Aspek hukum
Pertambangan
Dhoni Yusra, SH, MH*)
Pasal 1 angka 11 UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”) mengatur bahwa Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan “IUPK”, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (“WIUPK”).
Dalam bab XI mengenai Persyaratan Perizinan Usaha
Pemerintah berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di suatu WIUPK, serta memberikan
IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi
kepada masyarakat secara terbuka. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba”), mengatur lebih lanjut mengenai persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh IUPK.
Dalam pasal 62 PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba,
IUPK terdiri atas IUPK
Persyaratan Pemberian IUP
Eksplorasi dan Operasi Produksi
Pasal 64 PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba mengatur bahwa untuk memperoleh IUPK
Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi harus memenuhi persyaratan:
Persyaratan administratif
Untuk IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi mineral
logam dan batubara yang diajukan BUMN atau BUMN yang diberikan berdasarkan prioritas:
surat permohonan; profl badan usaha;
akta pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha
pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
nomor pokok wajib pajak;
Untuk IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi mineral
logam dan batu bara bagi pemenang lelang WIUPK:
surat permohonan;
susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan surat keterangan domisili.
Persyaratan teknis, meliputi:
pengalaman BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta bidang
pertambangan mineral atau batu bara paling sedikit 3 (tiga) tahun;
mempunyai paling sedikit 1 (satu) orang tenaga ahli dalam
bidang pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun; dan
rencana kerja dan anggaran biaya untuk kegiatan 1 (satu)
Persyaratan lingkungan, meliputi:
untuk IUPK Eksplorasi meliputi pernyataan untuk mematuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Untuk IUP Operasi Produksi meliputi:
pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Persyaratan fnansial, meliputi:
untuk IUPK Eksplorasi, meliputi:
bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi; dan bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi atau sesuai dengan
surat penawaran.
untuk IUP Operasi Produksi, meliputi:
Perizinan lainnya yang
merupakan konsekuensi dari
memperoleh IUPK
Izin Lingkungan: Amdal, RKL-RPL,
standar kualitas udara & air
Kehutanan: IPPKH (Ijin Pinjam Pakai
Kawasan Hutan)
Lokasi & Konstruksi: Ijin Lokasi, IMB
Pelabuhan (DUKS), Izin Penggunaan
jalan, izin loading conveyor
Izin penggunaan dinamit, Tangki
*) Penambangan atau Pengolahan/Pemurnian dapat dilakukan terpisah
**) Apabila Pengolahan/Pemurnian terpisah, harus kerjasama dengan pemegang IUP OP Penambangan
Kegiatan
Kegiatan
Usaha
Usaha
IUP Eksplorasi
IUP Operasi Produksi (OP) *)
PU EKSPLORASI FS Penambangan Pengolahan/Pemurnian Pengngkutan/Penjualan
**) Konstruksi
Pengangkutan/ Penjualan
Izin sementara
Pengangkutan/ Penjualan Pengolahan/
Pemurnian
PROSEDUR DAN PERSYARATAN
Pembagian perizinan jasa
pertambangan berdasarkan jasa usaha
Jasa Pertambangan :
jasa penunjang yang berkaitan
dengan kegiatan usaha pertambangan
Kelompok Jasa Pertambangan
1. Usaha Jasa Pertambangan;
2. Usaha Jasa Pertambangan Non Inti.
Bidang Usaha Inti
1. Penyelidikan umum;
2. Eksplorasi;
3. Studi kelayakan;
4. Konstruksi pertambangan;
5. Pengangkutan;
6. Lingkungan pertambangan;
7. Pascatambang dan reklamasi; dan/atau
8. Keselamatan dan kesehatan kerja.
9. Penambangan; atau
Pembagian perizinan jasa
pertambangan berdasarkan jasa
usaha (lanjutan)
Bidang Usaha Non- Inti
1.
Jasa Boga;
2.
Jasa Pengamanan;
3.Layanan Kesehatan;
4.
Konstruksi Sipil/Mekanikal/Elektrikal;
5.Pemasok Suku Cadang;
6.
Penyedia Tenaga Kerja;
7.
Perbaikan/perawatan Alat Berat;
8.Penyewaan Alat Berat;
9.
Laboratorium;
10.
Pembongkaran Fasilitas;
11.Fabrikasi/Manufaktur;
12.Tata Griya;
13.
Ekspedisi;
Atas perusahaan Jasa Pertambangan
Perusahaan Jasa
Pertambangan
Kriteria :
1. Dapat berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum
2. Didirikan di kabupaten/kota atau provinsi
3. Wilayah kerja/operasi adalah di kabupaten/kota atau provinsi yang bersangkutan
4. Sesuai Akta Pendirian, modal berasal dari Prov/Kab/ Kota setempat
Jenis :
1. Berbadan hukum (Perseroan Terbatas, Yayasan, Koperasi)
Akte pendirian harus mencantumkan
bergerak
di
bidang
USAHA
JASA
PERTAMBANGAN dan dapat digabung:
a.
Sektor Perdagangan
b. Sektor Pekerjaan Umum
c. Sektor Perhubungan
Akte pendirian TIDAK DAPAT digabung
dengan:
a. WIUP/WIUPK
b. IUP/IUPK
c. IUP OPERASI PRODUKSI KHUSUS
- Pengolahan Pemurnian
Prinsip umum
Secara Umum, pengaturan dan pengawasan tenaga
kerja merupakan wewenang dan tanggung jawab Menteri Tenaga Kerja RI yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.
Di dalam aturan tersebut telah diatur dan diawasi bahwa
atas tenaga kerja diperlukan suatu program yang disebut Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau yang biasa disebut K3.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu
Upaya untuk menjamin keutuhan jasmani dan rohani tenaga kerja demi kesejahteraan menuju masyarakat adil dan makmur.
Hal ini diatur dalam UU no.1 tahun 1970 tentang
K3 dalam Pertambangan
Mengingat pertambangan mempunyai fungsi
penting bagi pertumbuhan ekonomi dan
pertahanan negara, didalamnya terdapat proses
yang terus menerus, membutuhkan personil dan
peralatan yang khusus dan menghadapi
kemungkinan bahaya yang besar maka Menteri
Tenaga Kerja melimpahkan pengaturan dan
pengawasan keselamatan kerja di bidang
pertambangan kepada Menteri Pertambangan
melalui PP no 19 Tahun 1973.
Kemudian Menteri Pertambangan memberi pelimpahan
wewenang kepada Dirjen Migas dan Minerba, dengan tanggung jawab tetap berada di tangan Menteri Pertambangan (Hak Substitusi).
Dirjen Migas dan Dirjen Minerba mengangkat Direktur
Teknik / Kepala Inspeksi untuk melakukan pengawasan.
Direktur Teknik menunjuk beberapa Pelaksana Inspeksi
Teknik (PIT) untuk melakukan pengawasan langsung terhadap sistem operasional di masing-masing perusahaan tambang.
Kepala Teknik Tambang selaku penanggung jawab
Waktu Kerja dan Istirahat (Pasal 2
Permen No 15/MEN/VII/2005
Perusahaan di bidang pertambangan umum termasuk
perusahaan jasa penunjang yang melakukan kegiatan di daerah operasi tertentu dapat menerapkan :
waktu kerja dan istirahat sebagaimana diatur dalam
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-234/MEN/ 2003 (tentang Waktu Kerja dan Istirahat Pada Sektor Usaha Energi Dan Sumber Daya Mineral Pada Daerah Tertentu);
periode kerja maksimal 10 (sepuluh) minggu berturut-turut
bekerja, dengan 2 (dua) minggu berturut-turut istirahat dan setiap 2 (dua) minggu dalam periode kerja diberikan 1 (satu) hari istirahat.
Dalam hal perusahaan menerapkan periode kerja
Penggunaan TKA
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang
penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang telah diwajibkan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia di bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia kecuali jika ada bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia belum atau tidak sepenuhnya diisi oleh tenaga kerja Indonesia, maka penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang diperbolehkan sampai batas waktu tertentu (Pasal 2).
Ketentuan ini mengharapkan agar tenaga kerja Indonesia kelak
mampu mengadopsi keahlian tenaga kerja asing yang bersangkutan dan melaksanakan sendiri tanpa harus melibatkan tenaga kerja asing.
Dengan demikian penggunaan tenaga kerja asing dilaksanakan
Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
(UUK),
pengaturan
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dimuat
pada Bab VIII, Pasal 42 sampai dengan Pasal 49.
Pengaturan tersebut dimulai dari kewajiban
pemberi kerja yang menggunakan TKA untuk
memperoleh izin tertulis; memiliki rencana
penggunaan TKA yang memuat alasan, jenis
jabatan dan jangka waktu penggunaan TKA;
kewajiban penunjukan tenaga kerja WNI sebagai
pendamping
TKA;
hingga
kewajiban
Sejak UUK diundangkan pada tanggal 25 Maret
2003, telah dilahirkan beberapa peraturan
pelaksana undang-undang tersebut, antara lain :
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor 223/MEN/2003 Tentang Jabatan-jabatan di
Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari
Kewajiban Membayar Kompensasi.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor 67/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan
Program JAMSOSTEK bagi Tenaga Kerja Asing.
Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan
tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis
dari menteri atau pejabat yang ditunjuk kecuali
terhadap perwakilan negara asing yang
mempergunakan tenaga kerja asing sebagai
pegawai diplomatik dan konsuler.
Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu
tertentu bagi tenaga kerja asing ditetapkan
dengan keputusan Menteri, yaitu Keputusan
Menteri Nomor : KEP-173/MEN/2000 tentang
Terhadap setiap pengajuan/rencana penggunaan tenaga kerja asing
di Indonesia harus dibatasi baik dalam jumlah maupun bidang-bidang yang dapat diduduki oleh tenaga kerja asing.
Hal itu bertujuan agar kehadiran tenaga kerja asing di Indoesia
bukanlah dianggap sebagai ancaman yang cukup serius bagi tenaga kerja Indonesia, justru kehadiran mereka sebagai pemicu bagi tenaga kerja Indonesia untuk lebih professional dan selalu menambah kemampuan dirinya agar dapat bersaing baik antara sesama tenaga kerja Indonesia maupun dengan tenaga kerja asing.
Oleh karenanya UUK, membatasi jabatan-jabatan yang dapat
diduduki oleh tenaga kerja asing.
Terhadap tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang
Permohonan penggunaan
TKA
Aspek Penerimaan negara
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) hingga bulan September 2014 telah
mencatat realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) dari sektor pertambangan umum melewati
Rp13 triliun dari target Rp 15,2 triliun (sumber:
http://
www.anggaran.depkeu.go.id/web-content-list.asp?Co
ntentId=820
)
Namun demikian Kontribusi Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor
pertambangan umum dan batubara
masih lebih kecil dari pada potensi yang
sebenarnya,
hal
ini
disebabkan
banyaknya ketidakpatuhan pengusaha
tambang dalam memenuhi kewajiban
pembayaran
royalty
disamping
Aspek investasi Asing
Di dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun
2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka
dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman
Modal (“Perpres DNI”), tidakdiatur adanya
pembatasan bagi investasi asing untuk
penambangan batubara, oleh karena
itu boleh saja kepemilikan investor asingnya
sebesar 90%.
Yang harus perusahaan tersebut lakukan
harus diingat juga bahwa ada ketentuan divestasi bagi investor
asing di bidang pertambangan. Pasal 112 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”)mengatur bahwa setelah 5 tahun berproduksi, badan usaha pemegang izin usaha pertambangan yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham.
Divestasi ini dilakukan pada Pemerintah, pemerintah daerah,
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta nasional. Pasal 97 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 23/2010”) selanjutnya mengatur besaran saham yang harus didivestasi, yaitu sehingga sahamnya paling sedikit 20% (dua puluh persen) dimiliki peserta Indonesia.
Jadi, walaupun saat ini investor asing Anda diperbolehkan untuk