SKRIPSI
Oleh :
SYAIFUL ANWAR
NIM : C94211195
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Program Studi Ekonomi Syariah
SURABAYA
i
PEMBIAYAAN MACET DI BANK BRI SYARIAH CABANG
SURABAYA GUBENG
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Program Studi Ekonomi Syariah
Oleh :
SYAIFUL ANWARNIM : C94211195
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Program Studi Ekonomi Syariah
SURABAYA
v
Skripsi yang berjudul “Analisis Faktor 5C + 1S Dalam Pemberian Pembiayaan Mikro Sebagai Upaya Mencegah Timbulnya Pembiayaan Macet Bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng” ini bertujuan untuk menjawab problematika tentang; (1) Bagaimana implementasi faktor 5C + 1S dalam pemberian pembiayaan mikro di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng, (2) Bagaimana faktor-faktor yang menimbulkan pembiayaan macet di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng, (3) Bagaimana langkah-langkah dari pihak bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng dalam mengatasi pembiayaan macet dengan analisis faktor 5C + 1S .
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan data penelitian yang terhimpun dari observasi lapangan, wawancara dan dokumentasi serta didukung dengan literatur-literatur yang relevan. Dengan menggunakan teknik deskriptif analisis.
Hasil penelitian ini ditemukan bahwa dalam menganalisis pembiayaan mikro di bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng menggunakan analisi faktor 5C + 1S untuk mencegah timbulnya pembiayaan macet yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu: faktor internal (pihak bank) dan faktor eksternal (pihak debitur). Langkah-langkah bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng dalam mengatasi pembiayaan macet melalui mekanisme Standard Operasional Procedural (SOP) yang telah ditentukan oleh pihak bank BRI Syariah dan penggunaan faktor 5C + 1S sebagai tindakan preventif terjadinya pembiayaan macet.
viii
Halaman
SAMPUL DALAM
... i
PERNYATAAN KEASLIAN
... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
... iii
ABSTRAK
... v
KATA PENGANTAR
... vi
DAFTAR ISI
... viii
DAFTAR TABEL
... xiii
DAFTAR GAMBAR
... xiv
DAFTAR TRANSLITERASI
... xv
BAB I
PENDAHULUAN
... 1
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Identifikasi dan Batasan Masalah ... 11
C.
Rumusan Masalah ... 12
D.
Kajian Pustaka ... 13
E.
Tujuan Penelitian ... 18
F.
Kegunaan Hasil Penelitian ... 18
G.
Definisi Operasional ... 19
H.
Metode Penelitian ... 21
I.
Sistematika Pembahasan ... 24
viii
1.
Bank Syariah ... 26
2.
Fungsi dan Peran Bank Syariah ... 28
3.
Tujuan Bank Syariah ... 33
B.
Pembiayaan Bank Islam ... 34
1.
Pengertian Pembiayaan ... 34
2.
Unsur Pembiayaan ... 35
3.
Tujuan Pembiayaan ... 36
4.
Fungsi Pembiayaan ... 37
5.
Jenis
Pembiayaan ... 38
C.
Pembiayaan Mikro ... 41
1.
Sistem Pembiayaan Mikro ... 41
2.
Tujuan Pembiayaan Mikro ... 42
3.
Tantangan Pembiayaan Sektor Mikro ... 43
D.
Analisis Pembiayaan ... 43
1.
Character
... 44
2.
Capacity
... 45
3.
Capital
... 45
4.
Collateral
... 46
5.
Condition
of
Economic
... 47
6.
Syariah ... 47
E.
Strategi Penyelesaian Pembiayaan Macet ... 48
1.
Rescheduling
... 49
viii
3.
Restructuring
... 50
4.
kombinasi ... 50
5.
Penyitaan Jaminan ... 51
BAB III
IMPLEMENTASI
FAKTOR 5C + 1S DALAM PEMBERIAN
PEMBIAYAAN MIKRO DI BANK BRI SYARIAH
CABANG SURABAYA GUBENG
... 52
A.
Gambaran Umum Bank BRI Syariah ... 52
1.
Sejarah Bank BRI Syariah ... 52
2.
Sejarah Berdirinya Bank BRI Syariah Cabang Surabaya
Gubeng ... 53
3.
Visi dan Misi ... 54
4.
Struktur Organisasi Bank BRI Syariah Cabang Surabaya
Gubeng ... 54
B.
Produk-produk Bank BRI Syariah Cabang Surabaya
Gubeng ... 56
1.
Consumer
Banking
... 56
a.
Dana Pihak Ketiga ... 56
b.
Pembiayaan ... 58
2.
Business
Banking
... 60
a.
Commercial
Product
... 60
b.
Commercial
Financing
... 60
viii
e.
Pembiayaan Mikro ... 62
C.
Pembiayaan Mikro Bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng ... 62
1.
Pembiayaan Modal Kerja ... 64
2.
Pembiayaan Investasi ... 65
D.
Implementasi Faktor 5C + 1S dalam Pemberian Pembiayaan Mikro
Bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng ... 66
1.
Alur pemberian pembiayaan di bank BRI Syariah Cabang
Surabaya Gubeng... 66
2.
Implementasi Pemberian Pembiayaan Mikro Bank BRI Syariah
Cabang Surabaya Gubeng ... 67
a.
Character
... 68
b.
Capacity
... 71
c.
Capital
... 73
d.
Collateral
... 74
e.
Condition
of
Economic
... 76
f.
Syariah ... 77
E.
Pembiayaan Mikro Bermasalah di Bank BRI Syariah Cabang
Surabaya Gubeng... 79
1.
Indikasi dan Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah ... 79
a.
Dari Pihak Debitur/ Eksternal ... 79
viii
Gubeng ... 80
3.
Proses Penyelesaian Pembiayaan Macet di Bank BRI Syariah
Cabang Surabaya Gubeng ... 83
BAB IV
ANALISIS FAKTOR 5C + 1S DALAM PEMBIAYAAN MIKRO
DI BANK BRI SYARIAH CABANG SURABAYA GUBENG
... 89
A.
Analisis Faktor-Faktor yang Menimbulkan Pembiayaan Macet ... 89
B.
Langkah Penyelesaian Bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng
dalam Mengatasi Pembiayaan Macet dengan Analisis Faktor 5C +
1S ... 92
BAB V
PENUTUP
... 96
A.
Kesimpulan ... 96
B.
Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA
... 99
LAMPIRAN
... 100
DAFTAR TABEL
viii
3.2
Persyaratan Dokumen (Umum) ... 63
3.3
Persyaratan Dokumen (Khusus) ... 63
3.4
Alur Pembiayaan ... 62
3.5
Tabel Penilaian Karakter ... 70
3.6
Tabel Penilaian Kapasitas ... 72
3.7
Tabel Penilaian Jaminan ... 75
3.8
Tabel Penilaian Objek ... 78
3.9
Tabel Data Pembiayaan Mikro Bank BRI Syariah Cabang Gubeng Tahun
2010-2014 ... 80
3.10
Tabel Data Pembiayaan Mikro Bank BRI Syariah Cabang Gubeng Tahun
2010-2014 ... 81
DAFTAR GAMBAR
viii
Bangkalan 2014 ... 82
3.12
Tahapan Penyelesaian Pembiayaan Macet ... 83
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah awal kegiatan perbankan syariah yang pertama kali
dilakukan adalah di Negara Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an
dan kemudian di Negara Mesir. Pada perkembangan perbankan syariah di
Mesir, bank yang menggunakan konsep syariah tidak serta merta
mencantumkan embel-embel syariah pada bentuk fisiknya, namun secara
konsepnya saja yang diberlakukan. Karena pada saat itu adanya suatu
kekhawatiran rezim yang berkuasa melihat pergerakan fundamentalis.1
Sedangkan perkembangan bank syariah di Indonesia tidak terlepas
dari munculnya bank-bank Islam yang telah muncul di berbagai Negara
saat itu. Sekitar awal priode 1980-an, maka muncullah ide untuk
memprakarsai munculnya bank syariah pertama kali di Indonesia.
Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam
di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya
Bunga bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil
lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah nasional IV
MUI yang berlangsung di hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990.
1 Andrean Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009), 2.
Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk
mendirikan bank Islam di Indonesia.2
Perbankan syariah sebagaimana halnya dengan perbankan
konvensional di Indonesia adalah lembaga intermediary yang berfungsi
mengumpulkan dana dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk fasilitas pembiayaan.3
Pada aspek pengumpulan dana, bank syariah memiliki beberapa
produk yang sangat kompetitif dan tidak kalah saing dengan bank
konvensional dalam pemberian bonus atau margin. Dengan konsep bagi
hasil yang ditawarkan diharapkan mampu menyaingi konsep bunga yang
telah ditawarkan bank konvensional. Konsep bunga-berbunga yang
ditawarkan oleh bank konvensional bila ditinjau dari pemahaman dari
agama Islam telah dilarang.
Allah SWT. menurunkan risalah larangan praktik riba melalui
empat tahapan sebagai berikut:4
1. Qs. Ar-Ru>m ayat 39
ٓ
ٓ
ٓ
ٓ
Artinya: “dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan
2 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani,
2001), 25.
3 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah (Jakarta:
Sinar Grafika, 2012), 40.
4 Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana,
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”5
Berdasarkan firman Allah tersebut berarti riba tidak akan menambah kebaikan.
2. Qs. An-Nisa>’ ayat 160-161
Artinya: “160.Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, 161. dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”6
3. Qs. Ali Imra>n ayat 130
ﺂَﯾ
ٓ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”7
5 Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahannya (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2009), 408.
4. Qs. Al-Baqarah ayat 278-279
ﺂَﯾ
ٓ
ۖۦ
Artinya: “278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman., 279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”8
Sedangkan pada aspek penyaluran dana, bank syariah juga
mempunyai produk-produk yang mempunyai daya tarik tersendiri, dari
segi proporsi pengembalian dana sudah sangat bersaing, dari segi
pelayanan tidak menyulitkan meskipun harus ada beberapa aspek yang
dilengkapi oleh si calon debitur.
Pembiayaan memberikan manfaat kepada bank yaitu berupa
margin yang diterima dari debitur. Pembiayaan juga di manfaatkan oleh
pemerintah untuk dipergunakan sebagai alat untuk mendorong
pertumbuhan dan perluasan ekonomi maka akan mengurangi tingkat
pengangguran dan tingkat pendapatan masyarakat. Oleh karena itu,
peranan perbankan syariah itu sendiri cukup mampu menggerakkan sektor
riil dalam rangka meningkatkan laju perekonomian di Indonesia.
Hubungan pemberi pembiayaan dan penerima pembiayaan
merupakan hubungan kerjasama yang saling menguntungkan, yang
diartikan pula sebagai kehidupan saling tolong-menolong sebagaimana
firman Allah SWT dalam Surah Al-Ma>’idah (5) ayat 2:
ﺂَﯾ
ٓ
ٓ
ٓ
ٓ
ٔ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”9
Sudah menjadi maklum bahwa perbankan syariah bukanlah
sekedar bank biasa, artinya perbankan syariah telah mampu menjadi
tameng kecil perekonomian Indonesia sejak dilanda krisis tahun 1997
sampai yang terbaru yaitu pada tahun 2008.10
Bercermin pada krisis di Negara Eropa, lebih tepatnya di Negara
Yunani, krisis tersebut tidak terlalu berdampak yang sangat signifikan.
Hal ini bisa dilihat pada volume perdagangan yang terjadi di Indonesia
mencapai 267 juta (dolar), di tahun 2009 menjadi 228 juta dan tahun 2010
menurun menjadi 164 juta.11
Walaupun tingkat perkembangan perbankan syariah masih kalah
cepat dengan perkembangan perbankan konvensional, namun bukti yang
diberikan oleh perbankan syariah sangat besar dibandingkan perbankan
konvensional. Dikarenakan perbankan syariah cukup memfokuskan pada
sektor riil.
Dalam pelaksanaan pembiayaan, bank syariah harus memenuhi
aspek syariah dan aspek ekonomi.12
Aspek syariah, artinya dalam setiap pembiayaan maupun
transaksi-transaksi yang lain dilakukan oleh pihak bank syariah kepada
nasabahnya harus tetap berpedoman pada syariat Islam (antara lain tidak
mengandung unsur maysi>r, ghara>r, dan riba serta bidang usahanya
harus halal).
10 “guncangan besar 10 tahun lalu : apa yang salah dalam membangun indonesia?”, dalam
m.kompasiana.com/post/read/599723/2/guncangan-besar-10-tahun-lalu-apa-yang-salah-dalam-membangun-indonesia.html, diakses pada 30 September 2014.
11http://www.academia.edu/5953960/KRISIS_YUNANI_SERTA_DAMPAKNYA_TERHA
DAP_EKONOMI_INDONESIA, diakses pada 29 Oktober 2014.
Aspek ekonomi, pada dasarnya bank merupakan lembaga yang
berorientasi pada keuntungan (profit oriented). Di samping
mempertimbangkan aspek kesyariahannya, bank tentu akan
mempertimbangkan lagi keuntungan yang akan didapat dalam melakukan
pembiayaan.
Kendatipun perbankan syariah adalah lembaga yang berorientasi
pada keuntungan (profit oriented), perbankan Islam juga akan
mengahadapi persoalan tentang risiko pembiayaan macet. Artinya setiap
kali pihak perbankan syariah menyalurkan dananya kepada calon nasabah
yang mengajukan pembiayaan pada saat itu juga risiko gagal bayar
kemungkinan akan terjadi selain itu juag faktor kondisi perekonommian
juga menjadi pendorong terjadinya pembiayaan macet NPF (non
performing financing).
Seperti pernyataan dari Kepala Departemen Perbankan Syariah
OJK, Edy Setiadi menyebutkan, tingginya pembiayaan kredit macet
seiring pertumbuhan ekonomi yang melambat. Pasalnya pada tahun 2014
NPF (non performing financing) mencapai 3 persen.13
Aktivitas pembiayaan bank yang berkualitas dan sehat memberikan pendapatan operasional terbesar bagi bank jika dibandingkan dengan aktivitas lainnya seperti penyediaan layanan jasa. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pendapatan dan menjaga kelangsungan bank maka pemberian pembiayaan merupakan aktivitas yang secara terus menerus
13
akan dilakukan. Seperti penjelasan diatas, kegiatan penyaluran pembiayaan disisi lain mengandung risiko yaitu tidak kembalinya dana/pembiayaan yang disalurkan tersebut karena tidak seluruh nasabah yang memperoleh pembiayaan mampu mengembalikan pembiayaan dengan baik dan tepat pada waktunya. Dampak derajat risiko pembiayaan yang diterima bank akan mengganggu tingkat likuiditas bank tersebut.
Risiko diatas sudah tertera dan menjadi acuan perbankan syariah
yaitu pada penjelasan Pasal 8 ayat (1) UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana
diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dinyatakan
bahwa: “Kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang
diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksaannya
bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko
tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah
debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk
memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus
melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal,
agunan, dana prospek usaha dari nasabah debitur”14
Derajat risiko pembiayaan dapat ditekan dengan jalan melakukan analisa pembiayaan secara komprehensif dan mendalam baik dari segi
14 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah (Jakarta:
kuantitatif maupun kualitatif terhadap setiap permohonan pembiayaan yang diterima oleh bank. Analisa pembiayaan yang komprehensif sangat menentukan keberhasilan aktivitas penyaluran pembiayaan dan menekan derajat risiko pembiayaan. Tujuan utama analisa pembiayaan yang dilakukan oleh sebuah bank adalah untuk memperkecil gangguan dalam pengembalian dana yang dipinjam oleh debitur.15Adapun skema yang biaya di pergunakan yaitu skema pembiayaan mudha>rabah16.
Menilai kemampuan dan kesediaan calon debitur untuk mengembalikan/ memenuhi kewajibannya sesuai dengan isi perjanjian pembiayaan harus berdasarkan pada analisa pembiayaan, pihak bank syariah dapat memperkirakan tinggi rendahnya derajat risiko yang akan ditanggung olehnya bila menyetujui permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon debitur.
Bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng merupakan
salah satu bank syariah yang mulai beroperasi di kota Surabaya. Kegiatan
utama yang dilakukan oleh bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya
Gubeng adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
tabungan dan deposito yang kemudian menyalurkannya dalam bentuk
pembiayaan juga pemberian jasa perbankan yang lainnya. Bank BRI
Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng dalam menyalurkan
pembiayaan memperhatikan analisa pembiayaan untuk menilai kelayakan
15 Ismail Nawawi, Manajemen Risiko; Teori dan Pengantar Praktik Bisnis, Perbankan Islam dan konvensional (Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya), 57.
16 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani,
calon debiturnya. Analisa pembiayaan bertujuan untuk menentukan
besarnya jumlah pinjaman yang akan diberikan kepada calon debitur.
Melakukan analisis pembiayaan bank dapat mengetahui kondisi debitur
secara keseluruhan/ utuh sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia untuk
memperkecil derajat risiko pembiayaan. Berdasarkan ketentuan BI
penyaluran pembiayaan didasarkan pada prinsip kehati-hatian (Pasal 35
UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah).
Bentuk penerapan prinsip kehati-hatian adalah penyaluran
pembiayaan kepada debitur yang didasarkan pada prinsip 5 C yang
meliputi: Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of
Economic.17
Sedangkan berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)
tentang pembiayaan menjelaskan bahwa semua bentuk pembiayaan yang
di berikan oleh pihak bank syariah kepada calon debitur harus tidak
menyalahi hukum syariat Islam dalam tindakan maupun
transaksi-transaksi yang lain.18 Disamping itu juga, pernyataan ini di perkuat
dengan adanya Pasal 8 ayat (1) UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana diubah
dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maupun dalam
penjelasan 37 UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.19
17 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Ziktul Hakim,
2007), 153.
18 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh).
19 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah (Jakarta:
Berdasarkan uraian diatas bank BRI Syariah Kantor Cabang
Surabaya Gubeng sebagai bank yang taat dalam menjalankan ketentuan
BI serta mematuhi aturan yang diberikan oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN) dalam mengambil keputusan pembiayaan sangat memperhatikan
prinsip-prinsip tersebut. Oleh karenanya penulis dalam penelitian ini
berusaha mengetahui seberapa besar penerapan prinsip 5C serta melihat
aspek ke-syariah-annya (S) dalam pengambilan keputusan pembiayaan.
Mengacu pada hal tersebut penulis tertarik mengambil judul penelitian
“Analisis Faktor 5C + 1S Dalam Pemberian Pembiayaan Mikro Sebagai
Upaya Mencegah Timbulnya Pembiayaan Macet di Bank BRI Syariah
Kantor Cabang Surabaya Gubeng.”
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, penulis paparkan
beberapa masalah yang berkenaan dengan penelitian ini, antara lain:
1. Pembiayaan mikro yang ada di bank BRI Syariah Kantor Cabang
Surabaya Gubeng.
2. Bentuk pembiayaan mikro yang ada di bank BRI Syariah Kantor
Cabang Surabaya Gubeng.
3. Akad pembiayaan mikro di bank BRI Syariah Kantor Cabang
Surabaya Gubeng.
4. Faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan macet di bank BRI
Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
6. Implementasi faktor 5C + 1S dalam pembiayaan mikro.
7. Penyelesaian pembiayaan mikro di bank BRI Syariah Kantor Cabang
Surabaya Gubeng dengan menggunakan faktor 5C + 1S.
Dari beberapa permasalahan di atas, maka penulis membatasi
ruang lingkup pada penelitian ini, yaitu pada:
1. Implementasi faktor 5C + 1S dalam pembiayaan mikro di bank BRI
Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
2. Faktor-faktor penyebab timbulnya pembiayaan macet di bank BRI
Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
3. Langkah-langkah dari pihak bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng dalam mengatasi pembiayaan macet dengan analisis faktor 5C + 1S.
C. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan proses penelitian dan penulisan, maka diperlukan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi faktor 5C + 1S dalam pemberian pembiayaan mikro di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng?
2. Bagaimana faktor-faktor yang menimbulkan pembiayaan macet di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian
yang sudah pernah dilakukan dalam penelitian di seputar masalah yang
diteliti.20
Berdasarkan penelusuran kajian kepustakaan yang penulis
lakukan, berikut ada beberapa penelitian terkait permasalahan yang ada
dalam penelitian ini, diantaranya:
1. Skripsi yang ditulis oleh Dewi Kirana dengan judul: Analisis
Manajemen Risiko Pembiayaan Mudha>rabah Pada Perbankan
Syariah (Studi Pada 3 Bank Syariah; Bank Muamalat Indonesia, Bank
Syariah Mandiri, dan Bank BNI Syariah). Dalam skripsinya
menyatakan bahwa: a). risiko kerugian yang ditanggung oleh bank
sebagai s{a>hibul ma>l adalah tingginya jumlah pembiayaan
bermasalah mulai dari kurang lancar bahkan macet. Penyebabnya
adalah hilangnya kemampuan untuk membayar angsuran serta bagi
hasil kepada bank dikarenakan nasabah melakukan kelalaian.
Kelalaian tersebut terjadinya side streaming, memanipulasi data,
sehingga menyebabkan kesalahahan dalam menganalisa kemampuan
nasabah, b). Upaya yang dilakukan bank dalam penyelamatan
terhadap pembiayaan bermasalah, yaitu dengan cara Rescheduling,
Reconditioning, Restructuring, ini dilakukan jika nasabah dianggap
masih memiliki niat untuk membayar. Jika sebaliknya, dilakukan
eksekusi jaminan. c). kerugian yang muncul diakibatkan murni risiko
bisnis bukan kelalaian nasabah, baik pada BMI, BSM, ataupun BNIS,
tidak secara langsung menanggung seluruh kerugian usaha yang
dibiayai. Bank sengaja memberi pengamanan berlapis pada dana
masyarakat yang digunakan sebagai dana pembiayaan dengan
melakukan kerjasama dengan pihak asuransi untuk mengcover
kerugian tersebut.21
2. Skripsi yang ditulis oleh Virtiesa Rahmanditami dengan judul:
Penyelesaian Pembiayaan Macet Akad Musya>rakah Mutana>qis{ah
di Bank Muamalat Indonesia Cabang Darmo Induk Surabaya. Dalam
skripsi tersebut dijelaskan bahwa: a). penyelesaian pembiayaan
bermasalah jika nasabah yang bersangkutan meninggal dunia, yaitu
dengan cara mengklaim pihak asuransi untuk melunasi outstanding
yang lancar, namun dengan syarat jika tunggakan sewa sebelum
nasabah meninggal telah dilunasi oleh pihak ahli waris, b).
penyelesaian pembiayaan bermasalah jika nasabah pendapatannya
menurun, pihak bank menggunakan cara restrukturisasi. Namun
sebelum bank melakukan cara tersebut, relation manager akan
mengevaluasi nasabah tersebut, dari evaluasi pendapatan,
pengeluaran, dan jaminan. pihak bank akan menghitung kemampuan
nasabah tersebut dalam melakukan pembiayaan, c). penyelesaian
21 Dewi Kirana, “Analisis Manaemen Risiko Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan
pembiayaan bermasalah jika nasabah berkarakter atau kabur dari
tanggung jawab membayar angsuran, pihak bank akan melakukan dua
cara yaitu litigasi dan nonlitigasi. Dengan cara litigasi yaitu jika
permasalahan sudah tidak dapat diselesaikan secara mediasi, maka
pihak bank akan menyita jaminan tersebut. Sedangkan cara non
litigasi yaitu pihak nasabah sudah menyatakan tidak ada kesanggupan
membayar, dan menyerahkan jaminan/agunan secara sukarela kepada
pihak bank. Jaminan/agunan yang di sita maupun di berikan oleh
nasabah, akan dilelang oleh pihak bank, dengan perhitungan yang
telah ditetapkan.22
3. Skripsi yang ditulis oleh Herlina dengan judul: Sharia Compliance
yang diterapkan Bank Syariah Mandiri dalam Menangani Risiko pada
Akad Mura>bah{ah. Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa: a).
tentang penanganan risiko kelalaian nasabah untuk membayar
angsuran yang terjadi dalam transaksi yang menggunakan akad
murabahah, pihak Bank Syariah Mandiri cabang Darmo Surabaya
sudah sesuai dengan fatwa DSN MUI No. : 17/DSN-MUI/IX/2000
butir ke satu tentang sanksi atas nasabah, yang bertuliskan “Sanksi
yang disebutkan dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan oleh
LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda
pembyaran dengan disengaja”. Dan sesuai dengan butir ke empat yang
bertuliskan “Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zi>r, yaitu bertujuan
22 Virtiesa Rahmanditami, “Penyelesaian Pembiayaan Macet Akad Musyarakah
agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya”.
Namun tidak sesuai dengan butir ke lima yang bertuliskan “Sanksi
dapat berupa denda sejumlah uang ayang besarnya ditentukan atas
dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.”., b), tentang
penanganan risiko batalnya transaksi saat berjalan untuk jenis
transaksi yang menggunakan akad mura>bah{ah pihak Bank Syariah
Mandiri cabang Raya Darmo Surabaya sudah sesuai dengan Fatwa
DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 ayat 3, yang membolehkan adanya
aminan yang menyebutkan “Jaminan dalam mura>bah{ah
dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya dan bank dapat
meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.”
23
4. Skripsi yang ditulis oleh Qomariyah dengan judul : Aplikasi Analisis
5C di KJKS BMT Amanah Ummah KP Karah Surabaya, hanya
memakai faktor 5C tanpa menitikberatkan pada aspek kesyariahannya
(S). objek yang diteliti yaitu lembaga keuangan non-perbankan yaitu
BMT Amanah Ummah KP Karah Surabaya. Menurut penulis saudari
Qomariyah terlalu kompleks dalam analisis 5C-nya. Sehingga semua
produk atau akad yang ada di BMT Amanah Ummah KP Karah
Surabaya semua mengacu pada aspek tersebut. penelitian ini
dilakukan pada tahun 2012. Selain itu pada penelitian saudari
Qomariyah tidak menjelaskan keuntungan dari pemakaian dari
analisis tersebut.24
Dalam penelitian yang berudul “Analisis Faktor 5C + 1S Dalam
Pemberian Pembiayaan Mikro Sebagai Upaya Mencegah Timbulnya
Pembiayaan Macet Bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng”
ini, memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian yang telah menjadi
perbandingannya. Pada penelitian ini, penulis lebih menekankan
bagaimana implementasi faktor 5C + 1S, disamping itu juga peneliti
menambahkan faktor 1S dikarenakan sesuai dengan pernyataan Fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN) tentang pembiayaan menjelaskan bahwa
semua bentuk pembiayaan yang di berikan oleh pihak bank syariah
kepada calon debitur harus tidak menyalahi hukum syariat Islam. Di
sinilah letak pembeda antara pembiayaan yang disalurkan oleh bank
konvensional dengan pembiayaan yang di salurkan oleh bank syariah
pada objek yang harus sesuai dengan syariat Islam.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan Permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi faktor 5C + 1S dalam pemberian pembiayaan mikro di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
24 Qomariyah, “Aplikasi Analisis 5C di KJKS BMT Amanah Ummah KP Karah Surabaya”,
2. Untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor yang menimbulkan pembiayaan macet di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
3. Untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah dari pihak bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng dalam mengatasi pembiayaan macet dengan analisis faktor 5C + 1S.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari permasalahan di atas, penelitian dan penulisan ini diharapkan
mempunyai nilai tambah dan manfaat baik untuk penulis maupun
pembaca, sekurang-kurangnya untuk dua aspek yaitu:
1. Aspek keilmuan (teoritis)
a. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan
pemahaman ekonomi syariah mahasiswa fakultas ekonomi dan
bisnis Islam.
2. Aspek terapan (praktis)
a. Dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi peneliti berikutnya
untuk membuat skripsi yang lebih baik.
b. Guna dijadikan pedoman dalam rangka implementasi faktor-faktor
tersebut sebagai pedoman untuk bank BRI Syariah Kantor Cabang
Surabaya Gubeng.
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memaknai kalimat dan
memperjelas maksud dari penelitian ini maka perlu adanya definisi
operasional sebagai berikut:
5C + 1S : Merupakan salah satu alat analisa untuk menilai suatu permohonan pembiayaan yang
diajukan nasabah. Alat analisa tersebut
digunakan oleh bank pada umumnya, namun
aspek kesyariahannya (S) merupakan unsur
yang tidak dapat dipisahkan dari bank syariah
terutama pada bank BRI Syariah Kantor
Cabang Surabaya Gubeng.
Pembiayaan Macet : Suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh
kewajibannya kepada bank seperti yang telah
diperjanjikan dalam pembiayaan.25
Pembiayaan Mikro : Pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kecil perorangan atau lembaga. Dengan skema
pembiayaan sebesar Rp. 500 juta pada
investasi yang ada di bank BRI Syariah Kantor
Cabang Surabaya Gubeng26, serta pembiayaan
mikro modal kerja, yaitu pembiayaan untuk
25 Siti Machmulah, “Analisis Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Terhadap Penyelesaian
Utang Piutang Murabahah Bermasalah Pada Pembiayaan Mikro di BRI Syaria Cabang Gubeng Surabaya” (skripsi—Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2011), 16.
memenuhi kebutuhan peningkatan produksi,
baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif.27
Bank BRI Syariah : Salah satu lembaga keuangan perbankan yang ada di Indonesia yang menjalankan usaha
menghimpun dan menyalurkan dana pihak
ketiga dengan menerapkan prinsip ekonomi
dan prinsp Islam.28 Bank syariah yang
dimaksud yaitu bank BRI Syariah Kantor
Cabang Surabaya Gubeng dengan data
tambahan di bank BRI Syariah KCP
Bangkalan.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu teknik, cara dan alat yang
digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran
sesuatu dengan menggunakan metode ilmiah.
1. Data Yang akan dihimpun
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
a. Data Primer
1) Data tentang faktor 5C + 1S pembiayaan mikro pada bank BRI
Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
27 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani,
2001), 160.
2) Data tentang pembiayaan mikro modal kerja.
3) Data tentang strategi bank BRI Syariah Kantor Cabang
Surabaya Gubeng dalam mengatasi pembiayaan bermasalah.
b. Data Sekunder
1) Data tentang konsep pembiayaan.
2) Data tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah.
3) Data tentang dasar-dasar perbankan.
4) Data tentang manajemen risiko.
2. Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan
penelitian lapangan (field research) yang memfokuskan pada objek/
kasus penelitian di lapangan (bank BRI Syariah Kantor Cabang
Surabaya Gubeng) serta tetap perpedoman dengan kaidah-kaidah yang
telah ada. Adapun sumber-sumber dalam penelitian ini diperoleh dari
beberapa sumber, baik sumber data primer maupun sumber data
sekunder.
a. Sumber Primer
1) Manager Pembiayaan mikro.
2) Staf pembiayaan mikro.
Data yang diperoleh dari kepustakaan yang ada
hubungannya dengan penelitian ini yaitu:
1) Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Muhammad Syafi’i Antonio.
2) Islamic Bank; Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi
Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Menghadapi
Berbagai Persoalan Perbankan dan Ekonomi Global, Veithzal
Rivai dan Arviyan Arifin.
3) Dasar-dasar Perbankan, Kasmir.
4) Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, Faturrahman Djamil.
5) Manajemen Risiko, Ismail Nawawi.
6) Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah, Misbahul Munir.
7) Muahaiminkhair.wordpress.com 3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik dalam mengumpulkan data, penyusun
menggunakan metode sebagai berikut:
a. Observasi, yaitu cara mengumpulkan data dengan mengadakan
pengamatan langsung pada objek penelitian.29 Untuk melihat
bagaimana implementasi faktor 5C + 1S dalam pemberian
pembiayaan mikro sebagai upaya mencegah timbulnya
pembiayaan macet yang diterapkan oleh bank BRI Syariah Kantor
Cabang Surabaya Gubeng.
b. Interview, disebut juga dengan wawancara merupakan tulang
punggung suatu penelitian survei.30 Dalam hal ini peneliti akan
melakukan wawancara terhadap manager pembiayaan mikro, para
staf pembiayaan mikro.
c. Dokumentasi adalah alat pengumpulan data yang berupa
dokumentasi dan catatan dari sumber yang diteliti. Teknik ini
dilakukan dengan mencatat data, dokumen lembaga terkait dengan
penelitian ini. Dokumentasi merupakan dalil konkrit yang bisa
penulis jadikan acuan untuk menilai bagaimana implementasi
faktor-faktor tersebut.
4. Teknik Analisis Data
Setelah data diperoleh dan terkumpul serta melalui proses
pengolahan data, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data
tersebut dengan metode deskriptif analisis. Dalam kegiatan ini peneliti
mengadakan pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah
terkumpul kemudian dianalisis serta mendeskripsikannya.
I. Sistematika Pembahasan
Secara keseluruhan skripsi tersusun dalam lima bab dan
masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab pembahasan, hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah dalam pemahaman serta penelaahan,
adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
BAB I : Bab ini memuat Latar Belakang Masalah, Identifikasi dan
Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Kajian Pustaka, Tujuan
Penelitian, Kegunaan Penelitian, Definisi Operasional, Metode
Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
BAB II : Merupakan landasan teori berisi paparan tentang pengertian
bank syariah, pembiayaan dalam perbankan syariah,
bentuk-bentuk risiko dalam perbankan syariah, analisis pembiayaan
dan strategi penyelesaian pembiayaan macet.
BAB III : Memuat paparan data penelitian. Bab ini membahas tentang
kebijakan bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng dalam
pemberian pembiayaan dengan menggunakan analisis faktor
5C + 1S.
BAB IV : Memuat paparan analisis data penelitian. Bab ini
mengungkapkan implementasi faktor 5C + 1S dalam
pemberian pembiayaan, faktor-faktor penyebab terjadinya
pembiayaan macet serta langkah-langkah penanganannya
BAB V : Pada bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan simpulan
BAB II
TEORI PEMBIAYAAN BANK SYARIAH
A. Pengertian Bank Syariah
1. Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak menggunakan sistem bunga. Bank Islam atau dapat disebut juga juga dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasionalnya atau produknya dikembangkan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits Nabi SAW. Atau dengan kata lain “Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.”1
UU No.21 tahun 2008 pasal 1 yang dimaksud dengan perbankan syariah adalah:
“Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan
1
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 13.
menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.”
Berdasarkan pengertian yang telah disampaikan maka jelaslah bahwa bank syariah adalah bank yang dijalankan dengan prinsip syariah, sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Selain itu, operasional maupun pengembangan produk-produknya juga harus sesuai dengan syariah. Dengan demikian tampak jelas bahwa bank syariah tidak menganut sistem bunga. Pada berbagai macam produknya, baik penghimpunan dana maupun penyaluran dana, bisa menggunakan sistem bagi hasil, margin atau fee.
Sebagai lembaga perantara keuangan, bank syariah menggunakan biaya administrasi sebagai biaya operasional. Dalam perbankan syariah juga dikenal istilah denda bila terdapat nasabah yang lalai. Namun, denda yang digunakan oleh bank syariah berbeda tujuannya dengan bank konvensional. Pada bank konvensional denda yang dikenakan kepada nasabah nantinya akan masuk pada pendapatan lain-lain, sedangkan pada bank syariah denda tersebut bertujuan untuk peringatan agar nasabah tidak lalai sehingga persentase denda yang diberikan biasanya sangatlah kecil. Selain itu pendapatan dari denda akan masuk kepada dana Qard{ul h{asan atau dana kebajikan.2
2
Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan sistem syariah, maka bank harus mentaati prinsip-prinsip syariah yang telah ditetapkan. Prinsip-prinsip dasar perbankan syariah adalah meniadakan riba dalam bentuk transaksi apapun, melakukan kegiatan bisnis atau usaha yang berlandasakan kepada prinsip keadilan dan keuntungan yang halal, menyalurkan zakat, melarang monopoli, melakukan kerjasama untuk mencapai manfaat bagi masyarakat dan mengembangkan seluruh aspek kehalalan di dalam bisnis dan investasi yang tidak dilarang oleh syariat Islam.3
2. Fungsi dan Peran Bank Syariah
Sebagai lembaga keuangan, bank memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi. Begitu pula dengan perbankan syariah yang menjalankan fungsi intermediasinya tanpa meninggalkan unsur-unsur kesyariahannya. Bank sebagai financial intermediary adalah lembaga yang dalam aktivitasnya berkaitan dengan masalah uang yang merupakan alat perlancar terjadinya perdagangan yang utama.
Selain itu bank syariah juga dapat memberikan jasa memindahkan uang, menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran, mendiskonto surat wesel, serta memberi jaminan bank.
3
Bank syariah menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan yang berlandaskan pada syariah. Fungsi bank syariah adalah sebagai berikut:4
a) Bank sebagai manager investasi
Salah satu fungsi bank syariah yang sangat penting adalah sebagai manajer investasi. Maksudnya, bank syariah tersebut merupakan manajer investasi dari pemilik dana yang dihimpun, karena besar-kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun sangat tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme pengelola bank syariah. Fungsi ini tidak banyak diketahui, dimengerti dan dipahami oleh para pegawai bank yang bekerja di bank syariah, yang kebanyakan masih mempergunakan paradigma pola kerja bank konvensional. Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah yang diharapkan mendapatkan hasil, mempunyai implikasi langsung kepada pemilik dana. Jika investasi yang dilakukan oleh bank syariah mengalami pembayaran yang tidak lancar bahkan macet, dapat mengakibatkan pendapatan yang diperoleh kecil dan pendapatan yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun kecil pula. Besarnya dana atau investasi yang dilakukan oleh bank syariah bukanlah otomatis mendapatkan bagi hasil besar yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun.
4
b) Bank sebagai investor
ija>rah, musya>rakah, mud{a>rabah, sala>m dan istis}na>’, pembentukan perusahaan atau akuisisi pengendalian atau kepentingan lain dalam rangka mendirikan perusahaan, memperdagangkan produk dan investasi atau memperdagangkan saham yang dapat diperjual-belikan. Keuntungan dibagikan kepada pihak yang memberikan dana, setelah bank menerima bagian keuntungannya sebagai mud}a>rib yang sudah disepakati sebelum pelaksanaan akad antara pemilik rekening investasi dan bank. Fungsi ini dapat dilihat dalam hal penyaluran dana yang dilakukan dengan menggunakan prinsip jual-beli maupun dengan menggunakan prinsip bagi hasil sendiri.
c) Bank sebagai pemberi jasa keuangan
Ketika menjalankan fungsi jasa keuangan ini, bank syariah tidak jauh berbeda dengan bank nonsyariah, seperti memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji dan sebagainya, hanya saja yang harus sangat diperhatikan adalah prinsip-prinsip syariah yang tidak boleh dilanggar. Bank-bank Islam juga menawarkan berbagai jasa keuangan lainnya untuk memperoleh imbalan atas dasar agency contract atau sewa. Contohnya letter of guarantee, wire transfer, letter of credit, dan lain-lain.
d) Bank sebagai agen sosial
digunakan oleh bank-bank Islam dalam melakukan bisnis berbeda secara signifikan dari fungsi dan metode yang digunakan oleh bank-bank konvensional.
3. Tujuan Bank Syariah
Islam adalah suatu agama yang praktis, mengajarkan segala yang baik dan bermanfaat bagi manusia, dengan mengabaikan waktu, tempat atau tahap-tahap perkembangannya. Selain itu, Islam adalah agama fitrah, yang sesuai dengan sifat dasar manusia. Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka kepada, paling tidak, pelaksanaan dua ajaran al-Qur’an, yaitu: Pertama, prinsip at-ta’a>wu>n, yaitu saling membantu dan saling bekerja-sama di antara anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an: “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran…”(QS 5:2). Kedua, prinsip al-Iktina>z yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur (idle) dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
B. Pembiayaan Bank Islam
1. Pengertian Pembiayaan
Kata pembiayaan berasal dari kata dasar biaya yang berarti uang yang dikeluarkan untuk mengadakan, mendirikan dan melakukan sesuatu. Sehingga pembiayaan adalah kegiatan mengeluarkan uang dalam rangka mengadakan, mendirikan atau melakukan sesuatu.5
Istilah pembiayaan pada dasarnya lahir dari pengertian I believe, I trust, yang berarti ‘saya percaya’ atau saya menaruh kepercayaan’. Jadi, pembiayaan mempunyai pengertian yakni kepercayaan (trust) yang berarti bank menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan bank selaku penyedia dana.
Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas. Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank dan atau lembaga keuangan lainnya dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu.6
5 Upi.edu/bmt/ diakses pada 10 November 2014. 6
2. Unsur Pembiayaan
Pada dasarnya pembiayaan diberikan oleh bank kepada nasabah atas dasar kepercayaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembiayaan adalah pemberian kepercayaan. Hal ini berarti prestasi yang diberikan benar-benar diyakini dapat dikembalikan oleh nasabah pembiayaan sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Berdasarkan hal diatas, terdapat beberapa unsur yaitu:7
a) Bank, yang merupakan badan usaha yang memberikan pembiayaan kepada pihak yang membutuhkan dana.
b) Mitra usaha, yang merupakan pihak yang mendapatkan pembiayaan dari bank syariah. Hubungan pemberi pembiayaan dan penerima pembiayaan merupakan hubungan kerja sama yang saling menguntungkan, yang diartikan pula sebagai kehidupan saling tolong-menolong.
c) Adanya kepercayaan pemberi pembiayaan kepada penerima pembiayaan yang didasarkan atas prestasi.
d) Adanya persetujuan, berupa kesepakatan pihak pemberi dana dengan pihak lainnya yang berjanji membayar (pihak penerima dana kepada pihak pemberi dana). Janji membayar tersebut dapat berupa janji lisan, tertulis (akad pembiayaan) yang disertai dengan saksi.
7
e) Adanya akad dan penyerahan barang, jasa atau uang dari pemberi pembiayaan kepada penerima pembiayaan.
f) Adanya unsur waktu yang merupakan unsur esensial dalam pembiayaan. Pembiayaan terjadi karena unsur waktu, baik dilihat dari pemberi dana maupun dilihat dari penerima dana.
g) Adanya unsur risiko dari kedua belah pihak, baik di pihak pemberi dana atau pihak penerima dana. Risiko di pihak pemberi dana adalah risiko gagal bayar, baik karena kegagalan usaha (pinjaman komersil) atau ketidakmampuan membayar (pinjaman konsumen) atau karena ketidaksediaannya membayar. Risiko di pihak penerima dana adalah kecurangan dari pihak pembiayaan, antara lain berupa pemberi dana yang semula dimaksudkan oleh pemberi dana untuk mengambil perusahaan yang diberi pembiayaan
h) Adanaya balas jasa atas dana yang disalurkan oleh bank syariah kepada nasabah. Hal ini juga disebut dengan nisbah dari akad yang telah disepakati antara bank dan nasabah.
3. Tujuan Pembiayaan
Tujuan pembiayaan mencangkup lingkup yang luas.Tujuan pembiayaan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu tujuan pembiayaan secara makro dan mikro.8 Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk peningkatan ekonomi umat, tersedianya dana bagi peningkatan usaha, meningkatkan produktivitas, membuka lapangan
8
kerja baru dan terjadi distribusi pendapatan. Sedangkan secara mikro, pembiayaan bertujuan untuk mengoptimalkan laba, meminimalkan risiko, pendayagunaan sumber ekonomi dan penyaluran kelebihan dana.
Maka dapat diketahui bahwa tujuan pembiayaan adalah tidak hanya sekedar peningkatan pada aspekprofit saja, melainkan juga pada aspek benefit. Tujuan pembiayaan ini memberikan manfaat, baik bagi bank selaku pemberi peinjaman dan nasabah pembiayaan selaku pengelola dana.
4. Fungsi Pembiayaan
Pembiayaan mempunyai peranan yangs sangat penting dalam perekonomian. Secara garis besar fungsi pembiayaan di dalam perekonomian, perdagangan dan keuangan adalah pembiayaan dapat meningkatkan daya guna dari modal tersebut, meningkatkan daya guna suatu barang, meningkatkan peredaran lalu lintas uang, menimbulkan gairah usaha masyarakat, pembiayaan sebagai alat stabilisasi ekonomi, sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional dan sebagai alat hubungan ekonomi internasional.9 Pembiayaan juga memberikan manfaat tidak hanya bagi bank dan nasabah pembiayaan, namun juga pemerintah dan masyarakat luas.10
5. Jenis Pembiayaan
9
Ibid., 712.
10
Pembiayaan dapat dijelaskan dari berbagai segi, salah satunya dari segi tujuannya. Pembiayaan jika dilihat dari tujuannya, terdapat dua pengelompokan yaitu:11
a) Pembiayaan konsumtif
Pembiayaan konsumtif bertujuan untuk memperoleh barang-barang atau kebutuhan-kebutuhan lainnya guna memenuhi keputusan dalam konsumsi. Pembiayaan konsumsi dibagi menjadi dua bagian yaitu pembiayaan konsumtif untuk umum dan pembiayaan konsumtif untuk pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas, maka pembiayaan konsumtif memiliki arti ekonomis juga dengan adanya penarikan pembiayaan konsumtif oleh suatu perusahaan, maka proses produksi akan dapat berjalan lancar dan memberikan hasil yang maksimal.
b) Pembiayaan produktif
Pembiayaan produktif bertujuan untuk memungkinkan penerima pembiayaan dapat mencapai tujuannya yang apabila tanpa pembiayaan tersebut tidak dapat diwujudkan. Pembiayaan produktif adalah bentuk pembiayaan yang bertujuan untuk memperlancar jalannya proses produksi, mulai dari saat pengumpulan bahan mentah, pengolahan dan sampai kepada proses penjualan barang-barang yang sudah jadi. Pembiayaan
11
produktif di bank syariah meliputi pembiayaan investasi dan pembiayaan modal kerja.
6. Modal Kerja
Pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan untuk modal kerja perusahaan dalam rangka pembiayaan aktiva lancar perusahaan seperti, pembelian bahan baku atau mentah, bahan penolong atau pembantu, barang dagangan, biaya eksploitasi barang modal, piutang dan lain-lain. Pembiayaan modal kerja digunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang biasanya habis dalam satu siklus usaha.12
Dalam memberikan pembiayaan modal kerja, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan seperti pertumbuhan penjualan, perputaran piutang dagang, perputaran utang dagang, kas dan perhitungan pembiayaan modal kerja. Pengalokasian modal kerja diperuntukkan kepada piutang dagang dan persediaan barang.13
Pada umumnya, pembiayaan modal kerja tersebut digunakan dalam ranah ekspor seperti pembiayaan pengumpulan barang ekspor termasuk pengolahan, penggudangan, pengepakan dan pengkapalan. Perdagangan dalam negeri seperti perdagangan umum dan distribusi 9 bahan pokok, industri baik manufaktur atau setengah manufaktur, perkebunan, kehutanan dan peternakan,
12
Ismail Nawawi, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), 114.
13
serta prasarana atau jasa-jasa seperti kontraktor, ekspedisi, hotel dan lain-lain.14
Pembiayaan modal kerja merupakan pembiayaan yang menggunakan prinsip bagi hasil (baik profit dan loss sharing atau revenue sharing) dan menggunakan akad musya>rakah. Dengan berbagai hasil, kebutuhan modal kerja pihak pengusaha terpenuhi, sementara kedua belah pihak mendapatkan manfaat dari pembagian risiko yang adil.15
C. Pembiayaan Mikro
Pembiayaan mikro adalah suatu kegiatan pembiayaan usaha berupa penghimpunan dana yang dipinjamkan bagi usaha mikro (kecil) yang dikelola oleh pengusaha mikro yaitu masyarakat menengah ke bawah yang memiliki penghasilan di bawah rata-rata.
Adapun yang dimaksud dengan usaha mikro menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomer 40/KMK.06/2003 tanggal 29 januari 2003 adalah: a) Usaha produktif milik keluarga atau perorangan. b) Penjualan maksimal Rp. 100 juta pertahun. c) Kredit yang diajukan maksimal Rp 50 juta.16
1. Sistem Pembiayaan Mikro
14
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking; Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Mengahadapi Berbagai Persoalan Perbankan & Ekonomi Global (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 718
15 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 125. 16
Indonesia mempunyai banyak pengalaman dalam mengembangkan sistem pembiayaan dengan pola manajemen dari bawah (grass root) atau lebih dikenal sebagai pembiayaan mikro. Perkembangan pembiayaan mikro secara garis besar ada 2 (dua) jalur, yaitu: Pertama, sistem ini lahir dan merupakan bagian dari sistem sosial-kultural masyarakat. Sistem ini bersifat mandiri dan mengakar kuat di tengah-tengah masyarakat. Bentuk konkrit penerapan sistem ini diantaranya pola arisan atau gotong-royong. Kedua, sistem pembiayaan mikro yang pertumbuhannya diprakarsai melalui program pemerintah. Ada kaitan kepentingan antara motif dan kepentingan pembangunan dengan pendirian lembaga keuangan mikro. Lembaga keuangan mikro yang diprakarsai oleh pemerintah dan menunjukkan eksistensi dan perannya antara lain; Badan kredit Kecamatan (BKK) di jawa tengah dan Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) di jawa timur, Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP) koperasi serta berbagai bentuk lembaga kredit pedesaan yang memiliki visi menumbuhkan lembaga keuangan mikro yang mandiri.17
Sistem pembiayaan mikro sepintas kurang professional, memiliki cakupan sempit dan hanya berpusar pada layanan dalam skala sangat sempit. Kesan seperti ini tidak keliru. Keberadaan sistem pembiayaan mikro justru ditopang oleh faktor sosial-
17
Ichad, “Pembiayaan sector Mikro dan Corporate”, dalam
kultural yang berintegrasi dengan pertimbangan komersial, menciptakan bangun sistem pembiayaan yang mengakar dan memiliki daya tahan kuat yang tidak selalu ditemukan pada sistem pembiayaan formal.
2. Tujuan Pembiayaan Mikro
Tujuan produk pembiayaan ini dijalankan karena ada 3 (tiga) hal, yaitu:18
a) Meningkatkan akses usaha mikro yang ada di masyarakat terhadap pelayanan pembiayaan di Lembaga Keuangan (LK) Pelaksanaan.
b) Lembaga keuangan (LK) Pelaksanaan sebagai agen pembangunan di daerah dapat melaksanakan fungsinya sehingga dapat mendukung peningkatan dan perkembangan usaha di sektor pertanian untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
c) Fleksibilitas pembiayaan syariah dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
3. Tantangan Pembiayaan Sektor Mikro19
a) Keterbatasan sumber dana untuk jangka panjang.
b) Kerugian apabila usaha kecil yang diberikan dana tidak terlihat performancenya.
18
Faeza.blogspot.com/2012/04/tugas -4-pembiayaan-sektor-mikro-vs.html?m=1, diakses pada 13 November 2014.
19
c) Apabila pembiayaannya tidak mengenali karakteristik dari sektor pasar.
D. Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan merupakan suatu proses analisis yang dilakukan oleh bank syariah untuk menilai suatu permohonan pembiayaan yang telah diajukan oleh calon nasabah.20
Dengan melakukan analisi permohonan pembiayaan, bank syariah akan memperoleh keyakinan bahwa proyek yang akan dibiayai layak. Tujuan analisis permohonan pembiayaan adalah untuk mencegah secara dini kemungkinan terjadi kegagalan oleh nasabah. Analisis yang baik akan menghasilkan keputusan yang tepat.
Beberapa analisis dasar yang perlu dilakukan sebelum memutuskan permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon debitur biasa dikenal salah satunya adalah dengan prinsip 5C
(Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of
Economic).21 Dengan penambahan aspek ke-syariah-an (S) bagi objek
yang akan didanai (5C + 1S). 1. Character (Karakter)
Menggambarkan watak dan kepribadian calon nasabah.Bank ingin mengetahui bahwa calon debitur mempunyai karakter yang baik, jujur, dan mempunyai komitmen terhadap
20
Ismail Nawawi, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), 119.
21
pembayaran kembali pembiayaanya. Karakter merupakan faktor yang sangan penting dalam evaluasi calon debitur. Cara yang diperlukan oleh bank untuk mengetahui karakter calon debitur adalah dengan cara:
a) BI Checking
Yaitu melakukan penelitian terhadap calon debitur dengan melihat data nasabah melaui computer yang online dengan Bank Indonesia. BI Checking dapat digunakan oleh bank untuk mengetahui dengan jelas calon debiturnya, baik kualitas pembiayaan calon debitur bila telah menjadi debitur bank lain. b) Informasi dari pihak lain
Dalam hal calon debitur masih belum memiliki pinjaman di bank lain, maka cara yang efektif ditempuh yaitu dengan meneliti calon debitur melalui pihak-pihak lain yang mengenal dengan baik calon debitur.
2. Capacity (Kemampuan)
Ditujukan untuk mengetahui kemampuan keuangan calon debitur dalam memenuhi kewajibannya sesuai jangka waktu pembiayaan.Kemampuan keuangan calon debitur sangat penting karena merupakan sumber utama pembayaran. Beberapa cara dapat ditempuh dalam mengetahui kemampuan keuangan calon debitur antara lain:
b) Memeriksa slip gaji dan rekening tabungan c) Survei ke lokasi calon debitur
3. Capital (Modal Sendiri)
Merupakan jumlah modal yang dimiliki oleh calon debitur atau jumlah dana yang akan disertakan dalam proyek yang dibiayai. Semakin besar modal yang dimiliki dan disertakan oleh calon debitur dalam objek pembiayaan akan semakin besar meyakinkan bagi bank akan keseriusan calon debitur dalam mengajukan pembiayaan dan pembayaran kembali.
4. Collateral (Jaminan)
Merupakan agunan yang diberikan oleh calon debitur atas pembiayaan yang diajukan. Agunan merupakan sumber pembayaran kedua. Dalam hal nasabah tidak dapat membayar angsurannya, maka bank syariah dapat melakukan penjualan tehadap agunan. Hasil penjualan agunan digunakan sebagai sumber pembayaran kedua untuk melunasi pembiayaannya. Secara terperinci pertimbangan atas jaminan dikenal dengan MAST, yaitu:
Agunan yang diterima oleh bank haruslah agunan yang mudah diperjual-belikan dengan harga yang menarik dan meningkat dari waktu ke waktu.
b) Ascertainability of Value
Agunan yang diterima memiliki standar harga yang lebih pasti. c) Stability of Value
Agunan yang diserahkan bank memiliki harga yang stabil, sehingga ketika agunan dijual, maka hasil penjualan bisa meng-cover kewajiban debitur.
d) Transferability
Agunan yang diserahkan bank mudah dipindah-tangankan dan mudah dipindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
5. Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)
Merupakan analisis terhadap kondisi perekonomian. Bank perlu melakukan analisis dampak kondisi ekonomi terhadap usaha calon debitur di masa yang akan datang, untuk mengetahui pengaruh kondisi ekonomi terhadap usaha calon debitur. Beberapa analisis terkait dengan kondisi ekonomi adalah:
a) Kebijakan pemerintah.
6. Aspek Syariah
Prinsip-prinsip dasar perbankan syariah adalah meniadakan riba dalam bentuk transaksi apapun, melakukan kegiatan bisnis atau usaha yang berlandasakan kepada prinsip keadilan dan keuntungan yang halal, menyalurkan zakat, melarang monopoli, melakukan kerjasama untuk mencapai manfaat bagi masyarakat dan mengembangkan seluruh aspek kehalalan di dalam bisnis dan investasi yang tidak dilarang oleh syariat (S) Islam.22
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)
tentang pembiayaan menjelaskan bahwa semua bentuk
pembiayaan yang di berikan oleh pihak bank syariah kepada calon
debitur harus tidak menyalahi hukum syariat (S) Islam dalam
tindakan maupun transaksi-transaksi yang lain.23
Disamping itu juga, pernyataan ini diperkuat dengan
adanya Pasal 8 ayat (1) UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana diubah
dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maupun dalam
penjelasan 37 UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.24
E. Strategi Penyelesaian Pembiayaan Macet
Dalam hal mengatasi pembiayaan macet tentunya menimbulkan permasalahan, sehingga pihak bank perlu melakukan
22
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 4.
23 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh).
24
penyelamatan agar tidak menimbulkan kerugian. Penyelamatan kredit atau pembiayaan yang macet, meliputi rescheduling, reconditioning, restructuring, kombinasi, dan penyitaan jaminan.25
1. Rescheduling
Suatu tindakan yang diambil dengan cara memperpanjang waktu kredit atau jangka waktu angsuran. Dalam hal ini si debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit pembayaran kredit, misalnya perpanjangan jangka waktu kredit dari 6 (enam) bulan menjadi satu tahun sehingga si debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya. 2. Reconditioning
Reconditioning maksudnya adalah bank mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti:
a) Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan hutang pokok. b) Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu. Dalam
hal penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu, maksudnya hanya bunga yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok pinjamannya tetap harus dibayar seperti biasa.
c) Penurunan suku bunga. Penurunan suku bunga dimaksudkan agar lebih meringankan beban nasabah. Sebagai contoh jika bunga per tahun sebelumnya dibebankan 20% per tahun
25
diturunkan menjadi 18% per tahun. Hal ini tergantung dari pertimbangan bank yang bersangkutan. Penurunan suku bunga akan mempengaruhi jumlah angsuran yang semakin mengecil, sehingga diharapkan dapat membantu meringankan nasabah. d) Pembebasan bunga. Dalam pembebasan suku bunga diberikan
kepada nasabah dengan pertimbangan nasabah tidak akan mampu lagi membayarkan kredit tersebut. Akan tetapi nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk membayar pokok pinjamannya sampai lunas.
3. Restructuring
Restructuring merupakan tindakan bank kepada nasabah dengan cara menambah modal nasabah dengan pertimbangan nasabah memang membutuhkan tambahan dana dan usaha yang dibiayai memang masih layak. Tindakan ini meliputi:
a) Dengan penambahan jumlah kredit. b) Dengan menambahkan equity:
• Dengan menyetor uang tunai.
• Tambahan dari pemiliknya.
4. Kombinasi
dengan Rescheduling misalnya jangka waktu diperpanjang modal ditambah.
5. Penyitaan jaminan
Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah benar-benar tidak punya iktikad baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang-hutangnya.
Strategi penyelamatan pembiayaan macet adalah istilah teknis yang biasa dipergunakan dikalangan perbankan terhadap upaya dan langkah-langkah yang dilakukan bank dalam mengatasi permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik, namun mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau kewajiban-kewaj