward

Separation)

Sedangkan pada visualisasi aliran silinder sirkular downstream tampak bahwa terjadi re-attachment shear layer yang berasal dari separasi shear layer silinder upstream. Re-attachment terjadi pada sudut kontur θ=70° di daerah upper dan θ=290° di daerah lower. Pada daerah upper, shear layer akan terpisah menjadi dua. Satu (backward shear layer) akan terus menelusuri kontur silinder dan akan terseparasi di bagian belakang pada θ=115°, sedang satu lagi (forward shear layer) akan menuju depan dan akan terseparasi di bagian depan pada θ=40°. Sedangkan pada daerah lower, shear layer juga akan terpisah menjadi dua. Satu (backward shear layer) akan terus menelusuri kontur silinder dan akan terseparasi di bagian belakang pada θ=235°, sedang satu lagi (forward shear layer) akan menuju depan dan akan terseparasi di bagian depan pada θ=310°.

Analisa Visualisasi Aliran melintasi Silinder Tipe I-53° Tandem

Untuk hasil visualisasi aliran melintasi silinder tipe I-53° yang tersusun secara tandem di centerline test section, sebagaimana ditunjukan dalam gambar 9. Dari gambar tersebut tampak bahwa multi stagnasi pada silinder tipe I-53° upstream terjadi pada sudut kontur θ= 0°-30° dan juga pada sudut kontur θ=330°-360°, dimana aliran fluida menumbuk kontur silinder secara tegak lurus. Kemudian aliran terseparasi di daerah upper pada θ=53° dan di daerah lower pada θ=307°. Karena momentum aliran fluida yang sebagian besar terdefleksikan langsung terseparasi massive pada ujung pemotongan dan momentum aliran fluida pada sisi free stream lebih besar, sehingga menyebabkan momentum fluida yang terdefleksikan dari sisi tegak silinder tipe I-53° upstream akan attach kembali pada kontur

(18)

permukaan, baik di sisi upper maupun di sisi lower (sisi celah). Kondisi yang demikian itu akan mendorong transisi aliran dari laminar menjadi turbulen lebih cepat dengan ditandai adanya bubble separation pada kontur permukaan silinder tipe I-53° upstream tersebut, yakni pada kisaran (range) sudut kontur θ=58°-68° untuk sisi upper dan θ=292°-302° untuk sisi lower. Dengan adanya bubble separation, maka separasi massive aliran fluida akan lebih tertunda ke belakang, yakni pada sudut kontur θ=98° untuk sisi upper dan pada sudut kontur θ=262° untuk sisi lower.

Gambar 9. Hasil visualisasi aliran melintasi silinder tipe I-53° tandem

(Sp=Titik Separasi; Mst=Titik Multi stagnasi; BSp=Backward Separation; At=Attachment; FSp=Forward Separation)

Separasi dari shear layer silinder tipe I-53° upstream ini akan re-attach pada kontur permukaan silinder tipe I-53° downstream, yakni pada sudut kontur θ=53° di sisi upper dan θ=307° di sisi lower. Pada daerah upper, shear layer akan terpisah menjadi dua. Satu (backward shear layer) akan terus menelusuri kontur silinder dan akan terseparasi di bagian belakang pada θ=103°, sedang satu lagi (forward shear layer) akan menuju depan dan akan terseparasi di bagian depan pada θ=352°. Sedangkan pada daerah lower, shear layer juga akan terpisah menjadi dua. Satu (backward shear layer) akan terus menelusuri kontur silinder dan akan terseparasi di bagian belakang pada θ=257°, sedang satu lagi (forward shear layer) akan menuju depan dan akan terseparasi di bagian depan pada θ=330°.

Dari penjelasan diatas, baik pada visualisasi silinder sirkular tandem maupun silinder tipe I-53° tandem dapat ditabulasikan sebagai berikut.

(19)

Tabel 3. Perbandingan hasil visualisasi di centerline test section

Silinder Posisi Stagnasi (º)

Posisi Separasi Massive (º) Upper Lower Sirkular Upstream 0 80 280 Tipe I 53° Upstream 0 – 30; 330 – 360 98 262 Sirkular Downstream - 115 235 Tipe I 53° Downstream - 103 257

Dari informasi diatas tampak bahwa terdapat perbedaan posisi sudut kontur (deviasi) antara hasil pengukuran dengan hasil visualisasi aliran. Hal ini diduga karena kekasaran permukaan kertas visualisasi aliran (merk dagang: Asturo) yang lebih besar dari pada kekasaran permukaan benda uji (bahan: PVC). Adanya kekasaran permukaan yang lebih besar, maka tegangan geser yang terjadi juga akan lebih besar. Sehingga, bila dibandingkan dengan permukaan benda uji tanpa dibungkus kertas visualisasi aliran, maka momentum yang digunakan untuk mengalirkan fluida akan lebih cepat berkurang dalam mengatasi adverse pressure gradient dan tegangan geser yang terjadi. Akibatnya, posisi titik separasi massive dari hasil visualisasi aliran akan terjadi lebih awal dibandingka n dengan posisi titik separasi massive dari hasil pengukuran.

Selain itu, pada silinder tipe I-53° downstream, secara sepintas tampak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pengukuran dengan hasil visualisasi. Namun setelah diamati dengan seksama, fenomena ini bukanlah merupakan suatu masalah. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Bahwa salah satu karakteristik dari silinder tipe I-53° yang tersusun secara tandem, yakni ketika ditempatkan di centerline test section akan menghasilkan wake yang bergolak [5]

Secara umum, hasil visualisasi aliran dengan metode oil flow picture ini menguatkan data dari hasil pengukuran untuk mengetahui posisi masing-masing titik stagnasi dan titik separasi, baik pada silinder sirkular upstream maupun silinder sirkular downstream dan pada silinder tipe I-53° upstream maupun silinder tipe I-53° downstream.

. Dengan pergerakan wake yang seperti itu, maka ada kemungkinan disatu sisi terjadi re-attachment sedangkan disisi yang lain langsung terlingkupi oleh separasi shear layer silinder tipe I-53° upstream (tidak ada re-attachment), sebagaimana tampak dari grafik distribusi koefisien tekanan pada silinder downstream di centerline test section atau bahkan pada kedua sisi tersebut terjadi re-attachment, sebagaimana ditunjukan dari hasil visualisasi aliran pada silinder tipe I-53° tandem di centerline test section.

(20)

Koefisien drag pressure

( )

CDp

Perhitungan harga koefisien drag pressure

( )

CDp pada masing-masing silinder

dirumuskan melalui persamaan sebagai berikut:

( ) ( )

= 2π θ θ θ 0 p Dp C cos d 2 1 C dan bila : =

π

( ) ( )

θ θ θ 2 0 p cos d C I maka : I 2 1 CDp =

Persamaan tersebut diselesaikan dengan metode numerik aturan Simpson 1/3 segmen berganda. Hasil pengintegrasian tersebut ditampilkan dalam suatu tabel koefisien pressure drag fungsi sudut pengirisan, sebagaimana ditunjukan pada tabel 4. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa silinder sirkular upstream dan downstream mempunyai nilai koefisien pressure drag yang lebih besar dibandingkan dengan silinder teriris tipe I-53°, baik posisi upstream maupun downstream.

Tabel 4. Perbandingan drag pressure di centerline test section Silinder Koefisien drag pressure

Upstream Downstream Sirkular Tandem 1,1210 -0,3296 Tipe I 53° Tandem 0,7666 -0,0518

5 KESIMPULAN

Berdasarkan pengujian eksperimental pada aliran fluida melintasi silinder sirkular dan silinder teriris tipe I-53o

1. Distribusi koefisien tekanan

yang tersusun secara tandem di centerline test section didapatkan berbagai informasi lebih detail tentang interaksi aliran diantara keduanya, antara lain:

) C

( p silinder sirkular upstream dan silinder teriris tipe

I-53o

2. Distribusi koefisien tekanan

upstream antara daerah upper dengan daerah lower sudah simetri. Hal ini mengakibatkan tidak ada gaya lift yang timbul pada silinder upstream dan hanya gaya drag saja yang lebih dominan.

) C

( p pada kontur permukaan silinder sirkular downstream

(21)

3. Secara umum, hasil visualisasi aliran dengan metode oil flow picture ini menguatkan data dari hasil pengukuran untuk mengetahui posisi masing-masing titik stagnasi dan titik separasi, baik pada silinder sirkular maupun pada silinder teriris tipe I-53° yang masing-masing tersusun secara tandem.

4. Reduksi gaya drag pada silinder teriris tipe I-53°, baik pada posisi upstream maupun downstream sangat signifikan bila dibandingkan dengan silinder sirkular.

6 UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Triyogi Yuwono, DEA. yang telah membiayai dan memberikan bimbingan pada penelitian ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Skuadron Lintas Jalur Teknik Mesin ITS “Esprit de corps” angkatan 2007 yang telah memberikan sumbangsih pemikiran, ide, rekayasa teknik dan saran selama proses penelitian ini berlangsung.

7 DAFTAR PUSTAKA

[1] Aries, Wawan. 2006. Pemodelan Numerik untuk Metoda Pengendalian Aliran Pasif pada Silinder Sirkular Tunggal Menggunakan Silinder Tegak Teriris Tipe-I. ITS. Surabaya.

[2] Igarashi, T. 2006. Drag Reduction for D-shape and I-shape Cylinder. JSME International Journal 49, 4 Series B:1036-1042.

[3] Fox, Robert. 1998. Introduction to Fluid Mechanics 5th edition. John Wiley and Son, Inc. Indiana.

[4] Yuwono, T. 2009. Simulasi Numerik Aliran Melintasi Dua Silinder Teriris Tersusun Tandem Dengan Pengaruh Side Wall Dengan Berbagai Jarak Gap. Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin 8. ITS. Surabaya.

[5] Kostic, Z.G., dan Oka, S.N. 1972. Fluid flow and heat transfer with two cylinders in cross flow. International Journal Heat Transfer 15.279-299.

Gambar

Gambar 1.  Aliran viscous dan inviscid  2.2 Aliran Compresibel dan Incompresibel
Gambar 2. Profil gaya drag dan gaya lift
Gambar 4. Skema eksperimental silinder teriris tipe I-53º tersusun secara tandem
Gambar 5. (a) Silinder sirkular (b) Silinder tipe I-53°
+7

Referensi

Dokumen terkait

UPP-UKM maupun CDA. Beberapa UMKM dengan keterbatasan modal dan pendanaan mengandalkan kedua lembaga ini dalam pelaksanaan komunikasi pemasaran. Kedua lembaga ini,

Satu koloni isolat bakteri ditumbuhkan dalam 20 mL media NB yang mengandung 80 μM HgCl 2 dan difermentasi pada suhu 37 o C dengan pengocokan 150 rpm selama

Tinjauan 7 Pernafasan/ Jantung, Pembuluh darah dan sistem limfatik/ Pencernaan dan hepatobilier/ Saraf dan Perilaku/ Endokrin dan metabolisme/ Muskuloskeletal/ Ginjal dan Saluran

Adapun permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap konsumen pada usaha asuransi jiwa, apakah bentuk-bentuk

dalam ruangan tertutup (tanpa lampu)dan dilengkapi dengan pemanas untuk menjaga suhu media larva berkisar 27'C-31&#34;C. Perlakuan kombinasi oakan atami yang diberikan

yang dialami oleh mahasiswa FIP Undiksha menggunakan alat ungkap masalah (AUM) dengan aspek (PTSDL) yakni; penguasaan materi pembelajaran, keterampilan belajar,

Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat/merah

Berdasar uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, maka sebagai penutup dari tesis ini dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Kepala sekolah telah