• Tidak ada hasil yang ditemukan

s pgsd kelas 1101492 chapter2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "s pgsd kelas 1101492 chapter2"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pendidikan IPA

1. Pengertian pendidikan IPA

IPA datang dengan berlandaskan segala sesuatu yang terjadi di alam dan

tertuang dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, dan hukum yang telah diuji oleh

para ilmuwan secara ilmiah. Hal tersebut selaras dengan pendapat Susanto (2012,

hlm. 167) bahwa

Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah.

Jadi, IPA memiliki rangkaian kegiatan yang sistematis berdasarkan

prosedur tertentu untuk melakukan pengamatan terhadap alam, di mana

pengamatan tersebut diawali karena adanya suatu fenomena. Sehingga IPA

keberadaannya sangat dekat dengan kehidupa makhluk hidup.

2. Karakteristik pendidikan IPA

Sebagaimana pembelajaran lainnya, pembelajaran IPA pun memiliki

karakteristik tersendiri. Karakteristik IPA menurut Sujana (dalam Djuanda &

Maulana, 2010) adalah sebagai berikut.

a. Menuntut guru untuk dapat berinteraksi dengan siswa, rekan kerja, serta dapat

berkomunikasi dengan alam.

b. Menuntut guru untuk mampu melakukan kerja ilmiah, baik

mendemonstrasikan atau mempraktikkan segala sesuatu yang berkenaan

dengan alam atau yang berkenaan dengan makhluk hidup.

c. Menuntut guru untuk mampu melakukan pengelolaan kelas/laboratorium.

d. Menuntut guru untuk memiliki sense of humor yang sesuai dengan materi

yang dipelajari. Sehingga siswa termotivasi untuk belajar IPA dan IPA tidak

(2)

3. Tujuan pendidikan IPA

Empat alasan IPA dimasukkan di kurikulum SD yaitu: a. kesejahteraan

bangsa hampir semua aspeknya ditunjang oleh kemampuan pada bidang IPA,

berbagai bidang profesi memiliki pengetahuan dasar IPA, b. dengan pembelajaran

yang tepat IPA mampu membuat siswa untuk berfikir kritis, c. IPA bukan mata

pelajaran yang bersifat hapalan karena sebenarnya IPA harus dengan mencoba

dan tidak bersifat hapalan, d. IPA memiliki potensi untuk membentuk pribadi

secara keseluruhan, (Samatowa, 2006).

Berdasarkan paparan di atas, dapat kita ketahui bahwa tujuan IPA di SD

adalah untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai

konsep-konsep IPA yang bermanfaat agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari. Tujuan IPA juga untuk mengembangkan keterampilan proses, untuk

menyelidiki alam sekitar, terutama ketika terdapat suatu permasalahan yang

diharapkan dengan kemampuan menyelidiki, siswa dapat mengambil suatu

langkah mengambil keputusan tepat untuk memecahkan masalah.

4. Ruang lingkup IPA

Terdapat dua aspek ruang lingkup IPA yaitu, kerja ilmiah atau proses sains

dan pemahaman konsep. Kerja ilmiah adalah kinerja dalam memfasilitasi

berlangsungnya proses ilmiah yang meliputi, penyelidikan, komunikasi ilmiah,

pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah, serta sikap dan nilai ilmiah (Asy’ari, 2006).

Sedangkan, pemahaman konsep dalam Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional (2006, hlm. 125) mengenai Kurikulum 2006 yang meliputi sebagai

berikut.

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan yaitu, manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

(3)

B. Materi Sifat Fisik Tanah 1. Sifat fisik tanah

Dilihat dari materi tentang sifat fisik tanah yang dibahas di SD adalah

warna, tekstur, dan strukturnya. Sifat fisik tanah merupakan sifat-sifat yang

dimiliki tanah yang dapat diindera secara langsung oleh alat indera.

a. Warna tanah

Sifat tanah yang pertama adalah warna tanah, di mana warna tanah dapat

diidentifikasi dengan mata secara langsung. Syarief (dalam Tinnie, 2009)

menyatakan bahwa

Warna tanah merupakan salah satu sifat yang mudah dilihat dan menunjukkan sifat dari tanah tersebut. Warna tanah merupakan campuran komponen lain yang terjadi karena mempengaruhi berbagai faktor atau persenyawaan tunggal. Urutan warna tanah adalah hitam, coklat, karat, abu-abu, kuning dan putih.

Adapula definisi warna tanah menurut Sutanto (2005, hlm. 101) yaitu

Warna tanah merupakan salah satu ciri tanah yang jelas dan paling menonjol sehingga terlihat lebih sering digunakan dalam memerikan

(description) tanah daripada ciri tanah lain, khususnya orang awam. Warna

tanah tidak secara langsung berpengaruh pada pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa

warna tanah adalah ciri fisik tanah yang paling menonjol dan paling mudah

dikenali khususnya oleh orang awam. Walaupun tidak secara langsung

berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, namun warna tanah sifat yang paling

mudah untuk membedakan tanah.

b. Struktur tanah

Struktur tanah merupakan susunan atau gumpalan tanah yang saling

menempel menjadi butir-butir tanah. Secara khusus seorang ilmuwan tanah

bernama A.G. Kartasapoetra (dalam Utoyo, 2007) mengemukakan bahwa derajat

struktur tanah dapat dibedakan menjadi empat yaitu, tidak beragregat

(bergumpal), derajat strukturnya lemah, derajat strukturnya cukup, dan derajat

strukturnya kokoh.

Struktur tanah bergumpal adalah tanah yang lengket karena saling

menempel satu sama lain dengan sangat rekat. Struktur tanah dengan derajat

lemah adalah tanah yang saling menempel namun, masih dapat saling berpisah.

(4)

tidak lengket serta tidak saling terpisah. Struktur derajat tanah yang kokoh adalah

keadaan tanah yang tidak lengket sama sekali.

c. Tekstur tanah

Sifat terakhir dari tanah adalah tekstur tanah yang bisa diidentifikasi secara

sederhana dengan dirasakan oleh tangan. Mutiara, dkk. (2008, hlm. 87) menyatakan bahwa “Tekstur tanah merupakan gambaran tingkat kekasaran atau kehalusan bahan mineral yang menyusun tanah. Tekstur tanah ditentukan oleh

proporsi tiga jenis partikel tanah, yaitu pasir, debu/endapan lumpur, dan lempung/liat”. Menurut Yani & Mamat (2007, hlm. 104) menyatakan bahwa cara kualitatif bersifat sederhana untuk mengetahui tekstur suatu tanah sebagai berikut.

Segumpal tanah sebesar kelereng diremas diantara ibu jari dan jari lainnya dalam keadaan basah. Apabila terasa kasar dan tidak dapat dibentuk, berarti fraksi pasir yang dominan sehingga tanah bertekstur pasir. Apabila terasa halus dan licin, seperti sabun atau bubuk (talk) serta dapat dibentuk, tetapi mudah pecah, dapat dikatakan sebagai tanah bertekstur debu.

Jadi, tanah dapat diklasifikasikan sifatnya secara sederhana oleh siswa SD

dengan mengidentifikasi warna tanah, struktur tanah, dan tekstur tanah.

2. Jenis-jenis tanah beserta penggunaannya

Tanah berhumus, tanah ini mengandung banyak humus dan berwarna

gelap. Tanah berhumus merupakan tanah yang paling subur. Baik digunakan

sebagai lahan bercocok tanaman.

Tanah berpasir mudah dilalui air dan mengandung sedikit bahan organik.

Pada umumnya, tanah berpasir tidak begitu subur. Baik digunakan sebagai bahan

dasar bangunan.

Tanah liat sangat sulit dilalui air. Tanah ini sangat lengket dan mudah

dibentuk ketika basah. Oleh karena itu, tanah liat sering digunakan sebagai bahan

dasar pembuatan batu bata dan gerabah.

3. Pencemaran tanah

Seperti halnya air, tanah pun mengalami pencemaran terutama oleh ulah

manusia. Salah satunya adalah pembuangan sampah anorganik yang sulit terurai.

(5)

Cara mengatasinya adalah melakukan pembersihan di tempat-tempat yang

telah tercemar dengan sampah serta dengan mengelompokkan jenis-jenis sampah

kemudian untuk sampah tertentu didaur ulang.

C. Model dalam Pembelajaran IPA 1. Konsep model pembelajaran

Beberapa ahli mengemukakan pedapatnya mengenai pembelajaran, salah satunya adalah Gora & Sunarto (2010, hlm. 1) “Pembelajaran adalah aktivitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa

berlangsung dengan optimal. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses membuat orang belajar”. Model pembelajaran sendiri dikemukakan oleh Suyanto & Jihad (2013, hlm. 134) yakni, “Kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan mata pelajaran sesuai dengan karakteristik kerangka

dasarnya. Model pembelajaran dapat muncul dalam beragam bentuk dan

variasinya sesuai dengan landasan filosofis dan pedagogis yang melatarbelakanginya”.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa model pembelajaran

merupakan rancangan, pola, kerangka berlandaskan landasan filosofis dan

pedagogis berisi muatan mata pelajaran dengan susunan prosedur yang sistematis

digunakan untuk mengkondisikan proses belajar yang efektif sehingga

menghasilkan hasil belajar yang optimal.

2. Fungsi model pembelajaran

Adanya model pembelajaran diciptakan bukan tanpa fungsi, model

pembelajaran memiliki kontribusi terhadap capaian proses dan hasil belajar yang

baik. Chauhan (dalam Suyanto & Jihad, 2013) mengemukakan fungsi model

pembelajaran yakni, pedoman, pengembang kurikulum, penempatan bahan-bahan

pembelajaran, dan perbaikan dalam pembelajaran.

a. Model pembelajaran sebagai pedoman yakni, model pembelajaran

membimbing guru untuk melakukan tahapan-tahapan pembelajaran, sehingga

pembelajaran berlangsung sistematis dan berurutan.

b. Model pembelajaran sebagai pengembang kurikulum yakni, melalui

(6)

membantu dalam mengembangkan kurikulum dalam kelas serta satuan

pendidikan yang berbeda.

c. Model pembelajaran sebagai penempatan bahan-bahan pembelajaran yakni,

menentukan secara rinci bahan ajar yang diperlukan dalam suatu

pembelajaran.

d. Model pembelajaran sebagai perbaikan dalam proses pembelajaran yakni,

dengan penggunaan model pembelajaran dapat meningkatkan keefektifan

pembelajaran, serta mempermudah dalam memperbaiki pembelajaran.

3. Karakterstik model pembelajaran

Model pembelajaran memiliki karakteristik yang khas sebagai berikut.

a. Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya. b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan

pembelajaran yang akan dicapai).

c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.

d. Lingkungan belajar yang kondusif serta nyaman diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Giri, 2012, hlm. 12).

Model pembelajaran dapat dianalogikan suatu bangunan yang posisinya

sebagai kerangka, bangunan yang hanya kerangka belum dikatakan suatu

bangunan yang utuh, ia butuh tambahan-tambahan material lain untuk dapat

disempurnakan, begitupun model pembelajaran tidak terlepas dari aspek lain yang

disebut sistem dukungan yang berupa keterampilan, sarana, prasarana, sumber

ajar media, dan sebagainya. Agar model pembelajaran tepat guna, guru harus

membuat analisis, diagnosa, dan hipotesis dari pengaruh suatu model

pembelajaran jika model tersebut diterapkan dalam pembelajaran.

4. Model discovery learning

a. Pengertian model discovery learning

Discovery learning adalah suatu model pembelajaran yang dirancang

untuk siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya dengan menyuguhkan

masalah kemudian dipecahkan oleh siswa dengan bantuan guru dengan tujuan

mencapai suatu konsep tertentu (Queen, 2008).

Sedangkan Bruner, Goodnow, dan Austin (dalam Huda, 2013, hlm. 81)

(7)

sifat-sifat yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dengan

contoh-contoh yang tidak tepat dari berbagai kategori”.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa model discovery

learning merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk dapat

berpikir kritis melalui pembangunan pengetahuan sendiri dan pencarian konsep

dari suatu permasalah yang disuguhkan. Kemudian mencocokkan berbagai data

melalui proses penemuan. Model discovery learning menciptakan pembelajaran

bermakna karena siswa aktif dalam pembelajaran untuk menemukan konsep

melalui percobaan atau cara lainnya. Hal ini berdasar pada pendapat Flewelling &

Higginson (dalam Suyono & Hariyanto, 2011, hlm. 103) bahwa indikasi

pembelajaran bermakna (meaningful learning) adalah “Murid aktif “.

b. Kelebihan model discovery learning

1) Usaha dalam penemuan membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan

kognitifnya.

2) Proses penemuan menggiring siswa untuk menyelidiki sehingga akan

menimbulkan rasa senang pada siswa.

3) Siswa menggunakan akalanya sendiri dalam kegiatan belajaranya.

4) Berpusat pada siswa (student centered).

5) Karena siswa menemukan sendiri, maka akan terhindar dari keragu-raguan

dalam memahami suatu konsep.

6) Karena siswa menemukan sendiri, maka siswa akan mengerti konsep lebih

baik.

7) Siswa merumuskan hipotesis sendiri.

8) Mendorong siswa untuk mengembangkan bakat dan kecakapanya

(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013).

c. Kekurangan model discovery learning

1) Siswa yang asor akan mengalami kesulitan mengungkapkan kesulitan untuk

menghubungkan peristiwa/konsep.

2) Berhubung membutuhkan waktu yang lama, model ini kurang efektif

(8)

3) Hanya cocok untuk pembelajaraan yang mengembangkan pemahaman

(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013).

d. Langkah-langkah model discovery learning

Adapun langkah-langkah penggunaan model discovery learning menurut

Syah (dalam Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013) yakni: stimulation

(stimulasi/pemberian rangsangan), problem statement (pernyataan/identifikasi

masalah), datacollection (pengumpulan data), dataprocessing (pengolahan data),

verification (pembuktian), dan generalization (menarik kesimpulan/generalisasi).

1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Guru menghadapkan siswa pada suatu keadaan dimana siswa akan memulai

menemukan masalah, dan memunculkan keinginan pada siswa untuk menemukan

sendiri masalahnya. Hal ini dilakukan dengan memulai mengajukan

pertanyaan-pertanyaan.

2) Problemstatement (pernyataan/ identifikasi masalah)

Guru membiarkan siswa untuk mengidentifikasi masalah untuk kemudian

merumuskan hipotesis.

3) Datacollection (pengumpulan data)

Siswa melakukan penemuan dan mencari informasi/data melalui percobaan

untuk memecahkan permasalahan dan membuktikan hipotesis.

4) Data processing (pengolahan data)

Siswa melakukan kegiatan mengolah data/informasi yang telah diperoleh

para siswa. Semua data dan informasi hasil perolehan siswa diolah, ditabulasi,

serta ditafsirkan sesuai dengan kemampuan siswa dengan bantuan guru.

5) Verification (pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pembuktian dari hipotesis yang mereka

buat pada tahap problem statement dengan kesimpulan data hasil olahan, apakah

hipotesisnya terbukti atau sebaliknya. Hal ini akan mengembangkan kemampuan

berpikir kritis dan kreatif siswa.

6) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Menarik kesimpulan sebagai penegasan dari tahap pembuktian dan

(9)

D. Teori Belajar yang Mendukung Terhadap Penerapan Model Discovery Learning

1. Teori belajar Bruner

Belajar merupakan kegiatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang untuk

mengembangkan potensinya. Dalam memandang proses belajar, Bruner (dalam

Budiningsih, 2012, hlm. 41) menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Ia mengatakan bahwa “Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya”. Selain itu, Bruner juga mengemukakan tentang teori pembelajaran (dalam Budiningsih, 2012, hlm. 17) bahwa “Teori

pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang

lain agar terjadi hal belajar, atau bagaimana mengontrol variabel-variabel yang

dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar”.

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap siswa akan dapat

dengan mudah untuk memahami suatu materi dalam belajarnya jika materi

tersebut dimanifestasikan dalam contoh-contoh yang ada di sekitarnya dengan

kata lain dikatikan dengan hal yang telah siswa jumpai dalam kehidupannya.

Dalam belajar tentu siswa melalui pembelajaran yakni proses dari belajar itu

sendiri, cara bagaimana pengetahuan bisa sampai pada siswa, bisa secara langsung

dari guru melalui ceramah, atau melalui pengalamannya secara langsung melalui

pengamatan atau percobaan dengan berdiskusi sesama temannya.

2. Teori belajar Piaget

Belajar merupakan proses seseorang untuk mencapai suatu kompetensi

dengan tahapan-tahapan tertentu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Piaget

(dalam Budiningsih, 2012, hlm. 36) “Proses belajar seseorang akan mengikuti

pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap

ini bersifat hirarkis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berbeda di luar tahapan kognitifnya”. Adapun lebih rinci Piaget (dalam Suyono & Hariyanto, 2011, hlm. 84)

menjelaskan tentang anak mulai usia 11 tahun dan seterusnya termasuk tahap

(10)

Sejak tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir mengenai ide, mereka sudah mampu memikirkan berbagai alternatif pemecahan masalah. Mereka sudah dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Mereka telah mampu menyusun hipotesis serta membuat kaidah mengenai hal-hal ang bersifat abstrak.

Karena perkembangan kognitif seseorang telah terstruktur dengan

tahap-tahap tertentu. Maka, guru saat melaksanakan pembelajaran terhadap murid harus

sesuai dengan tahap perkembangannya jika tidak maka, siswa bisa mengalami

gangguan atau ketidakberaturan seperti berbicara terputus-putus atau

berbelit-belit. Siswa kelas V rata-rata berusia 11 tahun, maka mereka telah memasuki

tahap operasional formal. Mereka sudah bisa dibimbing untuk merumuskan suatu

masalah serta menarik hipotesis dari hasil perumusan masalah tersebut.

3. Teori belajar konstruktivisme

Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis

bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksikan

pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat hidup. Setiap orang akan

menciptakan hukum dan model mentalnya sendiri, yang dipergunakan untuk

menafsirkan dan menerjemahkan pengalaman belajar. Dengan demikian,

pengalaman belajar semata-mata sebagai suatu proses pengaturan model mental

seseorang untuk mengakomodasi pengalam-pengalaman baru (Suyono dan

Hariyanto, 2011).

4. Teori belajar sosial Albert Bandura

Albert Bandura merupakan pakar dari behaviorisme baru

(neobehaviourism) yang memandang bahwa

Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis terhadap stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat dari reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Teori Bandura ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward and punishment, seorang individu akan berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilaksanakan (dalam Suyono & Hariyanto, 2011, hlm. 66).

Jadi, respon setiap orang atas stimulus yang diberikan dipengaruhi oleh

lingkungan dan skema kognitifnya. Skema kognitif akan mempertimbangkan

setiap respon yang harus diberikan ketika adanya stimulus, dimana

(11)

reward atau hadiah, ketika salah maka ia akan mendapat punishment atau

hukuman.

Albert Bandura (dalam Suyono & Hariyanto, 2011) juga mengembangkan

teori belajar sosial yakni modeling, dimana proses modeling terjadi melalui 4

tahap, yakni atensi, retensi, produksi, dan motivasi.

1. Atensi, dalam tahap ini perhatian harus tertuju pada hal yang sedang

dipelajari dengan konsentrasi penuh.

2. Retensi di mana tahap ini menuntut untuk mengingat hal yang telah

diperhatikan.

3. Produksi, tahap ini adalah tahap untuk menerjemahkan hal yang telah diingat.

Kemudian diimprovisasi untuk dituangkan dalam suatu tindakan.

4. Motivasi, adalah dorongan untuk meniru model yang diantaranya yaitu

dorongan dari masa lalu, dorongan janji, serta dorongan yang kentara dimana

itu adalah sesuatu yang patut untuk ditiru.

E. Hasil Penelitian yang Mendukung Terhadap Penerapan Model Discovery Learning

Hasil penelitian yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh

Widya, pada tahun 2010 dengan judul “Penerapan Model Penemuan (Discovery

Learning) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Tentang Wujud Benda pada Siswa

Kelas IV SDN Sindangsuka V Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut”. Permasalahan yang muncul pada penelitian ini yaitu, guru langsung menuliskan

materi sifat-sifat benda gas di papan tulis, dan siswa disuruh mencatat materi

tesebut, kemudian guru menjelaskan materi tanpa ada percobaan. Untuk

mengatasi permasalahan tersebut Widya menerapkan model discovery learning

yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sifat benda gas. Setelah

dilakukan PTK dengan menerapkan model discovery learning sekitar 92% siswa

memahami konsep sifat benda gas dan mendapat nilai lebih dari sama dengan

nilai KKM.

Hasil penelitian yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Sugiarti

pada tahun 2010 dengan judul “Penerapan Model Penemuan (Discovery

(12)

pada Materi Sifat-Sifat Cahaya Kelas V SD Negeri Pasir I Kecamatan Palasah

Kabupaten Majalengka”. Permasalahan yang muncul yaitu siswa hanya 22,7% (5

orang) saja yang tuntas dalam menguasai materi sifat-sifat cahaya sedangkan

77,3% (17 orang) tidak tuntas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut Sugiarti

menerapkan model discovery learning yang dapat meningkatkan hasil belajar

siswa pada materi sifat-sifat cahaya. Setelah dilakukan PTK dengan menerapkan

model discovery learning sekitar 86,4% siswa memahami konsep sifat-sifat

cahaya dan mendapat nilai di atas KKM.

Hasil penelitian ketiga merupakan jurnal yang ditulis oleh Günay pada

tahun 2009 dengan judul “The Effects of Discovery Learning on Students’Success

and Inquiry Learning Skills”. Günay mencobakan pembelajaran dengan

menerapkan discovery learning pada 30 siswa laki-laki dan 27 siswa perempuan

yang terbagi dalam dua kelas yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol. Ternyata

ada perbedaan yang signifikan pada hasil kedua kelas. Pada kelas ekperimen

siswa memiliki prestasi belajar yang baik dengan menerapkan discovery learning

dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran

konvensional.

Hasil penelitian keempat adalah penelitian yang dilakukan oleh Putrayasa dkk. Pada tahun 2014 dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Discovery

Learning dan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa”. Made dkk.

melakukan penelitian pada siswa kelas V SD di Desa Bontihing, Kecamatan

Kubutambahan Kabupaten Buleleng, Bali. Penelitian tersebut dilatarbelakangi

dengan adanya masalah yakni lemahnya pelaksanaan proses pembelajaran IPA

yang diterapkan guru. Pembelajaran IPA yang dikelola oleh guru dilakukan secara

konvensional yang masih didominasi metode ceramah dan pemberian tugas serta

terpaku pada buku teks. Kebanyakan guru tidak melakukan kegiatan pembelajaran

yang memperhatikan dimensi dari IPA dan tinggi rendahnya minat belajar yang

dimiliki oleh siswa. Dimensi dari IPA yang dimaksud yaitu, IPA sebagai produk

dan proses. Maka, perlu kiranya melaksanakan pembelajaran secara aktif dan

kreatif dalam melibatkan siswa sehingga peneliti menggunakan model discovery

learning. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan antara yang diterapkan

(13)

konvensional, model discovery learning dan minat belajar siswa berpengaruh

terhadap hasil belajar IPA siswa.

Hasil penelitian terakhir yang dijadikan rujukan penelitian ini adalah

penelitian yang dilakukan oleh Ichmaruto pada tahun 2014 dengan judul “Penerapan Model Discovery untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Perubahan Kenampakan Bulan di Kelas IV SDN 6 Arjawinangun Kecamatan

Arjawinangun Kabupaten Cirebon”. Penelitian ini dilatarbelakangi adanya

masalah pembelajaran tentang perubahan kenampakan bulan di kelas IV sehingga

siswa rata-rata mendapatkan nilai di bawah KKM. Sedangkan, dalam tuntutan

kurikulum KTSP ketuntasan hasil belajar siswa harus lebih dari atau sama dengan

KKM yang telah ditentukan. Selain itu, guru hanya menggunakan metode yang

bersifat klasikal, kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, maupun

kurang menggunakan media pembelajaran. Dalam mengatasi tersebut Ichmaruto

menggunakan model discovery, dan penelitian yang dilakukan sebanyak tiga

siklus, pencapaian ketuntasan siswa yang berdasarkan KKM sebesar 70,

menunjukkan adanya peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini terbukti dengan

jumlah ketuntasan siswa pada hasil sebelum diberikan tindakan hanya 7 siswa

yang tuntas. Kemudian naik menjadi 10 siswa pada siklus I, kemudian pada siklus

II naik lagi menjadi 18 siswa, dan pada siklus III semua siswa dapat dinyatakan

tuntas berdasarkan KKM.

F. Hipotesis Tindakan

Dalam penelitian tindakan kelas ini, hipotesis yang digunakan adalah “Jika

model discovery learning diterapkan pada materi sifat fisik tanah di kelas V SDN

Cinangsi Kecamatan Tanjungmedar Kabupaten Sumedang maka, hasil belajar

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat suatu website yang diberi nama Website Company Profile PT Adimitra Wilangtama Menggunakan Macromedia Dreamweaver dan Flash MX,

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, bersama ini kami sampaikan pengumuman nama-nama guru peserta PLPG tahap I – tahap II yang dinyatakan (a) LULUS, (b) MENGIKUTI

-the amount of spinel MA decreases in the MSp product and calcium silicate of C3S and calcium aluminate C3A disappear in Portland clinker; after reaction at 1200˚C

Ahli-ahli juga menyatakan citra merek adalah bagaimana masyarakat mangartikan tanda-tanda yang disampaikan oleh merek melalui produk-produk dan pelaksanaan komunikasinya,

If it is asso- ciated with the concept of labor contract law as the basis of the employment relationship in ac- cordance with the provisions of Article 1 point 15, the

Dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan adalah dana yang berasal dari dunia usaha yang dilaksanakan oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan

Adalah suatu kegiatan ijtihad yang dilakukan seorang ulama mengenai hukum syara', dengan menggunakan metode istinbath hukum yang telah dirumuskan oleh imam mazhab, baik yang

Adapun upaya yang seharusnya dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang mungkin akan muncul sesuai dengan penjelasan di atas adalah dengan cara membuat kebijakan