• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PERSPEKTIF AL QUR'AN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PERSPEKTIF AL QUR'AN."

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

SKRIPSI

Oleh:

RISTA ARIVIDA

NIM. D71212156

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)

vii   

ABSTRAK

Rista Arivida(D71212156), Pendekatan saintifik dalam kurikulum pendidikan agama islam perspektif Al-Qur’an Program Studi Pendidikan Agama

Islam,Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya.

Keyword: pendekatan saintifik, kurikulum PAI, Ayat Al-Qur’an terkait.

Skripsi ini mengkaji tentang pendekatan saintifik perspekrtif Al-qur’an. Rumusan masalah penelitian ini adalah:Bagaimana konsep pendekatan saintifik dalam kurikulum pendidikan islam. Bagaimana pendapat para mufassir mengenai pendekatan saintifik dalam kurikulum pendidikan agama islam.Bagaimana analisis pendekatan saintifik dalam kurikulum pendidikan agama islam perspektif Al Qur’an.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research), sedangkan metode pengumpulan datanya menggunakanmenggunakan metode dokumentasi peneliti menyelidiki benda-benda tertulis. Dalam analisis atau pengolahan data, penulis menggunakan metode tematik.

Hasil penelitian ini adalahkonsep pendekatan saintifik yang terdiri dari lima kegiatan diantaranya mengamati, menanya, mengeksplor/mencoba, menalar/mengasosiasi, dan mengkomunikasikan yang dalam kaitannya dengan perspektif Al-Qur’an ialah bahwasanya kelima proses tersebut merupakan tuntutan kepada manusia agar mampu mengamati sebaik mungkin segala hal yang ada disekitarnya yang juga merupakan suatu ilmu pengetahan, dan hendaknya menanyakan segala sesuatu yang belum dipahami kepada ahlinya, lalu mampu mengamalkan atau mencoba mealkukan atas apa yang telah diterima dan menggunakan nalarnya sebaik mungkin agar tidak muncul persepsi kurang baik yang tidak ada dasarnya atau asal menyimpulkan saja tanpa ada pertimbangan tentang bagaimana dasarnya yang bisa menguatkan pengetahuan tersebut, lalu dalam proses mengkomunikasikan hendaknya mampu menyampaikan suatu ilmu yang telah kita pahami kepad orang lain yang belum memahaminya sebagaimana dalam ayat, dan secara keseluruhan itu juga menuntut agar mampu berfikir intelektual.

(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. LatarBelakang ... 1

B. RumusanMasalah ... 7

C. TujuanPenelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. RuangLingkupdan BatasanPenelitian ... 8

F. DefinisiOprasional ... 9

G. MetodePenelitian ... 11

H. SistematikaPenulisan ... 22

BAB II: KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang PendekatanSaintifik ... 25

1. Pengertian Pendekatan Saintifik ... 25

2. Esensi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran ... 28

3. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 30

4. Langkah-Langkah Pendekatan Saintifik ... 31

B. Tinjauan Tentang Kurikulum PAI ... 46

(7)

 

2. Ciri Ciri Kurikuum PAI ... 52

3. Tujuan Kurikulum PAI ... 55

4. Ruang Lingkup Materi dalam PAI ... 57

BAB III AYAT DAN TERJEMAHNYA A. Surat Ali Imran ayat 137 ... 60

1. Ayat dan Terjemahnya ... 60

2. Isi KandunganAyat ... 60

B. Suratan-Nahlayat 43 ... 68

1. AyatdanTerjemanya ... 68

2. AsbabunNuzulayat ... 69

3. Isi Kandungan ... 70

C. Suratan-Nisaayat 40 ... 73

1. AyatdanTerjemahnya ... 73

2. kosa kata ... 73

3. Isi kandunganayat ... 74

D. Suratal-Baqarahayat 44 ... 77

1. Ayat dan Terjemanya ... 77

2. Asbabun Nuzul ... 77

3.Isi Kandungan ... 78

E. Surat Ali Imran ayat 110 ... 80

1. Ayat dan Terjemahnya ... 80

2. Isi kandungan ... 81

BAB IV ANALISIS ... .. A. Analisi Tentang Konsep Pendekatan Saintifik dalam Kurikulum PAI ... 88

B. Pendapat Para Mufassir tentang Pendekatan Saintifik ... 89

(8)

BAB V PENUTUP ...

A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 107

(9)

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam pembelajaran memiliki tujuan agar seluruh aspek mata

pelajaran dapat tersampaikan dengan maksimal dengan keberagaman

pendekatan dalam pembelajaran. Diantaranya adanya salah satu

pendekatan yang telah dipilih sebagai bahan penelitian, yaitu pendekatan

saintifik yang tergolong pendekatan baru dalam kurikulum 2013.

Suatu pembelajaran juga tidak lepas dari sebuah kurikulum.

Berbicara masalah kurikulum, secara singkat kurikulum merupakan

perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh

suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran

yang akan diberikan kepada peserta didik dalam satu periode jenjang

pendidikan.

Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan

maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum

ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan

tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara

menyeluruh.

Dalam pembelajaran pendidikan agama islam terdapat kurikulum

khusus yaitu kurikulum pendidikan islam. kurikulum pendidikan agama

(10)

 

perbedaan hanya terletak pada sumber pelajarannya saja. Sebagaimana

yang diutarakan oleh Abdul Majid dalam bukunya Pembelajaran Agama

islam Berbasis Kompetensi, mengatakan bahwa kurikulum Pendidikan

Agama Islam adalah rumusan tentang tujuan, materi, metode dan evaluasi

pendidikan dan evaluasi pendidikan yang bersumber pada ajaran agama

Islam.1

Kurikulum pendidikan dalam islam bersifat fungsional, tujuannya

mengeluarkan dan membentuk manusia muslim, kenal agama dan

Tuhannya, berakhlaq Al- Qur’an, tetapi juga mengeluarkan manusia yang

mengenal kehidupan, sanggup menikmati kehidupan yang mulia, dalam

masyarakat bebas dan mulia, sanggup memberi dan membina masyarakat

itu dan mendorong dan mengembangkan kehidupan di situ, melalui

pekerjaan tertentu yang dikuasainya.2

Aspek – aspek ajaran islam yang diajarkan kepada peserta didik

dipilih dan disusun sesuai dengan tingkat umurnya dan tingkat ilmu

lainnya yang mereka pelajari.3

Pokok – pokok materi kurikulum pendidikan agama diantaranya,

hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia,

hubungan manusia dengan alam.4

      

1 

Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, ( Bandung : Remaja Rosda Karya, 2004), h. 74.

2

Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, ( Jakarta : Pustaka Al- Husna, 1988), h. 118. 3

(11)

 

Dalam kurikulum 2013 yang didalamnya juga terdapat kurikulum

pendidikan agama islam kini telah muncul satu pendekatan khas yang

disusung kurikulum 2013. Yaitu pendekatan saintifik adalah proses

pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara

aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan – tahapan

mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),

merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,

mengumpulkan data dengan berbagai teknik, mengamati data, menarik

kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip

‘’ditemukan‘’. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan

pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal,memahami berbagai

materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari

mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru.

Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan

untuk mendorong peserta didik dalam mengetahui berbagai sumber

melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.5

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik bertujuan :

1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khsusnya kemampuan

berfikir tingkat tinggi siswa.

2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu

masalah secara sistematik.

       

4 

Abu Ahmadi, Metodik Khusus, Ibid., h. 71 5

(12)

 

3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa itu

merupakan suatu kebutuhan.

4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.

5. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-idee, khsusnya

dalam menulis artikel ilmiah.

6. Untuk mengembangakan karakter siswa.6

Pendekatan saintifik disebut juga pendekatan ilmiah. Proses

pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itu

kurikulum 2013 mngamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam

pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas

perkembangan dan pengembangan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan

peserta didik.

Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya

dibandingkan dengan pembelajaran tradisioal. Hasil pebelitian

membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari

guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman

kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan

ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua

hari dan perolehan pemahman kontekstual sebesar 50 – 70 persen.7

      

6 

Daryanto, Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013, ( Yogyakarta : GAVA MEDIA, 2014 ), h. 54.

7 

(13)

 

Oleh karena itu sesuai dengan esensi yang telah dipaparkan dalam

sebuah buku karangan Daryanto pendekatan saintifik atau pendekatan

ilmiah begitu baik untuk digunakan dalam proses pembelajaran karena

hasil belajar yang jelas lebih baik dari pada pembelajaran terdahulu.

Karena dalam pendekatan saintifik mengedepankan keaktifan seorang

peserta didik. Juga karena pendekatan saintifik ini akhirnya mampu

mendorong terjadinya peningkatan berfikir peserta didik.

Terkait perihal tersebut, telah disebutkan dalam salah satu surah di

Al-Qur’an yakni surah Al-Insyiqaq ayat 6, sebagai suatu landasan teori

tentang pendekatan saintifik dalam artian proses belajar yang terkandung

dalam pendekatan tersebut :

$

y

γ

ƒ

r

'

¯

t

ƒ

ß

⎯≈

|

¡Ρ

M

}

$

#

y

7

¨

Ρ

Î

)

î

y

Ï

Š%

x

.

4

n

<

Î

)

y

7

În

/

u

%

[

n

ô

x

.

Ï

μŠ

É

)≈

n

=

ß

ϑ

s

ù

“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya” [QS: Al-insyiqaq : 6]8

Maksudnya manusia di dunia ini baik disadari atau tidak, adalah

dalam perjalanan menuju kepada Tuhannya. Dan sudah pasti dia akan

menemui Tuhannya untuk menerima pembalasan-Nya dari perbuatan yang

baik maupun buruk yang telah dikerjakannya di dunia.

Perjalanan hidup manusia dari lahir sampai mati pada dasarnya

merupakan proses belajar. Ketika masih bayi (kecil), manusia sudah mulai       

8 

(14)

 

belajar. Belajar mendengarkan orang-orang di sekitarnya mengucapkan

kata-kata, kemudian belajar mengucapkannya. Pada awalnya bayi masih belum

fasih mengucapkan kata-kata yang didengar. Namun hal itu terus menerus

diucapkan tiada henti, dan akhirnya menjadi fasih. Setelah usia beberapa

bulan, mulai belajar berjalan. Kesimpulannya masih terus belajar, belajar apa

saja.

Dalam belajar tersebut melalui proses memperhatikan, mendengar,

menanya, menalar, mencoba (mempraktekkan), dan mengasosiasikan

(membuat jejaring) seperti halnya langkah-langkah dalam pendekatan

saintifik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, selanjutnya dapat

dirumuskan beberapa permaslahan sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep pendekatan saintifik dalam kurikulum pendidikan

islam?

2. Bagaimana pendapat para mufassir mengenai pendekatan saintifik

dalam kurikulum pendidikan agama islam?

3. Bagaimana Analisis pendekatan saintifik dalam kurikulum pendidikan

agama islam perspektif Al Qur’an ?

C. Tujuan Penelitian

Dalam sebuah penelitian, tentunya memiliki tujuan yang digunakan

(15)

 

penelitian ini juga mempunyai tujuan yang berdasarkan dari rumusan

masalah yang telah diuraikan diatas. Adapun tujuan penelitiannya

adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan konsep pendekatan saintifik dalam kurikulum

pendidikan agama islam.

2. Memaparkan beberapa pendapat mufassir mengenai pendekatan

saintik dalam kurikulum pendidikan agama islam.

3. Mendeskripsikan aplikasi dari pendekatan saintifk dalam

kurikulum pendidikan agama islam sesuai dengan Al-Qur’an

D. Manfaat Penelitian

Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

siapapun. Diantaranya ialah :

1. Memberikan informasi tentang wacana pendekatan saintifik dalam

kurikulum pendidikan agama islam dalam telaah ayat ayat Al

Qura’n

2. Memberikan kontribusi secara ilmiah mengenai konsep pendekatan

saintifik dalam kurikulum pendidikan agama islam dari sudut

pandang Al qur’an.

3. Menambah wawasan bagi peneliti tentang esensi pendekatan

saintifik dalam kurikulum pendidikan agama islam.

(16)

 

Mengingat luasnya pembahasan maka untuk lebih memperjelas

dan memberi arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini perlu pembatasan

masalah dalam pembahsannya. Maka penulis membatasi permasalahan

dalam penulisan skripsi ini dengan menfokuskan pada pendekatan saintifik

perspektif Al-Qur’an dengan menyajikan beberapa sub dengan beberapa

ayat dari beberapa surat, diantaranya:

1. Ali Imran ayat 137

2. An Nahl ayat 43

3. Al- Baqarah ayat 44

4. An Nisa’ ayat 100

5. Ali Imron 110

F. Definisi Oprasional

Agar tidak terjadi salah pengertian dalam judul skripsi ini, maka

ditegaskan beberapa istilah di bawah ini:

1. Pendekatan saintifik

Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang

dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif

mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan – tahapan

mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),

merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,

(17)

 

kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip

‘’ditemukan‘’.9

Adapun yang dimaksud pendekatan saintifik dalam tulisan ini

adalah konsep integrasi ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh

peserta didik sesuai tujuan kurikulum pendidikan agama islam.

2. Kurikulum pendidikan agama islam

kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah rumusan tentang

tujuan, materi, metode dan evaluasi pendidikan dan evaluasi pendidikan

yang bersumber pada ajaran agama Islam.10

Adapun yang dimaksud kurikulum pendidikan Agama Islam

adalah terbentuknya insan kamil yang mampu mengenal tuhan dan

ajarannya.

3. Ayat Al-Qur’an terkait

Diantaranya surahAli Imran ayat 137, An Nahl ayat 43, Al-

Baqarah ayat 44, An Nisa’ ayat 100, Ali Imron 110. Kesemuanya

merupakan sebagian ayat dari sekian banyak ayat di dalam

Al-Qur’an yang membahas tentang perihal proses belajar yang sesuai

dengan langkah langkah pendekatan saintifik.

      

9 

M Hosnan, Pendekatan Saintifik 21.Ibid, h. 34. 10 

(18)

10 

 

G. Metode Penelitian

Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan

kebenaran atau untuk lebih membenarakan kebenaran.11 Oleh karena itu,

untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan dapat dipertanggung

jawabkan kebenarannya, maka seorang peneliti harus dapat memahami

dan menggunakan cara yang benar dalam penelitian tersebut.

Pemilihan metodologi penelitian dalam suatu penelitian ilmiah

mempunyai kedudukan yang sangat penting karena di dalamnya

membicarakan tata kerja dan cara pemecahannya secara sistematis yang

ditemouh seorang peneliti. Metodologi penelitian adalah suatu cara atau

jalan untuk memahami suatu permasalahan sehingga dapat dipertanggung

jawabkan kebenarannya.

Berikut metodologi penelitian yang digunakan penulis yang meliputi

jenis penelitian, dan pendekatan penelitian, sumber data, teknik

pengumpulan data dan teknik analisis data.

a. Jenis penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

      

11

(19)

11 

 

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati,12 Data

yang dikumpulkan dalam menyelesaikan dan dalam memberikan

penafsiran tidak menggunakan angka/rumus statistik. melainkan berupa

kata-kata yang digali dari buku atau literatur.

Dengan demikian penelitian ini lebih mengarah pada penelitian

literer atau library research, yaitu teknik penelitian yang mengumpulkan

data dan informasi dengan bantuan berbagai macam materi baik berupa

buku, surat kabar, majalah, jurnal, dan beberapa tulisan lain yang memiliki

keterkaitan dengan pembahasan penelitian ini.13

Telaah pustaka semacam ini biasanya dilakukan dengan cara

mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber pustaka yang

kemudian disajikan dengan cara baru atau untuk keperluan baru. Dalam

hal ini bahan-bahan pustaka itu diperlukan sebagai sumber ide untuk

menggali pemikiran atau gagasan baru, sebagai bahan dasar untuk

melakukan deduksi dari pengetahuan yang telah ada, sehingga karangka

teori baru dapat dikembangkan atau sebgai bahan dasar pemecahan

masalah.14

Menurut Mestika Zed menjelaskan bahwa studi kepustakaan ini

memiliki 4 (empat) ciri, yaitu:

      

12

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 36. 13

Afifuddin, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), h. 111. 14

(20)

12 

 

a. Bahwa peneliti berhadapan langsung dengan teks (nash) atau data angka dan

bukan dengan pengetahuan dari lapangan atau saksi mata berupa kejadian,

orang atau benda-benda lainnya.

b. Data pustaka bersifat “siap pakai” (readymade), artinya peneliti tidak pergi

kemana-kemana, kecuali hanya berhadapan langsung dengan bahan sumber

yang sudah tersedia diperpustakaan.

c. Data pustaka umumnya adalah sumber sekunder, dalam arti bahwa peneliti

memperoleh bahan dari tangan kedua dan bukan data orisinil dari tangan

pertama dilapangan.

d. Kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, artinya kapanpun

ia datang dan pergi data tersebut tidak akan pernah berubah karena ia sudah

merupakan data “mati” yang tersimpan dalam reaman tertulis (teks, angka,

gambar, rekaman, tape, atau film).15

b. Sumber data

Yang dimaksud dengan data adalah segala keterangan (informasi)

mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian.16

Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai data primer dan

data sekunder. Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini terdiri

dari data primer dan data sekunder, yaitu:

a. Data primer

      

15

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), h. 4-5 16

(21)

13 

 

Data primer adalah sumber informasi yang mempunyai wewenang

dan tanggung jawab terhadap pengumpulan ataupun penyimpanan data

atau disebut juga sumber data/ informasi tangan pertama, dikumpulkan

oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut

juga sebagai data asli atau data baru.17 Sumber data primer yang

penulis gunakan adalah :

1) Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Al-Qur’an dan tafsirnya, Semarang:

Toha Putra, 2003.

2) Muhammad Qurays Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati,

2002.

3) Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu

Kasir, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004

Skripsi yang penulis kaji menggunakan al qur’an surat Thoha ayat 114

sebagai data primernya. Di dalam ayat tersebut Allah ta’ala

menjelaskan bahwa agar Rasulullah untuk ditambahkan ilmu

pengetahuan padanya.

b. Data sekunder

Data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi

data – data primer. Adapun sumber data sekunder penulis jadikan

sebagai penunnjang data primer, dengan adanya sumber data primer

      

17 

Muhammad Ali, Penelitian Kependidikan : Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa, 1987), h.42.

(22)

14 

 

maka akan semakin menguatkan argumentasi maupun landasan teori

dalam kajiannya. 18

Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah beberapa ayat

Al– Qur’an , yang relavan dan buku-buku yang menunjang didalamnya

mengandung tentang tentang pendekatan saintifik dalam kurikulum,

diantaranya adalah :

1) Hasan Langgulung, Asas-Asas pendidikan islam, Jakarta : Pustaka

Al – Husna, 1988.

2) Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Bandung :

ARMICO, 1985.

3) Daryanto, Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013,

Yogyakarta : GAVA MEDIA, 2014.

4) M Hosnan, Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran

Abad 21, Bogor : Ghalia Indonesia. 2014

c. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data dan diharapkan data yang diperoleh

valid dan sesuai dengan tujuan pendidikan. Adapun teknik yang digunakan

dalam penelitian ini adalah dokumentasi.

Dokumentasi berasal dari kata “Dokumen” yang berarti barang-barang

tertulis, di dalam menggunakan metode dokumentasi peneliti menyelidiki

      

18 

Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), cet, 4, h. 89. 

(23)

15 

 

benda-benda tertulis. Dalam penelitian ini sebagaimana telah disebutkan

diatas data-datanya adalah buku, majalah, dokumen, peraturan, notulen,

surat kabar, dan sebagainya.19

Jadi, dokumentasi adalah mencari data atau informasi mengenai

hal-hal yang berhubungan dengan obyek kajian dan bermanfaat dalam kajian

ini, seperti buku, surat kabar, dan sebagainya.

d. Teknik analisis data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis

catatan untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang

diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.20

Analisis kualitatif dilakukan terhadap data yang berupa informasi,

uraian dalam bentuk bahasa prosa kemudian dikaitkan dengan data lainnya

untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya,

sehingga memperoleh gambaran baru ataupun menguatkan suatu

gambaran yang sudah ada dan sebaliknya.21 Jadi, bentuk analisis ini

dilakukan merupakan penjelasan-penjelasan, bukan berupa angka-angka

statistik atau bentuk angka lainnya.

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik analisis isi

(content analysis).Content analysis adalah suatu teknik penelitian yang

      

19

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002), h.78.

20

Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: PT Bayu Indra Grafika, 1996), h.104.

21

(24)

16 

 

membuat inferensi (simpulan) yang dapat ditiru (replicable) dan shahih

data dengan memperhatikan konteksnya.22

Menurut Berelson yang dikutip oleh Hasan Sadily, metode analisis isi

adalah suatu teknik penyelidikan yang berusaha untuk menguraikan secara

objektif, sistematik dan isinya termanifetasikan dalam suatu komunikasi.23

Dimana dalam analisis isi ditekankan bagaimana peneliti memaknakan isi

komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan isi interaksi simbolik

yang terjadi pada dalam komunikasi. datanya bisa berupa

dokumen-dokumen tertulis, film-film, rekaman audio, sajian-sajian video atau

lainnya.24

Jadi, analisis isi adalah suatu metode yang diterapkan dalam

komunikasi untuk menganalisis isi pesan (teks). Analisis ini bersifat

sistematis dan generalis. Objektif dalam artian menurut aturan atau

prosedur yang apabila dilaksanakan oleh peneliti lain dapat menghasilkan

kesimpulan yang sama.

Adapun metode analisis data yang penulis gunakan dalam

penelitian ini adalah metode deduktif dan induktif, yaitu dengan cara

menganalisis suatu paragraf yang memiliki keterkaitan dengan

pembahasan ini, kemudian menyimpulkan paragraf tersebut sebagai

      

22

Klaus Krippendorf, Analisis Isi, (Jakarta: Rajawali Press, 1991), h.15. 23

Hasan Sadily, Ensiklopedia, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeva, 1980), h. 207. 24

(25)

17 

 

penguat argumen pada pembahasan ini dalam bentuk foot note atau

kutipan lainnya.

a. Metode Induktif, yaitu pengolahan data yang berangkat dari fakta-fakta

yang bersifat khusus, kemudian dari peristiwa-peristiwa tersebut ditarik

suatu kesimpulan yang bersifat umum.

b. Metode Deduktif, yaitu metode analisis data bertolak dari pengertian yang

bersifat umum, kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.25

c. Metode Maudhiy, Secara harfiah, maudhuiy artinya adalah tema atau judul.

Adapun dalam arti istilah metode maudhuiy adalah sebuah metode di mana

mufassirnya berupaya menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai surat

dan yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang ditetapkan

sebelumnya. Kemudian, penafsir membahas dan menganalisis kandungan

ayat-ayat ini sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.

Langkah-langkah dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan metode

maudhuiy ini dikemukakan oleh Prof. Dr. Abdul Hay al-Farmawiy, yang

juga menjabat guru besar pada fakultas Ushuluddin al-Azhar dalam bukunya

al-bidayah fi al-tafsir al-Maudhuiy , sebagai berikut:

a. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik).

b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah (topik)

tersebut.

      

25

(26)

18 

 

c. Menyususn runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai

pengetahuan asbabn nuzul-nya

d. Memahami korelasi ayat –ayat tersbut dalam suratnya masing-masing

e. Menyusun pembahsan dalam kerangka yang sempurna (outline)

f. Melengkapi pembahasan dengan Hadis-hadis yang relevan dengan

pembahasan.

g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan

menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama,

atau mengklompokkan anatar yang ‘am (umum) dan yang khas

(khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang pada lahirnya

bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa

perbedaan atau pemaksaan.

H.M Quraish Shihab mempunyai beberapa catatan dalam rangka

pengembangan metode tafsir maudhuiy dan langkah-langkah yang

diusulkan ersebut anatar lain:

a. penetapan masalah yang dibahas, walaupun moetode ini dapat

menampung semua persoalan yang diajukan, terlepas apakah

jawabannya ada atau tidak namun untuk menghindari kesan

keterkaitan yang dihasilkan oleh metode tahlily akibat pembahasannya

terlalu bersifat sangat teoritis, maka akan lebih baik bila permasalahan

yang dibahas itu diprioritaskan pada pada persoalan yang menyentuh

(27)

19 

 

Ini berarti, mufassir maudhuiy diharapkan agar terlebih dahulu

mempelajari problem-problem masyarakat, atau ganjalan-ganjalan

pemikiran yang dirasakan sangat membutuhkan jawaban Al-Qura’n,

misalnya petunjuk Al-Qura’n menyangkut kemiskinan,

keterbelakngan,, dan penyakit. Dengan demikian, corak dan metode

penafsiran semacam ini memberi jawaban terhadap problem

masyarakat tertentu di lokasi tertentu dan tidak harus memberi jawaban

terhadap mereka yang hidup sesudah generasinya, atau yang tinggal di

luar wilayahnya.

b. menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, yaitu hanya

dibutuhkan dalam upaya mengetahi perkembangan petunjuk Al-Qur’an

menyangkut persoalan yang dibahas, apalagi bagi mereka ang

berpendapat adanya nasikh dan mansukh dalam Al-Qur’an. Bagi

mereka yang bermaksud menguraikan satu kiash, atau kejadian, maka

runtutan yang dibutuhkan adalah kronologi peristiwa.

c. Walaupun metode ini tidak menghariskan uraian tentang pengertian

kosakata, namun kesempurnaannya dapat dicapai apabila sejak dini

sang mufassir berusaha memahami arti kosakata ayat dengan merujuk

kepada penggunaan Al-Qur’an sendiri. Hal ini dapat dinilai sebagai

pengembangan dari tafsir bil ma’tsur, yang pada hakikatnya

merupakan benih awal dari metode maudhuiy. Dengan kata lain,

bahwa tafsir mudhuiy ini masih menggunakan jasa tafsir bil-ma’tsur

(28)

20 

 

Diantara ulama yang telah menulis tafsir dengan metode maudhuiy

ini anatar lain Fazlur Rahman dalam bukunya Major Themes of The

Qur’an (Tema-tema pokok Al-Qur’an) dan H.M. Quraish Shihab dalam

bukunya wawasan Al-Qur’an.

Penafisran Al-Qur’an dengan menggunakan metode maudhuiy ini

memiliki beberapa keistimewaan, anatar lain:

a. Menghindari problem atau kelemahan metode lain yang

digambarkan dlam uraian tersebut.

b. Menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadis Nabi, satu cara

terbaik dalam menafsirkan Al-Qur’an

c. Kesimpulan yang dihasilakn mudah dipahami. Hal ini disebabkan

karena ia membawa pembaca kepada petunjuk Al-Qur’an tanpa

mengemukakan berbgai pembahasan terperinci dalam satu disiplin

ilmu.

Juga dengan metode ini, dapat dibuktikan bahwa persoalan yang

disentuh Al-Qur’an bukan bersifat teoritis semata-mata dan/atau tidak

dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, ia dapat

membawa kita kepada pendapat Al-Qur’an tentang problem hidup disertai

dengan jawaban-jawabannya. Ia dapat memperjelas kembali fungsi

Qur’an sebagai kitab suci. Terkahir dapat membuktikan keistimewaan

Al-Qur’an; (d) metode ini memungkinkan seseorang untuk menolak anggapan

(29)

21 

 

dijadikan bukti bahwa ayat-ayat Al-Qur’an sejalan dengan perkembangan

ilmu pengetahan.26

H. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui sejauh mana pembahasan hasil penelitian yang

dilaksanakan, maka akan dikemukakan secara garis besar sistematika

penulisan skripsi dan materi-materi yang dibahas antara lain :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,Tujuan

Penelitian,kegunaan penelitian, penelitian terdahulu,definisi

oprasional, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II : KAJIAN TEORI

Bab ini memaparkan tentang pendekatan saintifik dalam kurikulum

PAI. Yang meliputi pengertian kurikulum Pendidikan agama

Islam,tujuan dan manfaat kurikulum Pendidikan agama Islam,dan

pelaksanaannya, pengertian pendekatan saintifik, tujuan dan

manfaat pendekatan saintifik, serta jenis pendekatan.

BAB III : AYAT DAN TERJEMAHNYA

Pada bab ini berisi tentang teks ayat-ayat terkait (diantaranya Surah

Ali Imran ayat 137, An Nahl ayat 43, Al- Baqarah ayat 44,An

      

26 

(30)

22 

 

Nisa’ ayat 100, Al Imron 110), kosa kata, asbabun nuzul dan

munasabah, terjemah, serta tafsir ayat yang terkait.

BAB IV : PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Bab ini berisi pendekatan saintifik dalam kurikulum Pendidikan

agama islam yang tekandung dalam Al – Qur’an beserta

aplikasinya.

BAB V: PENUTUP

Dalam bab ini merupakan rangkaian terakhir dari penulisan skripsi

(31)

25   

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendekatan Saintifik

1. Pengertian Pendekatan Saintifik

Pendeketan adalah konsep dasar yang mewadahi,

menginspirasi, menguatan, dan melatari pemikiran tentang

bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori

tertentu.26 Oleh karena itu banyak pandangan yang menyatakan

bahwa pendekatan sama artinya dengan metode.

Pendekatan ilmiah berarti konsep dasar yang menginspirasi

atau melatarbelakangi perumusan metode mengajar dengan

menerapkan karakteristik yang ilmiah. Pendekatan pembelajaran

ilmiah (scientific teaching) merupakan bagian dari pendekatan

pedagogis pada pelaksanaan pembelajaran dalam kelas yang

melandasai penerapan metode ilmiah.

Pengertian penerapan pendekatan ilmiah dalam

pembelajaran tidak hanya fokus pada bagaimana mengembangkan

kompetensi peserta didik dalam melakukan observasi atau

eksperimen, namun bagaimana mengembangkan pengetahuan dan

ketrampilan berpikir sehingga dapat mendukung aktifitas kreatif

dalam berinovasi atau berkarya. Menurut majalah forum kebijakan

ilmiah yang terbit di Amerika pada tahn 2004 sebagimana dikutip

      

26 

(32)

26   

Wikipedia menyatakan bahwa pembelajaran ilmiah mencakup

strategi pembelajaran peserta didik aktif yang mengintegrasikan

peserta didik dalam proses berpikir dan penggunaan metode yang

teruji secara ilmiah sehingga dapat membedakan kemampuan

peserta didik yang bervariasi. Penerapan metode ilmiah membantu

guru mengidentifikasi perbedaan kemampuan peserta didik.

Pada penerbitan majalah selanjutnya pada tahun 2007

tentang Scientific Teaching dinyatakan terdapat tiga prinsip utama

dalam menggunakan pendekatan ilmiah; yaitu: belajar peserta didik

aktif, dalam hal ini termasuk inqury-based learning atau belajara

berbasis penelitian, cooperative learning atau belajar berkelompok,

dan belajar berpusat pada peserta didik. Assesment berati

pengukuran kemajuan belajar peserta didik yang dibandingkan

dengan target pencapian tujuan belajar.

Metode ilmiah merupakan teknik merumuskan pertanyaan

dan menjawabnya melalui kegiatan observasi dan melaksanakan

percobaan. Dalam penerapan metode ilmiah teradpat aktivitas yang

dapat diobservasi seperti mengamati, menanya, mengeksplorasi,

mengasosiasi dan mengkomunikasikan.27

Jadi pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah

proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta

didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip

      

27

(33)

27   

melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau

menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau

merumuskan hipotesis, menumpulkan data dengan berbagai teknik,

menganlisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan

konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan

saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada

peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi

menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal

dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah

dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan

tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari

tahu dari berbagai sumber melalui observasi dan bukan hanya

diberi tahu.28

Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran

melibatkan ketrampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi,

mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam

melaksanakan proses proses tersebut, bantuan guru diperlukan.

Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan

semakin bertambah dewasanya peserta didik atau semakin

tingginya kelas peserta didik.

Dari penjabaran di atas, maka pembelajaran dengan

pendekatan saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:

      

28

(34)

28   

1. Berpusat pada peserta didik.

2. Melibatkan ketrampilan proses sains dalam

mengkonstruksi konsep, hkum atau prinsip.

3. Melibatkana proses-proses kognitif yang potensial

dalam merangsang perkembangan intelek, khsusnya

keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.

4. Dapat mengembangkan karakter peserta didik.

2. Esensi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

Pendekatan saintifik disebut juga sebagai pendekatan ilmiah.

Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan dengan suatu proses

ilmiah. Karena itu kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan

saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai

titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, ketrampilan, dan

pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang

memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran

induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif

(deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum

untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya,

penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi

idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan

fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian

(35)

29   

Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas

suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan

baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahan sebelumnya. Untuk

dapat disebut ilmiah, metode pencarian (methode of inquiry) harus

berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris,

dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu,

metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan

data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data,

menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.

Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif

hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil

penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi

informasi dari guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan

pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran

berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih

dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahman kontekstual

sebesar 50-70 persen.29

Pada hakikatnya, sebuah proses pembelajaran yang dilakukan

di kelas-kelas bisa kita dipadankan sebagai sebuah proses ilmiah.

Oleh sebab itulah, dalam Kurikulum 2013 diamanatkan tentang apa

sebenarnya esensi dari pendekatan saintifik pada kegiatan

pembelajaran. Ada sebuah keyakinan bahwa pendekatan ilmiah

      

29 

Daryanto, pendekatan pembelajaran saintifik kurikulum 2013, ( yogyakarta: Gava Media, 2014),

(36)

30   

merupakan sebentuk titian emas perkembangan dan pengembangan

sikap (ranah afektif), keterampilan (ranah psikomotorik), dan

pengetahuan (ranah kognitif) siswa.

3. Tujuan Pembelajaran Dengan Pendekatan Saintifik

Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk jenjang SMP

dan SMA atau yang sederajat dilaksanakan menggunakan pendekatan

ilmiah. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap,

pengetahan, dan ketrampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis

pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi subtansi atau

materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa”. Ranah ketrampilan

menggamit transformasi subtansi atau materi ajar agar peserta didik

“tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi

subtansi atau materi ajar agar peserta didik “tah apa”. Hasil akhirnya

adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk

menjadi manusia yang baik (soft skill) dan manusia yang memiliki

kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari

peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, ketrampilan, dan

pengetahuan.

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan

pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran

dengan pendekatan saintifik adalah :

1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya

(37)

31   

2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan

sesuatu masalah secara sistematik.

3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa

belajar itu merupakan suatu kebutuhan.

4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.

5. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide,

khsusnya dalam menulis artikel ilmiah.

6. Untuk mengembangkan karakter siswa.30

4. Langkah – Langkah Pendekatan Saintifik

Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk jenjang

SMP dan SMA atau yang sederajat dilaksanakan menggunakan

pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah,

yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Dalam proses

pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit

transformasi subtansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu

bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi subtansi

atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa”. Hasil akhirnya

adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk

menjadi manusia yang baik (soft skill) dan peserta didik yang

meliputi aspek kompetensi sikap, ketrampilan dan pengetahuan.31

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik

modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan       

30

Daryanto, Pendekatan Saintifik, Ibid., h. 54.

31 

(38)

32   

ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimna

dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah,

menyajikan, menyimpulkan dan mencipta untuk semua mata

pelajaran, materi atau situasi tertentu, sangat mengkin pendekatan

ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosdural. Pada

kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap

menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan sifat-sifat

nonilmiah. Pendekatan pembelajaran disajikan berikut ini.

a. Mengamati

Metode memngamati mengutamakan kebermaknaan proses

pembelajaran (meaningfull learning). Mengamati memiliki

keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara

nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah

pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka

pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang

lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika

tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan

pembelajaran.

Mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin

tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki

kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode mengamati peserta

(39)

33   

dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh

guru.

Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan

menempuh langkah-langkah seperti berikut ini:

1. Menentukan objek apa yang akan diamati.

2. Membuat pedoman pengamatan sesuai dengan lingkup

objek yang akan diamati.

3. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diamati,

baik primer maupun skunder.

4. Menentukan dimana tempat objek yang akan diamati.

5. Menentukan secara jelas bagaimana proses pengamatan

akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan

mudah dan lancar.32

6. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil

pengamatan, seperti menggunakan buku catatan, kamera,

tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.

Kegiatan pengamatan dalam proses pembelajaran

meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam

kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik

secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk

      

32 

Kemendikbud, Diklat Guru Dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013 (Jakarta: t.p.,

(40)

34   

keterlibatan peserta didik dalamproses pengamatan tersebut.

Berikut ini bentuk pengamatannya:

1. Pengamatan biasa (common observation). Pada pengamatan

biasa untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik

merupakan subjek yang sepenuhnya melakukan pengamatan

(complete observer). Di sini peserta didik sama sekali tidak

melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.

2. Pengematan terkendali (controlled observation). Seperti halnya

pengamatan biasa, pada pengamatan terkendali untuk

kepentingan pembelajaran, peserta didik sama sekali tidak

melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.

Mereka juga tidak memiliki hubungan apapun dengan pelaku,

objek, atau situasi yang diamati. Namun demikian berbeda

dengan pengamatan biasa, pada pengamatan terkendali pelaku

atau objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi

yang dikhususkan. Karena itu, pada pembelajaran dengan

pengamatan terkendali termuat nilai-nilai percobaan atau

eksperimen atas diri pelaku atau objek yang diamati.

3. Pengamatan partispatif (participant observation). Pada

pengamatan partisipatif, peserta didik melibatkan diri secara

langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. Sejatinya,

pengamatan semacam ini paling lazim dilakukan dalam

(41)

35   

semacam ini mengharuskan peserta didik melibakan diri pada

pelaku, komuntias, atau objek yang diamati. Di bidang

pengajran bahasa, misalnya dengan menggunakan pendekatan

ini berarti peserta didik hadir dan “bermukim” lansung di

tempat subjek atau komunitas tertentu pada waktu tertentu pula

untuk mempelajari bahasa atau dialek setempat, termasuk

melibatkan diri secara langsung dalam situasi kehidupan

mereka.33

Praktik pengamatan dalam pembalajaran hanya akan efektif

jika peserta didik dan guru melengkapi diri dengan alat-alat pencatatan

dan alat-alat lain, seperti:

(1) Tape recorder, untuk merekam pembicaraan.

(2) Kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara visual.

(3) Film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara audio

visual.

(4) Alat-alat lain sesuai dengan keperluan.

Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam

melakukan pengamatan, dapat berupa daftar cek (checklist), skala

rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record),

catatan berkala dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar

cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek,

      

33 

(42)

36   

objek tau faktor faktor yang akan diamati. Skala rentang, berupa

alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya.

Catatan anekdotal berupa catatan yang dibuat oleh peserta didik

dan guru menganai kelakuan kelakuan luar biasa yang ditampilkan

oleh subjek atau objek yang diamati. Alat mekanikal berupa alat

mekanik yang dapat diapakai untuk memotret atau merekam

peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan oleh subjek atau objk

yang diamati.

b. Menanya

Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik

untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap,

ketrampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya,

pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta

didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab

pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong

asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajara yang

baik.

Berbeda dengan penugasan yang menginginkan

tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memeperoleh

tanggapan verbal. Istilah” pertanyaan” tidak selalu dalam

bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk

(43)

37   

Fungsi bertanya: pertama, membangkitkan rasa ingin

tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau

topik pembelajaran; kedua, mendorong dan mnginspirasi

peserta didik untuk aktif belajara,serta mengambangkan

pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri; ketiga, mendiagnosis

kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampikan

ancangan untuk mencari solusinya; keempat, menstruktur

tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik

untuk menunjukkan sikap, ketrampilan, dan pemahamannya

atas subtansi pembelajaran yang diberikan; kelima,

membangkitkan ketrampilan peserta didik dalam berbicara,

mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis,

sistematis dan menggunakan bahasa yang baik dan benar;

keenam, mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi,

berargumen, mengambangkan kemampuan berpikir, dan

menarik simpulan; ketujuh, membangun sikap keterbukaan

untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan,

memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial

dalam hidup berkelompok; kedelapan, membiasakan peserta

didik beepikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon

(44)

38   

kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan

berempati satu sama lain. 34

Kriteria pertanyaan yang baik: pertama, singkat dan

jelas; kedua, menginspirasi jawaban; ketiga, memiliki fokus;

keempat, bersifat probing atau divergen; kelima, bersifat

validatif atau penguatan; keenam, memberi kesempatan peserta

didik untuk berpikir ulang; ketujuh, merangsanagpeningkatan

tuntutan kemampuan kognitif; dan kedelapan, merangsang

proses interaksi.

c. Mengeksperimen / Mencoba

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari proses

menanya. Untuk memperoleh hasil belajara yang atau otentik,

peserta didik harus mencarai tahu apa yang sedang dipelajari

atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau subtansi

yang sesuai. Pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan

Budi pekerti, misalnya, peserta didik harus memahami konsep

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti dan kaitannya

dengan kehidupan seharai-hari. Peserta didik pun harus

memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan

pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan

      

34

(45)

39   

metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah

yang dihadapainya sehari-hari.35

Di dalam permendikbud Nomor 81a Tahun 2013.

Aktivitas eksplorasi (mengumpulkan informasi) dapat

dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain

bku teks, mengamati objek/ kejadian, aktivitas wawancara

dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang

diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan,

menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi,

menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui

berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan

belajar dan belajar sepanjang hayat.

Aplikasi metode eksperimen atau mencoba

dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan

belajar, yaitu sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. Aktivitas

pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan

tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut

tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat

dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari

dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen

sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5)

      

35

(46)

40   

mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan

data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan.

Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar

maka; (1) guru hendaknya merusmuskan tujuan eksperimen

yang akan dilaksanakan peserta didik; (2) guru bersama peserta

didik mempersiapkan perlengkapan yang digunakan; (3) perlu

memperhitungkan tempat dan waktu; (4) guru menyediakan

kertas kerja untuk pengarahan kegiatan peserta didik; (5) guru

membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen; (6)

membagi kertas kerja kepada peserta didik; (7) peserta didik

melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru; dan (8)

guru mengumpulkan hasil kerja peserta didik mengevaluasinya,

bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

d. Mengasosiasi / Menalar

Kegiatan “mengasosiasi/ menalar” dalam kegiatan

pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam permendikbud

Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang

sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan

mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan

mengamati mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi

yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan

kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat

(47)

41   

yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini

dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan

informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi

tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah

mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja

keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan

berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar,

yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta

empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan

berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks

pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah

banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran

asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada

kemampuan mengelompokkan beragam ide dan

mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian

memasukkannya menjadi penggalan memori. Selama

mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman

tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan

pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.36

Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran akan berhasil

secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik

      

36

(48)

42   

dengan peserta didik. Pola interaksi itu dilakukan melalui

stimulus dan respon (S-R). Teori ini dikembangkan

berdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian

dikenal dengan teori asosiasi. Jadi, prinsip dasar proses

pembelajaran yang dianut oleh Thorndike adalah asosiasi, yang

juga dikenal dengan teori Stimulus Respon (S-R). Menurut

Thorndike, proses pembelajaran, lebih khsus lagi proses belajar

peserta didik terjadi secara perlahan atau inkremental/bertahap,

bukan secara tiba-tiba.

Merujuk teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif

jika peserta didik makin giat belajar. Dengan begitu, berarti

makin tinggi pula kemampuannya dalam menghbngkan S

dengan R. Kaidah dasar yang digunakan dalam teori S-R

adalah :

(a) Kesiapan (readiness). Kesiapan diidentifikasi berkaitan

langsung dengan motivasi peserta didik. Kesiapan itu

harus ada pada diri guru dan peserta didik benar benar

siap menerima pelajaran dari gurunya. Sejalan dengan

itu, segala sumber daya pembelajaran pun perlu

disiapkan secara baik dan seksama.

(b) Latihan (Exercise). Latihan merupakan kegiatan

(49)

43   

peserta didik. Pengulangan ini memungkinkan hbngan

antara Sdengan R makin intensif dan ekstensif.

(c) Pengaruh (effect). Hubungan yang intensif dan

berulang-ulang antara S dengan R akan meningkatkan

kualitas ranah sikap, ketrampilan, dan pengetahuan

peserta didik sebagai hasil belajarnya. Manfaat hasil

belajar yang diperoleh oleh peserta didik dirasakan

langsung oleh mereka dalam dunia kehidupannya.

Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan

sikap ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai

intrinsik dari pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan

melakukan peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja

guru dan temannya di kelas.

Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi

pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar

peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini.

a. Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap

sesuai dengan tuntutan kurikulum.

b. Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah.

Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan

(50)

44   

c. Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai

dari yang sederehana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks

(persyaratan tinggi).

d. Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan

diamati

e. Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki

f. Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan

dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.

g. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.

h. Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan

memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.

e. Mengkomunikasi

Pada pendekatan saintifik guru diharapkan memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan

apa yang telah mereka pelajari kegiatan ini dapat dilakukan

melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan

dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan

menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan

dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didikatau

kelompok peserta didik tersebut.kegiatan

“mengkomunikasiakan” dalam kegiatan pembelajaran

sebagaimana disampaikan dalam permendikbd Nomor 81a,

(51)

45   

berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media

lainnya.

Adapun kompetensi yang yang diharapkan dalam kegiatan

ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi,

kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat

dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan

berbahasa yang baik dan benar.37

B. Tinjauan Tentang Kurikulum Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian kurikulum Pendidikan Agama Islam

Pada mulanya orang islam mengannggap kurikulum

hanyalah sekumplan mata pelajaran yang diajarkan kepada sisiwa.

Pengertian sempit ini tidak hanya dianut oleh orang islam, orang

barat pun pernah menganut pandangan ini. Kemudian

Orang barat memperluas pengetian kurikulum. Ketika

konsep-konsep barat itu memasuki dunia islam pada akhir abaf

ke-19, dan sudah banyak pula muslim yang mengambil spesialisasi

dalam bidang pendidikan modern, maka mulailah muncul kecaman

terhadap pengertian kurikulum dalam dalam arti sempit yang masih

dianut ketika itu, misalnya oleh Universitas Al-Azhar, Universitas

Azzaituna di Tunisia, dan Universitas Al-Qurawiyyin di Maroko.

Diantara kecaman yang yang dilontarkan adalah sebagai berikut:

      

37 

(52)

46   

1. Dalam kurikulum arti sempit itu dimasukkan semua

pengalaman belajar yang diperoleh sisiwa di sekolah.

2. Perhatian hanya terpusat pada penguasaan teori dan menghafal,

kurang memperhatikan pengembangan pengaplikasian

teori-teori dan hafalan itu.

3. Terlalu memusatkan perhatian pada mempelajari hal-hal yang

telah lalu dan menyiapkan murid berdasarkan masa lalu

tersebut.

4. Kurang memeperhatikan kesesuaian materi kurikulum dengan

kemampuan, bakat, minat, dan kebutuhan siswa.

5. Kurang menggugah kreatifitas siswa.

6. Pelajaran kadang-kadang berbeda dari kenyataan-kenyataan

yang dialami sisiwa.

7. Kurang memperhatikan perbedaan individu siswa, kurikulum

cenderung menyamaratakan siswa yang sebenarnya tidak sama.

8. Tidak menggunakan pendekatan multidisiplin dalam

memecahkan permasalahan.

Kecaman-kecaman ini diperhatikan oleh para pendidik ,

lantas mereka mulai mengubah pandangan mereka tentang

kurikulum; mereka mengubah pandangannya kepada pandangan

modern. Setelah mereka berubah, mereka berpendapat bahwa

kurikulum pendidikan harus mencakup semua pengalaman siswa di

(53)

47   

kurikulum pendidikan Islam seharusnya mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

1. Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajaran

agama dan akhlak. Agama dan akhlak itu harus diambil dri

Al-Qur’an dan Hadist serta contoh-contoh dari tokoh terdahulu

yang saleh.

2. Kurikulum pendidikan islam harus memperhatikan

pengembangan menyeluruh aspek pribadi siswa, yaitu aspek

jasmani, akal dan ruhani. Untuk pengembangan menyeluruh ini

kurikulum harus bersisi mata pelajaran yang banyak, sesuai

dengan tujuan pembinaan setiap aspek itu. Oleh karena itu, di

perguruan tinggi diajarkan mata pelajaran seperti ilmu-ilmu

Al-Qur’an termasuk tafsir, dan qira’ah; ilmu-ilmu hadis termasuk

musthalah al hadist; ilmu fiqh termasuk ushulfiqh; tauhid,

filsafat, akhlak, nahwu, sharf, ‘arudl, linguistik termasuk

fonologi, dialek, balaghah, bayan, dan kritik sastra; sejarah

islam riwayat tokoh, ilmu alam, kimia, obat-obatan,

pengobatan, pembedahan, menggambar, ketrampilan dan

sebagainya. Sebagai akibatnya, bidang studi yang seharusnya

masuk kurikulum pendidikan islam sangat banyak.

Banyaknya bidang studi ini, ditambah dengan adanya

kebebasan ilmiah, melahirkan banyak sarjana ensiklopedis

(54)

48   

kindi, Al-farabi, ibn Sina, ibn Rusd, Al-Ghazali, dan Ibn

Khaldun.

3. Kurikulum pendidikan islam memperhatikan keseimbangan

antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat; jasmani, akal

dan ruhani manusia. Keseimbangan itu tentulah bersifat relatif

karena tidak dapat diukur secara objektif.

4. Kurikulum pendidikan islami memperhatikan juga seni halus,

yaitu ukir, pahat, tulis indah, gambar dan sejenisnya. Selain itu

memperhatikan juga pendidikan jasmani, latijan militer, teknik,

ketrampilan, dan bahasa asing sekalipun semuanya ini

diberikan kepada perseorangan secara efektif berdasar bakat,

minat dan kebutuhan.

5. Kurikulum pendidikan islam mempertimbangkan

perebdaan-perbedaan kebudayaan yang sering teradapat di tengah manusia

karena perbedaan tempat dan juga perbedaan zaman.

Kurikulum dirancang sesuai dengan kebudayaan itu.

Al-Abrasyi memberi judul untuk bab kurikulum dalam

bkunya dengan ‘’ prinsip yang dipertimbangkan dalam

menyiapkan kurikulum pendidikan Islam’’. Jadi, ia hanya

mengemukakan prinsip-prinsip. Menurut Al-Abrasyi, dalam

merencenakan kurikulum pendidikan islam seharusnya

(55)

49   

(1) Harus ada mata pelajaran yang ditunjukkan mendidik

ruhani atau hati. Ini berarti perlu diberikan mata pelajaran

ketauhidan. Al farabi, sang filosof, telah menempatkan ilmu

ketuhanan sebagai pengetahan tertinggi; pengetahuan

lainnya hanyalah berfungsi sebagai penyerta pengetahan

tertinggi tersebut. Ada sarjana lain yang berpendapat bahwa

pengetahuan ketuhanan merupakan pengetahuan tertinggi,

matematika merupakan pengetahan menengah, dan fisika

merupakan pengetahan terendah. Al-Namiri Al-Qurtubi

menyatakan bahwa ahli-ahli agama membagi pengetahuan

(ilmu) menjadi tiga tingkatan, yaitu, pengetahuan tertinggi,

pengetahuan menengah, dan pengetahuan terendah. Ilmu

tertinggi adalah ilmu ketuhanan, ilmu menengah adalah

ilmu pengetahuan menganai dunia seperti kedokteran dan

ilmu ukur, sedangkan pengetahan terendah adalah

pengetahuan praktis seperti bermacam-macam ketrampilan,

keseinian, renang, menunggang kuda, menulis indah. Para

filosof Muslim berpendapat bahwa ilmu-ilmu keagamaan

adalah ilmu tertinggi, dan siswa yang mempelajari ilmu ini

hendaknya tidak mempunyai tujuan-tujuan kebendaan.

Al-Ghazali membagi pengetahuan: menjadi tiga juga, yaitu

(56)

50   

ilmu dan pengetahuan terpuji seperti pengetahan mengenai

Allah.

(2) Mata pelajaran harus ada yang berisi tuntunan cara hidup,

yaitu ilmu fikih dan ilmu akhlak. Ketinggian fikih

tergambar dalam dialog berikut. Salah seorang murid imam

Syafi’i berkata bahwa pada suatu hari ia bertanya kepada

sang Imam tentang Ilmu tauhid. Imam menjawab singkat

padat. Setelah ia mengajukan pertanyaan, imam berkata

‘’apakah engkau mau saya tunjukkan ilmu yang lebih

baik?’’ ‘’Ya’’ jawab sang murid. Maka imam syafi’i

berkata, ‘’mengenai ilmu tauhid ini bila engkau benar,

engkau tidak akan diberi pahala, bila salah, engkau kafir.

Tukah engkau ilmu yang bila engkau benar engkau diberi

pahala, bila salah engkau berdosa?’’ Sang murid bertanya

‘’ilmu apa itu?’’ ‘’Ilmu Fikih’’.

(3) Mata pelajaran yang diberikan hendaknya mengandung

kelezatan ilmiah, yaitu yang sekarang disebt orang

mempelajari ilmu untuk ilmu. Ilmu dipelajari untuk

memenuhi rasa ingin tah yang ada pada setiap manusia.

(4) Mata pelajaran yang diberikan harus bermanfaat secara

praktis bagi kehidupan; dengan kata lain, ilmu itu harus

terpakai. Mantik manfaatnya adalah menghindarkan kita

(57)

51   

agar siswa terbiasa bersifat teliti dalam berfikir, berbicara,

brbuat; ilmu fikih agar siswa mengetahui cara melakukan

ibadah; nahwu bergua agar siswa terhindar dari kesalahan

dalam menulis dan berbicara; ilmu kedokteran dipelajari

agar bebas daripenyakit; mata pelajaran ketrampilan

berguna bagi siswa dalam mencari penghidupan.

(5) Mata pelajran yang diberikan berguna dalam mempelajarai

ilmu lain; yang dimaksud adalah ilmu alat seperti bahasa

dan semua cabangnya.38

2. Ciri-ciri kurikulum Pendidikan Agama Islam

Di antara ciri-ciri Umum Kurikulum Pendidikan Islam

dapat disebtkan secara ringkas sebagai berikut:

a. Ciri pertama

Menonjolnya tujuan agama dan akhlak pada berbagai

tujuan tujuannya dan kandungan-kandungan, metode-metode,

alat-alat dan tehniknya bercorak agama. Segala yang diajarkan dan

diamalkan dalam lingkungan agama dan akhlak dan berdasara pada

Al Qur’an, Sunnah, dan peninggalan orang-orang terdahulu yang

saleh. Dan dimaksudkan dengannya mencapai tujuan-tujuan agama

dan akhlak atau tujuan-tujuan kemanfaatan yang tidak bertentangan

dengan agama dan akhlak.

b. Ciri kedua

      

38

(58)

52   

Kurikulum yang benar-benar mencerminkan semangat,

pemikiran, dan ajaran-ajarannya adalah kurikulum yang luas dan

menyeluruh dalam perhatian dan kandungannya. Disamping itu dia

juga luas dalam pe

Referensi

Dokumen terkait

CM5 Coklat silverQueen mempunyai kualitas rasa yang khas dibandingkan coklat merek lain.. CM6 Saya merasa puas dengan coklat SilverQueen karena memiliki banyak

Dalam penelitian ini dirumuskan masalah yang diformulasikan sebagai berikut:1) Apakah sanksi pidana terhadap dokter yang tidak memasang papan nama telah sesuai dengan

Tugas pokok Panti Asuhan Kumuda Putra-Putri Magelang adalah memberikan perlindungan, pembinaan kepada anak terlantar (anak yatim piatu, piatu, yatim serta anak

Dari hasil analisis penelitian ini bahwa pengaruh Variabel Kualitas Pelayanan dan variabel Produk Tabungan iB Hasanah mampu menjelaskan Kepuasan Nasabah pada Bank BNI Syariah

Bahwa partai- partai politik yang dibentuk di Indonesia belum bisa lepas dari politik aliran yang menunjukkan tingginya pluralitas spektrum ideologi dan kultur

Berdasarkan hasil yang didapat melalui penilaian kuesioner yang telah diujikan pada ibu – ibu hamil dan bidan terhadap Sistem Aplikasi Buku Saku Panduan Pencegahan Anemia Pada ibu

(a) Satu bentang tergantung dengan ge!agar pengaku berupa rangka pada dua sendi!. (b) &#34;iga bentang dengan masing'masing ge!agar berupa rangka

Berkaitan dengan pembahasan skripsi ini harus diakui bahwa penelitian tentang masalah fatwa DSN-MUI tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda