• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep dan Pengertian Pemasaran - Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Hubungan Emosional Terhadap Loyalitas Nasabah Pada Pt. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Pematang Siantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep dan Pengertian Pemasaran - Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Hubungan Emosional Terhadap Loyalitas Nasabah Pada Pt. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Pematang Siantar"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Konsep dan Pengertian Pemasaran

Pemasaran tidak hanya sekedar menjual dan mengiklankan, banyak orang

beranggapan seperti itu. Maka tidak mengherankan jika setiap hari kita

disuguhkan dengan iklan di televisi, penawaran surat langsung, penawaran lewat

telepon dan melalui internet. Kotler & Armsrong (2008) memberikan definisi

pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana pribadi atau organisasi

memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan

pertukaran nilai dengan yang lain. Sedangkan menurut Miller dan Layton (2000)

pemasaran merupakan sistem total aktivitas bisnis yang dirancang untuk

merencanakan, menetapkan harga, mempromosikan dan mendistribusikan produk,

jasa dan gagasan yang mampu memuaskan keinginan pasar sasaran dalam rangka

mencapai tujuan organisasional.

Pemasaran menurut Doyle (2000) merupakan proses manajemen yang

berupaya memaksimumkan laba bagi pemegang saham, dengan jalan menjalin

relasi dengan pelanggan utama dan menciptakan keunggulan kompetitif.

Menurut kotler (2005) menyatakan bahwa ada empat konsep pemasaran

yang harus diperhatikan agar perusahaan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan

terutama agar perusahaan dapat menjadi lebih efektif dibanding dengan pesaing

dalam hal menciptakan, mengantarkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan

kepada target pasar yang telah dipilihnya. Keempat konsep pemasaran tersebut

(2)

1. Target pasar

Perusahaan harus memilih dengan seksama target pasar yang hendak

dituju serta mempersiapkan program-program pemasaran yang sesuai

target pasar tersebut sebaik-baiknya.

2. Kebutuhan-kebutuhan pelanggan

Perusahaan harus dapat memahami dan memenuhi kebutuhan serta

keinginan pelanggan agar mereka tetap mau menggunakan produk atau

pun jasa perusahaan. Costumer retention (mempertahankan pelanggan

lama) lebih penting dibandingkan Costumer attraction (menarik

pelanggan baru).

3. Pemasaran terpadu

Semua karyawan dari setiap departemen yang ada dalam suatu

perusahaan harus mendapat pelatihan dalam hal melayani pelanggan. Hal

ini bertujuan agar semua pihak yang terlibat dalam perusahaan tersebut

mempunyai satu kesatuan tujuan menciptakan kepuasan pelanggan.

4. Profitabilitas atau keuntungan

Maksud utama dari konsep pemasaran adalah membantu perusahaan

dalam mencapai tujuan sasarannya. Bagi profit organizations tujuannya

adalah keuntungan. Bagi public organizations tujuannya adalah untuk

mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dan menarik perhatian

(3)

2.1.2 Pengertian Jasa dan Karakteristik Jasa

Rangkuti (2002) mengemukakan pengertian jasa sebagai pemberian suatu

kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak ke pihak lain. Sedangkan

Kotler (2005) membagi macam-macam jasa sebagai berikut :

1. Barang berwujud murni

Tawaran ini hanya terdiri dari barang berwujud seperti sabun dan pasta

gigi, tidak ada jasa yang menyertai produk tersebut.

2. Barang berwujud yang disertai jasa

Tawaran ini terdiri dari barang berwujud yang disertai dengan satu atau

lebih jasa untuk mempertinggi daya tarik pelanggan. contohnya seperti

produsen mobil yang tidak hanya menjual mobil saja melainkan juga

kualitas dan pelayanan kepada pelanggannya.

3. Campuran

Tawaran ini terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama,

seperti restoran yang harus didukung oleh makanan dan pelayanannya.

4. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan

Tawaran ini terdiri dari jasa utama dengan jasa tambahan atau barang

pelengkap. Seperti penumpang pesawat terbang yang membeli jasa

transportasi, mereka sampai ditempat tujuan tanpa sesuatu hal terwujud

dan memperlihatkan pengeluaran mereka. Namun, perjalanan tersebut

meliputi barang-barang berwujud seperti makanan dan minuman,

potongan tiket dan majalah penerbangan. Jasa tersebut membutuhkan

barang padat modal (pesawat) agar terealisasi, akan tetapi komponen

(4)

5. Jasa murni

Tawaran ini hanya terdiri dari jasa-jasa seperti jasa penjaga bayi dan

psikoterapi.

Karakteristik jasa menurut Lovelock & Gummeson (2004) :

1. Intangibility (tidak berwujud)

Jasa ini berarti jasa yang tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar,

atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Konsep intangible ini sendiri

memiliki dua pengertian menurut Berry (1980) : (1) sesuatu yang tidak

dapat disentuh dan tidak dapat dirasakan; (2) sesuatu yang tidak mudah

didefinisikan, dirumuskan atau dipahami secara rohani.

2. Variability (Bervariasi)

Jasa ini berarti jasa yang bersifat sangat variable karena merupakan

non-standarized output yang artinya terdapat banyak variasi bentuk, kualitas

dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut

diproduksi.

3. Inseparability (tidak terpisahkan)

Jasa yang umumnya dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan,

interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus

dalam pemasaran jasa.

4. Perishability (mudah lenyap)

Jasa ini merupakan komoditas yang tidak tahan lama, tidak dapat

disimpan untuk pemakaian ulang di waktu yang akan datang, dijual

(5)

2.2 Kualitas Pelayanan

Tjiptono (2005) menyatakan kualitas pelayanan merupakan perbandingan

antara pelayanan yang diharapkan konsumen dengan pelayanan yang diterimanya.

Kualitas dari sebuah pelayanan sangat tergantung pada dua variable, yaitu

pelayanan yang diharapkan atas pelayanan yang didapatkan dan pengalaman yang

telah dialami sebelumnya pada saat mendapat pelayanan.

Gaspersz (2003) pengertian dasar dari kualitas menunjukkan bahwa kata

kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang

konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari kualitas

biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu jasa seperti

performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan

(ease of use), estetika (esthetics) dan sebagainya, seperti kualitas interaksi,

kualitas lingkungan fisik dan kualitas hasil.

Di samping pengertian kualitas seperti telah disebutkan di atas, kualitas juga

diartikan sebagai segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya

perubahan ke arah perbaikan terus-menerus, sehingga dikenal istilah “Q-MATCH

(Quality = Meets Agreed Terms and Changes).

Dalam definisi tentang kualitas, baik yang konvensional maupun yang

strategjk, dikatakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian

pokok berikut:

1. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan jasa, baik keistimewaan

langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan

pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan

(6)

2. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau

kerusakan.

Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas di atas, tampak bahwa

kualitas selalu berfokus pada pelayanan pelanggan (customer service focused

quality). Dengan demikian jasa-jasa didesain sedemikian rupa serta pelayanan

diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Karena kualitas mengacu kepada

segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu jasa yang dihasilkan

baru dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan,

dimanfaatkan dengan baik, serta dijasasi (dihasilkan) dengan cara yang baik dan

benar.

Parasuraman et al (1996) mengemukakan bahwa ciri-ciri dari kualitas jasa

adalah sebagai berikut :

a. Kualitas jasa sangat sulit untuk dilakukan evaluasi dibandingkan dengan

kualitas barang.

b. Kualitas jasa merupakan perbandingan hasil dari pandangan konsumen

antara harapan dan kenyataan.

c. Kriteria untuk menentukan kualitas jasa akhirnya dikembalikan kepada

konsumen sendiri. Pandangan pada suatu kualitas jasa dimulai bagaimana

penyedia jasa dapat memenuhi harapan konsumen.

Pada saat konsumen memiliki harapan pada jasa, kualitas akan menjadi

elemen penting. Harapan yang dimaksud berasal dari banyak faktor yaitu :

a. Word of mouth communication (komunikasi dari mulut ke mulut)

Word of mouth communication merupakan apa yang didengar dari

(7)

perusahaan, ini merupakan faktor potensial yang mempengaruhi harapan

konsumen.

b. Personal needs (kebutuhan pribadi)

Personal needs merupakan keinginan perorangan yang dapat

mempengaruhi harapan konsumen.

c. Past experience (pengalaman masa lalu)

Past experience merupakan tingkat pengalaman masa lalu yang dialami

oleh seorang konsumen yang dapat mempengaruhi tingkat harapan

konsumen tersebut.

Parasuraman (2001) menyatakan bahwa di dalam memperoleh kualitas

layanan jasa yang optimal, banyak ditentukan oleh kemampuan di dalam

memadukan unsur-unsur yang saling berkaitan di dalam menunjukkan adanya

suatu layanan yang terpadu dan utuh. Suatu kualitas layanan jasa akan komparatif

dengan unsur-unsur yang mendukungnya, yaitu: (1) adanya jasa jasa yang sesuai

dengan bentuk pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan,

(2) penyampaian informasi yang kompleks, terformalkan dan terfokus di dalam

penyampaiannya, sehingga terjadi bentuk-bentuk interaksi antara pihak yang

memberikan pelayanan jasa dan yang menerima jasa, dan (3) memberikan

penyampaian bentuk-bentuk kualitas layanan jasa sesuai dengan lingkungan jasa

yang dimiliki oleh suatu organisasi jasa.

Setiap organisasi modern dan maju senantiasa mengedepankan

bentuk-bentuk aktualisasi kualitas layanan. Kualitas layanan yang dimaksud adalah

memberikan bentuk pelayanan yang optimal dalam memenuhi kebutuhan,

(8)

yang meminta dipenuhi pelayanannya. Parasuraman (2001) mengemukakan

konsep kualitas layanan yang berkaitan dengan kepuasan ditentukan oleh lima

unsur yang biasa dikenal dengan istilah kualitas layanan “RATER”

(responsiveness, assurance, tangible, empathy dan reliability). Konsep kualitas

layanan RATER intinya adalah membentuk sikap dan perilaku dari pengembang

pelayanan untuk memberikan bentuk pelayanan yang kuat dan mendasar, agar

mendapat penilaian sesuai dengan kualitas layanan yang diterima.

Lebih jelasya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas

layanan dengan menerapkan konsep “RATER” yang dikemukakan oleh

Parasuraman (2001) sebagai berikut :

1. Daya Tanggap (Responsiveness)

Setiap karyawan dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan,

mengutamakan aspek pelayanan yang sangat mempengaruhi perilaku orang yang

mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari

karyawan untuk melayani nasabah sesuai dengan tingkat penyerapan, pengertian,

ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk pelayanan yang tidak diketahuinya. Hal

ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana, mendetail, membina,

mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-bentuk prosedur dan

mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi, sehingga bentuk pelayanan

mendapat respon positif (Parasuraman,2001).

Tuntutan pelayanan yang menyikapi berbagai keluhan dari bentuk-bentuk

pelayanan yang diberikan menjadi suatu respek positif dari daya tanggap pemberi

pelayanan dan yang menerima pelayanan. Sebaiknya pihak yang memberikan

(9)

syarat prosedur atau mekanisme, maka perlu diberikan suatu pengertian dan

pemahaman yang jelas secara bijaksana, berwibawa dan memberikan berbagai

alternatif kemudahan untuk mengikuti syarat pelayanan yang benar, sehingga

kesan dari orang yang mendapat pelaynan memahami atau tanggap terhadap

keinginan nasabah.

Suatu organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan daya

tanggap atas pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang mendapat pelayanan

sangat membutuhkan penjelasan atas pelayanan yang diberikan agar pelayanan

tersebut jelas dan dimengerti. Untuk mewujudkan dan merealisasikan hal tersebut,

maka kualitas layanan daya tanggap mempunyai peranan penting atas pemenuhan

berbagai penjelasan dalam kegiatan pelayanan kepada nasabah. Apabila pelayanan

daya tanggap diberikan dengan baik atas penjelasan yang bijaksana, penjelasan

yang mendetail, penjelasan yang membina dan penjelasan yang mengarahkan,

apabila hal tersebut secara jelas dimengerti oleh nasabah yang mendapat

pelayanan, maka secara langsung pelayanan daya tanggap dianggap berhasil.

Margaretha (2003) kualitas layanan daya tanggap adalah suatu bentuk pelayanan

dalam memberikan penjelasan, agar orang yang diberi pelayanan tanggap dan

menanggapi pelayanan yang diterima, sehingga diperlukan adanya unsur kualitas

layanan daya tanggap sebagai berikut:

a. Memberikan penjelasan secara bijaksana sesuai dengan bentuk-bentuk

pelayanan yang dihadapinya. Penjelasan bijaksana tersebut mengantar

nasabah yang mendapat pelayanan mampu mengerti dan menyetujui

(10)

b. Memberikan penjelasan yang mendetail yaitu bentuk penjelasan yang

substantif dengan persoalan pelayanan yang dihadapi, yang bersifat jelas,

transparan, singkat dan dapat dipertanggungjawabkan.

c. Memberikan pembinaan atas bentuk-bentuk pelayanan yang dianggap

masih kurang atau belum sesuai dengan syarat-syarat atau prosedur

pelayanan yang ditunjukkan.

d. Mengarahkan setiap bentuk pelayanan dari nasabah yang dilayani untuk

menyiapkan, melaksanakan dan mengikuti berbagai ketentuan pelayanan

yang harus dipenuhi.

Uraian-uraian di atas menjadi suatu interpretasi yang banyak dikembangkan

dalam suatu organisasi kerja yang memberikan kualitas layanan yang sesuai

dengan daya tanggap atas berbagai pelayanan yang ditunjukkan. Inti dari

pelayanan daya tanggap dalam suatu organisasi berupa pemberian berbagai

penjelasan dengan bijaksana, mendetail, membina dan mengarahkan.

2. Jaminan (Assurance)

Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang

diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan

dari karyawan yang memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima

pelayanan merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang

dilakukan akan tuntas dan selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan,

kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang diberikan (Parasuraman, 2001).

Jaminan atas pelayanan yang diberikan oleh karyawan sangat ditentukan

oleh performance atau kinerja pelayanan, sehingga diyakini bahwa karyawan

(11)

yang berdampak pada kepuasan pelayanan yang diterima. Selain dari performance

tersebut, jaminan dari suatu pelayanan juga ditentukan dari adanya komitmen

organisasi yang kuat, yang menganjurkan agar setiap karyawan memberikan

pelayanan secara serius dan sungguh-sungguh untuk memuaskan nasabah yang

dilayani. Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan terhadap karyawan yang

memiliki perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik dalam

memberikan pelayanan, tentu akan berbeda karyawan yang memiliki watak atau

karakter yang kurang baik dan yang kurang baik dalam memberikan pelayanan

(Margaretha, 2003).

Inti dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu

kepada kepuasan pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap karyawan, komitmen

organisasi yang menunjukkan pemberian pelayanan yang baik dan perilaku dari

karyawan dalam memberikan pelayanan, sehingga dampak yang ditimbulkan dari

segala aktivitas pelayanan tersebut diyakini oleh orang-orang yang menerima

pelayanan, akan dilayani dengan baik sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan

yang dapat diyakini sesuai dengan kepastian pelayanan. Margaretha (2003) suatu

organisasi memerlukan adanya kepercayaan yang diyakini sesuai dengan

kenyataan bahwa organisasi tersebut mampu memberikan kualitas layanan yang

dapat dijamin sesuai dengan:

a. Mampu memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap karyawan

akan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan

berkualitas, dan hal tersebut menjadi bentuk konkrit yang memuaskan

(12)

b. Mampu menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan

bentuk-bentuk integritas kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai dengan

aplikasi dari visi, misi suatu organisasi dalam memberikan pelayanan.

c. Mampu memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku yang

ditunjukkan, agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai dengan

perilaku yang dilihatnya.

Uraian ini menjadi suatu penilaian bagi suatu organisasi dalam

menunjukkan kualitas layanan asuransi (jaminan) kepada setiap orang yang diberi

pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk kepuasan pelayanan yang dapat diberikan,

memberikan pelayanan yang sesuai dengan komitmen kerja yang ditunjukkan

dengan perilaku yang menarik, meyakinkan dan dapat dipercaya, sehingga segala

bentuk kualitas layanan yang ditunjukkan dapat membuat nasabah menjadi lebih

loyal.

3. Bukti Fisik (Tangible)

Pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi

nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh karyawan sesuai dengan

penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang

diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan

yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian

pelayanan yang diberikan (Parasuraman, 2001).

Berarti dalam memberikan pelayanan, setiap orang yang menginginkan

pelayanan dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang ditunjukkan oleh

pengembang pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan memberikan

(13)

pelayanan yang tersedia, teknologi pelayanan yang digunakan, performance

pemberi pelayanan yang sesuai dengan karakteristik pelayanan yang diberikan

dalam menunjukkan prestasi kerja yang dapat diberikan dalam bentuk pelayanan

fisik yang dapat dilihat.

Bentuk-bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan sebagai kualitas layanan

dalam rangka meningkatkan prestasi kerja, merupakan salah satu pertimbangan

dalam manajemen organisasi. Arisutha (2005) menyatakan prestasi kerja yang

ditunjukkan oleh individu sumberdaya manusia, menjadi penilaian dalam

mengaplikasikan aktivitas kerjanya yang dapat dinilai dari bentuk pelayanan fisik

yang ditunjukkan. Biasanya bentuk pelayanan fisik tersebut berupa kemampuan

menggunakan dan memanfaatkan segala fasilitas alat dan perlengkapan di dalam

memberikan pelayanan, sesuai dengan kemampuan penguasaan teknologi yang

ditunjukkan secara fisik dan bentuk tampilan dari pemberi pelayanan sesuai

dengan perilaku yang ditunjukkan. Dalam banyak organisasi, kualitas layanan

fisik terkadang menjadi hal penting dan utama, karena orang yang mendapat

pelayanan dapat menilai dan merasakan kondisi fisik yang dilihat secara langsung

dari pemberi pelayanan baik menggunakan, mengoperasikan dan menyikapi

kondisi fisik suatu pelayanan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu organisasi modern dan maju,

pertimbangan dari para pengembang pelayanan, senantiasa mengutamakan bentuk

kualitas kondisi fisik yang dapat memberikan apresiasi terhadap orang yang

memberi pelayanan. Martul (2004) menyatakan bahwa kualitas layanan berupa

kondisi fisik merupakan bentuk kualitas layanan nyata yang memberikan adanya

(14)

menjadi suatu penilaian dalam menentukan kemampuan dari pengembang

pelayanan tersebut memanfaatkan segala kemampuannya untuk dilihat secara

fisik, baik dalam menggunakan alat dan perlengkapan pelayanan, kemampuan

menginovasi dan mengadopsi teknologi, dan menunjukkan suatu performance

tampilan yang cakap, berwibawa dan memiliki integritas yang tinggi.

Margaretha (2003) melihat dinamika dunia kerja dewasa ini yang

mengedepankan pemenuhan kebutuhan pelayanan maka, identifikasi kualitas

layanan fisik mempunyai peranan penting dalam memperlihatkan kondisi-kondisi

fisik pelayanan tersebut. Identifikasi kualitas layanan fisik (tangible) dapat

tercermin dari aplikasi lingkungan kerja berupa:

a. Kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggunakan

alat dan perlengkapan kerja secara efisien dan efektif.

b. Kemampuan menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai akses

data dan inventarisasi otomasi kerja sesuai dengan dinamika dan

perkembangan dunia kerja yang dihadapinya.

c. Kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan yang

menunjukkan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.

Uraian ini secara umum memberikan suatu indikator yang jelas bahwa

kualitas layanan sangat ditentukan menurut kondisi fisik pelayanan, yang inti

pelayanannya yaitu kemampuan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja

yang dapat dilihat secara fisik, mampu menunjukkan kemampuan secara fisik

dalam berbagai penguasaan teknologi kerja dan menunjukkan penampilan yang

sesuai dengan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.

(15)

4. Empati (Empathy)

Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman

dan pengertian dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal

yang berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan

berkualitas apabila setiap pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki

adanya rasa empati (empathy) dalam menyelesaikan atau mengurus atau memiliki

komitmen yang sama terhadap pelayanan (Parasuraman, 2001).

Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan,

simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dengan

pelayanan untuk mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan sesuai

dengan tingkat pengertian dan pemahaman dari masing-masing pihak tersebut.

Pihak yang memberi pelayanan harus memiliki empati memahami masalah dari

pihak yang ingin dilayani. Pihak yang dilayani juga seharusnya memahami

keterbatasan dan kemampuan orang yang melayani, sehingga keterpaduan antara

pihak yang melayani dan mendapat pelayanan memiliki perasaan yang sama.

Artinya setiap bentuk pelayanan yang diberikan kepada orang yang dilayani

diperlukan adanya empati terhadap berbagai masalah yang dihadapi orang yang

membutuhkan pelayanan. Pihak yang menginginkan pelayanan membutuhkan

adanya rasa kepedulian atas segala bentuk pengurusan pelayanan, dengan

merasakan dan memahami kebutuhan tuntutan pelayanan yang cepat, mengerti

berbagai bentuk perubahan pelayanan yang menyebabkan adanya keluh kesah dari

bentuk pelayanan yang harus dihindari, sehingga pelayanan tersebut berjalan

sesuai dengan aktivitas yang diinginkan oleh pemberi pelayanan dan yang

(16)

Margaretha (2003) bahwa suatu bentuk kualitas layanan dari empati

orang-orang pemberi pelayanan terhadap yang mendapatkan pelayanan harus

diwujudkan dalam lima hal yaitu:

a. Mampu memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan yang

diberikan, sehingga nasabah yang dilayani merasa menjadi orang yang

penting.

b. Mampu memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang

diberikan, sehingga nasabah yang dilayani mempunyai kesan bahwa

pemberi pelayanan menyikapi pelayanan yang diinginkan.

c. Mampu menunjukan rasa simpatik atas pelayanan yang diberikan,

sehingga nasabah yang dilayani merasa memiliki wibawa atas pelayanan

yang dilakukan.

d. Mampu menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas

berbagai hal yang dilakukan, sehingga nasabah yang dilayani menjadi

tertolong menghadapi berbagai bentuk kesulitan pelayanan.

Bentuk-bentuk pelayanan ini menjadi suatu yang banyak dikembangkan

oleh para pengembang organisasi, yang bertujuan memberikan kualitas layanan

yang sesuai dengan dimensi empati atas berbagai bentuk-bentuk permasalahan

pelayanan yang dihadapi oleh yang membutuhkan pelayanan, sehingga dengan

dimensi empati ini, seorang karyawan menunjukkan kualitas layanan sesuai

(17)

5. Kehandalan (Reliability)

Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal, artinya dalam

memberikan pelayanan, setiap karyawan diharapkan memiliki kemampuan dalam

pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang

tinggi, sehingga aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan

yang memuaskan dan berkualitas, tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan

atas pelayanan yang diterima oleh penerima layanan (Parasuraman, 2001).

Tuntutan kehandalan karyawan dalam memberikan pelayanan yang cepat,

tepat, mudah dan lancar menjadi syarat penilaian bagi orang yang dilayani dalam

memperlihatkan aktualisasi kerja karyawan dalam memahami lingkup dan uraian

kerja yang menjadi perhatian dan fokus dari setiap karyawan dalam memberikan

pelayanannya.

Inti pelayanan kehandalan adalah setiap karyawan memiliki kemampuan

yang handal, mengetahui mengenai seluk belum prosedur kerja, mekanisme kerja,

memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan

prosedur kerja dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan

yang benar kepada setiap bentuk pelayanan yang belum dimengerti oleh

masyarakat, sehingga memberi dampak positif atas pelayanan tersebut yaitu

karyawan memahami, menguasai, handal, mandiri dan profesional atas uraian

kerja yang ditekuninya (Parasuraman, 2001).

Sunyoto (2004) kehandalan dari suatu individu organisasi dalam

memberikan pelayanan sangat diperlukan untuk menghadapi gerak dinamika kerja

(18)

individu karyawan. Kehandalan dari seorang karyawan yang berprestasi, dapat

dilihat dari:

a. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat

pengetahuan terhadap uraian kerjanya.

b. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang terampil sesuai dengan

tingkat keterampilan kerja yang dimilikinya dalam menjalankan aktivitas

pelayanan yang efisien dan efektif.

c. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan

pengalaman kerja yang dimilikinya, sehingga penguasaan tentang uraian

kerja dapat dilakukan secara cepat, tepat, mudah dan berkualitas.

d. Kehandalan dalam mengaplikasikan penguasaan teknologi untuk

memperoleh pelayanan yang akurat dan memuaskan sesuai hasil output

penggunaan teknologi yang ditunjukkan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dipahami bahwa kualitas layanan

dari kehandalan dalam suatu organisasi dapat ditunjukkan kehandalan pemberi

pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk karakteristik yang dimiliki oleh

karyawan, sesuai dengan keberadaan organisasi tersebut. Seorang karyawan dapat

handal apabila tingkat pengetahuannya digunakan dengan baik dalam memberikan

pelayanan yang handal, kemampuan keterampilan yang dimilikinya diterapkan

sesuai dengan penguasaan bakat yang terampil, pengalaman kerja mendukung

setiap karyawan untuk melaksanakan aktivitas kerjanya secara handal dan

penggunaan teknologi menjadi syarat dari setiap karyawan yang handal untuk

melakukan berbagai bentuk kreasi kerja untuk memecahkan berbagai

(19)

2.3 Hubungan Emosional

Hubungan adalah kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih yang

memudahkan proses pengenalan satu akan yang lain. Hubungan terjadi dalam

setiap proses kehidupan manusia. Hubungan dapat dibedakan menjadi hubungan

dengan teman sebaya, orangtua, keluarga, dan lingkungan sosial. Secara garis

besar, hubungan terbagi menjadi hubungan positif dan negatif. Hubungan positif

terjadi apabila kedua pihak yang berinteraksi merasa saling diuntungkan satu

sama lain dan ditandai dengan adanya timbal balik yang serasi. Sedangkan,

hubungan yang negatif terjadi apabila suatu pihak merasa sangat diuntungkan dan

pihak yang lain merasa dirugikan. Dalam hal ini, tidak ada keselarasan timbal

balik antara pihak yang berinteraksi. Lebih lanjut, hubungan dapat menentukan

tingkat kedekatan dan kenyamanan antara pihak yang berinteraksi. Semakin dekat

pihak-pihak tersebut akan dibawa kepada tingkat yang lebih tinggi.

Buttle (2004) menyatakan bahwa suatu hubungan terdiri atas serangkaian

episode yang terjadi atara dua belah pihak dalam rentang waktu tertentu. Ini

artinya suatu hubungan tidak dapat terjalin secara spontanitas atau dalam jangka

pendek. Masing- masing episode terdiri atas serangkaian interaksi,

episode-episode seperti konsumen yang melakukan transaksi, menanyakan detail sebuah

produk ataupun menimbang-nimbang produk yang ditawarkan bahkan produsen

yang mengunjungi konsumen. Kemampuan dalam membina hubungan merupakan

suatu keterampilan yang dapat menangani emosi dengan baik ketika berhubungan

(20)

berinteraksi dengan menggunakan keterampilan untuk mempengaruhi dan

memimpin serta menyelesaikan permasalahan dengan cermat

Emosi adalah perasaan intens yang ditunjukkan kepada seseorang atau

sesuatu. Emosi adalah reaksi terhadap seseorang atau kejadian. Emosi dapat

ditunjukkan ketika merasa senang mengenai sesuatu, marah kepada seseorang,

ataupun takut terhadap sesuatu. Kata Emosi berasal dari bahasa Perancis, emotion

dari emouvoir yang berarti kegembiraan

Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi

merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dari dalam individu. Dapat

disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan yang mendorong individu untuk

merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam

maupun dari luar dirinya.

Dalam industri jasa, menata keluaran dan respons emosional pelanggan

yang positif akan berkembang ke seluruh bagian perusahaan, yang akan

menghasilkan peningkatan loyalitas pada merek penyedia jasa tersebut. Salah satu

aspek yang sangat penting dari loyalitas nasabah adalah hubungan emosional

antara konsumen dengan pihak penyedia jasa. Konsumen yang memiliki loyalitas

sejatinya merasakan adanya hubungan emosional dengan pihak penyedia jasanya.

hubungan emosi ini membuat nasabah menjadi loyal dan mendorong mereka

untuk tetap melakukan transaksi, nasabah yang merasa puas akan layanan tersebut

akan dengan senang hati merekomendasikannya kepada orang lain.

Menciptakan emosi dan perasaan positif sangat penting dalam membangun

sebuah hubungan. Loyalitas adalah bukti dari emosi yang mentransformasikan

(21)

Technology menyebutkan bahwa 15% keberhasilan seseorang dalam bisnis dan

pekerjaannya ditentukan oleh pengetahuan dan keahliannya, sedangkan 85%

ditentukan oleh keterampilan dalam berkomunikasi dan membina hubungan

dengan orang lain. Dapat disimpulkan bahwa hubungan emosional merupakan

kondisi dimana produsen dan konsumen memiliki kesinambungan interaksi dan

adanya timbal balik yang serasi satu sama lain karena terciptanya hubungan baik

yang berlangsung secara berkesinambungan sehingga menimbulkan emosi positif

terhadap kedua belah pihak.

Buttle (2004) menyatakan bahwa model perkembangan hubungan

menunjukkan dua atribut yang mencolok, yakni :

1. Kepercayaan

Kepercayaan adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya.

Berkembangnya kepercayaan merupakan investasi penting dalam

membina hubungan yang saling menguntungkan dalam jangka panjang.

Jika dua belah pihak saling memercayai maka keduanya akan terdorong

untuk menanamkan investasi lebih besar dalam jalinan hubungan

tersebut. Kalau kepercayaan itu tidak ada maka akan timbul konflik dan

ketidakpastian hingga akhirnya jalinan kerjasama yang diharapkan akan

runtuh dengan sendirinya. Seseorang dapat mempercayai

karakteristik-karakteristik tertentu dari orang lain, seperti :

a. Kejujuran, keyakinan bahwa pihak lain pasti dapat dipercayai.

b. Kebaikan hatinya, keyakinan bahwa salah satu pihak akan bertindak

(22)

c. Kompetensi, keyakinan bahwa pihak lain memiliki kepakaran yang

diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau misi.

2. Komitmen

Komitmen adalah modal yang amat penting dalam membangun

hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan. Morgan dan

Hunt (1994) menyatakan bahwa komitmen dalam suatu hubungan

adalah sebagai berikut : keyakinan dari salah satu mitra akan

pentingnya arti membangun hubungan jangka panjang yang langgeng

dalam mitra lainnya, yang mendorong pihaknya untuk menempuh upaya

maksimum untuk memelihara hubungan itu; atau dengan kata lain, pihak

yang memegang teguh komitmen itu akan menempuh segala upaya

untuk mempertahankan hubungan itu agar terus berlangsung dalam

waktu yang tidak terbatas.

Seiring dengan semakin mendalamnya hubungan itu, kepercayaan dan

komitmen kedua belah pihak akan berkembang dengan sendirinya. Aspek

pengeluaran dan pemasukan dalam perhitungan rugi laba sangat dipengaruhi oleh

keberhasilan mempertahankan nasabah. Hubungan emosional akan terjalin dengan

semakin dalamnya hubungan antara nasabah dengan pihak bank. Emosional

nasabah dapat dijaga dengan baiknya hubungan yang terjalin dari kepercayaan

dan komitmen antara kedua belah pihak.

Kepiawaian mengelola kesetiaan nasabah akan mendatangkan dua

keuntungan sekaligus. Pertama, biaya pemasaran dapat ditekan. Bank tidak perlu

mengeluarkan dana tambahan untuk mencari pengganti nasabah yang kabur.

(23)

semakin dapat memahami kemauan para nasabahnya. Nasabah semakin mengerti

apa yang dapat dilakukan oleh bank untuk mereka dan bank juga lebih tanggap

terhadap keinginan dan tuntutan nasabahnya sehingga mereka dapat menyediakan

jasa secara efektif.

2.4 Loyalitas Pelanggan

Wulf et al (2001) mendefinisikan loyalitas sebagai besarnya konsumsi dan

frekuensi pembelian yang digunakan oleh seorang konsumen terhadap suatu

perusahaan. Sedangkan menurut Sheth dan Mittal (2004), loyalitas pelanggan

merupakan komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok,

berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang

konsisten.

Sedangkan menurut Lovelock et al (2010) menyatakan bahwa loyalitas

adalah satu kata lama yang biasanya digunakan untuk menggambarkan kesetiaan

dan kepatuhan terhadap negara, gerakan atau individu. Belakangan ini, loyalitas

digunakan dalam konteks bisnis, untuk menggambarkan kesediaan pelanggan agar

senantiasa menggunakan produk perusahaan dalam jangka panjang, apalagi jika

menggunakannya secara eksklusif, dan merekomendasikan produk-produk

perusahaan kepada teman dan rekannya. Pelanggan yang telah loyal memberikan

keuntungan bagi perusahaan. Menurut Griffin (2003) pelanggan yang loyal adalah

orang yang :

1. Melakukan pembelian berulang secara teratur.

2. Membeli antarlini produk dan jasa.

3. Mereferensikan kepada orang lain.

(24)

Griffin (2003) menyatakan ada empat jenis loyalitas, empat jenis loyalitas

yang berbeda ini muncul bila ketertarikan rendah dan tinggi diklasifikasi-silang

dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi. Berikut ini merupakan jenis

loyalitas :

Tinggi Rendah

Tinggi Loyalitas premium Loyalitas tersembunyi

Rendah Loyalitas yang lemah Tanpa loyalitas

Sumber : Griffin (2003)

Gambar 2.1 : Empat jenis loyalitas 1. Tanpa loyalitas

Keterikatan dengan suatu layanan dikombinasikan dengan tingkat

pembelian yang berulang yang rendah menunjukaan tidak adanya

loyalitas.

2. Loyalitas yang lemah

Keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian yang berulang yang

tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah. Pelanggan ini membeli karena

terbiasa.

3. Loyalitas tersembunyi

Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian

berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi. Bila

K

et

er

ika

tan R

el

at

if

(25)

pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, ini merupakan pengaruh

situasi dan bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang.

4. Loyalitas premium

Loyalitas premium terjadi bila ada tingkat keterkaitan yang tinggi dan

tingkat pembelian berulang yang juga tinggi. Pada tingkat preferensi

paling tinggi tersebut, orang bangga karena menemukan dan

menggunakan produk atau jasa tertentu dan senang membagi

(26)

2.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Judul Penelitian Tekhnik Analisis kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk dan nilai nasabah terhadap loyalitas nasabah (studi kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk pada Bank BTN Syariah Cabang Bandung kasus pada Bank BRI

(27)

Lanjutan Tabel 2.1 kualitas produk dan nilai nasabah terhadap kepuasan

Kerangka konseptual atau disebut juga kerangka teoritis menurut Erlina

(2011) kerangka konseptual adalah “suatu model yang menerangkan bagaimana

hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui

dalam suatu masalah tertentu. Kerangka teoritis akan menghubungkan secara

teoritis antara variabel-variabel penelitian, yaitu antara variabel bebas dengan

variabel terikat.”

Loyalitas pelanggan merupakan kesediaan pelanggan agar senantiasa

menggunakan jasa perusahaan tertentu dalam jangka panjang, menggunakannya

secara eksklusif dan merekomendasikannya kepada orang lain. Menurut Griffin

(2003) pelanggan yang loyal adalah pelanggan yang :

1. Melakukan pembelian berulang secara teratur.

2. Membeli antarlini produk dan jasa.

(28)

4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.

Dharmesta (1999) menyatakan bahwa loyalitas terjadi apabila pelanggan

merasa puas dengan merek atau kualitas pelayanan yang diterimanya dan berniat

untuk melanjutkan hubungannya dengan perusahaan tersebut.

Selain kualitas pelayanan, dewasa ini peran emosi dalam organisasi juga

telah mendapatkan banyak perhatian dari para peneliti. Terlebih lagi fokus pada

emosi dan perilaku nasabahnya, dengan lebih menyoroti pada hubungan antara

emosi yang diperlihatkan oleh penyedia jasa dan keluarannya seperti mood

nasabah, kepuasan nasabah dan perilaku nasabah. Tingkah laku karyawan ketika

menunjukkan emosi yang diinginkan ketika terjadi transaksi jasa telah

meningkatkan mood positif dari konsumen (Pugh, 2001). Apabila nasabah merasa

mendapatkan pelayanan yang baik dari karyawan bank dan terjadi hubungan

emosional antara karyawan bank dan nasabah maka loyalitas nasabah juga akan

terjaga dengan baik.

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kualitas

pelayanan yang terdiri dari (Responsiveness, Assurance, Tangible, Empathy,

Reliability) dan Hubungan Emosional terhadap Loyalitas Nasabah. Maka

(29)

Gambar 2.2 : Kerangka Konseptual

2.7 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Daya Tanggap (Responsiveness) berpengaruh positif dan signifkan

terhadap loyalitas nasabah PT. Bank Muamalat,Tbk Cabang Pematang

Siantar.

2. Jaminan (Assurance) berpengaruh positif dan signifkan terhadap

loyalitas nasabah PT. Bank Muamalat,Tbk Cabang Pematang Siantar. Loyalitas Nasabah

(Y) Daya Tanggap

(Responsiveness) (X1)

Hubungan Emosional (X6)

Kehandalan (Reliability) (X5)

Empati (Empathy) (X4)

Bukti Fisik (Tangible) (X3)

(30)

3. Bukti Fisik (Tangible) berpengaruh positif dan signifkan terhadap

loyalitas nasabah PT. Bank Muamalat,Tbk Cabang Pematang Siantar.

4. Empati (Empathy) berpengaruh positif dan signifkan terhadap loyalitas

nasabah PT. Bank Muamalat,Tbk Cabang Pematang Siantar.

5. Kehandalan (Reliability) berpengaruh positif dan signifkan terhadap

loyalitas nasabah PT. Bank Muamalat,Tbk Cabang Pematang Siantar.

6. Hubungan Emosional berpengaruh positif dan signifkan terhadap

Gambar

Gambar 2.1 : Empat jenis loyalitas
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2 : Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu teknik pembibitan yang dapat menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak, secara genetik bersifat seragam, serta memiliki perakaran yang kuat adalah melaluiteknik

Abdi dalem dalam aturan Keraton Yogyakarta terbagi dalam dua golongan besar, yaitu Para abdi dalem Punokawan merupakan abdi dalem yang mendapatkan gaji dari pihak kraton

Penelitian ini merupakan studi deskriptif yang bertujuan menggambarkan kesiapan pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dalam implementasi e-government menuju Smart province

T1 Tumor ≤ 3cm , di kelilingi oleh paru-paru atau pleura visceral, tidak ada bukti bronkoskopi invasi lebih proksimal dari bronkus lobus (tidak dibronkus utama), penyebaran

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh faktor kepribadian, faktor kognitif dan faktor lingkungan terhadap stres pada pasien hipertensi di Puskesmas Wisata

Analisis Pengaruh Promosi, Motivasi dan Gaya Hidup Terhadap Keputusan Nasabah Menggunakan Produk Bank Syariah dengan Minat Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada

undang-undang di Indonesia tidak banyak memberikan perlindungan terhadap korban bila dibandingkan dengan perlindungan hukum yang diberikan kepada pelaku tindak

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu kelompok yang diresusitasi dengan CPTD menunjukkan hasil yang signifikan lebih rendah pada apoptosis, dengan caspace cascade, AIF dan