PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
SKRIPSI
Oleh:
RISTA ARIVIDA
NIM. D71212156
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
vii
ABSTRAK
Rista Arivida(D71212156), Pendekatan saintifik dalam kurikulum pendidikan agama islam perspektif Al-Qur’an Program Studi Pendidikan Agama
Islam,Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya.
Keyword: pendekatan saintifik, kurikulum PAI, Ayat Al-Qur’an terkait.
Skripsi ini mengkaji tentang pendekatan saintifik perspekrtif Al-qur’an. Rumusan masalah penelitian ini adalah:Bagaimana konsep pendekatan saintifik dalam kurikulum pendidikan islam. Bagaimana pendapat para mufassir mengenai pendekatan saintifik dalam kurikulum pendidikan agama islam.Bagaimana analisis pendekatan saintifik dalam kurikulum pendidikan agama islam perspektif Al Qur’an.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research), sedangkan metode pengumpulan datanya menggunakanmenggunakan metode dokumentasi peneliti menyelidiki benda-benda tertulis. Dalam analisis atau pengolahan data, penulis menggunakan metode tematik.
Hasil penelitian ini adalahkonsep pendekatan saintifik yang terdiri dari lima kegiatan diantaranya mengamati, menanya, mengeksplor/mencoba, menalar/mengasosiasi, dan mengkomunikasikan yang dalam kaitannya dengan perspektif Al-Qur’an ialah bahwasanya kelima proses tersebut merupakan tuntutan kepada manusia agar mampu mengamati sebaik mungkin segala hal yang ada disekitarnya yang juga merupakan suatu ilmu pengetahan, dan hendaknya menanyakan segala sesuatu yang belum dipahami kepada ahlinya, lalu mampu mengamalkan atau mencoba mealkukan atas apa yang telah diterima dan menggunakan nalarnya sebaik mungkin agar tidak muncul persepsi kurang baik yang tidak ada dasarnya atau asal menyimpulkan saja tanpa ada pertimbangan tentang bagaimana dasarnya yang bisa menguatkan pengetahuan tersebut, lalu dalam proses mengkomunikasikan hendaknya mampu menyampaikan suatu ilmu yang telah kita pahami kepad orang lain yang belum memahaminya sebagaimana dalam ayat, dan secara keseluruhan itu juga menuntut agar mampu berfikir intelektual.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI... ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xii
BAB I: PENDAHULUAN ... 1
A. LatarBelakang ... 1
B. RumusanMasalah ... 7
C. TujuanPenelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. RuangLingkupdan BatasanPenelitian ... 8
F. DefinisiOprasional ... 9
G. MetodePenelitian ... 11
H. SistematikaPenulisan ... 22
BAB II: KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang PendekatanSaintifik ... 25
1. Pengertian Pendekatan Saintifik ... 25
2. Esensi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran ... 28
3. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 30
4. Langkah-Langkah Pendekatan Saintifik ... 31
B. Tinjauan Tentang Kurikulum PAI ... 46
x
2. Ciri Ciri Kurikuum PAI ... 52
3. Tujuan Kurikulum PAI ... 55
4. Ruang Lingkup Materi dalam PAI ... 57
BAB III AYAT DAN TERJEMAHNYA A. Surat Ali Imran ayat 137 ... 60
1. Ayat dan Terjemahnya ... 60
2. Isi KandunganAyat ... 60
B. Suratan-Nahlayat 43 ... 68
1. AyatdanTerjemanya ... 68
2. AsbabunNuzulayat ... 69
3. Isi Kandungan ... 70
C. Suratan-Nisaayat 40 ... 73
1. AyatdanTerjemahnya ... 73
2. kosa kata ... 73
3. Isi kandunganayat ... 74
D. Suratal-Baqarahayat 44 ... 77
1. Ayat dan Terjemanya ... 77
2. Asbabun Nuzul ... 77
3.Isi Kandungan ... 78
E. Surat Ali Imran ayat 110 ... 80
1. Ayat dan Terjemahnya ... 80
2. Isi kandungan ... 81
BAB IV ANALISIS ... .. A. Analisi Tentang Konsep Pendekatan Saintifik dalam Kurikulum PAI ... 88
B. Pendapat Para Mufassir tentang Pendekatan Saintifik ... 89
BAB V PENUTUP ...
A. Kesimpulan ... 105
B. Saran ... 107
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pembelajaran memiliki tujuan agar seluruh aspek mata
pelajaran dapat tersampaikan dengan maksimal dengan keberagaman
pendekatan dalam pembelajaran. Diantaranya adanya salah satu
pendekatan yang telah dipilih sebagai bahan penelitian, yaitu pendekatan
saintifik yang tergolong pendekatan baru dalam kurikulum 2013.
Suatu pembelajaran juga tidak lepas dari sebuah kurikulum.
Berbicara masalah kurikulum, secara singkat kurikulum merupakan
perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh
suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran
yang akan diberikan kepada peserta didik dalam satu periode jenjang
pendidikan.
Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan
maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum
ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan
tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara
menyeluruh.
Dalam pembelajaran pendidikan agama islam terdapat kurikulum
khusus yaitu kurikulum pendidikan islam. kurikulum pendidikan agama
2
perbedaan hanya terletak pada sumber pelajarannya saja. Sebagaimana
yang diutarakan oleh Abdul Majid dalam bukunya Pembelajaran Agama
islam Berbasis Kompetensi, mengatakan bahwa kurikulum Pendidikan
Agama Islam adalah rumusan tentang tujuan, materi, metode dan evaluasi
pendidikan dan evaluasi pendidikan yang bersumber pada ajaran agama
Islam.1
Kurikulum pendidikan dalam islam bersifat fungsional, tujuannya
mengeluarkan dan membentuk manusia muslim, kenal agama dan
Tuhannya, berakhlaq Al- Qur’an, tetapi juga mengeluarkan manusia yang
mengenal kehidupan, sanggup menikmati kehidupan yang mulia, dalam
masyarakat bebas dan mulia, sanggup memberi dan membina masyarakat
itu dan mendorong dan mengembangkan kehidupan di situ, melalui
pekerjaan tertentu yang dikuasainya.2
Aspek – aspek ajaran islam yang diajarkan kepada peserta didik
dipilih dan disusun sesuai dengan tingkat umurnya dan tingkat ilmu
lainnya yang mereka pelajari.3
Pokok – pokok materi kurikulum pendidikan agama diantaranya,
hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia,
hubungan manusia dengan alam.4
1
Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, ( Bandung : Remaja Rosda Karya, 2004), h. 74.
2
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, ( Jakarta : Pustaka Al- Husna, 1988), h. 118. 3
3
Dalam kurikulum 2013 yang didalamnya juga terdapat kurikulum
pendidikan agama islam kini telah muncul satu pendekatan khas yang
disusung kurikulum 2013. Yaitu pendekatan saintifik adalah proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara
aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan – tahapan
mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, mengamati data, menarik
kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip
‘’ditemukan‘’. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal,memahami berbagai
materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari
mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru.
Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan
untuk mendorong peserta didik dalam mengetahui berbagai sumber
melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.5
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik bertujuan :
1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khsusnya kemampuan
berfikir tingkat tinggi siswa.
2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu
masalah secara sistematik.
4
Abu Ahmadi, Metodik Khusus, Ibid., h. 71 5
4
3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa itu
merupakan suatu kebutuhan.
4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
5. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-idee, khsusnya
dalam menulis artikel ilmiah.
6. Untuk mengembangakan karakter siswa.6
Pendekatan saintifik disebut juga pendekatan ilmiah. Proses
pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itu
kurikulum 2013 mngamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam
pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas
perkembangan dan pengembangan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan
peserta didik.
Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya
dibandingkan dengan pembelajaran tradisioal. Hasil pebelitian
membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari
guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman
kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan
ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua
hari dan perolehan pemahman kontekstual sebesar 50 – 70 persen.7
6
Daryanto, Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013, ( Yogyakarta : GAVA MEDIA, 2014 ), h. 54.
7
5
Oleh karena itu sesuai dengan esensi yang telah dipaparkan dalam
sebuah buku karangan Daryanto pendekatan saintifik atau pendekatan
ilmiah begitu baik untuk digunakan dalam proses pembelajaran karena
hasil belajar yang jelas lebih baik dari pada pembelajaran terdahulu.
Karena dalam pendekatan saintifik mengedepankan keaktifan seorang
peserta didik. Juga karena pendekatan saintifik ini akhirnya mampu
mendorong terjadinya peningkatan berfikir peserta didik.
Terkait perihal tersebut, telah disebutkan dalam salah satu surah di
Al-Qur’an yakni surah Al-Insyiqaq ayat 6, sebagai suatu landasan teori
tentang pendekatan saintifik dalam artian proses belajar yang terkandung
dalam pendekatan tersebut :
$
y
γ
•
ƒ
r
'
¯
≈
t
ƒ
ß
⎯≈
|
¡Ρ
M
}
$
#
y
7
¨
Ρ
Î
)
î
y
Ï
Š%
x
.
4
’
n
<
Î
)
y
7
În
/
u
‘
%
[
n
ô
‰
x
.
Ï
μŠ
É
)≈
n
=
ß
ϑ
s
ù
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya” [QS: Al-insyiqaq : 6]8
Maksudnya manusia di dunia ini baik disadari atau tidak, adalah
dalam perjalanan menuju kepada Tuhannya. Dan sudah pasti dia akan
menemui Tuhannya untuk menerima pembalasan-Nya dari perbuatan yang
baik maupun buruk yang telah dikerjakannya di dunia.
Perjalanan hidup manusia dari lahir sampai mati pada dasarnya
merupakan proses belajar. Ketika masih bayi (kecil), manusia sudah mulai
8
6
belajar. Belajar mendengarkan orang-orang di sekitarnya mengucapkan
kata-kata, kemudian belajar mengucapkannya. Pada awalnya bayi masih belum
fasih mengucapkan kata-kata yang didengar. Namun hal itu terus menerus
diucapkan tiada henti, dan akhirnya menjadi fasih. Setelah usia beberapa
bulan, mulai belajar berjalan. Kesimpulannya masih terus belajar, belajar apa
saja.
Dalam belajar tersebut melalui proses memperhatikan, mendengar,
menanya, menalar, mencoba (mempraktekkan), dan mengasosiasikan
(membuat jejaring) seperti halnya langkah-langkah dalam pendekatan
saintifik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, selanjutnya dapat
dirumuskan beberapa permaslahan sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep pendekatan saintifik dalam kurikulum pendidikan
islam?
2. Bagaimana pendapat para mufassir mengenai pendekatan saintifik
dalam kurikulum pendidikan agama islam?
3. Bagaimana Analisis pendekatan saintifik dalam kurikulum pendidikan
agama islam perspektif Al Qur’an ?
C. Tujuan Penelitian
Dalam sebuah penelitian, tentunya memiliki tujuan yang digunakan
7
penelitian ini juga mempunyai tujuan yang berdasarkan dari rumusan
masalah yang telah diuraikan diatas. Adapun tujuan penelitiannya
adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan konsep pendekatan saintifik dalam kurikulum
pendidikan agama islam.
2. Memaparkan beberapa pendapat mufassir mengenai pendekatan
saintik dalam kurikulum pendidikan agama islam.
3. Mendeskripsikan aplikasi dari pendekatan saintifk dalam
kurikulum pendidikan agama islam sesuai dengan Al-Qur’an
D. Manfaat Penelitian
Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
siapapun. Diantaranya ialah :
1. Memberikan informasi tentang wacana pendekatan saintifik dalam
kurikulum pendidikan agama islam dalam telaah ayat ayat Al
Qura’n
2. Memberikan kontribusi secara ilmiah mengenai konsep pendekatan
saintifik dalam kurikulum pendidikan agama islam dari sudut
pandang Al qur’an.
3. Menambah wawasan bagi peneliti tentang esensi pendekatan
saintifik dalam kurikulum pendidikan agama islam.
8
Mengingat luasnya pembahasan maka untuk lebih memperjelas
dan memberi arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini perlu pembatasan
masalah dalam pembahsannya. Maka penulis membatasi permasalahan
dalam penulisan skripsi ini dengan menfokuskan pada pendekatan saintifik
perspektif Al-Qur’an dengan menyajikan beberapa sub dengan beberapa
ayat dari beberapa surat, diantaranya:
1. Ali Imran ayat 137
2. An Nahl ayat 43
3. Al- Baqarah ayat 44
4. An Nisa’ ayat 100
5. Ali Imron 110
F. Definisi Oprasional
Agar tidak terjadi salah pengertian dalam judul skripsi ini, maka
ditegaskan beberapa istilah di bawah ini:
1. Pendekatan saintifik
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif
mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan – tahapan
mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
9
kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip
‘’ditemukan‘’.9
Adapun yang dimaksud pendekatan saintifik dalam tulisan ini
adalah konsep integrasi ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh
peserta didik sesuai tujuan kurikulum pendidikan agama islam.
2. Kurikulum pendidikan agama islam
kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah rumusan tentang
tujuan, materi, metode dan evaluasi pendidikan dan evaluasi pendidikan
yang bersumber pada ajaran agama Islam.10
Adapun yang dimaksud kurikulum pendidikan Agama Islam
adalah terbentuknya insan kamil yang mampu mengenal tuhan dan
ajarannya.
3. Ayat Al-Qur’an terkait
Diantaranya surahAli Imran ayat 137, An Nahl ayat 43, Al-
Baqarah ayat 44, An Nisa’ ayat 100, Ali Imron 110. Kesemuanya
merupakan sebagian ayat dari sekian banyak ayat di dalam
Al-Qur’an yang membahas tentang perihal proses belajar yang sesuai
dengan langkah langkah pendekatan saintifik.
9
M Hosnan, Pendekatan Saintifik 21.Ibid, h. 34. 10
10
G. Metode Penelitian
Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan
kebenaran atau untuk lebih membenarakan kebenaran.11 Oleh karena itu,
untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya, maka seorang peneliti harus dapat memahami
dan menggunakan cara yang benar dalam penelitian tersebut.
Pemilihan metodologi penelitian dalam suatu penelitian ilmiah
mempunyai kedudukan yang sangat penting karena di dalamnya
membicarakan tata kerja dan cara pemecahannya secara sistematis yang
ditemouh seorang peneliti. Metodologi penelitian adalah suatu cara atau
jalan untuk memahami suatu permasalahan sehingga dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya.
Berikut metodologi penelitian yang digunakan penulis yang meliputi
jenis penelitian, dan pendekatan penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data dan teknik analisis data.
a. Jenis penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
11
11
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati,12 Data
yang dikumpulkan dalam menyelesaikan dan dalam memberikan
penafsiran tidak menggunakan angka/rumus statistik. melainkan berupa
kata-kata yang digali dari buku atau literatur.
Dengan demikian penelitian ini lebih mengarah pada penelitian
literer atau library research, yaitu teknik penelitian yang mengumpulkan
data dan informasi dengan bantuan berbagai macam materi baik berupa
buku, surat kabar, majalah, jurnal, dan beberapa tulisan lain yang memiliki
keterkaitan dengan pembahasan penelitian ini.13
Telaah pustaka semacam ini biasanya dilakukan dengan cara
mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber pustaka yang
kemudian disajikan dengan cara baru atau untuk keperluan baru. Dalam
hal ini bahan-bahan pustaka itu diperlukan sebagai sumber ide untuk
menggali pemikiran atau gagasan baru, sebagai bahan dasar untuk
melakukan deduksi dari pengetahuan yang telah ada, sehingga karangka
teori baru dapat dikembangkan atau sebgai bahan dasar pemecahan
masalah.14
Menurut Mestika Zed menjelaskan bahwa studi kepustakaan ini
memiliki 4 (empat) ciri, yaitu:
12
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 36. 13
Afifuddin, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), h. 111. 14
12
a. Bahwa peneliti berhadapan langsung dengan teks (nash) atau data angka dan
bukan dengan pengetahuan dari lapangan atau saksi mata berupa kejadian,
orang atau benda-benda lainnya.
b. Data pustaka bersifat “siap pakai” (readymade), artinya peneliti tidak pergi
kemana-kemana, kecuali hanya berhadapan langsung dengan bahan sumber
yang sudah tersedia diperpustakaan.
c. Data pustaka umumnya adalah sumber sekunder, dalam arti bahwa peneliti
memperoleh bahan dari tangan kedua dan bukan data orisinil dari tangan
pertama dilapangan.
d. Kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, artinya kapanpun
ia datang dan pergi data tersebut tidak akan pernah berubah karena ia sudah
merupakan data “mati” yang tersimpan dalam reaman tertulis (teks, angka,
gambar, rekaman, tape, atau film).15
b. Sumber data
Yang dimaksud dengan data adalah segala keterangan (informasi)
mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian.16
Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai data primer dan
data sekunder. Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini terdiri
dari data primer dan data sekunder, yaitu:
a. Data primer
15
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), h. 4-5 16
13
Data primer adalah sumber informasi yang mempunyai wewenang
dan tanggung jawab terhadap pengumpulan ataupun penyimpanan data
atau disebut juga sumber data/ informasi tangan pertama, dikumpulkan
oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut
juga sebagai data asli atau data baru.17 Sumber data primer yang
penulis gunakan adalah :
1) Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Al-Qur’an dan tafsirnya, Semarang:
Toha Putra, 2003.
2) Muhammad Qurays Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati,
2002.
3) Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu
Kasir, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004
Skripsi yang penulis kaji menggunakan al qur’an surat Thoha ayat 114
sebagai data primernya. Di dalam ayat tersebut Allah ta’ala
menjelaskan bahwa agar Rasulullah untuk ditambahkan ilmu
pengetahuan padanya.
b. Data sekunder
Data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi
data – data primer. Adapun sumber data sekunder penulis jadikan
sebagai penunnjang data primer, dengan adanya sumber data primer
17
Muhammad Ali, Penelitian Kependidikan : Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa, 1987), h.42.
14
maka akan semakin menguatkan argumentasi maupun landasan teori
dalam kajiannya. 18
Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah beberapa ayat
Al– Qur’an , yang relavan dan buku-buku yang menunjang didalamnya
mengandung tentang tentang pendekatan saintifik dalam kurikulum,
diantaranya adalah :
1) Hasan Langgulung, Asas-Asas pendidikan islam, Jakarta : Pustaka
Al – Husna, 1988.
2) Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Bandung :
ARMICO, 1985.
3) Daryanto, Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013,
Yogyakarta : GAVA MEDIA, 2014.
4) M Hosnan, Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran
Abad 21, Bogor : Ghalia Indonesia. 2014
c. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data dan diharapkan data yang diperoleh
valid dan sesuai dengan tujuan pendidikan. Adapun teknik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dokumentasi.
Dokumentasi berasal dari kata “Dokumen” yang berarti barang-barang
tertulis, di dalam menggunakan metode dokumentasi peneliti menyelidiki
18
Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), cet, 4, h. 89.
15
benda-benda tertulis. Dalam penelitian ini sebagaimana telah disebutkan
diatas data-datanya adalah buku, majalah, dokumen, peraturan, notulen,
surat kabar, dan sebagainya.19
Jadi, dokumentasi adalah mencari data atau informasi mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan obyek kajian dan bermanfaat dalam kajian
ini, seperti buku, surat kabar, dan sebagainya.
d. Teknik analisis data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang
diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.20
Analisis kualitatif dilakukan terhadap data yang berupa informasi,
uraian dalam bentuk bahasa prosa kemudian dikaitkan dengan data lainnya
untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya,
sehingga memperoleh gambaran baru ataupun menguatkan suatu
gambaran yang sudah ada dan sebaliknya.21 Jadi, bentuk analisis ini
dilakukan merupakan penjelasan-penjelasan, bukan berupa angka-angka
statistik atau bentuk angka lainnya.
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik analisis isi
(content analysis).Content analysis adalah suatu teknik penelitian yang
19
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002), h.78.
20
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: PT Bayu Indra Grafika, 1996), h.104.
21
16
membuat inferensi (simpulan) yang dapat ditiru (replicable) dan shahih
data dengan memperhatikan konteksnya.22
Menurut Berelson yang dikutip oleh Hasan Sadily, metode analisis isi
adalah suatu teknik penyelidikan yang berusaha untuk menguraikan secara
objektif, sistematik dan isinya termanifetasikan dalam suatu komunikasi.23
Dimana dalam analisis isi ditekankan bagaimana peneliti memaknakan isi
komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan isi interaksi simbolik
yang terjadi pada dalam komunikasi. datanya bisa berupa
dokumen-dokumen tertulis, film-film, rekaman audio, sajian-sajian video atau
lainnya.24
Jadi, analisis isi adalah suatu metode yang diterapkan dalam
komunikasi untuk menganalisis isi pesan (teks). Analisis ini bersifat
sistematis dan generalis. Objektif dalam artian menurut aturan atau
prosedur yang apabila dilaksanakan oleh peneliti lain dapat menghasilkan
kesimpulan yang sama.
Adapun metode analisis data yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah metode deduktif dan induktif, yaitu dengan cara
menganalisis suatu paragraf yang memiliki keterkaitan dengan
pembahasan ini, kemudian menyimpulkan paragraf tersebut sebagai
22
Klaus Krippendorf, Analisis Isi, (Jakarta: Rajawali Press, 1991), h.15. 23
Hasan Sadily, Ensiklopedia, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeva, 1980), h. 207. 24
17
penguat argumen pada pembahasan ini dalam bentuk foot note atau
kutipan lainnya.
a. Metode Induktif, yaitu pengolahan data yang berangkat dari fakta-fakta
yang bersifat khusus, kemudian dari peristiwa-peristiwa tersebut ditarik
suatu kesimpulan yang bersifat umum.
b. Metode Deduktif, yaitu metode analisis data bertolak dari pengertian yang
bersifat umum, kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.25
c. Metode Maudhiy, Secara harfiah, maudhuiy artinya adalah tema atau judul.
Adapun dalam arti istilah metode maudhuiy adalah sebuah metode di mana
mufassirnya berupaya menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai surat
dan yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang ditetapkan
sebelumnya. Kemudian, penafsir membahas dan menganalisis kandungan
ayat-ayat ini sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.
Langkah-langkah dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan metode
maudhuiy ini dikemukakan oleh Prof. Dr. Abdul Hay al-Farmawiy, yang
juga menjabat guru besar pada fakultas Ushuluddin al-Azhar dalam bukunya
al-bidayah fi al-tafsir al-Maudhuiy , sebagai berikut:
a. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik).
b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah (topik)
tersebut.
25
18
c. Menyususn runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai
pengetahuan asbabn nuzul-nya
d. Memahami korelasi ayat –ayat tersbut dalam suratnya masing-masing
e. Menyusun pembahsan dalam kerangka yang sempurna (outline)
f. Melengkapi pembahasan dengan Hadis-hadis yang relevan dengan
pembahasan.
g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan
menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama,
atau mengklompokkan anatar yang ‘am (umum) dan yang khas
(khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang pada lahirnya
bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa
perbedaan atau pemaksaan.
H.M Quraish Shihab mempunyai beberapa catatan dalam rangka
pengembangan metode tafsir maudhuiy dan langkah-langkah yang
diusulkan ersebut anatar lain:
a. penetapan masalah yang dibahas, walaupun moetode ini dapat
menampung semua persoalan yang diajukan, terlepas apakah
jawabannya ada atau tidak namun untuk menghindari kesan
keterkaitan yang dihasilkan oleh metode tahlily akibat pembahasannya
terlalu bersifat sangat teoritis, maka akan lebih baik bila permasalahan
yang dibahas itu diprioritaskan pada pada persoalan yang menyentuh
19
Ini berarti, mufassir maudhuiy diharapkan agar terlebih dahulu
mempelajari problem-problem masyarakat, atau ganjalan-ganjalan
pemikiran yang dirasakan sangat membutuhkan jawaban Al-Qura’n,
misalnya petunjuk Al-Qura’n menyangkut kemiskinan,
keterbelakngan,, dan penyakit. Dengan demikian, corak dan metode
penafsiran semacam ini memberi jawaban terhadap problem
masyarakat tertentu di lokasi tertentu dan tidak harus memberi jawaban
terhadap mereka yang hidup sesudah generasinya, atau yang tinggal di
luar wilayahnya.
b. menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, yaitu hanya
dibutuhkan dalam upaya mengetahi perkembangan petunjuk Al-Qur’an
menyangkut persoalan yang dibahas, apalagi bagi mereka ang
berpendapat adanya nasikh dan mansukh dalam Al-Qur’an. Bagi
mereka yang bermaksud menguraikan satu kiash, atau kejadian, maka
runtutan yang dibutuhkan adalah kronologi peristiwa.
c. Walaupun metode ini tidak menghariskan uraian tentang pengertian
kosakata, namun kesempurnaannya dapat dicapai apabila sejak dini
sang mufassir berusaha memahami arti kosakata ayat dengan merujuk
kepada penggunaan Al-Qur’an sendiri. Hal ini dapat dinilai sebagai
pengembangan dari tafsir bil ma’tsur, yang pada hakikatnya
merupakan benih awal dari metode maudhuiy. Dengan kata lain,
bahwa tafsir mudhuiy ini masih menggunakan jasa tafsir bil-ma’tsur
20
Diantara ulama yang telah menulis tafsir dengan metode maudhuiy
ini anatar lain Fazlur Rahman dalam bukunya Major Themes of The
Qur’an (Tema-tema pokok Al-Qur’an) dan H.M. Quraish Shihab dalam
bukunya wawasan Al-Qur’an.
Penafisran Al-Qur’an dengan menggunakan metode maudhuiy ini
memiliki beberapa keistimewaan, anatar lain:
a. Menghindari problem atau kelemahan metode lain yang
digambarkan dlam uraian tersebut.
b. Menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadis Nabi, satu cara
terbaik dalam menafsirkan Al-Qur’an
c. Kesimpulan yang dihasilakn mudah dipahami. Hal ini disebabkan
karena ia membawa pembaca kepada petunjuk Al-Qur’an tanpa
mengemukakan berbgai pembahasan terperinci dalam satu disiplin
ilmu.
Juga dengan metode ini, dapat dibuktikan bahwa persoalan yang
disentuh Al-Qur’an bukan bersifat teoritis semata-mata dan/atau tidak
dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, ia dapat
membawa kita kepada pendapat Al-Qur’an tentang problem hidup disertai
dengan jawaban-jawabannya. Ia dapat memperjelas kembali fungsi
Qur’an sebagai kitab suci. Terkahir dapat membuktikan keistimewaan
Al-Qur’an; (d) metode ini memungkinkan seseorang untuk menolak anggapan
21
dijadikan bukti bahwa ayat-ayat Al-Qur’an sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahan.26
H. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui sejauh mana pembahasan hasil penelitian yang
dilaksanakan, maka akan dikemukakan secara garis besar sistematika
penulisan skripsi dan materi-materi yang dibahas antara lain :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,Tujuan
Penelitian,kegunaan penelitian, penelitian terdahulu,definisi
oprasional, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II : KAJIAN TEORI
Bab ini memaparkan tentang pendekatan saintifik dalam kurikulum
PAI. Yang meliputi pengertian kurikulum Pendidikan agama
Islam,tujuan dan manfaat kurikulum Pendidikan agama Islam,dan
pelaksanaannya, pengertian pendekatan saintifik, tujuan dan
manfaat pendekatan saintifik, serta jenis pendekatan.
BAB III : AYAT DAN TERJEMAHNYA
Pada bab ini berisi tentang teks ayat-ayat terkait (diantaranya Surah
Ali Imran ayat 137, An Nahl ayat 43, Al- Baqarah ayat 44,An
26
22
Nisa’ ayat 100, Al Imron 110), kosa kata, asbabun nuzul dan
munasabah, terjemah, serta tafsir ayat yang terkait.
BAB IV : PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Bab ini berisi pendekatan saintifik dalam kurikulum Pendidikan
agama islam yang tekandung dalam Al – Qur’an beserta
aplikasinya.
BAB V: PENUTUP
Dalam bab ini merupakan rangkaian terakhir dari penulisan skripsi
25
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pendekatan Saintifik
1. Pengertian Pendekatan Saintifik
Pendeketan adalah konsep dasar yang mewadahi,
menginspirasi, menguatan, dan melatari pemikiran tentang
bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori
tertentu.26 Oleh karena itu banyak pandangan yang menyatakan
bahwa pendekatan sama artinya dengan metode.
Pendekatan ilmiah berarti konsep dasar yang menginspirasi
atau melatarbelakangi perumusan metode mengajar dengan
menerapkan karakteristik yang ilmiah. Pendekatan pembelajaran
ilmiah (scientific teaching) merupakan bagian dari pendekatan
pedagogis pada pelaksanaan pembelajaran dalam kelas yang
melandasai penerapan metode ilmiah.
Pengertian penerapan pendekatan ilmiah dalam
pembelajaran tidak hanya fokus pada bagaimana mengembangkan
kompetensi peserta didik dalam melakukan observasi atau
eksperimen, namun bagaimana mengembangkan pengetahuan dan
ketrampilan berpikir sehingga dapat mendukung aktifitas kreatif
dalam berinovasi atau berkarya. Menurut majalah forum kebijakan
ilmiah yang terbit di Amerika pada tahn 2004 sebagimana dikutip
26
26
Wikipedia menyatakan bahwa pembelajaran ilmiah mencakup
strategi pembelajaran peserta didik aktif yang mengintegrasikan
peserta didik dalam proses berpikir dan penggunaan metode yang
teruji secara ilmiah sehingga dapat membedakan kemampuan
peserta didik yang bervariasi. Penerapan metode ilmiah membantu
guru mengidentifikasi perbedaan kemampuan peserta didik.
Pada penerbitan majalah selanjutnya pada tahun 2007
tentang Scientific Teaching dinyatakan terdapat tiga prinsip utama
dalam menggunakan pendekatan ilmiah; yaitu: belajar peserta didik
aktif, dalam hal ini termasuk inqury-based learning atau belajara
berbasis penelitian, cooperative learning atau belajar berkelompok,
dan belajar berpusat pada peserta didik. Assesment berati
pengukuran kemajuan belajar peserta didik yang dibandingkan
dengan target pencapian tujuan belajar.
Metode ilmiah merupakan teknik merumuskan pertanyaan
dan menjawabnya melalui kegiatan observasi dan melaksanakan
percobaan. Dalam penerapan metode ilmiah teradpat aktivitas yang
dapat diobservasi seperti mengamati, menanya, mengeksplorasi,
mengasosiasi dan mengkomunikasikan.27
Jadi pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah
proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta
didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip
27
27
melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau
menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau
merumuskan hipotesis, menumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganlisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan
konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan
saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada
peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi
menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal
dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah
dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan
tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari
tahu dari berbagai sumber melalui observasi dan bukan hanya
diberi tahu.28
Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran
melibatkan ketrampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi,
mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam
melaksanakan proses proses tersebut, bantuan guru diperlukan.
Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan
semakin bertambah dewasanya peserta didik atau semakin
tingginya kelas peserta didik.
Dari penjabaran di atas, maka pembelajaran dengan
pendekatan saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:
28
28
1. Berpusat pada peserta didik.
2. Melibatkan ketrampilan proses sains dalam
mengkonstruksi konsep, hkum atau prinsip.
3. Melibatkana proses-proses kognitif yang potensial
dalam merangsang perkembangan intelek, khsusnya
keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
4. Dapat mengembangkan karakter peserta didik.
2. Esensi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran
Pendekatan saintifik disebut juga sebagai pendekatan ilmiah.
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan dengan suatu proses
ilmiah. Karena itu kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan
saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai
titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, ketrampilan, dan
pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang
memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran
induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif
(deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum
untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya,
penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi
idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan
fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian
29
Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas
suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan
baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahan sebelumnya. Untuk
dapat disebut ilmiah, metode pencarian (methode of inquiry) harus
berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris,
dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu,
metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan
data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data,
menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.
Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif
hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil
penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi
informasi dari guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan
pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran
berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih
dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahman kontekstual
sebesar 50-70 persen.29
Pada hakikatnya, sebuah proses pembelajaran yang dilakukan
di kelas-kelas bisa kita dipadankan sebagai sebuah proses ilmiah.
Oleh sebab itulah, dalam Kurikulum 2013 diamanatkan tentang apa
sebenarnya esensi dari pendekatan saintifik pada kegiatan
pembelajaran. Ada sebuah keyakinan bahwa pendekatan ilmiah
29
Daryanto, pendekatan pembelajaran saintifik kurikulum 2013, ( yogyakarta: Gava Media, 2014),
30
merupakan sebentuk titian emas perkembangan dan pengembangan
sikap (ranah afektif), keterampilan (ranah psikomotorik), dan
pengetahuan (ranah kognitif) siswa.
3. Tujuan Pembelajaran Dengan Pendekatan Saintifik
Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk jenjang SMP
dan SMA atau yang sederajat dilaksanakan menggunakan pendekatan
ilmiah. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap,
pengetahan, dan ketrampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis
pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi subtansi atau
materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa”. Ranah ketrampilan
menggamit transformasi subtansi atau materi ajar agar peserta didik
“tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi
subtansi atau materi ajar agar peserta didik “tah apa”. Hasil akhirnya
adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk
menjadi manusia yang baik (soft skill) dan manusia yang memiliki
kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari
peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, ketrampilan, dan
pengetahuan.
Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan
pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran
dengan pendekatan saintifik adalah :
1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya
31
2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan
sesuatu masalah secara sistematik.
3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa
belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
5. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide,
khsusnya dalam menulis artikel ilmiah.
6. Untuk mengembangkan karakter siswa.30
4. Langkah – Langkah Pendekatan Saintifik
Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk jenjang
SMP dan SMA atau yang sederajat dilaksanakan menggunakan
pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah,
yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Dalam proses
pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit
transformasi subtansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu
bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi subtansi
atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa”. Hasil akhirnya
adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk
menjadi manusia yang baik (soft skill) dan peserta didik yang
meliputi aspek kompetensi sikap, ketrampilan dan pengetahuan.31
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik
modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan
30
Daryanto, Pendekatan Saintifik, Ibid., h. 54.
31
32
ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimna
dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah,
menyajikan, menyimpulkan dan mencipta untuk semua mata
pelajaran, materi atau situasi tertentu, sangat mengkin pendekatan
ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosdural. Pada
kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap
menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan sifat-sifat
nonilmiah. Pendekatan pembelajaran disajikan berikut ini.
a. Mengamati
Metode memngamati mengutamakan kebermaknaan proses
pembelajaran (meaningfull learning). Mengamati memiliki
keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara
nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah
pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka
pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang
lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika
tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan
pembelajaran.
Mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin
tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki
kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode mengamati peserta
33
dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh
guru.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan
menempuh langkah-langkah seperti berikut ini:
1. Menentukan objek apa yang akan diamati.
2. Membuat pedoman pengamatan sesuai dengan lingkup
objek yang akan diamati.
3. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diamati,
baik primer maupun skunder.
4. Menentukan dimana tempat objek yang akan diamati.
5. Menentukan secara jelas bagaimana proses pengamatan
akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan
mudah dan lancar.32
6. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil
pengamatan, seperti menggunakan buku catatan, kamera,
tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.
Kegiatan pengamatan dalam proses pembelajaran
meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam
kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik
secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk
32
Kemendikbud, Diklat Guru Dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013 (Jakarta: t.p.,
34
keterlibatan peserta didik dalamproses pengamatan tersebut.
Berikut ini bentuk pengamatannya:
1. Pengamatan biasa (common observation). Pada pengamatan
biasa untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik
merupakan subjek yang sepenuhnya melakukan pengamatan
(complete observer). Di sini peserta didik sama sekali tidak
melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.
2. Pengematan terkendali (controlled observation). Seperti halnya
pengamatan biasa, pada pengamatan terkendali untuk
kepentingan pembelajaran, peserta didik sama sekali tidak
melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.
Mereka juga tidak memiliki hubungan apapun dengan pelaku,
objek, atau situasi yang diamati. Namun demikian berbeda
dengan pengamatan biasa, pada pengamatan terkendali pelaku
atau objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi
yang dikhususkan. Karena itu, pada pembelajaran dengan
pengamatan terkendali termuat nilai-nilai percobaan atau
eksperimen atas diri pelaku atau objek yang diamati.
3. Pengamatan partispatif (participant observation). Pada
pengamatan partisipatif, peserta didik melibatkan diri secara
langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. Sejatinya,
pengamatan semacam ini paling lazim dilakukan dalam
35
semacam ini mengharuskan peserta didik melibakan diri pada
pelaku, komuntias, atau objek yang diamati. Di bidang
pengajran bahasa, misalnya dengan menggunakan pendekatan
ini berarti peserta didik hadir dan “bermukim” lansung di
tempat subjek atau komunitas tertentu pada waktu tertentu pula
untuk mempelajari bahasa atau dialek setempat, termasuk
melibatkan diri secara langsung dalam situasi kehidupan
mereka.33
Praktik pengamatan dalam pembalajaran hanya akan efektif
jika peserta didik dan guru melengkapi diri dengan alat-alat pencatatan
dan alat-alat lain, seperti:
(1) Tape recorder, untuk merekam pembicaraan.
(2) Kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara visual.
(3) Film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara audio
visual.
(4) Alat-alat lain sesuai dengan keperluan.
Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam
melakukan pengamatan, dapat berupa daftar cek (checklist), skala
rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record),
catatan berkala dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar
cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek,
33
36
objek tau faktor faktor yang akan diamati. Skala rentang, berupa
alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya.
Catatan anekdotal berupa catatan yang dibuat oleh peserta didik
dan guru menganai kelakuan kelakuan luar biasa yang ditampilkan
oleh subjek atau objek yang diamati. Alat mekanikal berupa alat
mekanik yang dapat diapakai untuk memotret atau merekam
peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan oleh subjek atau objk
yang diamati.
b. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik
untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap,
ketrampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya,
pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta
didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab
pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong
asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajara yang
baik.
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan
tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memeperoleh
tanggapan verbal. Istilah” pertanyaan” tidak selalu dalam
bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk
37
Fungsi bertanya: pertama, membangkitkan rasa ingin
tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau
topik pembelajaran; kedua, mendorong dan mnginspirasi
peserta didik untuk aktif belajara,serta mengambangkan
pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri; ketiga, mendiagnosis
kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampikan
ancangan untuk mencari solusinya; keempat, menstruktur
tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menunjukkan sikap, ketrampilan, dan pemahamannya
atas subtansi pembelajaran yang diberikan; kelima,
membangkitkan ketrampilan peserta didik dalam berbicara,
mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis,
sistematis dan menggunakan bahasa yang baik dan benar;
keenam, mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi,
berargumen, mengambangkan kemampuan berpikir, dan
menarik simpulan; ketujuh, membangun sikap keterbukaan
untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan,
memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial
dalam hidup berkelompok; kedelapan, membiasakan peserta
didik beepikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon
38
kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan
berempati satu sama lain. 34
Kriteria pertanyaan yang baik: pertama, singkat dan
jelas; kedua, menginspirasi jawaban; ketiga, memiliki fokus;
keempat, bersifat probing atau divergen; kelima, bersifat
validatif atau penguatan; keenam, memberi kesempatan peserta
didik untuk berpikir ulang; ketujuh, merangsanagpeningkatan
tuntutan kemampuan kognitif; dan kedelapan, merangsang
proses interaksi.
c. Mengeksperimen / Mencoba
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari proses
menanya. Untuk memperoleh hasil belajara yang atau otentik,
peserta didik harus mencarai tahu apa yang sedang dipelajari
atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau subtansi
yang sesuai. Pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Budi pekerti, misalnya, peserta didik harus memahami konsep
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti dan kaitannya
dengan kehidupan seharai-hari. Peserta didik pun harus
memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan
pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan
34
39
metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah
yang dihadapainya sehari-hari.35
Di dalam permendikbud Nomor 81a Tahun 2013.
Aktivitas eksplorasi (mengumpulkan informasi) dapat
dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain
bku teks, mengamati objek/ kejadian, aktivitas wawancara
dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang
diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan,
menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi,
menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui
berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan
belajar dan belajar sepanjang hayat.
Aplikasi metode eksperimen atau mencoba
dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan
belajar, yaitu sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. Aktivitas
pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan
tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut
tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat
dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari
dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen
sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5)
35
40
mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan
data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar
maka; (1) guru hendaknya merusmuskan tujuan eksperimen
yang akan dilaksanakan peserta didik; (2) guru bersama peserta
didik mempersiapkan perlengkapan yang digunakan; (3) perlu
memperhitungkan tempat dan waktu; (4) guru menyediakan
kertas kerja untuk pengarahan kegiatan peserta didik; (5) guru
membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen; (6)
membagi kertas kerja kepada peserta didik; (7) peserta didik
melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru; dan (8)
guru mengumpulkan hasil kerja peserta didik mengevaluasinya,
bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.
d. Mengasosiasi / Menalar
Kegiatan “mengasosiasi/ menalar” dalam kegiatan
pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam permendikbud
Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang
sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan
mengamati mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi
yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan
kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat
41
yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini
dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan
informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi
tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah
mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja
keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan
berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar,
yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta
empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan
berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks
pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah
banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran
asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada
kemampuan mengelompokkan beragam ide dan
mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian
memasukkannya menjadi penggalan memori. Selama
mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman
tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan
pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.36
Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran akan berhasil
secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik
36
42
dengan peserta didik. Pola interaksi itu dilakukan melalui
stimulus dan respon (S-R). Teori ini dikembangkan
berdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian
dikenal dengan teori asosiasi. Jadi, prinsip dasar proses
pembelajaran yang dianut oleh Thorndike adalah asosiasi, yang
juga dikenal dengan teori Stimulus Respon (S-R). Menurut
Thorndike, proses pembelajaran, lebih khsus lagi proses belajar
peserta didik terjadi secara perlahan atau inkremental/bertahap,
bukan secara tiba-tiba.
Merujuk teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif
jika peserta didik makin giat belajar. Dengan begitu, berarti
makin tinggi pula kemampuannya dalam menghbngkan S
dengan R. Kaidah dasar yang digunakan dalam teori S-R
adalah :
(a) Kesiapan (readiness). Kesiapan diidentifikasi berkaitan
langsung dengan motivasi peserta didik. Kesiapan itu
harus ada pada diri guru dan peserta didik benar benar
siap menerima pelajaran dari gurunya. Sejalan dengan
itu, segala sumber daya pembelajaran pun perlu
disiapkan secara baik dan seksama.
(b) Latihan (Exercise). Latihan merupakan kegiatan
43
peserta didik. Pengulangan ini memungkinkan hbngan
antara Sdengan R makin intensif dan ekstensif.
(c) Pengaruh (effect). Hubungan yang intensif dan
berulang-ulang antara S dengan R akan meningkatkan
kualitas ranah sikap, ketrampilan, dan pengetahuan
peserta didik sebagai hasil belajarnya. Manfaat hasil
belajar yang diperoleh oleh peserta didik dirasakan
langsung oleh mereka dalam dunia kehidupannya.
Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan
sikap ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai
intrinsik dari pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan
melakukan peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja
guru dan temannya di kelas.
Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi
pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar
peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
a. Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap
sesuai dengan tuntutan kurikulum.
b. Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah.
Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan
44
c. Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai
dari yang sederehana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks
(persyaratan tinggi).
d. Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati
e. Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
f. Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan
dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
g. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
h. Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan
memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.
e. Mengkomunikasi
Pada pendekatan saintifik guru diharapkan memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan
apa yang telah mereka pelajari kegiatan ini dapat dilakukan
melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan
dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan
menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan
dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didikatau
kelompok peserta didik tersebut.kegiatan
“mengkomunikasiakan” dalam kegiatan pembelajaran
sebagaimana disampaikan dalam permendikbd Nomor 81a,
45
berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media
lainnya.
Adapun kompetensi yang yang diharapkan dalam kegiatan
ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi,
kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat
dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan
berbahasa yang baik dan benar.37
B. Tinjauan Tentang Kurikulum Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian kurikulum Pendidikan Agama Islam
Pada mulanya orang islam mengannggap kurikulum
hanyalah sekumplan mata pelajaran yang diajarkan kepada sisiwa.
Pengertian sempit ini tidak hanya dianut oleh orang islam, orang
barat pun pernah menganut pandangan ini. Kemudian
Orang barat memperluas pengetian kurikulum. Ketika
konsep-konsep barat itu memasuki dunia islam pada akhir abaf
ke-19, dan sudah banyak pula muslim yang mengambil spesialisasi
dalam bidang pendidikan modern, maka mulailah muncul kecaman
terhadap pengertian kurikulum dalam dalam arti sempit yang masih
dianut ketika itu, misalnya oleh Universitas Al-Azhar, Universitas
Azzaituna di Tunisia, dan Universitas Al-Qurawiyyin di Maroko.
Diantara kecaman yang yang dilontarkan adalah sebagai berikut:
37
46
1. Dalam kurikulum arti sempit itu dimasukkan semua
pengalaman belajar yang diperoleh sisiwa di sekolah.
2. Perhatian hanya terpusat pada penguasaan teori dan menghafal,
kurang memperhatikan pengembangan pengaplikasian
teori-teori dan hafalan itu.
3. Terlalu memusatkan perhatian pada mempelajari hal-hal yang
telah lalu dan menyiapkan murid berdasarkan masa lalu
tersebut.
4. Kurang memeperhatikan kesesuaian materi kurikulum dengan
kemampuan, bakat, minat, dan kebutuhan siswa.
5. Kurang menggugah kreatifitas siswa.
6. Pelajaran kadang-kadang berbeda dari kenyataan-kenyataan
yang dialami sisiwa.
7. Kurang memperhatikan perbedaan individu siswa, kurikulum
cenderung menyamaratakan siswa yang sebenarnya tidak sama.
8. Tidak menggunakan pendekatan multidisiplin dalam
memecahkan permasalahan.
Kecaman-kecaman ini diperhatikan oleh para pendidik ,
lantas mereka mulai mengubah pandangan mereka tentang
kurikulum; mereka mengubah pandangannya kepada pandangan
modern. Setelah mereka berubah, mereka berpendapat bahwa
kurikulum pendidikan harus mencakup semua pengalaman siswa di
47
kurikulum pendidikan Islam seharusnya mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajaran
agama dan akhlak. Agama dan akhlak itu harus diambil dri
Al-Qur’an dan Hadist serta contoh-contoh dari tokoh terdahulu
yang saleh.
2. Kurikulum pendidikan islam harus memperhatikan
pengembangan menyeluruh aspek pribadi siswa, yaitu aspek
jasmani, akal dan ruhani. Untuk pengembangan menyeluruh ini
kurikulum harus bersisi mata pelajaran yang banyak, sesuai
dengan tujuan pembinaan setiap aspek itu. Oleh karena itu, di
perguruan tinggi diajarkan mata pelajaran seperti ilmu-ilmu
Al-Qur’an termasuk tafsir, dan qira’ah; ilmu-ilmu hadis termasuk
musthalah al hadist; ilmu fiqh termasuk ushulfiqh; tauhid,
filsafat, akhlak, nahwu, sharf, ‘arudl, linguistik termasuk
fonologi, dialek, balaghah, bayan, dan kritik sastra; sejarah
islam riwayat tokoh, ilmu alam, kimia, obat-obatan,
pengobatan, pembedahan, menggambar, ketrampilan dan
sebagainya. Sebagai akibatnya, bidang studi yang seharusnya
masuk kurikulum pendidikan islam sangat banyak.
Banyaknya bidang studi ini, ditambah dengan adanya
kebebasan ilmiah, melahirkan banyak sarjana ensiklopedis
48
kindi, Al-farabi, ibn Sina, ibn Rusd, Al-Ghazali, dan Ibn
Khaldun.
3. Kurikulum pendidikan islam memperhatikan keseimbangan
antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat; jasmani, akal
dan ruhani manusia. Keseimbangan itu tentulah bersifat relatif
karena tidak dapat diukur secara objektif.
4. Kurikulum pendidikan islami memperhatikan juga seni halus,
yaitu ukir, pahat, tulis indah, gambar dan sejenisnya. Selain itu
memperhatikan juga pendidikan jasmani, latijan militer, teknik,
ketrampilan, dan bahasa asing sekalipun semuanya ini
diberikan kepada perseorangan secara efektif berdasar bakat,
minat dan kebutuhan.
5. Kurikulum pendidikan islam mempertimbangkan
perebdaan-perbedaan kebudayaan yang sering teradapat di tengah manusia
karena perbedaan tempat dan juga perbedaan zaman.
Kurikulum dirancang sesuai dengan kebudayaan itu.
Al-Abrasyi memberi judul untuk bab kurikulum dalam
bkunya dengan ‘’ prinsip yang dipertimbangkan dalam
menyiapkan kurikulum pendidikan Islam’’. Jadi, ia hanya
mengemukakan prinsip-prinsip. Menurut Al-Abrasyi, dalam
merencenakan kurikulum pendidikan islam seharusnya
49
(1) Harus ada mata pelajaran yang ditunjukkan mendidik
ruhani atau hati. Ini berarti perlu diberikan mata pelajaran
ketauhidan. Al farabi, sang filosof, telah menempatkan ilmu
ketuhanan sebagai pengetahan tertinggi; pengetahuan
lainnya hanyalah berfungsi sebagai penyerta pengetahan
tertinggi tersebut. Ada sarjana lain yang berpendapat bahwa
pengetahuan ketuhanan merupakan pengetahuan tertinggi,
matematika merupakan pengetahan menengah, dan fisika
merupakan pengetahan terendah. Al-Namiri Al-Qurtubi
menyatakan bahwa ahli-ahli agama membagi pengetahuan
(ilmu) menjadi tiga tingkatan, yaitu, pengetahuan tertinggi,
pengetahuan menengah, dan pengetahuan terendah. Ilmu
tertinggi adalah ilmu ketuhanan, ilmu menengah adalah
ilmu pengetahuan menganai dunia seperti kedokteran dan
ilmu ukur, sedangkan pengetahan terendah adalah
pengetahuan praktis seperti bermacam-macam ketrampilan,
keseinian, renang, menunggang kuda, menulis indah. Para
filosof Muslim berpendapat bahwa ilmu-ilmu keagamaan
adalah ilmu tertinggi, dan siswa yang mempelajari ilmu ini
hendaknya tidak mempunyai tujuan-tujuan kebendaan.
Al-Ghazali membagi pengetahuan: menjadi tiga juga, yaitu
50
ilmu dan pengetahuan terpuji seperti pengetahan mengenai
Allah.
(2) Mata pelajaran harus ada yang berisi tuntunan cara hidup,
yaitu ilmu fikih dan ilmu akhlak. Ketinggian fikih
tergambar dalam dialog berikut. Salah seorang murid imam
Syafi’i berkata bahwa pada suatu hari ia bertanya kepada
sang Imam tentang Ilmu tauhid. Imam menjawab singkat
padat. Setelah ia mengajukan pertanyaan, imam berkata
‘’apakah engkau mau saya tunjukkan ilmu yang lebih
baik?’’ ‘’Ya’’ jawab sang murid. Maka imam syafi’i
berkata, ‘’mengenai ilmu tauhid ini bila engkau benar,
engkau tidak akan diberi pahala, bila salah, engkau kafir.
Tukah engkau ilmu yang bila engkau benar engkau diberi
pahala, bila salah engkau berdosa?’’ Sang murid bertanya
‘’ilmu apa itu?’’ ‘’Ilmu Fikih’’.
(3) Mata pelajaran yang diberikan hendaknya mengandung
kelezatan ilmiah, yaitu yang sekarang disebt orang
mempelajari ilmu untuk ilmu. Ilmu dipelajari untuk
memenuhi rasa ingin tah yang ada pada setiap manusia.
(4) Mata pelajaran yang diberikan harus bermanfaat secara
praktis bagi kehidupan; dengan kata lain, ilmu itu harus
terpakai. Mantik manfaatnya adalah menghindarkan kita
51
agar siswa terbiasa bersifat teliti dalam berfikir, berbicara,
brbuat; ilmu fikih agar siswa mengetahui cara melakukan
ibadah; nahwu bergua agar siswa terhindar dari kesalahan
dalam menulis dan berbicara; ilmu kedokteran dipelajari
agar bebas daripenyakit; mata pelajaran ketrampilan
berguna bagi siswa dalam mencari penghidupan.
(5) Mata pelajran yang diberikan berguna dalam mempelajarai
ilmu lain; yang dimaksud adalah ilmu alat seperti bahasa
dan semua cabangnya.38
2. Ciri-ciri kurikulum Pendidikan Agama Islam
Di antara ciri-ciri Umum Kurikulum Pendidikan Islam
dapat disebtkan secara ringkas sebagai berikut:
a. Ciri pertama
Menonjolnya tujuan agama dan akhlak pada berbagai
tujuan tujuannya dan kandungan-kandungan, metode-metode,
alat-alat dan tehniknya bercorak agama. Segala yang diajarkan dan
diamalkan dalam lingkungan agama dan akhlak dan berdasara pada
Al Qur’an, Sunnah, dan peninggalan orang-orang terdahulu yang
saleh. Dan dimaksudkan dengannya mencapai tujuan-tujuan agama
dan akhlak atau tujuan-tujuan kemanfaatan yang tidak bertentangan
dengan agama dan akhlak.
b. Ciri kedua
38
52
Kurikulum yang benar-benar mencerminkan semangat,
pemikiran, dan ajaran-ajarannya adalah kurikulum yang luas dan
menyeluruh dalam perhatian dan kandungannya. Disamping itu dia
juga luas dalam pe