• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai - Keanekaragaman Plankton di Sungai Buaya Kabupaten Sergai dan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai - Keanekaragaman Plankton di Sungai Buaya Kabupaten Sergai dan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Sungai

Sungai berperan sebagai jalur transport terhadap aliran permukaan, yang mampu mengangkut berbagai jenis bahan dan zat bila dipandang dari sudut hidrologis. Bagi ilmu limnologi sungai merupakan habitat bagi berbagai jenis organisme air yang memberikan gambaran kualitas dan kuantitas dari hubungan ekologis yang terdapat di dalamnya termasuk perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Sungai merupakan suatu sistem yang dinamis dengan segala aktivitas yang berlangsung antara komponen-komponen lingkungan yang terdapat di dalamnya. Adanya dinamika tersebut akan menyebabkan suatu sungai berada dalam keseimbangan ekologis sejauh sungai itu tidak menerima bahan-bahan asing dari luar. Pada batas-batas kisaran tertentu pengaruh bahan asing ini masih dapat ditolerir dan kondisi keseimbangan masih tetap dapat dipertahankan (Barus, 2004).

Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada permukaan bumi dibandingkan habitat air laut, tetapi bagi manusia kepentingan jauh lebih berartidibandingkan dengan luas daerahnya. Hal ini disebabkan karena: 1) habitat air tawarmerupakan sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri. 2) ekosistem air tawar menawarkan sisitem pembuangan yangmemadai dan paling murah (Odum, 1996). Barus (2004) menyatakan bahwa perairan lentik umumnya mempunyai arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama. Sementara perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi disertai pemindahan massa air berlangsung dengan cepat.

(2)

kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut (Effendi, 2003).

Sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia disepanjang aliran sungai. Manfaatannya sebagai sumber air sangat penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Sunaryo et al., (2005) pengelolaan lingkungan sungai merupakan bagian dari pengelolaan sumber daya perairan. Namun sayang sekali, asas tersebut sering diabaikan (baik dalam perencanaan danpelaksanaan) sehingga pelestarian aspek lingkungan sungai sering kali amat rendah. Pemanfaatan lahan di sekitar sungai untuk keperluan pemukiman, pertanian, dan usaha lain yang mengganggu kelancaran lingkungan sungai dapat menurunkan daya guna sungai akibat dari berbagai aktivitas melebihi daya dukung sungai atau tercemarnya air oleh zat-zat kimia yang akan mematikan kehidupan yang ada di sekitarnya dan merusak lingkungan.

2.2 Pencemaran Sungai

Sungai dapat tercemar pada daerah permukaan air, contohnya sungai yang besar dengan arus air yang deras. Sejumlah kecil bahan pencemar akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbaharui. Sebuah sungai terkadang mengalami pencemaran yang berat sehingga air mengandung bahan pencemar yang sangat besar. Hal ini mengakibatkan proses pengenceran dan biodegradasi akan sangat menurun jika arus air mengalir perlahan karena kekeringan atau penggunaan sejumlah air untuk irigasi. Hal ini juga mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut. Suhu yang tinggi dalam air menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh bakteri pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara (Darmono, 2001).

(3)

sekitar aliran sungai. Selain itu, sungai dikenal sebagai media yang efektif untuk melakukan pembuangan limbah (padat dan cair) ataupun sampah. Hal ini menyebabkan sungai rentan terhadap pencemaran (Wahyudi, 2011 dalam Yuanda et al., 2012).

Kombinasi komponen fisika, kimia dan biologi digunakan dalam memantau pencemaran air. Penggunaan salah satu komponen saja sering tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya (Prianto et al., 2010). Chahaya (2003) menyatakan bahwa penggunaan komponen fisika dan kimia saja hanya akan memberikan gambaran kualitas lingkungan sesaat dan cenderung memberikan hasil dengan penafsiran dan kisaran yang luas, oleh sebab itu penggunaan komponen biologi juga sangat diperlukan karena fungsinya yang dapat mengantisipasi perubahan pada lingkungan kualitas perairan.

Menurut Sastrawijaya (1991), banyaknya bahan pencemar dapat memberikan dua pengaruh terhadap organisme perairan yaitu membunuh spesis tertentu dan sebaliknya dapat mendukung kehidupan spesies tertentu pula. Penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemaran. Sunaryo et al.,(2005), menyatakan bahwa pemerintah Indonesia telah menetapkan limbah industri tidak boleh dilepaskan keperairan bila belum memenuhi suatu standar. Artinya, pihak industri harus membangun dan mengoperasikan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Namun dalam kenyataanya, hal ini sering dilanggar dan diacuhkan.

2.3. Plankton

2.3.1 Definisi Plankton dan Pembagiannya

(4)

Plankton merupakan organisme perairan tingkat tropik pertama dan berfungsi sebagai penyedia energi. Secara umum plankton dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni: fitoplankton yang merupakan golongan tumbuhan umumnya mempunyai klorofil (plankton nabati) dan zooplankton (golongan hewan) atau plankton hewani (Wibisono, 2005).

Berdasarkan daur hidupnya plankton dibedakan menjadi dua yakni plankton yang bersifat planktonik hanya pada sebagian daur hidupnya misalnya embrio disebut meroplankton, sedangkan organisme seluruh daur hidupnya bersifat plankton disebut holoplankton (Nyabakken, 1992).

Menurut Basmi (1995), pengelompokan plankton berdasarkan beberapa hal, yakni:

1. Nutrien pokok yang dibutuhkan, terdiri atas:

a. Fitoplankton, yakni plankton nabati (>90%) terdiri dari alga) yang mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrient-nutrient anorganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar surya.

b. Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis , dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa-sisa organism lain yang telah mati.

c. Zooplankton , yakni pada plankton hewani yang makananya sepenuhnya tergantung pada organisme lain yang masih hidup maupun partikel-partikel sisa organisme seperti detritus, disamping itu juga mengkonsumsi fitoplankton.

2. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas:

a. Limnoplankton, yakni plankton yang hidup di air tawar. b. Haliplankton, yakni plankton yang hidup di laut.

c. Hipalmyroplankton, yakni plankton yang hidupnya di air payau. d. Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di kolam.

(5)

c. Bathiplankton, yakni plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga umumnya tanpa sinar.

4. Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairan itu sendiri dan berasal dari luar, terdiri atas:

a. Autogenetik plankton, yakni plankton yang berasal dari perairan itu sendiri. b. Allogenetik plankton, yakni, plankton yang datang dari perairan lain

(hanyut terbawa oleh arus sungai).

2.3.2 Ekologi Plankton

Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangatlah penting, karena fungsinya sebagai produsen primer atau karena kemampuannya dalam mensintesa senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis (Heddy & Kurniati, 1996). Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer. Fitoplankton terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Barus, 2004).

Fitoplankton ada yang dapat tertangkap dengan jarring plankton tetapi lebih banyak lagi yang sangat halus, lolos tidak tertangkap. Fitoplankton yang sangat halus ini disebut nanoplankton ukurannya kurang dari 20 um dan sangat rapuh hingga sulit diawetkan. Di perairan Indonesia diatom paling sering ditemukan dan dinoflagelata (Nontji, 1993).

(6)

2.4. Faktor – Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Perairan

Pengukuran faktor fisik kimia perairan yang dilakukan di lapangan diukur pada setiap titik dan dirata-ratakan, hasil rata-rata menjadi nilai akhir dari faktor fisik kimia.Sedangkan pengukuran faktor fisik kimia yang dilakukan di laboratorium dilakukan dengan membuat sampel air sungai menjadi sampel komposit. Faktor fisik kimia perairan yang diukur mencakup:

a. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme (Suin, 2002). Sumber oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan fotosintesis tumbuhan hijau. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung di permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasi garam (Michael, 1984). Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) yaitu jumlah mg/l gas oksigen yang telarut dalam air. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi,

tergantung pada suhu, turbulensi air, dan tekanan atmosfer (Jeffries dan Mills, 1996

dalam Gonawi, 2009). Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin

kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kadar oksigen terlarut

di perairan tawar berkisar antara 15 mg/liter pada suhu 0º C dan 8 mg/liter pada suhu

25º C. Menurut Gonawi (2009), ada tiga sumber utama oksigen dalam air yaitu,

masukan oksigen lewat air tanah, limpasan air permukaan, fotosintesis, dan aerasi

fisik).

Menurut Barus (2004), nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar 6-8

mg/L. Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun

musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga

dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen.

b. (Biochemical Oxygen Demand) BOD

(7)

bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang dapat mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik yang dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut (Nainggolan & Susilawati, 2011). Pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga. Produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya akan sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme (Barus, 2004).

Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oloeh mikroorganisme dalam penguraian senyawa organik dalam lingkungan air Barus (2004). Wardhana (1995), menyatakan peristiwa penguraian buangan bahan-bahan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alami yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup.

c. pH air

Lewat aspek kimiawi, suasana air juga memengaruhi beberapa hal lain, misalnya kehidupan biologi dan mikrobiologi. Peranan ion hidrogen tidak penting kalau zat pelarut bukan air melainkan molekul organis seperti alkohol, bensin (hidrokarbon) dan lain-lain. Menurut SNI 06-6989.11-2004, cara uji derajat keasaman pH dalam air dan air limbah dengan menggunakan alat pH meter. Metode pengukuran pH berdasarkan pengukuran aktivitas ion hidrogen secara potensiometer/elektrometri dengan menggunakan pH meter (Nainggolan & Susilawati, 2011).

(8)

d. Intensitas Cahaya

Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan air. Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, juga dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda lain yang terdapat di dalam air, misalnya plankton. Vegetasi yang ada di sepanjang aliran air dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke dalam air (Barus, 2004).

Menurut Romimohtarto & Juwana (2001), banyaknya cahaya yang menembus permukaan perairan dan menerangi lapisan perairan setiap hari dan perubahan intensitas memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan fitoplankton. Cahaya mempunyai pengaruh yang sangat besar yaitu sebagai sumber energi untuk membantu proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi sumber makanannya.

e. Suhu

Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu relatif sempit dengan organisme daratan.Berubahnya suhu suatu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik.Naiknya suhu perairan dari yang biasa, karena pembuangan sisa pabrik, misalnya, dapat menyebabkan organisme akuatik

terganggu, sehingga dapat mengakibatkan struktur komunitasnya berubah (Suin, 2002).

(9)

Konsumsi oksigen meningkat akibat meningkatnya laju metabolisme, sementara itu kelarutan oksigen dalam air pun akan berkurang. Hal ini akan menyebabkan organisme air sulit untuk berespirasi. Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dan udara, ketinggian geografis dan faktor kanopi dari pepohonan yang tumbuh di tepi dan dapat pula disebabkan adanya limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik, penggundulan Daerah Aliran Sungai yang menyebabkan hilangnya perlindungan, sehingga badan air akan terkena cahaya matahari secara langsung yang dapat meningkatkan temperatur suatu perairan (Barus, 2004).

f. Penetrasi Cahaya

Cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi dasar perairan jika konsentrasi bahan tersuspensi atau zat terlarut tinggi. Menurut Odum (1996), menyatakan bahwa penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesis dimana habitat aquatik dibatasi oleh kedalaman, kekeruhan, terutama bila disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap, sering kali penting sebagai faktor pembatas. Dengan demikian kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air, dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada pada titik keseimbangan.

Kemampuan penetrasi cahaya yang sampai pada kedalaman tertentu akan mempengaruhi distribusi serta intensitas tumbuhan air pada perairan sungai. Koesbiono (1979), menyatakan bahwa pengaruh utama kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok. Sehingga menurunkan aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alaga, akibatnya akan menurunkan produktifitas perairan.

g. Kecepatan Arus Sungai

(10)

zooplankton, sangat ditentukan oleh aliran air. Selain itu, aliran air juga ikut berpengaruh terhadap kelarutan udara dalam air, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme air. Menurut kecepatan arus air permukaan tidak sama dengan air bagian bawah. Semakin ke bawah gerakan air biasanya semakin lambat dibanding dengan permukaan. Karena adanya perbedaan kecepatan arus antar kedalaman, maka tampak bentuk antara organisme air pada kedalaman yang berbeda tidak sama (Suin, 2002).

h. Nitrat dan Phosfat

Nitrat adalah bentuk utama dari nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil, sedangkan nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan karena bersifat tidak stabil terhadap keberadaan oksigen. Nitrat juga merupakan zat hara penting bagi organisme autotrof dan diketahui sebagai faktor pembatas pertumbuhan Eaton et al. (1995) dalam Wijaya (2009).

Phosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan dan keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif sedikit dengan konsentrasi yang relatif kecil dibandingkan nitrogen. Sumber antropogenik fosfor di perairan adalah limbah industri dan domestik, yaitu fosfor yang berasal dari deterjen (Effendi, 2003).

i. Kejenuhan Oksigen

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Jaminan penawaran ASLI dikirim kepanitia melalui kantor pos dengan alamat : Kepada Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pekerjaan Pembangunan Gedung FKUB Kankemenag

[r]

Pada hari ini SELASA tanggal TIGA PULUH SATU bulan JULI tahun DUA RIBU DUA BELAS, dimulai pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB dengan mengambil tempat di

[r]

Berdasarkan penelitian dan hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa melalui strategi pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran pendidikan

Berdasarkan penelitian pengaruh penggunaan jurnal belajar dalam pembelajaran Class Wide Peer Tutoring terhadap kemampuan berpikir kritis, hasil yang didapatkan

Faktor pertama kualitas pelayanan atau jasa adalah konsumen akan merasa puas apabila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan, kedua