TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Lokasi
Danau Toba terbentuk sebagai akibat terjadinya runtuhan (depresi) tektonik
vulkanis yang dasysat pada zaman Pleiopleistosen dengan luas 1100 km2.
Ketinggian permukaan air Danau Toba yang pernah diamati dan dicatat adalah sekitar
± 906 meter dpl (diatas permukaan laut). Kedalaman air Danau Toba berkisar 400 –
600 meter dan terdapat di depan teluk Haranggaol (± 460 meter) dan disamping Tao
Silalahi yang relatif memiliki area yang luas (± 445 meter). Jenis tanah yang terdapat
disekeliling Danau Toba mempunyai sifat kepekaan terhadap erosi yang cukup tinggi.
Hal ini dapat kita lihat banyaknya bagian yang terkena longsor dan adanya singkapan
batuan sesi (PPT Bogor, 1990).
Daerah Tangkapan Air Danau Toba telah terindikasi adanya penebangan
hutan secara liar di kawasan Danau Toba dan menurunkan kapasitas resapan
kawasan hutan terhadap air hujan. Pembukaan hutan untuk di konversi menjadi lahan
pertanian akan mengakibatkan lahan terbuka sehingga akan meningkatkan laju erosi,
transpor sedimen maupun meningkatkan aliran permukaan. Kemampuan resapan
kawasan yang telah dibuka penutupan hutannya juga akan menurunkan kemampuan
lahan meresapkan air hujan. Peningkatan aliran permukaan dan penurunan resapan ini
juga akan mengganggu keseimbangan/neraca air danau dan menurunkan fungsi
hidrologis DTA secara umum (LIPI, 2014).
Nurdin Tampubolon dalam website rotanindonesia mengatakan bahwa
tingkat mencemaskan. Penggundulan hutan di sana, bukan hanya menghilangkan
keindahan alam, tetapi juga mengakibatkan permukaan air Danau Toba tidak stabil
dan cenderung menurun. Nurdin memperkirakan kerusakan hutan penyangga di
sekitar kawasan Danau Toba akibat kegiatan pemanfaatan hutan yang berkisar 70 -80
%. Beliau menegaskan perambahan itu bukan hanya disebabkan pembalak liar, tetapi
pemanfaatan hutan oleh perusahaan tertentu sehingga memperparah kerusakan dan
penggundulan hutan. Penggundulan hutan di kawasan Danau Toba telah mengancam
kehidupan masyarakat yang bermukim di pinggiran Danau Toba. Pada musim hujan
tiba, sebagian besar daerah yang berada di sekitar kawasan danau terancam bencana
alam, seperti banjir bandang dan longsor, sebagaimana yang belum lama ini menimpa
masyarakat Desa Sabulan dan Desa Rangsang Bosi, Kecamatan Sitio-tio Kabupaten
Samosir.
Morfologi Tanaman Sukun
Sukun adalah tumbuhan dari genus Artocarpus dalam famili Moraceae yang
banyak terdapat di kawasan tropik seperti Malaysia dan Indonesia. Ketinggian
tanaman ini bisa mencapai 20 meter. Di pulau Jawa tanaman ini dijadikan tanaman
budidaya oleh masyarakat. Buahnya terbentuk dari keseluruhan kelopak bunganya,
berbentuk bulat atau sedikit bujur dan digunakan sebagai bahan makanan alternatif.
Kulit buahnya berwarna hijau kekuningan dan terdapat segmen-segmen petak
berbentuk poligonal. Segmen poligonal ini dapat menentukan tahap kematangan buah
sukun (Mustafa 1998).
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dillenidae
Ordo : Urticales
Famili
Genus
Spesies : Artocarpus communisForst
1. Pohon dan cabang
Pohon sukun berbentuk piramida, tingginya mencapai 10 meter. Pohon sukun
membentuk percabangan sejak ketinggian 1,5 m dari tanah. Percabangan melebar ke
samping. Tekstur kulitnya sedang, dan warna kulitnya hijau kecoklat-coklatan. Pohon
sukun yang dipangkas akan cepat membentuk cabang kembali (Pitojo, 1999).
2. Daun
Tajuk daun rimbun, bentuk daun oval panjang dengan belahan daun simetris
karena didukung oleh tulang daun yang menyirip simetris. Panjang daun 65 cm dan
lebar daun 45 cm dengan tangkai daun 7 cm. Ujung daun meruncing. Tepi daun
bercangap menyirip, kadang-kadang siripnya bercabang. Muka daun bagian atas
bagian bawah kusam, posisi daun mendatar dan lebar, dan menghadap ke atas. Jarak
antar daun bervariasi antara 2-10 cm (Pitojo, 1999).
3. Akar dan Perakaran Sukun
Perakaran sukun dapat diikuti dengan baik sejak di persemaian. Setelah bibit
sukun ditanam di lapangan, akar akan tumbuh dari stek akar, kemudian membesar
bulat dan memanjang diikuti dengan ranting-ranting akar yang mengecil, disertai
adanya rambut-rambut akar (Pitojo, 1999).
Letak akar masuk ke dalam tanah, ada pula yang tumbuh mendatar dan sering
tersembunyi di permukaan tanah. Panjang akar dapat mencapai 6 meter. Warna kulit
akar coklat kemerah-merahan. Tekstur kulit akar sedang, mudah terluka dan mudah
mengeluarkan getah. Apabila akar terpotong atau terluka akan memacu tumbuhnya
pertunasan (Pitojo, 1999).
4. Buah
Sukun termasuk buah yang berbuah sepanjang tahun. Pembentukan buah
sukun tidak didahului dengan proses pembuahan bakal biji (partenocarpy), sehingga
buah sukun tidak memiliki biji. Bakal buah terus membesar membentuk bulat atau
agak lonjong. Buah akan menjadi tua setelah 3 bulan sejak menculnya bunga betina.
Buah yang muncul awal akan menjadi tua lebih dahulu, kemudian diikuti buah
berikutnya. Tanda-tanda buah sukun tua yang siap untuk dipetik adalah bila kulit
buah yang semula kasar telah berubah menjadi halus, warna kulit buah berubah dari
hijau muda menjadi hijau kekuningan kusam. Selain itu nampak bekas getah yang
segmen-segmen petak berbentuk poligonal pada kulitnya. Segmen poligonal ini dapat
menentukan tahap kematangan buah sukun. Poligonal yang lebih besar menandakan
buahnya telah matang sedangkan buah yang belum matang mempunyai
segmen-segmen poligonal yang lebih kecil dan lebih padat (Alrasjid 1993 dalam LitBangHut,
2003).
5. Bunga
Bunganya berumah satu. Bunga jantan berbentuk kecil memanjang dan bunga
betina berbentuk bulat sampai bulat panjang. Kedua jenis bunga tersebut berwarna
hijau disaat muda dan setelah tua berwarna kekuningan. Umur bunga jantan dan
betina relatif pendek, bunga jantan 25 hari dan bunga betina + 90 hari, letaknya bunga
jantan atau betina berada pada pangkal daun(Direktorat Reboisasi, 1995).
Persyaratan Tumbuh Tanaman Sukun
Tanaman sukun dapat ditanam pada tempat mulai dari dataranrendah sampai
tinggi yaitu 0-700 m di atas permukaan laut (mdpl) dengan ketinggian optimum 600
m, rata-rata curah hujannya 1000-2.500 mm/tahun dan rata-rata suhu tahunan 21-35
o
C. Iklim mikroyang baik untuk pertumbuhan tanaman sukun adalah pada
lahanterbuka dan banyak menerima sinar matahari, sebagai indikator adalahapabila
tanaman keluwih bisa tumbuh dengan baik maka sukun jugabisa tumbuh asal
daerahnya tidak berkabut. Sukun dapat tumbuh pada semua jenis tanah (tanah
podsolikmerah kuning, tanah berkapur, tanah berpasir), namun akan lebih baikbila
ditanam pada tanah gembur yang bersolum dalam, berhumus dantersedia air tanah
yang memiliki kadar garam tinggi.Tanaman sukun mulai berbuah pada umur 4 tahun
bila ditanam ditempat terbuka dan umur tujuh tahun bila ternaungi (Alrasjid, 1993).
Di Indonesia sukun mempunyai daerah tempat tumbuh alami yang cukup luas
yaitu di Yogyakarta, Cilacap, Blitar, Banyuwangi, dan gugus kepulauan Kayangan.
Sedangkan di luar Jawa terdapat di Sumatera (Aceh, Batak, Nias), Nusa Tenggara
(Bali, Bima, Sumba, dan Flores), Sulawesi (Gorontalo, Bone), Maluku dan Irian
(LitBangHut, 2003).
Sejak jaman dahulu, tanaman sukun (Artocarpus CommunisForst) banyak
dikenal dandibudayakan masyarakat. Tanaman sukun merupakan tanaman multiguna,
dimana: buah dapatdigunakan sebagai bahan makanan, bunga digunakan sebagai
bahan ramuan obat-obatan;daundapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan
kayunya dapat digunakan sebagai bahan perkakas rumah tangga. Sampai saat ini,
pengembangan dan pemanfaatan tanaman sukun masih terbatas,belum dibudidayakan
secara intensif, buahnya masih diolah dalam skala industri rumah tanggadan
dipasarkan untuk memenuhi permintaan lokal. Budidaya Tanaman sukun belum
secara intensif, masih sebagai tanaman pekarangan, sehingga
memunculkanpermasalahan terkait pengembangan tanaman Sukun, antara lain: (1).
Perusahaan pengolahbuah sukun masih dalam betuk home industri. (2). Ketersedian
bahan baku masih terbatas,karena produksi buah sukun masih tergantung pada
musim. (3). Terbatasnya akses permodalan.(4). Minat Petani untuk membudidayakan
Transplanting Tanaman
Pemindahan tanaman atau yang kita kenal dengan transplanting merupakan
hal yang sangat penting dalam teknik budidaya jenis-jenis tanaman sayur dan buah.
Adapun beberapa kegiatan seperti potting, repotting, pricking off, balling dan setting
out merupakan kegiatan yang berkaitan dengan transplanting (pemindahan tanam).
Potting merupakan kegiatan pemindahan tanaman/bibit dari bedengan semai atau flat
pembibitan ke pot-pot yang telah disiapkan dengan tanah dan campuran pupuk.
Sementara repotting merupakan kegiatan pemindahan tanaman dari pot-pot/polybag
yang lebih kecil ke pot-pot yang berukuran lebih besar. Pricking off merupakan cara
persemaian dengan hanya menaburkan benih di atas bedengan semai untuk kemudian
dipindah tanamkan ke polybag maupun ke bedengan-bedengan yang tersedia. Dan
terakhir setting out merupakan tindakan pemindahan tanaman dari pot-pot, flat
maupun bedengan ke tempat penanaman di lapang (Tjionger, 2008).
Jenis pohon yang ditanam untuk rehabilitasi lahan kritis harus memiliki nilai
adaptasi yang tinggi, tidak memerlukan syarat tumbuh yang banyak dan memiliki
pertumbuhan yang cepat. Dalam hal ini tanaman jenis sukun (Artocarpus communis.
Forst) merupakan satu diantara beberapa jenis tanaman yang cocok ditanam untuk
rehabilitasi lahan kritis. Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh paling baik di
dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik di daerah basah, tetapi juga
dapat tumbuh di daerah yang sangat kering akan tetapi harus ada air tanah dan aerasi
tanah yang cukup (Hendalastuti dan Rojidin,2006).
Air sangat berfungsi bagi pertumbuhan tanaman, khususnya air tanah yang
tanaman melalui akar bersama dengan unsur hara yang larut di dalamnya, kemudian
diangkut melalui pembuluh Xylem (Lakitan, 1993).
Proses fisiologi yang berlangsung pada tumbuhan banyak berkaitan dengan
air atau bahan-bahan (senyawa atau ion) yang terlarut dalam air. Peranan air sebagai
pelarut penting sekali artinya bagi kehidupan tumbuhan. Untuk dapat diserap oleh
tanaman molekul-molekul air harus berada pada daerah permukaan akar (Lakitan,
1993).
Sel tanaman yang telah kehilangan air dan berada pada tekanan turgor yang
lebih rendah daripada nilai maksimumnya, disebut menderita stress air. Hal ini
merupakan suatu istilah yang menyesatkan karena stress mempunyai defenisi yang
tepat dalam mekanika dan dapat dengan mudah diukur. Stress air adalah suatu istilah
yang sangat tidak tepat, yang menunjukkan bahwa kandungan air sel telah turun
dibawah nilai optimum, menyebabkan suatu tingkat gangguan metabolisme (Fitter,
1981).
Media Tanam
Ada beberapa fungsi media tanam untuk mendukung pertumbuhan tanaman
yang baik, yaitu sebagai tempat unsur hara, mampu memegang air yang tersedia bagi
tanaman, dapat melakukan pertukaran udara antara akar dan atmosfer di atas media
dan harus dapat menyokong pertumbuhan tanaman.Media tanam merupakan
komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan
harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin ditanam. Menentukan media
merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembaban
dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga
kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan
ketersediaan unsur hara. Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak
selalu sama. Di Asia Tenggara misalnya, sejak tahun 1940 menggunakan media
tanam berupa pecahan batu bata, arang, sabut kelapa, kulit kelapa, atau batang pakis.
Bahan-bahan tersebut juga tidak hanya digunakan secara tunggal, tetapi bisa
dikombinasikan antara bahan satu dengan lainnya. Misalnya, pakis dan arang
dicampur dengan perbandingan tertentu hingga menjadi media tanam baru. Pakis juga
bisa dicampur dengan pecahan batu bata. Untuk mendapatkan media tanam yang baik
dan sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam, maka harus memiliki
pemahaman mengenai karakteristik media tanam yang mungkin berbeda-beda dari
setiap jenisnya (Khaerudin, 1999).
Media tanam sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Layaknya
tempat tinggal, media tanam harus memberi rasa nyaman bagi tanaman. Oleh karena
itu, media tanam juga harus mampu mendukung terjaminnya faktor lain yang
berkaitan dengan media tanam, misalnya faktor air dan nutrisi penting yang
dibutuhkan tanaman.Ada tanaman yang membutuhkan banyak air, ada tanaman yang
responsif terhadap unsur hara, ada yang lambat menyerap unsur hara. Dengan
demikian, media tanam yang harus digunakan untuk menanam tanaman jenis-jenis
tertentu harus disesuaikan dengan kebutuhan tanaman tersebut.
Sistem tanah tersusun oleh tiga fase yakni padat, cairan, dan gas. Fase padat
tanah. Dalam jaringan ini terbungkus sistem ruang pori yang ditempati bersama oleh
fase cairan dan gas. Kandungan dan komposisi udara tanah ditentukan oleh hubungan
ait tanah-tanaman. Kebanyakan reaksi biologi di dalam tanah menggunakan oksigen
dan menghasilkan karbon dioksida, yang membuat aerasi tanah penting bagi tanaman.
Fase cairan, yang juga disebut larutan tanah terdiri atas air dan zat-zat terlarut. Air
bisa saja bebas bergerak tergantung pada gaya-gaya yang ada, tetapi zat-zat terlarut
bisa lebih atau kurang terbatas gerakannya, atau dapat juga menimbulkan suatu
hambatan terhadap gerakan air (Tan, 1982).
Arang pada umumnya hanya dikenal sebagai bahan untuk pembakaran
terutama untuk memasak dan juga untuk pembuatan briket arang dan juga arang aktif,
padahal arang memiliki peranan yang baik dan penting dalam menyuburkan tanah.
Gusmailinaet al (2002) menyatakan bahwa arang yang berasal dari pengolahan kayu
maupun dari kegiatan lainnya mampu menyuburkan tanah. Selain itu pemanfaatan
arang dari hasil kegiatan pengolahan kayu tersebut mampu meningkatkan efisiensi
pemanfaatan kayu dan nilai tambah limbah kayu. Penggunaan arang baik yang
berasal dari limbah eksploitasi maupun yang berasal dari industri pengolahan kayu
untuk soil conditioning, merupakan salah satu alternatif pemanfaatan arang selain
sebagai sumber energi. Secara morfologi, arang mempunyai pori-pori pada
permukaanya. Pori ini sangat efektif mengikat dan menyimpan hara tanah termasuk
menyimpan air tanah yang berada di dalam dan di sekitarnya, oleh sebab itu aplikasi
arang pada lahan-lahan miskin hara dapat membangun dan meningkatkan kesuburan
ektomikoriza sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan dan hutan tanaman.
Unsur hara ini dapat dilepaskan secara perlahan sesuai dengan laju konsumsi yang
dilakukan oleh tanaman (slow release)(Gusmailina et al., 2002).
Bahan baku arang diambil dari kayu yang dikeringkan melalui proses
pemanasan. Sifat arang yang ringan ini ketika diberikan ke tanah bisa mengikat air
dan juga membuang racun. Penggunaan arang selain mampu menggemburkan tanah
dan menyuburkan tanah, bagi pertanian juga otomatis dapat meminimalisir kerusakan
tanah akibat bahan-bahan kimia dan menggantikan posisi pupuk buatan. Secara fisik
arang berpengaruh terhadap struktur dan tekstur tanah, oleh karena itu semakin
banyak suplai arang ke dalam tanah maka akan mengurangi kepadatan tanah (bulk
density). Penambahan arang ke dalam tanah mengakibatkan semakin banyak ruang
pori yang terdapat di dalam tanah sehingga perakaran tanaman dapat tumbuh dengan
lebih baik, selain itu juga pemberian arang ini juga dapat menekan tingginya laju
pencucian unsur hara di dalam tanah. Hal ini dimungkinkan karena secara morfologis
arang mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah.
Penambahan arang pada media pembibitan juga dapat meningkatkan : kelembapan,
daya serap air, serta sirkulasi udara sehingga mempercepat dan meningkatkan
pertumbuhan akar halus bibit tanaman (Gusmailina et al., 2002).
Jenis kayu yang digunakan sebagai arang pada penelitian ini adalah kayu
bakau (R.hizophora mucronata). Keuntungan pemberian arang pada tanah, antara lain
memperbaiki sirkulasiair dan udara di dalam tanah, sehingga dapat merangsang
pertumbuhan akar danmemberikan habitat untuk pertumbuhan semai