• Tidak ada hasil yang ditemukan

T IPA 1302389 Chapter3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T IPA 1302389 Chapter3"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penentuan metode penelitian didasarkan pada rumusan masalah serta tujuan

penelitian yang ingin dicapai. Metode penelitian yang dipilih dalam penelitian ini

adalah metode penelitian eksperimen lemah (weak experiment). Penelitian ini tidak

menggunakan kelompok kontrol yang akan menjadi pembanding (Fraenkel, 2011).

Penggunaan metode weak experiment dikarenakan pada penelitian ini tidak

memungkinkan pencarian kelas yang setara, sehingga hanya menggunakan satu kelas

tanpa kelas pembanding. Pada metode penelitian ini, desain dan perlakuannya seperti

eksperimen tetapi tidak ada pengontrolan variabel. (Sukmadinata, 2011). Jadi, pada

penelitian ini hanya terdapat satu kelas yang mendapat perlakuan, yaitu pembelajaran

levels of Inquiry. Hal ini dilakukan untuk melihat perkembangan penalaran ilmiah dan

berpikir kritis siswa selama penelitian dengan berfokus hanya pada satu kelas tersebut,

tanpa ada kelas pembanding. Tidak terdapatnya pembanding pada penelelitian ini juga

dikarenakan tujuan dari penelitian adalah mengenai penalaran ilmiah dan berpikir kritis

bukan berupa penguasaan konsep atau pemahaman konsep yang membutuhkan

pembanding pada konsep tertentu.

Desain penelitian yang digunakan adalah One Group Pretes-Posttest Design.

Dalam desain ini tidak terdapat kelompok pembanding atau kontrol (Creswell, 1994,

hlm 130). Selain itu terdapat pretest sebelum perlakuan agar hasil perlakuan dapat

diketahui lebih akurat, karena dapat dibandingkan sebelum dan sesudah diberi

(2)

Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1. One Group Pretes-Posttest Design

(Creswell, 2009, hlm 241)

Ket :

O1 : pretest atau posttest penalaran ilmiah

O2 : pretest atau posttest berpikir kritis

X : perlakuan (pembelajaran levels of inquiry)

B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah salah satu Sekolah Menengah

Pertama (SMP) di Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan

penalaran ilmiah dan keterampilan berpikir kritis siswa SMP pada pembelajaran IPA

terpadu dengan menggunakan model levels of inquiry. Oleh karena itu, populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa SMP kelas VII tahun ajaran 2014/2015 di salah satu

SMP di kota Bandung. Namun dikarenakan keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka

peneliti hanya mengambil sampel dari populasi tersebut. Sampel dari penelitian ini

adalah salah satu kelas VII yaitu kelas VII C.

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan

dengan pertimbangan tertentu. Aspek purposive yang dijadikan pertimbangan tersebut

adalah kelas ini merupakan salah satu kelas unggulan diantara kelas VII di salah satu

SMP yang memiliki 30 siswa. Kelas tersebut sudah terbiasa melakukan pembelajaran

berbasis praktikum dan sudah pernah dilakukan inkuiri sehingga lebih mudah untuk

(3)

C. Keterkaitan Aspek LOI dengan Panalaran Ilmiah dan Berpikir Kritis

Hasil analisis dan sintesis berbagai sumber data yang telah dilakukan oleh

peneliti menunjukkan adanya suatu keterkaitan antara aspek levels of inquiry dan

penalaran ilmiah serta berpikir kritis. Levels of inquiry dapat melatihkan

pengembangan kemampuan intelektual dan berpikir (Wenning, 2011, hlm. 17). Selain

itu, levels of inquiry dapat melatihkan intellectual process skills yang dalam setiap

tahapan levels of inquiry yang memiliki keterkaitan dengan setiap aspek penalaran

ilmiah dan berpikir kritis. Untuk melihat keterkaitan tersebut maka disajikan Tabel 3.1:

Tabel 3.1 Matriks keterkaitan aspek LOI dengan

penalaran ilmiah dan berpikir kritis

Levels of inquiry

Deskripsi Kegiatan

Siswa Aspek Penalaran Ilmiah

(4)

Levels of inquiry

Deskripsi Kegiatan

Siswa Aspek Penalaran Ilmiah

Aspek Berpikir

(5)

Dalam penelitian ini data dijaring/dikumpulkan melalui beberapa instrumen yang

telah disiapkan peneliti. Data yang utama adalah instrumen terstandar yang telah teruji

validitas dan reliabilitasnya. Dengan instrumen ini akan diperoleh data kuantitatif

mengenai skor siswa. Untuk melengkapi data kuantitatf tersebut agar lebih luas,

mendalam dan bermakna, maka peneliti melakukan pengumpulam data kualitatif. Data

kualitatif yang dikumpulkan terkait dengan pengembangan penalaran ilmiah dan

berpikir kritis siswa dengan dokumentasi pembelajaran dengan rekaman video, serta

angket guru dan siswa. Secara ringkas, instrumen penelitian dapat dilihat pada Tabel

3.2.

Siswa Modified Lawson’s Classrom

Test of Scientific Reasoning

(Soal Tes terstandar yang memuat kemampuan penalaran

Siswa Cornell Critical Thinking Test level X (Soal tes terstandar yang memuat kemampuan

Angket respon guru dan siswa

4. Keterlaksanaan

Siswa Rubrik Penilaian Lembar Kerja Siswa

(6)

Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan mengenai instrumen yang digunakan

dalam penelitian:

a. Soal Pilihan Ganda

Dalam penelitian ini, jenis instrumen yang digunakan adalah tes tertulis berupa

pilihan ganda. Tes ini terdiri dari soal penalaran ilmiah dan soal keterampilan berpikir

kritis. Soal pilihan ganda ini digunakan untuk mengetahui kemampuan penalaran

ilmiah dan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah penelitian. Berikut ini penjelasan

dari masing-masing instrumen tersebut:

1) Soal penalaran Ilmiah

Instrumen tes yang digunakan untuk mengetahui penalaran ilmiah berupa soal

pilihan ganda beralasan. Kemampuan penalaran siswa diukur mengunakan Modified

Lawson Classroom Test of Scientific reasoning (MLCTSR). MLCTSR merupakan tes

yang dikembangkan berdasarkan tes penalaran ilmiah dari Lawson’s Classroom Test

of Scientific Reasoning (LCTSR) tahun 2000. Pada LCTSR terdapat 24 soal pilihan

ganda dua tingkat. Peneliti memodifikasinya sesuai dengan konten yang berbasis

konsep IPA yaitu gerak yang disesuaikan dengan kerangka penilaian LCTSR. Namun,

peneliti hanya membuat 12 soal yang sesuai dengan indikator LCTSR dikarenakan

hasil diskusi dengan guru kelas yang melakukan pengajaran dan meminta untuk

memangkas 24 soal menjadi 12 soal tanpa menghilangkan aspek penalaran ilmiah yang

seharusnya. (Lampiran 2.1). Tes ini dilakukan dua kali yaitu saat pretest dan posttest.

Adapun distribusi soal pada setiap aspek yang digunakan berdasarkan hasil

pengembangan instrumen dapat dilihat pada Tabel 3.3:

Tabel 3.3 Distribusi Soal pada Setiap Aspek

Aspek Penalaran Ilmiah No. Soal

Conservation of matter and volume 1,2

Proportional reasoning 3,4

(7)

Probability Reasoning 7,8

Deductive reasoning 9,10

Hypothetical Deductive Reasoning 11,12

2) Soal keterampilan berpikir kritis

Instrumen tes lainnya yang digunakan adalah soal keterampilan berpikir kritis

yang berupa pilihan ganda. Soal keterampilan berfikir kritis ini diadaptasi dari tes

standar keterampilan berpikir kritis, yaitu Cornell Critical Thinking Skills Test. Tes

standar ini merupakan karya Ennis yang merupakan tokoh acuan utama peneliti

mengenai berpikir kritis. Setiap soal dari tes ini menguji aspek-aspek berpikir kritis

yaitu kemampuan menginduksi, mengobservasi dan kredibilitas suatu sumber,

mendeduksi dan mengidentifikasi asumsi.

Terdapat dua tes standar berpikir kritis yang dibedakan berdasarkan levelnya, yaitu

Cornell critical thinking test level X dan Cornell critical thinking test level Z. Level X

diperuntukkan bagi siswa tingkat 4-14, sedangkan level Z diperuntukkan bagi

mahasiswa dan umum. Nugraha (2011) menyatakan bahwa informasi tingkat 4-14

merupakan tingkatan pendidikan yang berlaku di Amerika, jika direntangkan dari

umur, siswa tingkat 4-14 setara dengan siswa yang berumur 10-20 tahun, seperti yang

dikatakan Ennis melalui pesan elektroniknya (email, rhennis@illinois.com): “The

average of student in grade 14 is about 20 years.

Berdasarkan informasi tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan Cornell

critical thinking test level X, mengingat rata-rata umur siswa SMP di Indonesia 13 – 15

tahun. Dan sampel penelitian yang digunakan memiliki rata-rata umur 13 tahun. Tes

ini terdiri atas 76 soal dengan rincian pada table 3.4..

Tabel 3.4 Rincian instrumen keterampilan berpikir kritis

(8)

No. Aspek kemampuan berpikir

kritis yang diuji Nomor Soal Jumlah Soal

1 Induksi 3 – 25, 48, 50 25

2 Deduksi 52 – 65, 67 – 76 24

3 Observasi dan kredibilitas 27 – 50 24

4 Mengidentifikasi asumsi 67 – 76 10

Berdasarkan Tabel 3.4, terdapat soal yang sama untuk mengukur kemampuan yang

berbeda, terdapat nomor soal yang tidak ada dengan jumlah soal 76. Namun,

sebenarnya yang dijadikan sebagai soal adalah 71 karena nomor soal 1, 2, 26, 51, dan

66 merupakan contoh soal untuk memberikan gambaran kepada subjek tes tentang cara

mengisi tes sehingga tidak terdapat penilaian pada soal tersebut.

Instrumen Cornell critical thinking test level X yang asli adalah bahasa Inngris,

sehingga perlu dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia agar dapat digunakan

dalam penelitian ini. Oleh karena itu, diperlukan judgment dari ahli untuk menilai

keterbacaan soal setelah diterjemahkan. Selain itu pula, peneliti memilih menyesuaikan

pengalihbahasaan dengan berdiskusi kepada salah satu dosen di lingkungan UPI yang

memiliki instrumen asli Cornellcritical thinking test level X (Lampiran 2.2)

b. Lembar Observasi keterlaksanaan levels of inquiry

Lembar observasi keterlaksanaan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

keterlaksanaan levels of inquiry yang dilakukan oleh guru dan siswa selama

pembelajaran berlangsung. Kegiatan pembelajaran yang diamati mulai dari tahap

discovery learning hingga inquiry lab. Lembar keterlaksanaan levels of inquiry pada

penelitian ini menggunakan metode checklist () pada dengan skala Guttman (ya-tidak). Jika kegiatan yang tercantum pada lembar observasi terlaksana dalam penerapan

(9)

c. Transkrip video penerapan levels of inquiry

Transkrip video pembelajaran merupakan enkripsi dialog-dialog yang terjadi

selama proses pembelajaran dengan menggunakan model levels of inquiry yang

terekam dengan menggunakan video pembelajaran. Transkrip video ini berisi tentang

gambaran interaksi siswa dan guru selama pembelajaran. Melalui transkrip video ini,

peneliti dapat mengambil hal penting yang kemudian dapat dianalisis untuk

mengetahui kualitas keterlaksanaan levels of inquiry. Selain itu hasil transkrip dapat

digunakan untuk mendukung, memperkuat serta mempertajam hasil dan analisis.

Tujuan utama adanya trasnkrip video ini adalah mengetahui perkembangan penalaran

ilmiah dan berpikir kritis yang diterapkan pada setiap pertemuan, sehingga dapat

terlihat jelas aktifitas siswa yang menjadi salah satu indikator adanya perkembangan

tersebut.

d. Rubrik Penilaian Lembar kegiatan siswa (LKS)

Rubrik Penilaian Lembar Kerja Siswa (LKS) digunakan untuk memberi panduan

pemberian skor LKS. LKS merupakan lembaran tugas yang harus diselesaikan oleh

siswa serta digunakan sebagai panduan bagi siswa dalam melaksanakan kegiatan

pembelajaran. LKS berisi tentang gambaran aktivitas siswa dari setiap tahapan levels

of inquiry. LKS juga digunakan untuk menilai sejauh mana terlatihkannya aspek dalam

penalaran ilmiah dan berpikir kritis selama pembelajaran dengan menggunakan levels

of inquiry. Sehingga dapat dikatakan bahwa LKS memiliki dua fungsi yaitu sebagai

alat bantu dalam kegiatan pembelajaran dan alat untuk menilai pencapaian penalaran

ilmiah dan berpikir kritis siswa. LKS menjadi indikator utama adanya perkembangan

penalaran ilmiah, karena LKS mampu memberikan gambaran kemampuan setiap aspek

penalaran ilmiah dan berpikir kritis dengan dilatihkannya levels of inqury untuk setiap

pertemuan selama penelitian. Rubrik penilaian LKS ini dapat dilihat pada Lampiran

(10)

e. Angket respon siswa dan guru

Angket merupakan instrumen yang berisi seperangkat pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk dijawab. Format angket yang digunakan adalah bentuk

pernyataan yang harus dijawab dengan “ya” dan “tidak” disertai dengan alasan jawaban

responden, dalam hal ini yaitu siswa. Dalam penelitian ini, terdapat dua angket yang

digunakan yaitu angket respon siswa terhadap pelajaran IPA dan angket respon siswa

terhadap model levels of inquiry.

2. Uji Coba Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, semua soal penalaran illmiah dan berpikir kritis yang

digunakan berasal dari tes yang terstandar, sehingga dalam pengadaptasiannya harus

diuji terlebih dahulu supaya diperoleh instrumen yang valid dan reliabel. Analisis uji

instrumen penelitian mencakup uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya

pembeda.Uji instrumen penelitian menggunakan anates v4. Arif (2014) menyatakan

bahwa anates merupakan program aplikasi yang dikembangkan oleh Karno dan

Yusuf mampu menghitung analisis butir soal secara cepat,mudah dan akurat,

apalagi aplikasi ini berbahasa indonesia.Anates mampu menampilkan bebrapa fitur

dan perhitungan diantaranya: skor data dibobot, reabilitas tes, kelompok atas dan

kelompok bawah, daya pembeda, tingkat kesukaran, korelasi skor butir dengan

skor total dan kualitas pengecoh.

3. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian

Instrumen yang diuji coba adalah tes penalaran ilmiah. Hasil uji coba tes ini

diolah menggunakan anates. Dari 12 soal yang digunakan, bobot skor yang benar

adalah 1 dan bobot skor yang salah adalah 0, rata-rata skor siswa adalah 6,00 dengan

simpangan baku sebesar 1,89 . Korelasi XY adalah 0.60 dan reliabilitas tes sebesar

(11)

tes penalaran ilmiah yang dibuat oleh peneliti dengan pokok bahasan gerak lurus yang

terdiri dari 12 soal pilihan ganda tingkat dua, merujuk pada soal tes standar scientific

reasoning yang dibuat oleh Anton E. Lawson. Modifikasi yang dilakukan oleh peneliti

disesuaiakan dengan kurikulum KTSP yang berlaku di lokasi penelitian. Untuk

mengetahui kualitas pengukuran penalaran ilmiah, dibutuhkan instrument yang layak

baik dari segi validitas maupun reliabilitas. Berdasarkan hasil modifikasi instrument,

dapat diketahui bahwa soal yang dibuat oleh peneliti memiliki rentang validitas 0,5<

val <1, yaitu 0,60

Instrumen penalaran ilmiah yang digunakan memiliki nilai reliabilitas sebesar

0,75 dengan kategori tinggi . Nilai reliabilitas tersebut kemudian dibandingkan dengan

nilai reliabilitas tes terstandar yang memiliki tingkat konsistensi sebesar 0,76. Maka

dapat diketahui bahwa instrumen penalaran ilmiah yang dimodifikasi oleh peneliti

layak digunakan dalam penelitian untuk mengukur penalaran ilmiah. Analisis hasil uji

coba tes penalaran ilmiah ini dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 3.7

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan mengikuti alur yang dapat dilihat pada

diagram alur penelitian (Gambar 3.1). Berdasarkan diagram tersebut, pada dasarnya

penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan,

dan tahap akhir.

1. Tahap Perencanaan

Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan antara lain:

a. Studi pendahuluan, berupa studi literatur terhadap jurnal nasional dan

internasional, serta laporan penelitian mengenai model levels of inquiry, penalarn

ilmiah dan berpikir kritis, menganalisis kurikulum KTSP pelajaran IPA tahun

ajaran 2014/2015, dan materi pelajaran IPA SMP kelas VII.

(12)

c. Menghubungi pihak sekolah untuk perijinan akan diadakannya penelitian di

sekolah tersebut.

d. Menghubungi guru IPA.

e. Mengadakan observasi ke sekolah dan berkonsultasi dengan guru mata pelajaran

IPA kelas VII mengenai keadaan siswa, hasil belajar IPA siswa, materi pelajaran

yang akan diteliti, waktu penelitian dan subjek yang akan digunakan untuk

penelitian.

f. Melakukan diskusi dengan guru IPA mengenai jenis penelitian yang dilakukan

yaitu deskriptif kuantitatif, dimana guru kelas langsung yang akan mengajarkan

levels of inquiry sebelum perlakuan sehingga tidak ada perlakuan dari peneliti.

g. Menyusun perangkat pembelaran untuk tiap kali pertemuan, untuk perlakuan.

h. Membuat dan menyusun instrumen penelitian (menerjemahkan instrumen berpikir

kritis, memodifikasi instrumen panalaran ilmiah dan, lembar observasi

keterlaksanaan pembelajaran LOI, angket, wawancara, format trasnkrip

dokumentasi pembelajaran, RPP dan LKS. .

i. Mengkonsultasikan instrumen dengan pembimbing.

j. Melakukan diskusi mengenai keabsahan instrumen berpikir kritis kepada pengguna

hak pakai instrumen tersebut, kemudian diperiksa kesesuain pengalih bahasaannya

oleh ahli bahasa.

k. Melakukan uji coba instrumen penelitian

l. Menganalisis hasil uji coba instrument tes penelitian (analisis validitas,

realiabilitas).

m. Meminta izin kepada sekolah sehubungan dengan penelitian yang diadakan.

n. Menghubungi guru dan berdiskusi dengan guru secara lebih lanjut untuk sebelum

melakukan pembelajaran model levels of inquiry di kelas.

o. Melakukan observasi pada pembelajaran levels of inquiry selama tiga kali

(13)

2. Tahap Pelaksanaan

Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan antara lain:

a. Melakukan Pretest di kelas pada pertemuan pertama (3x40 menit) untuk

mengetahui kemampuan awal yang dimiliki siswa. Pretest dilaksanakan pada hari

selasa, tanggal 14 April 2015.

b. Mengambil data penelitian pada pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh

guru kelas dengan topik gerak. Kelas VII C yang menjadi sampel penelitian

memiliki jadwal pelajaran IPA pada hari selasa dan jum’at. Perlakuan pertama pada hari jumat, 17 April 2015. Pembentukan kelompok di laksanakan oleh guru

secara acak dan siswa dibentuk menjadi lima kelompok. Selama perlakuan,

observasi dilakukan oleh lima orang, yaitu satu orang sebagai peneliti itu sendiri

untuk mengamati aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dan mengamati

keterlaksanaan penggunakan model levels of inquiry dan keempat orang lainnya

mengamati aktivitas siswa untuk setiap kelompok. Jadi setiap kelompok diamati

oleh seorang observer. Selama pelaksanaan pembelajaran, peneliti menilai setiap

kegiatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran, dari segi keterlaksanaan

model levels of inquiry, aktivitas dan sikap siswa yang diobservasi dengan

menggunakan rekaman video dan rubrik LKS dari masing-masing siswa

diobservasi untuk mengetahui pengembangan penalaran dan berpikir ilmiah dari

setiap pertemuan. Peneliti benar-benar mengobservasi dan menggambarkan semua

proses yang terjadi dari perlakuan awal sampai perlakuan akhir.

c. Melakukan Posttest di kelas untuk mengetahui pengembangan penalaran ilmiah

dan berpikir kritis siswa, yaitu pada hari Selasa 12 Mei 2015. Dihari yang sama

dilakukan wawancara dan memberikan angket respon siswa terhadap proses

pembelajaran levels of inquiry.

3. Tahap Akhir

(14)

Novia, 2016

PENGEMBANGAN PENALARAN ILMIAH DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL LEVELS OF INQUIRY Universitas

a. Mengumpulkan data hasil penelitian berupa hasil pretest dan posttest, hasil

penilaian keterlaksanaan kegiatan guru dan siswa, LKS, transkrip video dan hasil

wawancara.

b. Mengolah dan analisis data hasil penelitian.

c. Membahas hasil temuan penelitian.

d. Menarik kesimpulan dan memberikan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian

mengenai aspek-aspek yang kurang memadai.

Secara garis besar, tahapan prosedur penelitian ini dapat dilihat secara lebih

ringkas pada Gambar 3.2.

Merumuskan pelaksanaan model levels of inquiry

Validasi, Uji coba dan Revisi Instrumen

Pre-test

(15)

F. Analisis Data

Data – data yang telah dikumpulkan dan kemudian diolah untuk diinterpretasikan

agar menjadi informasi yang penting untuk penelitian ini diantaranya adalah : data nilai

tes (penalaran ilmiah dan berpikir kritis siswa), data hasil observasi keterlaksanaan

model levels of inquiry, data angket siswa, data hasil wawancara dan transkrip video

pembelajaran. Data-data tersebut diolah dengan teknik yang berbeda-beda, berikut

penjelasannya:

1. Data Skor Tes

Terdapat dua jenis tes, yaitu skor penalaran ilmiah dan berpikir kritis siswa.

Berikut pengolahan terhadap masing-masing data:

a. Pengolahan data hasil tes penalaran ilmiah

Data hasil tes penalaran ilmiah diolah untuk mendapatkan informasi tentang:

1) Keadaan awal penalaran ilmiah sebelum implementasi model levels of inquiry dan

keadaan akhir setelah implementasi model levels of inquiry.

2) Peningkatan penalaran ilmiah.

3) Gambaran perkembangan penalaran ilmiah setiap sub pertemuan yang akan dibagi

menjadi 3, yaitu perkembangan penalaran ilmiah secara keseluruhan, setiap aspek

penalaran ilmiah, dan penalaran ilmiah sub materi pokok. Rekaman setiap

siswa setiap pertemuan

(16)

Untuk mendapatkan informasi di atas, akan dipaparkan proses pengolahan data

sebagai berikut:

1) Memberi skor pretest dan posttest

Sebelum dilakukan pengolahan data, semua jawaban pretest dan posttest

diperiksa dan di beri skor terlebih dahulu. Penskoran dilakukan dengan metode

Rights Only, yaitu jawaban benar diberi skor satu (+1) dan jawaban salah atau

butir soal yang tidak dijawab diberi skor nol (0). Skor setiap siswa ditentukan dengan

menghitung jumlah jawaban yang benar.

Untuk penentuan pola jawaban siswa, pemberian skor pada tes penalaran ilmiah

berdasarkan penskoran tes yang dibuat oleh Lawson yaitu dengan cara the pair-scoring

schema. Pada penskoran ini jika siswa menjawab benar antara konten dan alasan

diberikan skor 1. Pemberian skor tersebut menunjukkan bahwa siswa yang mampu

menjawab benar antara konten dan alasan, maka siswa dianggap mampu

menyelesaikan soal dengan baik. Jika terdapat kesalahan pada jawaban yang diberikan

baik pada konten ataupun alasan maka diberikan skor 0 dan siswa dianggap belum

mampu untuk menyelesaikan masalah.Berdasarkan penskoran yang digunakan, maka

jawaban siswa dapat membentuk pola. Terdapat empat pola yang ada, yaitu pola 1,1;

1,0; 0,1 dan 0,0.

2) Menghitung skor gain

Skor gain diperoleh dari selisih skor tes awal dan tes akhir. Secara matematis

dituliskan sebagi berikut :

G = Sf – Si . . . . (3.1)

Keterangan :

G = gain

Sf = skor tes akhir

(17)

3) Menghitung gain normal (N-gain)

Gain yang dinormalisasi merupakan perbandingan antara skor gain yang

diperoleh siswa dengan skor gain maksimum yang dapat diperoleh, secara matematis

dituliskan sebagai berikut:

b. Pengolahan data hasil tes berpikir kritis siswa

Data hasil tes keterampilan berpikir kritis akan diolah untuk mengetahui tiga

informasi, yaitu: 1). profil keterampilan berpikir kritis siswa, 2) profil keterampilan

berpikir kritis setiap aspek, 3) Perkembangan keterampilan berpikir kritis. Sebelum

melakukan ketiga pengolahan data tersebut, hasil tes di beri penskoran terlebih

dahulu.

1) Memberi skor pretest dan posttest

a) Penskoran tes menggunakan rumus R-W/2

Penskoran tes mengikuti rumus R – W/2, hal ini sesuai dengan apa yang

(18)

dalam penelitian ini: The recommended formula, which includes a correction for

guessing, is RW/2 (rights minus ½ wrongs), count up the right answers, count up

the wrong answer, take half the number of wrong answer and subtract it from the

number of right answer.

b) Profil keterampilan berpikir siswa

Profil keterampilan berpikir kritis merupakan informasi mengenai keadaan

keterampilan berpikir kritis siswa. Untuk mengetahui tinggi, sedang, rendahnya

tingkat kemampuan berpikir kritis siswa, tergantung dari hasil evaluasi yang

diperoleh dari siswa, hal ini sesuai pula dengan apa yang dikatakan R H.Ennis

bahwa: The terms, expert, good, middle, and less, depends for their application on the situation and human being’s judgment as well as the scores. And there are no absolute standards. I could impose mine, but suggest instead that you take the test and see

what you get. Expert and good are evaluative terms.

. Jadi, untuk mengetahui tinggi, sedang, rendahnya tingkat kemampuan

berpikir kritis siswa, akan dilihat posisi siswa dalam kelompoknya yaitu

dengan cara:

a) Menjumlah skor semua siswa : skor = jawaban benar – (jawaban salah/2)

b) Mencari nilai rata-rata/ dan simpangan baku/simpangan baku

c) Menentukan batas-batas kelompok, seperti pada Tabel 3.5 (Arikunto, 2005)

Tabel 3.6 Kriteria Kemampuan Berpikir Kritis

Persentase Kemampuan

Skor ≤ Rata-rata – SD Rendah

Rata-rata –SD < Skor ≤ Rata-rata + SD Sedang

Skor > Rata-rata +SD Tinggi

(19)

X : Mean Variabel X

SD : Simpangan baku

2) menghitung skor gain

Skor gain diperoleh dari selisih skor tes awal dan tes akhir. Secara matematis

dituliskan sebagai berikut :

G = Sf – Si . . . .(3.3)

Keterangan :

G = gain

Sf = skor tes akhir

Si = skor tes awal

2. Data Observasi

Data observasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah observasi

keterlaksanaan model levels of inquiry. Langkah-langkah yang dilakukan untuk

menghitung keterlasanaan model levels of inquiry ini diantaranya adalah sebagai

berikut:

a. Menghitung jumlah checklist yang diisi oleh observer pada lembar keterlaksanaan

model levels of inquiry

b.Menghitung persentase ketrelaksanaan model levels of inquiry pada setiap

tahapannya, dengan menggunakan persamaan:

% � � �� = ℎ ℎ � � � � × % . . . .(3.5)

c. Menginterpretasikan keterlaksanaan model levels of inquiry yang ada pada setiap

tahapannya dengan kriteria sebagai berikut:

(20)

% Kategori Keterlaksanaan Model Interpretasi

KM = 0 Tidak satupun kegiatan terlaksana

0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana

25 < KM 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana

KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana

50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana

75 < KM <100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana

KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana

(Lestari, 2014)

3. Data Wawancara

Pengolahan data wawancra dilakukan dengan melihat jawaban guru yang

menjadi responden mengenai pertanyaan-pertanyaan yang telah diberikan dan

kemudian dideskripsikan untuk mengetahui konsdisi siswa, sekolah, dan pembelajaran

yang dilakukan. Data wawancara ini berupa rangkuman hasil wawancara.

4. Data Angket

Pengolahan data angket dilakukan dengan mengklasifikasikan tanggapan siswa

yang menjadi responden yaitu jawaban “ya” dan “tidak”. Jawaban tersebut dibuat

dalam bentuk persentase. Angket ini diberikan untuk mengetahui gambaran tanggapan

siswa mengenai pembelajaran IPA dan model levels of inquiry. Persamaan untuk

menghitung persentase tersebut yaitu:

(21)

Gambar

Tabel 3.1 Matriks keterkaitan aspek LOI dengan
Tabel 3.2 Instrumen penelitian
Tabel 3.4 Rincian instrumen keterampilan berpikir kritis
Tabel 3.5 Kriteria Tingkat N-gain
+2

Referensi

Dokumen terkait

Agar pengutipan menjadi sederhana, judul materi yang diacu tidak perlu diletakkan di bagian bawah pada halaman yang bersangkutan, melainkan cukup dengan

Manakala Responden E tidak dapat membuat jangkaan terhadap keperluan tenaga kerja masa depan. Ini adalah kerana Responden E mengatakan bahawa masa depan adalah sesuatu yang kita

LOKASI KEGIATAN Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Diese Ordnung findet auf Bewerberinnen und Bewerber Anwendung, die die Aufnahme des Studiums im Studiengang im englischen und deutschen Recht des University College London und

Für die Vergabe von Leistungspunkten muss die erbrachte Gesamtleistung der Modulprüfung mit mindestens der Note „ausreichend“ (4 Punkte nach dem Notensystem der Universität zu

Abstrak: Imam Solehudin, 2016, Tingkat Pemanfaatan Buku Teks dalam Proses Pembelajaran PKn untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik (Studi Deskriptif di Kelas VII

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 pasal 43 ayat 5 kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan kegrafikan buku teks pelajaran dinilai oleh BSNP

4 des Gesetzes über die Hochschulen des Landes Nordrhein-Westfalen (Hochschulgesetz – HG) in der Fassung des Hochschulfreiheitsgesetzes (HFG) vom 31. 308) in Verbindung mit