i
TATA CARA PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23 ATAS JASA AKUNTANSI, PEMBUKUAN DAN ATESTASI,
JASA HUKUM DAN JASA INTERNET
(STUDI KASUS PADA PT. IND PERIODE DESEMBER 2015)
Oleh :
I GUSTI AYU INDRAYUNI DEWI NIM : 1306043031
PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
ii
TATA CARA PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23 ATAS JASA AKUNTANSI, PEMBUKUAN DAN ATESTASI,
JASA HUKUM DAN JASA INTERNET
(STUDI KASUS PADA PT. IND PERIODE DESEMBER 2015)
Oleh :
I GUSTI AYU INDRAYUNI DEWI NIM : 1306043031
Tugas Akhir Studi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III Perpajakan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Denpasar
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Akhir Studi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal : ………
Tim Penguji : Tanda Tangan
1. Ketua : I Ketut Jati, SE.,M.Si.,Ak ………
2. Sekretaris : Dr. I Gde Ary Wirajaya, SE.,M.Si.,Ak ………
Mengetahui,
Ketua Program Pembimbing
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena dengan segala rahmat dan karunianya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir Studi tepat waktu dengan judul
“Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 Atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi, Jasa Hukum Dan Jasa Internet Pada Studi Kasus PT. IND Periode Desember 2015“
Dalam penyusunan laporan ini saya sebagai penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini banyak kesalahan dan banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
2. Ibu Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., MS., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
3. Bapak Drs. Komang Ardana, MM. selaku Ketua Program Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
v
5. Bapak Dr. I Gde Ary Wirajaya, SE.,M.Si.,Ak selaku Pembimbing Akademik (PA) selama penulis menjalankan perkuliahan pada Program Studi Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
6. Seluruh Dosen yang telah membimbing dan mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program Studi Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
7. Seluruh staf Program Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang telah banyak membantu dan melayani penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
8. Bapak Agus Ardika selaku Pimpinan LMATS Konsulting serta seluruh staf-staf manajemen di kantor Pancoran dan di kantor Kenyeri yang selama ini telah menerima dan memberikan data-data penting kepada penulis untuk menyelesaikan proses Tugas Akhir Studi (TAS)
9. Kepada Kedua Orang Tua, Bapak I Gusti Made Karmawinata dan Ibu I Gusti Ayu Dewi Hariantini dan saudara penulis I Gusti Ngurah Putra Krisnayana serta seluruh keluarga yang selalu memberikan supportnya dan perhatiannya kepada penulis dalam menyelesaikan proses Tugas Akhir Studi (TAS)
10.I Komang Nopriana Sanjaya selaku teman dekat penulis yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir Studi (TAS)
vi
12.Rekan-rekan mahasiswa Diploma III Perpajakan angkatan 2013 yang selalu memberi support dalam membuat Tugas Akhir Studi (TAS) dan berbagi informasi dan pengalaman selama perkuliahan berlangsung hingga terselesaikannya Tugas Akhir Studi (TAS)
13.Serta semua pihak yang terlibat dalam pembuatan dan penyusunan Tugas Akhir Studi (TAS)
Penulis menyadari bahwa dalam membuat dan menyusun Tugas Akhir Studi (TAS) ini, masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan yang saat ini belum dapat disempurnakan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang ikut melengkapi laporan penulis agar dapat lebih disempurnakan kembali.
Denpasar, Mei 2016
vii
Judul : Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi, Jasa Hukum dan Jasa Internet Pada Studi Kasus PT. IND Periode Desember 2015
Nama : I Gusti Ayu Indrayuni Dewi NIM : 1306043031
ABSTRAK
Undang-undang tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang no 36 tahun 2008. Sesuai dengan pasal 23 Undang-undang no 36 tahun 2008, pemotong PPh Pasal 23 dilakukan jika telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh peraturan yang terkait. Diantara peraturan tersebut, pemberi penghasilan memenuhi syarat sebagai pemotong pajak dan penerima penghasilan tersebut memenuhi syarat sebagai pihak yang dipotong PPh Pasal 23. Transaksi tersebut berupa bagian dari objek pajak PPh Pasal 23. Diantaranya untuk dividen, royalti, bunga, hadiah dan sebagaimana diatur dalam undang-undang pajak penghasilan pasal 23 dan PMK No. 141/PMK.03/2015 tentang Perubahan Jenis Jasa Lainnya akan dikenakan tarif sebesar 15% (lima belas persen). Dan untuk sewa kecuali tanah dan/atau bangunan, dan jenis-jenis jasa selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 akan dikenakan tarif sebesar 2% (dua persen).
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui cara perhitungan, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23 atas transaksi untuk jasa-jasa lainnya seperti pada kasus PT. IND yaitu Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum dan Jasa Internet.
.
viii DAFTAR ISI
JUDUL ……….. i
LEMBAR PENGESAHAN ………. ii
KATA PENGANTAR ………..… iii
ABSTRAK ……… vi
DAFTAR ISI ………. vii
DAFTAR GAMBAR ..………. x
DAFTAR LAMPIRAN………. xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1
1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian ………. 4
1.2.2 Kegunaan Penelitian ……… 4
1.3 Sistematik Penyajian ……… 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak ……….. 6
2.1.2 Macam-macam Pajak ……….. 7
2.1.3 Fungsi Pajak ……… 8
2.1.4 Tata Cara Pemungutan Pajak ………... 9
2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak ……… 10
2.2 Pajak Penghasilan 2.2.1 Dasar Hukum Pajak Penghasilan ………. 12
2.2.2 Pajak Penghasilan Pasal 23………... 13
2.2.3 Dasar Hukum PPh Pasal 23 ………. 13
ix
2.3.2 Pihak yang dipotong PPh Pasal 23 ……….. 15
2.3.3 Tarif dan Objek PPh Pasal 23 ……….. 16
2.3.4 Pengecualian Objek PPh Pasal 23 ………... 16
2.4 Tata cara Penyetoran PPh Pasal 23 ……….… 17
2.5 Tata cara Pelaporan PPh Pasal 23 ………... 19
2.6 PPh Pasal 23 atas Jasa Lain-lain 2.6.1 Pengertian Jasa Lain-lain ……… 20
2.6.2 Objek, Tarif dan DPP atas Jasa Lain-lain ……… 20
2.6.3 Pengecualian ……… 26
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ………. 28
3.2 Objek Penelitian ……….. 28
3.3 Identifikasi Variabel ……… 28
3.4 Definisi Operasional Variabel ………. 28
3.5 Jenis dan Sumber Data 3.5.1 Jenis Data ……… 29
3.5.2 Sumber Data ……… 30
3.6 Metode Pengumpulan Data ………. 30
3.7 Teknik Analisis Data ………... 32
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Daerah/Deskripsi Hasil Penelitian 4.1.1 Sejarah Berdirinya Kantor PT. IND ……… 33
4.1.2 Struktur Organisasi dan Uraian Kantor PT. IND ……… 33
4.1.3 Deskripsi Bidang/Tugas Kantor PT. IND ………... 34
x
4.2.1.1Perhitungan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum
dan Jasa Internet PT. IND ….………. 35 4.2.1.2Penyetoran PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi,
Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum
dan Jasa Internet PT. IND …….………. 37 4.2.1.3Pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi,
Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum
dan Jasa Internet PT. IND ……….………. 38 4.2.2 Perbandingan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan
Pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum dan Jasa Internet Oleh PT. IND dengan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum dan Jasa Internet sesuai Undang-undang PPh Pasal 23/PMK No.
141/PMK.03/2015 ………. 39
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ………. 42
5.2 Saran ………... 43
xi
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Bukti Pembayaran PPh Pasal 23/26 masa Desember 2015 2. Bukti Pelaporan PPh Pasal 23/26 masa Desember 2015 3. SPT Masa PPh Pasal 23/26 masa Desember 2015
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Dari masa ke masa sistem pemungutan pajak di Indonesia selalu berubah-ubah. Sejarah sistem pemungutan pajak di Indonesia yang awalnya bersifat sukarela berubah menjadi bersifat wajib. Hal ini dikarenakan kontribusi masyarakat akan pajak sangat kurang. Maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang tentang Perpajakan yang berisi bahwa pembayaran pajak bersifat memaksa. Secara falsafah Undang-undang perpajakan, membayar pajak tidak hanya merupakan kewajiban masyarakan tetapi merupakan hak dari setiap masyarakat untuk ikut berpartisipasi dan berkontribusi dalam peran membangun Negara Indonesia secara Nasional.
2
Disamping Wajib Pajak yang menjadi masalah dalam pembenahan pembangunan di Indonesia, masalah lain yaitu adanya perubahan sistem perhitungan, penyetoran dan pelaporan perpajakan. Sistem tersebut diantaranya Official Assesment System berubah ke Self Assesment System. Self Assesment
System ini memberi kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri. Pemerintah mengharapkan agar Wajib Pajak bisa mentaati peraturan yang telah dibuat.
Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestaasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011:1). Salah satu jenis pajak adalah Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan Subjek Pajak Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang merupakan objek pajak penghasilan adalah penghasilan. Menurut Undang-undang PPh Pasal 4, Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia, yang dapat dipakai sebagai konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama maupun dalam bentuk apapun.
3
penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong PPh Pasal 21 (Mardiasmo, 2011:255).
Wajib Pajak harus paham dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak juga harus mengetahui Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 agar dalam melaksanakan kewajibannya tidak ada kesalahan apapun. Perusahaan yang dijadikan tempat dalam penelitian ini adalah PT. IND (salah satu klien dari Fa. LMATS Consulting).
4 1.2Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Tata Cara perhitungan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum dan Jasa Internet pada PT. IND (salah satu klien dari Fa. LMATS Consulting).
1.2.2 Kegunaan Penelitian 1) Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan tentang pajak dan juga mengaplikasikannya yang diperoleh dalam perkuliahan terutama PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum dan Jasa Internet.
2) Kegunaan Praktis
5 1.3Sistematika Penulisan
Agar lebih mudah dalam pembahasan materi yang ada dalam Tugas Akhir Studi ini, maka sistematika penulisan laporan ini dapat disajikan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, tujuan, kegiatan penelitian dan sistematika penulisan
Bab II Kajian Pustaka
Pada bab ini menguraikan tentang landasan teori yang mendukung pembahasan penelitian. Dalam hal ini, pembahasan yang dijabarkan meliputi teori mengenai perpajakan terutama PPh Pasal 23/26
Bab III Metode Penelitian
Pada bab ini menguraikan tentang lokasi penelitian, obyek penelitian, identifikasi variable, definisi operasional variable, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, teknik analisis data
Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian
Pada bab ini menguraikan tentang gambaran umum/deskripsi hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian
Bab V Kesimpulan dan Saran
6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib
pajak orang pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Negara demi tujuan membangun Negara yang
makmur dan sejahtera. Menurut Mardiasmo (2011:1) Pajak adalah iuran
rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. Sedangkan menurut Rochmat Soemitro (2006:1)
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan
7 2.1.2 Macam – macam Pajak
Terdapat bermacam-macam jenis pajak yang berlaku di seluruh dunia
termasuk di Indonesia. Menurut Waluyo (2011:12), pajak yang berlaku di
Indonesia adalah pajak menurut golongan atau pembebanan, sifat, dan
pemungut atau pengelolanya. Pajak-pajak tersebut yaitu :
1) Menurut Golongan atau Pembebanan
Pajak menurut golongan atau pembebanan dibagi menjadi 2 (dua)
yaitu :
(1) Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannnya tidak dapat
dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban
langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak
Penghasilan
(2) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
2) Menurut Sifat
Pajak menurut sifat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
(1) Pajak Subyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subyeknya yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya, dalam
arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak
Penghasilan.
(2) Pajak Obyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
8
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah
3) Menurut Pemungut atau Pengelolanya
Pajak menurut pemungut atau pengelolanya dibagi menjadi 2 (dua)
yaitu :
(1) Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh : Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai.
(2) Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh :
Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Bea Perolehan atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkotaan
dan pedesaan.
2.1.3 Fungsi Pajak
Menurut Waluyo (2011:6), fungsi pajak dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1) Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang di peruntukkan bagi
pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh :
penerimaan dalam negeri bersumber dari APBN
2) Fungsi Mengatur (Regulerent)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
9
tinggi dikenakan terhadap minuman keras dengan tujuan untuk
mengurangi konsumsi minuman keras. Pajak yang tinggi juga
dikenakan atas barang-barang mewah dengan tujuan untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
2.1.4 Tata Cara Pemungutan Pajak
Tata cara pemungutan pajak ada 3 (tiga) yaitu :
1) Stelsel Nyata/Riil
Stelsel Nyata/Riil adalah pengenaan pajak didasarkan pada objek
penghasilan nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan
pada akhir tahun pajak yaitu setelah penghasilan sesungguhnya
diketahui. Stelsel Nyata/Riil ini mempunyai kelebihan yaitu bagi
Wajib Pajak maupun fiskus (pemerintah) tidak akan merasa dirugikan
apabila terjadi perubahan terhadap objek pajak tersebut karena semua
perubahan itu akan diperttimbangkan kembali dalam penentuan
jumlah pajak sedangkan kekurangannya yaitu Pajak yang masuk
dalam kas Negara akan terlambat sebab uang pajak yang akan masuk
ke kas Negara baru akan masuk setelah tahun pajak itu berakhir
2) Stelsel Anggapan
Stelsel Anggapan adalah pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan yang diatur oleh undang-undang. Kelebihan dari Stelsel
Anggapan yaitu Uang Pajak akan langsung masuk ke Kas Negara dan
kekurangannya yaitu Bagi Wajib Pajak akan merasa rugi apabila
10
penurunan penghasilan dari wajib pajak dan sebaliknya juga akan
merugikan Negara apabila selama masa atau tahun pajak berjalan
terjadi kenaikan penghasilan dari wajib pajak
3) Stelsel Campuran
Stelsel Campuran adalah kombinasi antara stelsel Nyata/Riil dengan
stelsel Anggapan. Kelebihannya yaitu pada awal masa atau tahun
pajak, uang hasil pajak sudah dapat masuk dalam kas Negara
sehingga kas tersebut dapat digunakan. Bagi pemerintah dan wajib
pajak tidak ada yang dirugikan apabila terjadi perubahan pada
besarnya penghasilan. Karena bila terjadi perubahan maka pajak
didasarkan pada stelsel fictie masih dapat dikoreksi dan kelemahannya
yaitu pekerjaan, biaya dan tenaga menjadi tidak efisien karena adanya
ketetapan yang dilakukan 2 (dua) kali selama masa atau tahun pajak
yang bersangkutan.
2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak
Menurut (Mardiasmo, 2011:7), sistem pemungutan pajak ada 3 (tiga)
sistem yaitu :
1) Official Assessment System
Sistem tersebut adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang wajib pajak. Sistem ini sudah tidak berlaku lagi setelah
reformasi perpajakan pada tahun 1984. Adapun ciri-ciri sistem ini
11
(1) Pajak Terutang dihitung oleh pemerintah/petugas pajak
(2) Wajib Pajak bersifat Pasif
(3) Hutang pajak timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang
terhutang dengan cara diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak
2) Self Assessment System
Sistem tersebut adalah sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya
pajak terhutang. Adapun ciri-ciri sistem ini yaitu :
(1) Wajib Pajak berhak untuk menentukan besarnya pajak terutang
(2) Wajib Pajak bersifat Aktif. Mulai dari menghitung, menyetor dan
melapor pajak terhutang Wajib Pajak itu sendiri
(3) Pemerintah/petugas pajak tidak dapat ikut campur dalam
mengetahui pajak terutang Wajib Pajak tersebut dan hanya bisa
mengawasi
3) With Holding System
Sistem tersebut adalah sistem pemungutan pajak yang memberi
kewenangan pada pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak
terutang. Adapun ciri-ciri sistem ini adalah wewenang menentukan
besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga. Pihak selain Fiskus
12 2.2 Pajak Penghasilan
Undang-undang tentang Pajak Penghasilan telah beberapa kali mengalami
perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-undang No. 36 Tahun
2008. Dalam buku Mardiasmo (2011), Pajak Penghasilan mengatur
tentang pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan
dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam
tahun pajak. Apabila subjek pajak dikenai pajak maka subjek pajak
tersebut menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek Pajak inilah
yang disebut Wajib Pajak. Menurut Mardiasmo (2011), Wajib Pajak
dikenai Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama
satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam
bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau
berakhir dalam tahun pajak.
2.2.1 Dasar Hukum Pajak Penghasilan
Dasar hukum Pajak Penghasilan dimulai pada tahun 1984. Pemerintah
telah mereformasi undang-undang dibidang perpajakan sehingga
menghasilkan beberapa undang-undang perpajakan. Undang-undang
tersebut telah mengalami perubahan sebanyak 4 (empat) kali.
Undang-undang tersebut yaitu :
1) undang Nomor 7 tahun 1991 tentang perubahan atas
Undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
2) Undang-undang Nomor 10 tahun 1994 tentang perubahan kedua atas
13
3) Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 tentang peeubahan ketiga atas
Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
4) hingga Undang-undang yang terakhir dibuat yaittu Undang-undang
Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas
Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
2.2.2 Pajak Penghasilan Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dipotong atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam Negeri dan
Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berasal dari modal, penyerahan jasa,
atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong Pajak Penghasilan
Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau
subjek pajak dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, Bentuk Usaha
Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
2.2.3 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 23
Dasar Hukum Pajak Pengasilan Pasal 23 yaitu :
1) Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Pasal 23
2) PMK No.244/PMK.03/2008 tentang jenis jasa lain yang tercantum
dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh
3) PMK No.251/PMK.03/2008 tentang Pajak Penghasilan atas Jasa
Keuangan yang dilakukan oleh Badan Usaha yang berfungsi sebagai
Penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan yang tidak dilakukan
14
4) SE-53/PJ/2009 tentang penjelasan PPh Pasal 23
5) SE-35/PJ/2010 tentang Pengertian Jasa Teknik dan Jasa Manajemen
6) Dan dasar hukum PPh Pasal 23 yang terbaru adalah PMK No.
141/PMK.03/2015 tentang Perubahan Jenis Jasa Lainnya
2.3 Pemotongan dan Penyetoran Pajak
2.3.1 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23
Menurut (Mardiasmo, 2011:255) tentang Pajak Penghasilan Pasal 23,
pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah
1) Badan Pemerintah
Pemotong PPh Pasal 23 oleh instansi pemerintah biasanya dilakukan
oleh bendaharawan pemerintah
2) Subjek Pajak Badan Dalam Negeri
Subjek Pajak Badan yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia
3) Penyelenggara Kegiatan
Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu yang melakukan suatu event atau
kegiatan
4) Bentuk Usaha Tetap
Menurut pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak Penghasilan yaitu,
bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
15
jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat
kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan,
gedung kantor, bengkel dan lain-lain.
5) Perwakilan Perusahaaan Luar Negeri Lainnya
Perwakilan Perusahaaan Luar Negeri Lainnya selain BUT yang ada di
Indonesia juga merupakan pemotong PPh Pasal 23 seperti
Representative Office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.
6) Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam Negeri yang telah mendapat
penunjukkan dari Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak PPh
Pasal 23, meliputi :
(1) Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, Pengacara, dan
Konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas.
(2) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan.
2.3.2 Pihak yang Dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan,
penerimaan penghasilan yang dapat dipotong PPh Pasal 23 adalah Wajib
Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Dengan demikian,
16
Jika penerimaan penghasilan adalah Wajib Pajak Luar Negeri kecuali
BUT, maka PPh Pasal 23 tidak bisa dikenakan.
2.3.3 Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23
Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 menurut Undang-undang no
36 tahun 2008 pasal 23 dan PMK No. 141/PMK.03/2015 yaitu :
1) 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :
(1) Dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi yang
dikenakan pajak final, royalti dan bunga.
(2) Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
2) 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas :
(1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
(2) Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
(3) Imbalan jasa lainnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Jasa- jasa Lainnya.
Untuk Wajib Pajak yang tidak mempunyai NPWP akan dipotong 100%
(seratus persen) lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
2.3.4 Pengecualian Objek Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23
Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
23 adalah :
17
2) Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi
3) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri , Koperasi,
BUMN/BUMD, dan penyertaan modal badan usaha yang didirikan
dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
(1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
(2) Bagi perseroan terbatas (PT), BUMN/BUMD, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua
puluh lima) persen dari jumlah modal yang disetor.
4) Dividen yang diterima oleh orang pribadi
5) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang
saham unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
6) SHU / Koperasi yang dibayarkan oleh Koperasi kepada anggotanya
7) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau
pembiayaan.
2.4 Tata Cara Penyetoran PPh Pasal 23
Berdasarkan UU KUP Nomor 28 tahun 2007 dan PMK Nomor
242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak, PPh
18
(sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Penerima penghasilan
yang dipotong PPh Pasal 23, akan diberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23.
Atas pemotongan yang telah dilakukan dalam suatu masa pajak, Wajib Pajak
sebagai pemotong pajak wajib melakukan pelaporan pemotongan PPh Pasal 23
yang telah dilakukannya. Pembayaran dan Penyetoran pajak harus dilakukan
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain
yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak (SSP). Umumnya penyetoran PPh
Pasal 23 atas Jasa Lain-lain menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) namun
menurut Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-26/PJ/2014 tentang E-billing maka
mulai tahun 2016, penyetoran pajak bisa menggunakan E-billing. E-billing yaitu
sistem pembayaran pajak secara elektronik. Billing tersebut harus diisi data dari
tanggal dan bulan sesuai dengan masa pajak dan jumlah yang harus disetor.
Setelah mengisi data dengan benar dan lengkap maka Wajib Pajak akan
menerima kode billing pajak yang disebut bukti E-billing. Bukti E-billing
tersebut harus disetorkan kepada Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh
pemerintah sebagai tempat pembayaran pajak. Apabila Wajib Pajak terlambat
menyetor atau tidak membayar pajak maka sanksi yang dikenakan dapat berupa
sanksi administrasi, tetapi juga dapat berupa sanksi pidana apabila Wajib Pajak
terlambat atau tidak menyetor SPT. Menurut pasal 9 ayat 2 huruf a UU KUP, bila
pembayaran atau penyetoran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
pembayaran atau penyetoran yaitu tanggal 10 (sepuluh), maka akan dikenai
19
dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal
pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Sementara sanksi pidana akan dikenakan kepada Wajib Pajak yang tidak
menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong sehingga dapat
menimbulkan kerugian Negara maka dikenakan sanksi pidana paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan juga denda paling sedikit 2
(dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang bayar sesuai pasal 39 ayat 1 huruf i UU KUP.
2.5 Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 23
Pemotong PPh Pasal 23 wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 23
kepada orang pribadi atau badan yang dipotong setiap melakukan pemotongan
atau pemungutan. Bagi penerima penghasilan, bukti potong PPh Pasal 23 adalah
bukti pelunasan PPh terutang dalam tahun tersebut dan akan dikreditkan dalam
SPT Tahunan. Apabila masa pajak telah berakhir, pemotongan PPh Pasal 23
Wajib Pajak harus melaporkan pemotongan yang telah dilakukan dalam masa
pajak tersebut. Sarana Pelaporan ini mengunakan SPT Masa PPh Pasal 23/26.
Dan menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak
tersebut terdaftar. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23/26 harus
disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak Berakhir.
2.6 PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya
PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya merupakan objek dari Pajak Penghasilan Pasal
23. Dalam hal ini, akan dibahas mengenai pengertian jasa, macam-macam jasa
20 2.6.1 Pengertian Jasa Lainnya
Jasa Lainnya merupakan imbalan atas jasa lainnya selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.
2.6.2 Objek, Tarif dan DPP PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya
1) Objek PPh Pasal 23 atas jasa lainnya yaitu :
Menurut peraturan terbaru PMK No. 141/PMK.03/2015 tentang
Perubahan Jenis Jasa Lainnya, Jasa-jasa lainnya yaitu
(1) Jasa Penilai (Apprisal);
(2) Jasa Aktuaris;
(3) Jasa Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
(4) Jasa Hukum;
(5) Jasa Arsitektur;
(6) Jasa Perencanaan Kota dan Arsitektur Landscape;
(7) Jasa Perancang (Design);
(8) Jasa Pengeboran (Drilling) di bidang penambangan minyak
dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh Bentuk
Usaha Tetap (BUT);
(9) Jasa Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan
minyak dan gas (migas);
(10) Jasa Penambangan dan jasa penunjang selain di bidang
usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi
21
(11) Jasa Penunjangan di bidang penerbangan dan Bandar
udara;
(12) Jasa Penebangan Hutan;
(13) Jasa Pengolahan Limbah;
(14) Jasa Penyedia Tenaga Kerja dan/atau tenaga ahli
(outsourcing service);
(15) Jasa Perantara dan/atau keagenan;
(16) Jasa di bidang perdagangan suraat-surat berharga,
kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, Kustodian Sentral
Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia
(KPEI);
(17) Jasa Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang
dilakukan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI);
(18) Jasa Pengisian Suara (Dubbing) dan/atau sulih suara;
(19) Jasa Mixing Film;
(20) Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster,
photo,slide, klise, banner, pamphlet, baliho, dan folder;
(21) Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau
sistem computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan
perbaikan;
(22) Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website;
22
(24) Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran
data, informasi, dan/atau program;
(25) Jasa Instalansi / pemasangan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan
oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi,
dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
(26) Jasa perawatan / perbaikan / pemeliharaan mesin,
peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel,
selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya
di bidang konstruksi, dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;
(27) Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi
darat, laut dan udara;
(28) Jasa Maklon;
(29) Jasa Penyelidikan dan Keamanan;
(30) Jasa Penyelenggaraan Kegiatan atau event organizer;
(31) Jasa Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media
massa, media luar negeri atau media lainnya untuk
penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
(32) Jasa Pembasmian Hama;
(33) Jasa Kebersihan atau cleaning service;
23
(35) Jasa pemeliharaan kolam;
(36) Jasa Katering atau tata boga;
(37) Jasa freight forwarding;
(38) Jasa logistik;
(39) Jasa pengurusan dokumen;
(40) Jasa pengepakan;
(41) Jasa loading dan unloading;
(42) Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang
dilakukan oleh lembaga atau insitusi pendidikan dalam rangka
penelitian akademis;
(43) Jasa pengelolaan parker;
(44) Jasa penyondiran tanah;
(45) Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
(46) Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit;
(47) Jasa pemeliharaan tanaman;
(48) Jasa pemanenan;
(49) Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan,
perikanan, peternakan dan/atau kehutanan;
(50) Jasa Dekorasi;
(51) Jasa pencetakan/penerbitan;
(52) Jasa penerjemahan;
(53) Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur
24
(54) Jasa pelayanan kepelabuhanan;
(55) Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
(56) Jasa pengelolaan penitipan anak;
(57) Jasa pelatihan dan/atau kursus;
(58) Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
(59) Jasa sertifikasi;
(60) Jasa survey;
(61) Jasa tester;
(62) Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang
pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
Sehubungan dengan pengenaan PPh Pasal 4 ayat 2 (Final)
terhadap semua jenis jasa konstruksi berdasarkan ketentuan pasal
4 ayat 2 UU PPh dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008
dan perubahan terbatu yaitu pp no 79 tahun 2015, maka imbalan
jasa konstruksi tidak lagi menjadi objek pemotongan PPh Pasal
23.
2) Tarif dan DPP PPh Pasal 23 atas jasa lainnya yaitu sebesar 2% (dua
persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
(PPN). Jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak) maka akan dipotong 100% (seratus persen) lebih tinggi dari
25
yang menjadi DPP adalah jumlah bruto atas jasa lainnya. Jumlah
bruto yang dimaksud sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia
jasa, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Untuk jumlah
bruto Jasa Katering atau Tata Boga sesuai PMK No.
141/PMK.03/2015 yaitu seluruh jumlah dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau
telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek
pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap
(BUT) kepada Wajib Pajak Dalam Negeri. Sedangkan untuk jumlah
bruto selain Jasa Katering atau Tata Boga yaitu seluruh jumlah
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan
untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan
pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT) kepada Wajib Pajak Dalam
Negeri, tidak termasuk :
(1) Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dibayarkan oleh Wajib Pajak sebagai penyedia tenaga kerja
kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan
kontrak dengan pengguna jasa
(2) Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian
26
(3) Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui
penyedia jasa, terkait jasa yang diberikan oleh penyedia jasa
dan/atau
(4) Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian
(reimburst) atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada
pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa bersangutan
Pembayaran tersebut tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh Pasal 23 jika dapat dibuktikan dengan :
a. Kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan
b. Faktur pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau
material
c. Faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian
tertulis dan
d. Faktur tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah
dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga
Apabila tidak dapat dibuktikan maka jumlah bruto adalah sebesar
keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa dan tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2.6.3 Pengecualian Pasal 23 atas Jasa Lainnya
Pengecualian Pasal 23 atas Jasa Lainnya yaitu
27
2) Imbalan sehubungan dengan jasa lain tersebut dikenai Pajak