• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Sintesis Biodiesel Sawit Melalui Reaksi Interesterifikasi Menggunakan Katalis Enzim Lipase Terimobilisasi: Kajian Penggunaan Ulang (Recycle) Enzim Sebagai Katalis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Sintesis Biodiesel Sawit Melalui Reaksi Interesterifikasi Menggunakan Katalis Enzim Lipase Terimobilisasi: Kajian Penggunaan Ulang (Recycle) Enzim Sebagai Katalis"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIODIESEL

Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang sedang

dikembangkan. Secara konvensional pembuatan biodiesel disintesis melalui reaksi

transesterifikasi dengan menggunakan katalis homogen. Tetapi penggunaan

katalis homogen menimbulkan beberapa masalah, seperti susahnya proses

pemurnian produk biodiesel sehingga biaya produksinya pun akan tinggi. Secara

teknis biodiesel merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui karena pada

umumnya dapat diekstrak dari berbagai hasil produk pertanian seperti minyak

kacang kedelai, minyak kelapa, minyak bunga matahari maupun minyak sawit.

Biodiesel merupakan bahan bakar berbasis non-petruleum yang diperoleh dari

transesterifikasi trigliserida maupun esterifikasi asam lemak bebas (Free Fatty

Acids/FFAs) menggunakan alkohol dengan berat molekul yang rendah. Biodiesel

atau fatty acid methyl esters dapat dipergunakan dengan mudah karena dapat

bercampur dengan segala komposisi dengan minyak solar sebab memiliki

sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung

untuk mesin-mesin diesel tanpa perlu modifikasi yang signifikan terhadap mesin

tersebut. Sebagai perbandingan, biodiesel murni menghasilkan energi sekitar 90%

seperti yang dihasilkan solar, sehingga unjuk kerja mesin yang diharapkan pun

hampir sama dalam hal torsi mesin dan daya kuda [17].

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat

diperoleh dari minyak bekas, lemak binatang, atau minyak tumbuhan yang telah

dikonversi menjadi Methyl Ester melalui proses transeseterifikasi dengan alkohol.

Biodiesel memberikan sedikit polusi dibandingkan bahan bakar petroleum dan

dapat digunakan tanpa modifikasi ulang mesin diesel [18].

Biodiesel dapat diproduksi secara katalis dan non-katalis. Katalis yang biasa

digunakan dapat digolongkan kedalam kedalam tiga jenis yaitu katalis enzim,

katalis asam, atau katalis basa. Contoh dari katalis basa yang biasa digunakan

(2)

asam adalah asam sulfat (H2SO4), sedangkan untuk katalis enzim adalah enzim

lipase. Lipase sebagai biokatalis mampu mengarahkan reaksi secara spesifik ke

arah produk yang diinginkan tanpa terjadinya reaksi samping yang merugikan.

Biokatalis ini merupakan katalis heterogen, sehingga pemisahannya dari produk

setelah reaksi berakhir dapat dilakukan dengan mudah. Namun, enzim lipase

mudah terdeaktivasi oleh alkohol yang merupakan reaktan dalam proses enzimatik

sintesis biodiesel ini [19].

Salah satu minyak nabati potensial yang dapat dijadikan sebagai sumber

bahan baku biodiesel adalah minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) dimana CPO

ini sudah cukup komersial dan Indonesia sudah menjadi negara penghasil CPO

kedua terbesar di dunia [20]. Adapun, potensi CPO sebagai bahan baku biodiesel

dapat dilihat berdasarkan komposisi kandungan CPO itu sendiri seperti yang

dijelaskan pada tabel 2.1 berikut:

sedikit dibandingkan minyak nabati lainnya. Berdasarkan kandungan asam lemaknya

CPO digolongkan ke dalam minyak asam oleat, karena kandungan asam oleatnya

yang paling besar dibandingkan dengan asam lemak lainnya [21].

Indonesia adalah negara penghasil CPO terbesar pada tahun 2011 dengan

produksi sebesar 23 juta ton per tahun. Pola peningkatan permintaan CPO untuk

ekspor maupun konsumsi domestik menunjukkan bahwa komoditas non migas ini

memiliki potensi untuk dikembangkan. Konsumsi negara-negara tujuan ekspor

rata-rata meningkat dengan laju 26,97% dari tahun 1980-2010. Tahun 2010 ekspor CPO

sebesar 16.480.000 ton. Konsumsi domestik CPO tercatat juga mengalami kenaikkan

dari tahun ke tahun, sampai bulan Agustus tahun 2010 konsumsi CPO dalam negeri

tetap mengalami kenaikkan hingga 5.240.000 ton [22].

Indonesia sebagai salah satu negara eksportir CPO terbesar di dunia telah

mengekspor CPO sejak pelita I sampai pelita II (1969-1978) dengan peningkatan

(3)

dihasilkan. Peningkatan volume ekspor tersebut secara langsung dipengaruhi oleh

tingginya konsumsi CPO dunia sebagai salah satu minyak nabati dengan

pertumbuhan sebesar 14,21 persen per tahun melampaui volume perdagangan

jenis minyak nabati lainnya [23]. Adapun perkembangan ekspor CPO Indonesia

tahun 2000-2010 dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Data Volume dan Nilai Ekspor CPO Indonesia pada Tahun 2001-2013 [24]

Tahun Nilai Ekspor (US $) Volume Ekspor (kg)

Proses sintesis biodiesel jika ditinjau dari donor gugus asilnya dapat

dibedakan menjadi dua proses yaitu:

2.2.1 Proses Transesterifikasi

Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak

nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek yang menghasilkan metil

ester asam lemak (Fatty Acid Methyl Esters / FAME) atau biodiesel dan gliserol

(gliserin) sebagai produk samping. Transesterifikasi merupakan reaksi perubahan

dari suatu ester ke tipe ester yang lain. Ester adalah rantai hidrokarbon yang akan

terikat dengan molekul yang lain. Molekul minyak nabati terdiri dari tiga ester

yang menempel pada satu molekul gliserin. Sekitar 20% dari minyak nabati

adalah gliserin. Gliserin pada minyak nabati mempunyai viskositas yang tinggi

dan berubah-ubah terhadap temperatur. Pada proses transesterifikasi, gliserin

diganti kedudukannya oleh alkohol. Pada dasarnya molekul trigliserida

merupakan triester dari gliserol. Mono dan digliserida dapat diperoleh dari

(4)

hidroksil. Pada saat ini alkohol rantai pendek yang sering digunakan adalah

metanol karena harganya murah dan reaktivitasnya tinggi [17].

Adapun skema reaksi transesterifikasi untuk menghasilkan metil ester

(biodiesel) disajikan pada gambar 2.1 :

Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan Metanol [17]

2.2.2 Proses Interesterifikasi

Reaksi interesterifikasi adalah suatu cara untuk mengubah struktur dan

komposisi minyak dan lemak melalui penukaran gugus radikal asil di antara

trigliserida dan asam alkohol (alkoholisis), lemak (asidolisis), atau ester

(transesterifikasi). Interesterifikasi tidak mempengaruhi derajat kejenuhan asam

lemak atau menyebabkan terjadinya isomerisasi asam lemak yang memiliki ikatan

ganda. Jadi dapat dikatakan bahwa reaksi interesterifikasi tidak akan mengubah

sifat dan profil asam lemak yang ada, tetapi mengubah profil lemak dan minyak

karena memiliki susunan trigliserida yang berbeda dari trigliserida awalnya [25].

Pada interesterifikasi trigliserida dapat digunakan aseptor asil seperti metil

asetat. Reaksi interesterifikasi trigliserida dengan metil asetat ini menghasilkan

(5)

transesterikasi dengan alkohol. Keuntungan triasetilgliserol yang dihasilkan tidak

berefek pada aktifitas lipase yang merupakan salah satu kelebihan dengan

mekanisme interesterifikasi ini [19].

Adapun skema reaksi interesterifikasi untuk menghasilkan metil ester

(biodiesel) disajikan pada gambar 2.2 :

Gambar 2.2 Reaksi Interesterifikasi Trigliserida dengan Metil Asetat [26]

Untuk proses interesterifikasi, dapat digunakan metil asetat sebagai donor

gugus asil. Metil asetat merupakan sumber alkil yang menggantikan metanol

dalam produksi biodiesel, dimana dengan penggantian ini menjadikan reaksi

pembentukan biodiesel berupa reaksi interesterifikasi yang menghasilkan

biodiesel dan triasilgliserol [27].

Keuntungan metil asetat yang menggantikan metanol sebagai penyuplai

gugus metil adalah untuk mampu mencegah deaktivasi dan meningkatkan

stabilitas biokatalis selama berlangsungnya proses reaksi.

Tabel 2.3 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Metil Asetat [28]

Sifat Fisika Sifat Kimia

Berwujud Cair Tidak bersifat korosif Berat Molekul : 74,08 g/mol Stabil pada suhu kamar

Titik Didih : 570C Larut dalam air Titik Leleh : - 98,050C Reaktif terhadap alkali

Spesific Graviti : 0,92 Larut dalam metanol

2.3 ENZIM LIPASE

Enzim adalah suatu protein yang bertindak sebagai katalisator reaksi biologi

(biokatalisator) [29]. Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis,

bersama-sama dengan koenzim atau gugus logamnya disebut holoenzim. Secara

(6)

Gambar 2.3 Bagan Struktur Molekul Enzim [30]

Substrat berikatan dengan sisi aktif suatu enzim melalui beberapa bentuk

ikatan kimia yang lemah (misalnya interaksi elektrostatik, ikatan hidrogen, ikatan

van der Waals, dan interaksi hidrofobik). Setelah berikatan dengan bagian sisi

aktif enzim, substrat bersama-sama enzim kemudian membentuk suatu kompleks

enzim-substrat, selanjutnya terjadi proses katalisis oleh enzim untuk membentuk

produk. Ketika produk sudah terbentuk enzim menjadi bebas kembali untuk

selanjutnya bereaksi kembali dengan substrat [30].

Gambar 2.4 Mekanisme Kerja Enzim [30]

Lipase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis ester karboksilat

pada molekul triasilgliserol untuk membentuk asam lemak bebas, di-dan

monogliserida dan gliserol. Selain untuk mengkatalisis reaksi hidrolisis ester

karboksilat, lipase juga dapat mengkatalisis reaksi esterifikasi, penghubung

alkohol antara gugus hidroksil dan gugus karboksil dari asam karboksilat. Oleh

karena itu, mereka dapat mengkatalisis, hidrolisis, alkoholisis, esterifikasi dan

transesterifikasi. sehingga mereka memiliki spektrum yang luas dari aplikasi

bioteknologi. Lipase juga sangat spesifik sebagai kemo-, regio-katalis dan

enantioselektif. Berkat adanya evolusi langsung dan rekayasa protein, ini

memungkinkan untuk meningkatkan potensi katalitik lipase dan untuk

menyesuaikan mereka pada aplikasi dan kondisi proses tertentu, serta

(7)

Di antara lipase dari tanaman, hewan dan mikroba, yang paling sering

digunakan adalah lipase mikroba. Lipase mikroba memiliki banyak keunggulan

dibandingkan lipase dari hewan dan tumbuhan. Penggunaan mikroorganisme

memungkinkan untuk mendapatkan enzim lipase dalam jumlah yang banyak

dengan sifat yang diinginkan untuk konversi lemak dan minyak alami menjadi

biodiesel [7].

Penggunaan lipase sebagai biokatalis memungkinkan untuk sintesis alkil

ester secara spesifik, pemurnian gliserol yang mudah dan reaksi transesterifikasi

gliserida dengan kandungan free fatty acid (FFA) yang tinggi [9].

2.4 IMOBILISASI ENZIM

Imobilisasi enzim adalah kurungan enzim untuk fase (matriks/dukungan)

berbeda antara substrat dan produk. Enzim terimobilisasi dengan efisiensi

fungsional dan reproduktifitas yang ditingkatkan digunakan sebagai alternatif

untuk mengurangi biaya yang mahal. Biokatalis terimobilisasi dapat berupa enzim

atau seluruh sel.. Polimer inert dan bahan organik biasanya digunakan sebagai

pembawa matriks karena keuntungannya yang bisa bertahan lama karena bentuk

dan kekuatan fisik yang kuat dibandingkan dengan matrik pembawa lain seperti

gel atau yang lainnya. Selain terjangkau, matriks yang ideal harus mencakup

karakteristik seperti inertness, kekuatan fisik, stabilitas, regenerability,

kemampuan untuk meningkatkan kekhususan dan aktivitas enzim dan mengurangi

produk inhibisi, adsorpsi spesifik dan cemaran mikroba. Imobilisasi menghasilkan

operasi ekonomi berkelanjutan, otomatisasi, rasio investasi/kapasitas yang tinggi

dan pemulihan produk dengan kemurnian yang jauh lebih besar [31]. Kinerja

enzim terimobilisasi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor guna untuk

menunjang agar selalu aktif untuk mengkatalisis suatu reaksi. Adapun berbagai

yang mempengaruhi kinerja enzim terimobilisasi disajikan dalam tabel 2.4

(8)

Tabel 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Enzim Terimobilisasi [31]

Faktor Efek pada Imobilisasi

Partisi Hidrofobik Peningkatan laju reaksi dari substrat hidrofobik

Mikro Pembawa Hidrofobik alami mennyetabilkan enzim

Kendala Difusi Aktivitas enzim yang menurun dan stabilitas meningkat Struktur alami pembawa seperti ukuran

pori

Retensi aktivitas tergantung pada ukuran pori

Kehadiran substrat dan inhibitor Retensi aktivitas yang cukup tinggi Perlakuan fisik Meningkatkan kinerja enzim Mekanisme kinerja lipase terimobilisasi dan proses inhibisi dapat

dijelaskan dengan gambar berikut:

Gambar 2.5 Mekanisme Kinerja Lipase Terimobilisasi [32]

Pada gambar 2.5 dapat dilihat mekanisme kinerja lipase terimobilisasi.

Substrat dalam keadaan bebas masuk ke bagian aktif enzim yang terimobilisasi

sehingga terjadi ikatan antara substrat dan enzim untuk menghasilkan produk.

Selain itu, pada gambar 2.5 juga menjelaskan inhibitor yang menutupi bagian aktif

enzim terimobilisasi sehingga substrat tidak dapat masuk ke bagian aktif enzim.

Imobilisasi enzim terbagi menjadi beberapa macam yang dibagi

berdasarkan metode imobilisasinya seperti berikut, metode adsorpsi menggunakan

pembawa yang tidak larut dalam air seperti derivate polisakarida, polimer sintetik

dan kaca. Pada metode cross-linking, digunakan reagen multifungsi seperti

glutaraldehid, bisdiobenzidin dan hexametilena diisosianat. Polimer seperti

kolagen, selulosa dan k-carrageenan digunakan pada metode entrapment, (a) Reaction

Substrate

Enzyme

Active site

(9)

sedangkan metode kurungan membran mencakup perumusan liposom dan

mikrokapsul [31].

2.4.1 Metode Adsorpsi

Adsorpsi fisik seperti pada gambar 2.6 dianggap sebagai metode yang

paling sederhana untuk imobilisasi enzim. Fiksasi enzim dilakukan melalui ikatan

hidrogen, hubungan garam, dan gaya Van der Waal. Proses ini dilakukan dalam

kondisi ringan, tanpa atau dengan dukungan aktivasi minimal dan aplikasi

prosedur bersih, dan tidak adanya reagen tambahan. Dengan demikian adsorpsi

merupakan metode ekonomis dan memungkinkan untuk menjaga aktivitas dan

spesifisitas enzim. Komposisi kimia pembawa, rasio molar hidrofilik terhadap

kelompok hidrofobik, serta ukuran partikel dan luas permukaan yang menentukan

jumlah enzim terikat dan perilaku enzim setelah imobilisasi [33].

Gambar 2.6 Imobilisasi Enzim dengan Metode Adsorpsi [34]

Pada gambar 2.6 dapat dilihat enzim teradsorp pada permukaan partikel

pembawa melalui ikatan hidrogen, hubungan garam, dan gaya Van der Waal

antara enzim dan partikel pembawa.

2.4.2 Metode Penjeratan dan Pengkapsulan

Penjeratan melibatkan penangkapan enzim dalam matriks polimer,

meskipun penjeratan enzim mengacu pada pembentukan membran seperti

penghalang fisik sekitar enzim. Matriks biasanya terbentuk selama proses

imobilisasi, dimana matriks yang terbentuk tidak memiliki muatan yang dapat

mempengaruhi larutan dalam reaksi yang berlangsung. Enzim terperangkap dalam

matriks gel seperti pada gambar 2.7 sehingga terkapsulasi. Kedua proses

membutuhkan peralatan sederhana dan reagen yang relatif murah. Hal ini

menyatakan bahwa enzim amobil dengan jeratan dan / atau enkapsulasi lebih

stabil daripada metode adsorpsi fisik. Pada saat yang sama enzim amobil

(10)

digunakan untuk menjerat dan / atau pengkapsulan lipase seperti k-carrageenan,

silika gel, silika aerogel dll [33].

Gambar 2.7 Imobilisasi Enzim dengan Metode Penjeratan dan Pengkapsulan [34]

Pada gambar 2.7 dapat dilihat enzim terperangkap dalam matriks sehingga

enzim menjadi amobil. Enzim yang terperangkap tidak sepenuhnya tertutup oleh

matriks, namun masih terdapat celah-celah yang menjadi sisi aktif untuk kerja

enzim terhadap substrat.

2.4.3 Metode Covalent Attachment

Covalen Attachment merupakan hasil dari reaksi kimia antara residu asam

amino aktif diluar katalitik aktif dan bagian pengikat dari enzim, dan fungsi aktif

dari pembawa. Meskipun rumit dan dipengaruhi kuat oleh sifat pembawanya,

covalen attachment seperti pada gambar 2.8 merupakan teknik yang paling efisien

untuk imobilisasi enzim. Beberapa pembawa yang digunakan untuk metode

covalent attachment ini seperti resin, chitosan, silika, polimer dll [33].

Gambar 2.8 Imobilisasi Enzim dengan Metode Covalent Attachment [34]

Pada gambar 2.8 dapat dilihat enzim terikat pada pembawanya. Enzim dapat

terikat pada pembawa nya akibat hasil dari reaksi kimia antara residu asam amino

aktif pembawa dan bagian pengikat pada enzim.

2.5 POTENSI EKONOMI BIODIESEL DARI CPO

Indonesia merupakan salah satu produsen CPO terbesar di dunia dengan

kapasitas produksi terakhir tahun 2013 sebesar 6.584.732 ton. Produksi CPO di

Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. CPO memiliki potensi yang

(11)

memiliki potensi yang cukup besar, CPO diharapkan dapat menjadi sumber bahan

baku utama untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar

dalam negeri yang semakin tinggi. Adapun peluang untuk mengembangkan

potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi

minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40%

dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan

solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM

pada kedua sektor tersebut.

Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari CPO.

Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana.

Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang

digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel. Dalam hal ini, harga biodiesel

mengacu pada harga komersial CPO dan biodiesel.

Harga CPO = Rp 7500/ liter [35]

Harga Biodiesel = Rp 8400/ liter [35]

Dapat dilihat bahwa, harga jual CPO sebagai bahan baku hampir sama

dengan harga jual biodiesel sebagai produk dimana biaya produksi belum

termasuk dalam perhitungan. Tentu hal ini tidak membawa nilai ekonomis dalam

pembuatan biodiesel dari CPO. Namun, adanya kebijakan dari pemerintah

mengenai penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar yaitu pemberlakuan

Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 sejak Agustus 2013 dimana

memberikan dampak yang signifikan terhadap konsumsi biodiesel dalam negeri.

Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa konsumsi biodiesel dalam negeri

meningkat hingga 101%. Pada Agustus 2013 lalu, konsumsi nabati (fatty acid

methyl ester/ FAME) yang dicampurkan ke dalam solar sehingga menjadi

biodiesel, masih 57.871 kiloliter. Sementara itu, bulan Oktober 2013 ini konsumsi

telah mencapai 116.261 kiloliter.Mulai September 2013, perusahaan di sektor

transportasi, industri, komersial, dan pembangkit listrik diwajibkan memakai

FAME (fatty acid methyl ester) minimal 10% dalam campuran solar. Hal ini

sesuai yang tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 tentang

(12)

Bahan Bakar Lain. Biodiesel yang digunakan dalam campuran solar juga

diwajibkan merupakan produk lokal, bukan produk impor.

Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan

menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel sendiri bisa fleksibel mengikuti

harga bahan baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi,

sehingga produksi biodiesel menggunakan bahan baku CPO dapat tetap

menguntungkan dan berpotensi untuk menjadi industri yang berkembang ke

depannya menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku

Gambar

Tabel 2.2 Data Volume dan Nilai Ekspor CPO Indonesia pada Tahun 2001-2013 [24]
Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan Metanol [17]
Gambar 2.2 Reaksi Interesterifikasi Trigliserida dengan Metil Asetat [26]
Gambar 2.3 Bagan Struktur Molekul Enzim [30]
+3

Referensi

Dokumen terkait

(2016) alat pirolisis sampah plastik yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap rendemen. Hasil dari rendemen yang dihasilkan sebesar 36-44%. Yang mana semakin

Berikut adalah hasil dari penelitian yang telah dilakukan. oleh penulis yang berupa remote dan rangkaian

Peningkatan proses upwelling akan meningkatkan kadar nutrien yang lebih tinggi di bagian selatan Bukit Badung daripada di sebelah utara yang tidak terjadi proses

Tujuan dari ruang pembakaran adalah untuk menaikkan suhu pada kondensor maka alat pengolahan limbah polimer ini didesain dengan ruang pembakaran yang tidak terlalu tinggi sehingga

Although Florida’s historic preservation contexts that cover the recent past (Florida Division of Historical Resources 1996) do not rule out archaeological

Mengambil iklan pasta gigi Pepsodent versi “little monster” sebagai obyek penelitian, karena iklan tersebut mencermati permasalahan tentang kesehatan gigi salah satunya adalah

Tabel 1.5 Jenis-Jenis Pelatihan yang pernah diikuti pegawai Dinas Perikanan Kabupaten

Orang yang kegemukan lebih responsif dibanding dengan orang berberat badan normal terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya