BAB II
PEMBAGIAN HARTA PAILIT TERKAIT PENGURUSAN YANG DILAKUKAN OLEH KURATOR
A.Syarat dan Prosedur Permohonan Pailit
1. Syarat-syarat pengajuan permohonan pailit.
Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap
debitur dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, yang berbunyi bahwa
debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit
dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri atau maupun atas
permohonan satu atau lebih krediturnya.
Syarat-syarat permohonan pernyataan pailit dalam Pasal 2 ayat (1) UUK
dan PKPU tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Syarat adanya dua kreditur atau lebih (concursus creditorium).
Di dalam Pasal 1 Angka 2 UUK dan PKPU yang dimaksud dengan
kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Kreditur itu
sendiri dapat merupakan kreditur konkuren, kreditur separatis maupun
kreditur preferen. Apabila kepailitan itu dimohonkan oleh seorang
Kreditur, maka ia harus dapat membuktikan bahwa selain dirinya masih
ada lagi kreditur lain dari debitur. Syarat adanya kreditur lain adalah untuk
memenuhi prinsip concursus creditorum dalam kepailitan.39
Jika debitur hanya memiliki satu kreditur, maka eksistensi UUK
dan PKPU kehilangan rasio d’etre-nya. Bila debitur hanya memiliki satu
kreditur, maka seluruh harta kekayaan Debitur otomatis menjadi jaminan
atas pelunasan utang debitur tersebut dan tidak diperlukan pembagian
secara pari passu pro rata parte, dan terhadap debitur tidak dapat dituntut
pailit karena hanya mempunyai satu kreditur.
Adanya persyaratan concursus creditorium adalah sebagai bentuk
konsekuensi berlakunya ketentuan Pasal 1131 Burgerlijk Wetboek (yang
selanjutnya disebut BW) dimana rasio kepailitan adalah jatuhnya sita
umum atas semua harta benda debitur untuk kemudian setelah dilakukan
rapat verifikasi utang-piutang tidak tercapai perdamaian atau accoord,
dilakukan proses likuidasi atas seluruh harta benda debitur untuk
kemudian dibagi-bagikan hasil perolehannya kepada semua kreditur sesuai
urutan tingkat Kreditur yang telah diatur oleh undang-undang
40
UUK dan PKPU tidak mengatur secara tegas mengenai pembuktian
bahwa debitur mempunyai 2 (dua) kreditur atau lebih, namun oleh karena
di dalam hukum kepailitan berlaku pula hukum acara perdata, maka Pasal
116 HIR berlaku dalam hal ini. Pasal 116 HIR atau Pasal 1865 BW
menegaskan bahwa beban wajib bukti (burden of proof) dipakai oleh
39
Suliarto, Op.Cit, hlm. 8.
40
pemohon atau penggugat untuk membuktikan diri (posita) gugatannya,41
maka sesuai dengan prinsip pembebanan wajib bukti di atas, pemohon
pernyataan pailit harus dapat membuktikan bahwa debitur mempunyai dua
atau lebih kreditur sebagaimana telah dipersyaratkan oleh UUK dan
PKPU.42
Ketentuan mengenai adanya syarat dua atau lebih kreditur di dalam
permohonan pernyataan pailit mengharuskan kita mengetahui terlebih
dahulu mengenai defenisi dari kreditur itu sendiri. Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1998 tentang Kepailitan (yang selanjutnya disebut UUK Lama)
tidak memberikan definisi yang jelas mengenai “kreditur”. Menurut Sutan
Remy Sjahdeini, harus dibedakan pengertian kreditur dalam kalimat
“...mempunyai dua atau lebih kreditur…”, dan “...atas permohonan
seorang atau lebih krediturnya.43
Di dalam kalimat pertama, yang dimaksud kreditur adalah
sembarang kreditur, baik kreditur separatis, kreditur preferen, maupun
kreditur konkuren. Sedangkan dalam kalimat kedua, kata “kreditur” disini
dimaksudkan untuk kreditur konkuren. Kreditur konkuren berlaku dalam
definisi kreditur pada kalimat kedua dikarenakan seorang kreditur separatis
tidak mempunyai kepentingan untuk diberi hak mengajukan permohonan
pernyataan pailit mengingat kreditur separatis telah terjamin sumber
41
Pasal 116 HIR dan Pasal 1865 Burgerlijk Wetboek.. 42
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, hlm. 64-65.
43
pelunasan tagihannya, yaitu dari barang agunan yang dibebani dengan hak
jaminan.44
Pendapat Sutan Remy Sjahdeini ini diperkuat pula oleh Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 07 K/N/1999 tanggal 4
Februari 1999 yang mengemukakan dalam pertimbangan hukumnya
bahwa kreditur separatis yang tidak melepaskan haknya terlebih dahulu
sebagai kreditur separatis, bukanlah kreditur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) UUK Lama.45
Berdasarkan UUK dan PKPU, maka kreditur separatis dan kreditur
preferen dapat tampil sebagai kreditur konkuren tanpa harus melepaskan
hak-hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan atas
piutangnya, tetapi dengan catatan bahwa kreditur separatis dan kreditur
preferen dapat membuktikan bahwa benda yang menjadi agunan tidak
cukup untuk melunasi utangnya debitur pailit.
Dengan disahkannya UUK dan PKPU, maka diperoleh pengertian
“kreditur” sebagaimana terdapat di dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK
dan PKPU. Berkaitan dengan ada tidaknya pelepasan hak agunan kreditur
separatis terhadap pengajuan permohonan pailit, terhadap kreditur telah
diatur secara jelas di dalam Pasal 138 UUK dan PKPU.
46
44Ibid
, hlm. 9.
45
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, hlm. 65.
46
Jono, Op.Cit, hlm. 10.
Berdasarkan Pasal 1 angka (6) UUK, utang adalah kewajiban yang
dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata
uang Indonesia, maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun
yang akan timbul dikemudian hari atau kontingen, yang timbul karena
perjanjian atau UU dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak
dipenuhi member hak kepada kreditur untuk mendapatkan pemenuhannya
dari harta kekayaan debitur. Syarat ini diperlukan karena tanpa adanya
utang, maka debitur tidak memiliki kewajiban yang harus dibayar kepada
para kreditur, sehingga tidak dapat dimintakan permohonan pailit.
c. Syarat cukup satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Seperti dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK yang menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan utang yang telah jatuh tempo adalah
kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena
diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana
diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang
berwanang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis
arbitrase. Syarat bahwa utang harus telah jatuh tempo dan dapat ditagih
menunjukan bahwa Kreditur sudah mempunyai hak untuk menuntut
debitur untuk memenuhi prestasinya.
“Penagihan” disini diartikan suatu pemberitahuan oleh pihak
kreditur bahwa pihak kreditur ingin supaya debitur melaksanakan janjinya,
yaitu dengan segera atau pada suatu waktu yang disebut dalam
terutama dikalangan bisnis. Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa dalam
suatu perjanjian kedua belah pihak ada keinginan supaya selekas mungkin
tujuan dari perjanjian terlaksana, yaitu pihak kreditur supaya lekas
merasakan kenikmatan yang terletak pada pelaksanaan janji, sedang pihak
debitur supaya lekas terlepas dari suatu ikatan, yang dampaknya akan
sedikit menekan jiwanya.47
Suatu utang dapat ditagih jika utang tersebut bukan utang yang
timbul dari perikatan alami (natuurlijke verbintensis). Perikatan yang
pemenuhannya tidak dapat dituntut di muka pengadilan dan yang lazimnya
disebut perikatan alami tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk
mengajukan permohonan pailit. Perikatan alami adalah semisal perikatan
yang oleh ketentuan perundang-undangan dinyatakan tidak dapat dituntut
pemenuhannya karena perjudian atau pertaruhan (Pasal 1788 KUH
Perdata), maupun sesudahnya sebagai akibat telah terjadinya kadaluwarsa
(pasal 1967 KUH Perdata).48
Keadaan insolvent atau keadaan dimana debitur tidak mampu
membayar utang-utangnya pada para kreditur, menunjukkan bahwa debitur
tidak lagi mampu untuk memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan
kreditur terancam tidak dapat menerima hak berupa pembayaran utang dari
debiturnya. Ketidakmampuan debitur tersebut merupakan hak yang sangat d. Debitur berada dalam keadaan insolvent, yaitu keadaan dimana debitur
tidak lagi mampu membayar utang-utangnya kepada para kreditur.
47
Martiman Prodjohamidjojo, Proses Kepailitan, (Bandung : Mandar Maju, 1999), hlm. 15.
48
penting didalam kepailitan karena dengan adanya ketidakmampuan
tersebut kreditur dapat melakukan eksekusi terhadap kekayaan debitur
melalui putusan pengadilan sehingga kreditur dapat menerima haknya.
2. Prosedur permohonan pailit.
A) Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit
UUK dan PKPU telah menentukan pihak-pihak yang dapat mengajukan
permohonan pailit, yaitu: 49
1. Debitur sendiri
Debitur dapat mengajukan permohonan pailit untuk dirinya sendiri
(voluntary petition), yang biasanya dilakukan dengan alasan bahwa
dirinya maupun kegiatan usaha yang dijalankannya tidak mampu lagi
untuk melaksanakan seluruh kewajibannya, terutama dalam melakukan
pembayaran utang-utangnya terhadap para krediturnya. Dalam
memeriksa dan menyelesaikan permohonan pailit terhadap debitur itu
sendiri (voluntary petition). Ketentuan tentang voluntary petition ini
dianut oleh banyak negara, meskipun terhadap suatu kekhawatiran bahwa
debitur dapat beritikad buruk dengan mengajukan permohonan pailit
sebagai alasan untuk menghindarkan pembayaran utang-utangnya kepada
krediturnya.
49
Berkaitan dengan voluntary petition ini, Retno Wulan Sutantio
mengemukakan kemungkinan terjadinya masalah-masalah sebagai
berikut:
a. Permohonan pailit yang diajukan oleh debitur yang dilakukan
dengan sengaja setelah membuat utang kanan kiri dengan
maksud untuk tidak membayar, maka permohonan tersebut akan
ditolak oleh Pengadilan Niaga. Perbuatan tersebut dalam bahasa
Belanda disebut “knevelarij” dan diancam dengan Pasal 79 a
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan hukuman penjara
4 tahun.
b. Permohonan pailit diajukan oleh teman baik atau keluarga
debitur dengan alasan yang tidak kuat, sehingga permohonan itu
tidak akan diterima atau ditolak oleh Pengadilan Niaga.
Tindakan ini dilakukan dengan maksud untuk menghambat agar
kreditur lain tidak mengajukan permohonan pailit terhadap
debitur tersebut atau setidak-tidaknya akan menghambat
kreditur lain mengajukan permohonan pailit.
2. Satu atau lebih kreditur 50
Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU dengan tegas menyatakan
bahwa satu atau lebih kreditur pailit dapat mengajukan permohonan
pailit. UUK dan PKPU pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) mengenal 3
50
(tiga) jenis kreditur yaitu kreditur konkuren, kreditur separatis dan
kreditur preferen. Khusus mengenai kreditur separatis dan kreditur
preferen, dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa
kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta
debitur dan haknya untuk didahulukan.
Pembagian kreditur dalam kepailitan sesuai dengan prinsip
structured creditors atau prinsip structured prorata yang diartikan
sebagai prinsip yang mengklasifikasikan atau mengelompokkan berbagai
macam kreditur sesuai dengan kelasnya masing-masing antara lain
kreditur separatis, preferen, dan konkruen. Pembagian hasil penjualan
harta pailit, dilakukan berdasarkan urutan prioritas di mana kreditur yang
kedudukannnya lebih tinggi mendapatkan pembagian lebih dahulu dari
kreditur lain yang kedudukannya lebih rendah, dan antara kreditur yang
memiliki tingkatan yang sama memperoleh pembayaran dengan asas
prorata (pari passu prorata parte).
Kreditur separatis adalah kreditur pemegang hak jaminan
terhadap hipotek, gadai, hak tanggungan, dan jaminan fidusia.
Kreditur preferen adalah kreditur yang mempunyai hak
mendahului karena sifat piutangnya oleh undang-undang diberi
kedudukan istimewa. Kreditur preferen terdiri dari kreditur preferen
khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 1139 KUHPerdata, dan kreditur
Kreditur konkuren adalah kreditur yang mempunyai hak
mendapatkan pelunasan secara bersama-sama tanpa hak yang
didahulukan, dihitung besarnya piutang masing-masing terhadap piutang
secara keseluruhan dari seluruh harta kekayaan debitur. Kreditur
konkruen merupakan kreditur yang biasa yang tidak dijamin dengan
gadai, jaminan fidusia, hipotik, dan hak tanggungan dan pembayarannya
dilakukan secara berimbang. Kreditur inilah yang umum melaksanakan
prinsip pari passu prorata parte, pelunasan secara bersama-sama tanpa
hak yang didahulukan, dihitung besarnya piutang masing-masing
terhadap piutang secara keseluruhan dari seluruh kekayaan debitur
3. Kejaksaan 51
Undang-undang kepailitan telah memberikan kewenangan kepada
kejaksaan dalam kepailitan yaitu : pertama, Pasal 2 ayat (2) UU No. 4
Tahun 2004 jo Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2000, bahwa:
“kejaksaan dapat mengajukan permohonan kepailitan demi kepentingan
umum.” kedua, Pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa: “kejaksaan dapat
mengajukan permohonan agar pengadilan meletakkan sita jaminan
terhadap sebagianatau seluruh kekayaan debitur dalam perkara
kepailitan.” ketiga, Pasal 93 ayat (1) dan Pasal 93 ayat (2) yang
menentukan bahwa: “pengadilan dengan putusan pernyataan pailit atau
setiap waktu setelah itu, atas usul hakim pengawas, permintaan kurator,
atau atas permintaan seorang kreditur atau lebih setelah mendengarkan
51
keterangan hakim pengawas dapat memerintahkan supaya debitur pailit
ditahan, baik ditempatkan di rumah tahanan maupun di rumahnya sendiri,
di bawah pengawasan Jaksa yang ditunjuk oleh hakim pengawas.
Perintah penahanan dilaksanakan oleh Kejaksaan yang ditunjuk oleh
hakim pengawas.
Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU menyebutkan:
“Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk
kepentingan umum, dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi dan tidak ada pihak yang mengajukan
permohonan pailit”. Yang dimaksud “kepentingan umum” adalah
kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat luas,
misalnya:
a. Debitur melarikan diri
b. Debitur menggelapkan bagian dari harta kekayaan
c. Debitur mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau
badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat
d. Debitur mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari
masyarakat luas
e. Debitur tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam
menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu atau
f. Dalam hal lainnya menurut Kejaksaan merupakan kepentingan
Penjelasan Pasal 2 menyebutkan bahwa, dalam permohonan
pernyataan pailit tersebut, Kejaksaan dapat melaksanakannya atas
inisiatif sendiri atau berdasarkan masukan dari masyarakat atau lembaga
(instansi pemerintah atau badan lain yang dibentuk oleh pemerintah
seperti Komite Kebijakan Sektor Keuangan).
4. Bank Indonesia.
Untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan memberikan
keputusan untuk dinyatakan pailit suatu bank, haruslah terdapat
keterlibatan Bank Indonesia. Sebab Bank Indonesia merupakan bank
sentral yang menentukan kebijakan perbankan Indonesia, yang
mempunyai kewenangan untuk memberi izin usaha.52
a. kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan
Pasal 1 angka 1
UU OJK menyatakan otoritas jasa keuangan adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini. Otoritas
jasa keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan. Pasal 6 UU OJK mengatur tugas otoritas jasa
keuangan, yaitu: “otoritas jasa keuangan melaksanakan tugas pengaturan
dan pengawasan terhadap:
b. kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal
52
c. kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun,
lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.”
Sebelum adanya OJK, tugas-tugas di atas dilaksanakan oleh
Menteri Keuangan, BAPEPAM dan Lembaga Keuangan dan Bank
Indonesia.
5. BAPEPAM
Debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan
penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan
pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh BAPEPAM. Akan tetapi
setelah dikeluarkannya UU OJK, otoritas jasa keuangan menggantikan
kedudukan BAPEPAM.
6. Menteri keuangan.
Debitur adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana
pensiun, atau badan usaha milik negara yang bergerak di bidang
kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan
oleh menteri keuangan. Mengacu kepada ketentuan Pasal 55 ayat (1) Jo
Pasal 55 ayat (2) UU OJK hanya BAPEPAM yang mengalihkan seluruh
fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan keuangan di
sektor pasar modal kepada otoritas jasa keuangan, sedangkan terhadap
bank indonesia dan menteri keuangan masih menjalankan tugas dan
wewenang lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh sebab itu dengan adanya otoritas jasa
pada perusahaan perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan
penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian yang dahulu
menjadi kewenangan BAPEPAM, kemudian kewenangan tersebut
beralih ke otoritas jasa keuangan.
B)Prosedur pemgajuan permohonan pailit
Proses kepailitan dimulai dengan adanya suatu permohonan pailit
terhadap debitur yang diajukan oleh satu atau lebih krediturnya ke pengadilan
yang selanjutnya mengeluarkan putusan yang menyatakan debitur tersebut dalam
keadaan pailit. Pengadilan yang berwenang untuk memproses, memeriksa dan
mengadili perkara kepailitan adalah Pengadilan Niaga, yaitu pengadilan khusus
yang berada di lingkungan peradilan umum. Berdasarkan Pasal 306 UUK,
Pengadilan Niaga yang dibentuk berdasarkan Pasal 281 Ayat (1) Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang perubahan
atas Undang-Undang tentang Kepailitan sebagaimana yang telah ditetapkan
menjadi UUK Lama dinyatakan tetap berwenang dan memutus perkara yang
menjadi lingkup tugas Pengadilan Niaga. Selanjutnya berdasarkan Keputusan
Presiden (keppres) Republik Indonesia Nomor 97 tahun 1999, Pemerintah telah
membentuk Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan
Pengadilan Negeri Semarang.
Berdasarkan Pasal 6 dan 7 UUK dan PKPU, mekanisme dalam
mengajukan permohonan pailit pada Pengadilan Niaga adalah sebagai berikut:
1. Surat permohonan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga (Pasal 6
2. Permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh debitur sendiri atau
oleh kreditur, dilakukan oleh seorang advokat (Pasal 7 ayat (1) UUK
dan PKPU).
3. Panitera mendaftar permohonan pernyataan pailit tersebut pada
tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan (Pasal 6 ayat (2)
UUK dan PKPU).
4. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit tersebut kepada
Ketua Pengadilan Niaga paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal
permohonan pernyataan pailit didaftarkan (Pasal 6 ayat (4) UUK dan
PKPU).
5. Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal
permohonan pernyataan pailit didaftarkan, Pengadilan Niaga
mempelajari permohonan tersebut dan menetapkan hari sidang (Pasal
6 ayat (5) UUK dan PKPU).
6. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit
diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh)
hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan (Pasal 6
ayat (6) UUK dan PKPU).
7. Persidangan terhadap permohonan kepailitan itu dapat ditunda paling
lambat 25 hari apabila ada permohonan dari debitur dan adanya
alasan-alasan yang cukup mendasar. Pada sidang itulah hakim akan
memeriksa alat-alat bukti yang relevan (Pasal 6 ayat (7) UUK dan
PKPU).
8. Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta
atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk
dinyatakan pailit telah dipenuhi (Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU).
9. Putusan permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat
60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit
didaftarkan (Pasal 8 ayat (5) UUK dan PKPU).
Adanya batasan jangka waktu dalam proses pemeriksaan memberikan
kepastian bagi para pihak menyangkut waktu yang dibutuhkan dan estimasi
biaya-biaya termasuk biaya-biaya pengacara dalam rangka permohonan kepailitan ini.
Pembatasan itu juga dapat mempersempit atau memperkecil kemungkinan
rusaknya aset atau dilarikan oleh debitur.
C) Akibat hukum pailit
Putusan pailit yang ditetapkan Pengadilan Niaga kepada debitur didasarkan
pada Pasal 21 UUK dan PKPU yang menyebutkan bahwa, kepailitan meliputi
seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta
segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Adapun akibat dijatuhkannya
pailit kepada debitur adalah:53
1. Debitur kehilangan segala haknya untuk menguasai dan mengurus atas
kekayaan harta bendanya (asetnya), baik menjual, menggadai, dan lain
53
sebagainya, serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan sejak
tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan;
2. Utang-utang baru tidak lagi dijamin oleh kekayaannya;
3. Untuk melindungi kepentingan kreditur, selama putusan atas
permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, kreditur dapat
mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk:
a. Meletakkan sita jaminan sebagian atau seluruh kekayaan debitur;
b. Menunjuk kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha
debitur, menerima pembayaran kreditur, pengalihan atau penggunaan
kekayaan debitur;
c. Harus diumumkan di 2 (dua) surat kabar.
Adapun ketentuan pasal 21 UUK dan PKPU di atas tidak berlaku terhadap:
1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur sehubungan
dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan
untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh
debitur dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi
debitur dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;
2. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu
atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas; atau
3. Uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban
Adapun akibat-akibat yuridis dari putusan pailit terhadap harta kekayaan
debitur terhadap kreditur adalah sebagai berikut antara lain:
a. Putusan pailit dapat dijalankan terlebih dahulu
Putusan pengadilan merupakan serta merta dan dapat dijalankan
terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan pailit dan dilakukan suatu
upaya hukum lanjut. Apabila putusan pailit dibatalkan sebagai akibat
adanya upaya hukum tersebut, segala perbuatan yang telah dilakukan oleh
kurator sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan
tentang putusan pembatalan, maka tetap sah dan mengikat bagi debitur.
b. Sita umum
Harta kekayaan debitur yang masuk harta pailit merupakan sitaan
umum (public attachement, gerechtelijk beslag) beserta apa yang
diperoleh selama kepailitan. Dalam Pasal 21 UUK dan PKPU dijelaskan
bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan
pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama
kepailitan. Sita umum terhadap harta kepailitan tidak memerlukan suatu
tindakan khusus untuk melakukan sitaan tersebut. Dengan adanya sitaan
umum tersebut, maka harta pailit dalam status dihentikan dari segala
transaksi dan perbuatan hukum lainnya sampai harta pailit tersebut diurus
oleh kurator. Dalam sitaan hukum perdata yang secara khusus dilakukan
dengan suatu tindakan hukum tertentu. Dengan demikian sitaan umum
terhadap harta pailit adalah terjadi demi hukum.
Debitur pailit demi hukum kehilangan haknya untuk mengurus dan
melakukan perbuatan kepemiikan terhadap harta kekayaan yang termasuk
dalam pailit.54
d. Perikatan setelah pailit
Kehilangan hak bebasnya tersebut hanya terbatas pada harta
kekayaan dan tidak terhadap status pribadinya. Debitur yang dalam status
pailit, tidak hilang hak-hak keperdataannya serta hak-hak selaku warga
negara seperti hak politik dan hak privat lainnya
Segala perikatan debitur yang telah mendapatkan putusan pailit
tidak dapat dibayar dari harta pailit. Apabila dilanggar oleh yang pailit,
maka perbuatan tidak mengikat kekayaannya tersebut, kecuali perikatan
tersebut mendatangkan keuntungan terhadap harta pailit. Ketentuan ini
sering sekali diselundupi dengan membuat perikatan yang di-antedateer
(ditanggali mundur ke belakang) dan bahkan sering terjadi adanya kreditur
fiktif untuk kepentingan si debitur pailit.55
e. Penetapan putusan pengadilan sebelumnya
Pernyataan pailit juga berakibat bahwa segala penetapan
pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitur yang
telah dimulai sebelum kepailitan, harus diberhentikan seketika dan sejak
itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk juga dengan
menyandera debitur.56
54
Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang..
55
Pasal 25 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
56
Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
hapus dan jika diperlukan hakim pengawas harus memerintahkan
pencoretannya.57
Debitur pailit dikatakan sebagai wajib pajak juga dipertegas dalam Pasal
1 angka 2 dan Pasal 1 angka 3 UU KUP, yang menyatakan wajib pajak adalah
orang pribadi atau badan, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Badan yang
dimaksud dalam hal ini adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
B. Pengurusan Harta Pailit
1) Debitur pailit sebagai wajib pajak
Debitur dikatakan sebagai wajib pajak dikarenakan Pasal 1 angka 3 UUK
dan PKPU menyatakan bahwa, debitur adalah orang yang mempunyai utang
karena perjanjian atau UU yang pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan.
Pasal 1 angka 4 UUK dan PKPU menyatakan, debitur pailit adalah debitur yang
sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Berdasarkan pengertian pada
pasal 1 angka 3 dan angka 4 UUK dan PKPU tersebut dapat kita ketahui bahwa
debitur pailit adalah orang yang mempunyai utang, yang didalam pasal 1 angka 6
dikatakan bahwa utang adalah kewajiban yang akan timbul dikemudian hari atau
kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau UU dan yang wajib dipenuhi oleh
debitur, yang berarti termasuk didalamnya utang pajak. Utang pajak sendiri
merupakan utang yang wajib dipenuhi oleh debitur, karena pajak merupakan
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan UU (Pasal 1 angka 1 UU KUP).
57
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, dan sebagainya.
Wajib pajak yang dalam hal ini adalah debitur pailit, dalam menjalankan
hak dan kewajibannya akan diwakili oleh kurator (Pasal 32 ayat (1b) UU KUP),
yang termasuk pengurusan harta pailit debitur pailit tersebut.
2) Pengurusan harta pailit
Sejak kepailitan diputuskan, debitur tidak berhak lagi melakukan
pengurusan atas harta kekayaannya, dan satu-satunya yang berhak melakukan hal
tersebut adalah kurator. Hal tersebut dimaksudkan untuk melindungi kepentingan
kreditur maupun debitur pailit.
Dalam menjalankan tugasnya, Kurator diangkat oleh pengadilan yang
ditentukan dalam putusan pernyataan pailit. Apabila debitur atau kreditur tidak
mengajukan usul pengangkatan kurator, maka BHP akan bertindak sebagai
kurator. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 15 UUK dan PKPU yang
menyatakan bahwa:
1. Dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat kurator dan seorang
hakim pengawas yang ditunjuk oleh hakim pengadilan;
2. Dalam hal debitur, kreditur, atau pihak yang berwenang mengajukan
permohonan pernyataan pailit tidak mengajukan usul pengangkatan
3. Kurator yang diangkat harus independen, tidak mempunyai benturan
kepentingan dengan debitur atau kreditur, dan tidak sedang menangani
perkara kepailitan dan PKPU, lebih dari 3 (tiga) perkara.
4. Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah tanggal
putusan pernyataan pailit diterima oleh kurator dan hakim pengawas,
kurator mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan
paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim
pengawas, mengenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat
hal-hal sebagai berikut:
a. Nama, alamat, dan pekerjaan debitur;
b. Nama hakim pengawas;
c. Nama, alamat, dan pekerjaan kurator;
d. Nama, alamat, dan pekerjaan anggota panitia kreditur sementara
apabila telah ditunjuk;
e. Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama.
Tindakan pengurusan yang dilakukan kurator dalam suatu kepailitan
dapat diperinci atas:58
a. Mengumumkan ikhwal kepailitan.
Dalam jangka waktu paling lambat 5 ( lima) hari setelah tanggal
putusan pernyataan pailit diterima oleh kurator dan hakim pengawas,
kurator mengumumkan dalam Berita Negara Repunlik Indonesia dan
paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim
58
Pengawas, megenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat
hal-hal sebagai berikut:
1) Nama, alamat, dan pekerjaan debitur;
2) Nama hakim pengawas;
3) Nama, alamat, dan pekerjaan kurator;
4) Nama, alamat, dan pekerjaan anggota panitia kreditur sementara
apabila telah ditunjuk;dan
5) Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur.
b. Melakukan penyegelan harta pailit.
Kurator dapat meminta penyegelan harta pailit kepada pengadilan,
berdasarkan alasan untuk mengamankan harta pailit, melalui hakim
pengawas. Penyegelan dilakukan oleh jurusita di tempat harta tersebut
berada dengan dihadiri oleh 2 (dua) saksi yang salah satu diantaranya
adalah wakil dari pemerintah daerah setempat (Pasal 99 UUK dan
PKPU). Yang dimaksud dengan “wakil dari pemerintah daerah setempat”
adalah lurah atau kepala desa, atau yang disebut dengan nama lain
(Penejelasan Pasal 99 ayat (2) UUK dan PKPU).
c. Pencatatan/pendaftaran harta pailit.
Kurator harus mebuat pencatatan harta pailit paling lambat 2 (dua)
hari setelah menerima surat putusan pengangkatannya sebagai kurator.
Pencatatan dapat dilakukan di bawah tangan oleh kurator dengan
persetujuan hakim pengawas. Anggota panitia kreditur sementara berhak
Mengingat bahwa debitur lebih mengetahui tentang seluruh harta
kekayaannya, maka dalam prakteknya kehadiran debitur akan sangat
membantu pelaksanaan pendaftaran harta kekayan ini. Untuk itu kurator
perlu memanggil debitur pailit untuk memberikan keterangan-keterangan
dan melibatkannya memberikan petunjuk dalam pendaftaran harta
tersebut. Bahwa informasi pertama yang akan diperoleh tentang harta
kekayaan debitur adalah dari putusan/penetapan Pengadilan Niaga,
karena dalam pertimbangan hukumnya Pengadilan Niaga akan
menyebutkan, baik harta kekayaan maupun utang debitur dan siapa-siapa
yang menjadi krediturnya. Selain itu, informasi tentang harta kekayaan
debitur dapat juga diketahui dari kantor Badan Pertahanan Nasional,
kantor-kantor bank, baik bank pemerintah maupun bank swasta untuk
mengetahui adanya simpanan debitur.
Setelah pencatatan harta pailit, kurator harus membuat daftar yang
menyatakan sifat, jumlah piutang dan utang harta pailit, nama dan tempat
tinggal kreditur beserta jumlah piutang masing-masing kreditur.
Pencatatan dan pendaftaran tersebut diletakkan di kepaniteraan
pengadilan untuk dilihat oleh setiap orang dengan cuma-cuma (Pasal 102
dan Pasal 103 UUK dan PKPU).
d. Melanjutkan usaha debitur.
Melanjutkan usaha debitur pailit atas persetujuan panitia kreditur
panitia kreditur sementara maka diperlukan izin dari hakim pengawas
(Pasal 104 UUK dan PKPU).
e. Membuka surat-surat dan telegram debitur pailit.
Kurator berwenang untuk membuka surat dan telegram yang
dialamatkan kepada debitur pailit. Surat dan telegram yang tidak
berkaitan dengan harta pailit, harus segera diserahkan kepada debitur
pailit. Perusahaan pengirim surat dan telegram memberikan kepada
kurator, surat dan telegram yang dialamatkan kepada debitur pailit.
Semua surat pengaduan dan keberatan yang berkaitan dengan harta pailit
ditujukan kepada kurator (Pasal 105 UUK dan PKPU).
Berdasarkan Pasal 24 dan Pasal 69 UUK dan PKPU, sejak putusan
pailit diucapkan semua wewenang debitur untuk menguasai dan
mengurus harta pailit termasuk memperoleh keterangan mengenai
pembukuan, catatan, rekening bank, dan simpanan debitur dari bank yang
bersangkutan beralih kepada kurator (Penjelasan Pasal 105 UUK dan
PKPU).
f. Mengalihkan harta pailit.
Pengalihan harta pailit dapat dilakukan sepanjang itu diperlukan
untuk menutup biaya kepailitan atau apabila penahanannya akan
mengakibatkan kerugian kepada harta pailit meskipun ada kasasi dan
peninjauan kembali.
Uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya wajib disimpan
oleh kurator kecuali ditentukan lain oleh hakim pengawas. Uang tunai
wajib disimpan di bank (Pasal 108 UUK dan PKPU). Yang dimaksud
dengan “disimpan oleh kurator sendiri” adalah dalam pengertian tidak
mengurangi kemungkinan efek atau surat berharga tersebut dismpan oleh
kustodian, tetapi tanggungjawab tetap atas nama debitur pailit. isalnya,
deposito atas nama kurator, qq debitur pailit (Penjelasan Pasal 108 UUK
dan PKPU).
h. Mengadakan perdamaian guna mengakhiri suatu perkara yang sedang
berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara (Pasal 109 UUK dan
PKPU). Yang dimaksud dengan “perdamaian” dalam Pasal ini adalah
perkara yang sedang berjalan di pengadilan.
i. Melakukan pemanggilan kepada kreditur.
Pemanggilan terhadap kreditur ini diperlukan untuk memasukkan
bukti-bukti tagihan kepada kurator. Dalam hal ini hakim pengawas akan
menentukan batas ajhir pengajuan tagihan, batas akhir verifikasi pajak,
hari, tanggal, waktu, dan temapat rapat kreditur untuk mengadakan
pencocokan piutang. Pemanggilan tersebut dapat dilakukan dengan surat
kabar umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) UUK dan
PKPU. Tenggang waktu batas akhir pengajuan rapat pencocokan piutang
harus ada selisihnya paling sedikit 14 (empat belas) hari (Pasal 113 dan
Pasal 114 UUK dan PKPU).
Setelah para kreditur memasukkan tagihan-tagihannya, maka
kurator akan mencocokkan dengan catatan yang telah dibuat sebelumnya
dan keterangan debitur pailit, dan kemudian berunding dengan kreditur
jika terdapat keberatan terhadap penagihan yang diterima.
Tagihan-tagihan yang disetujui dimasukkan dalam sebuah daftar yang disebut
dengan “Daftar piutang yang sementara diakui”, sedangkan untuk tagihan
yang dibantah oleh kurator akan dimasukkan kedalam daftr tersendiri
disertai dengan alasan-alasannya. dalam daftar tagihan tersebut
dibubuhkan pula catatan apakah termasuk piutang yang diistimewakan
atau dijamin dengan gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan
atas kebendaan lainnya atau hak untuk menahan benda bagi tagihan yang
bersangkutan dapat dilaksanakan.
Daftar tagihan oleh kurator diletakkan dipapan pengumuman
selama 7 (tujuh) hari untuk dapat dilihat oleh yang berkepentingan atau
siapapun yang menghendakinya, Peletakan daftar-daftar tagihan tersebut
diberitahukan oleh kurator kepada semua kreditur yang dikenal dan juga
untuk menghadiri rapat pencocokan piutang serta pemberitahuan jika
debitur ada memasukkan rencana perdamaian kepada kurator (Pasal 116,
Pasal 117, Pasal 118, dan Pasal 119 UUK dan PKPU).
k. Menghadiri rapat pencocokan piutang
Tugas kurator selanjutnya adalah menghadiri rapat pencocokan
piutang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh hakim
selaku pemimpin rapat yang dihadiri oleh kurator, para kreditur, dan oleh
debitur. Kehadiran debitur dalam rapat pencocokam piutang sangat
penting, karena debitur dapat memberikan keterangan yang diminta oleh
hakim pengawas mengenai sebab musabab kepailitan dan keadaaan harta
pailit. Debitur lebih mengetahui dan dapat memberikan
keterangan-keterangan tentang kebenaran dari piutang-piutang kreditur kepadanya,
siapa-siapa yang menjadi kreditur dalam kepilitan dan besarnya tagihan
dari masing-masing kreditur. Hakim pengawas membacakan “daftar
piutang yang diakui sementara”, dan “daftar tagihan yang dibantah”,
sedangkan kurator akan memberikan keterangan-keterangan tentang
status dari para kreditur, apakah sebagai kreditur separatis, kreditur
preferens, ataupun kreditur konkuren. Daftar terakhir dari tagihan-tagihan
ini selanjutnya harus disetujui dan disahkan oleh hakim pengawas yang
dilakukan dalam rapat pencocokan tagihan tersebut diatas.
l. Memberitahukan hasil rapat pencocokan piutang kepada kreditur.
Setelah berakhirnya pencocokan piutang, kurator wajib
memberikan laporan mengenai keadaan harta pailit, dan selanjutnya
kepada kreditur, wajib diberikan semua keterangan yang diminta oleh
mereka. Laporan mengenai harta pailit beserta berita acara pencocokan
piutang wajib disediakan di kepaniteraan dan kantor kurator agar dapat
diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Pasal 16 ayat (1) UUK dan PKPU menyatakan bahwa kurator berwenang
melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak
tanggal putusan pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap
putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Kata “pemberesan”
dalam pasal tersebut berarti penguangan aktiva untuk membayar atau melunasi
utang sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan pasal 16 ayat (1) UUK dan
PKPU. Tahap-tahap dalam pemberesan tersebut dapat diperinci atas:59
59
Ibid, hlm. 140.
a) Mengusulkan dan melaksanakan penjualan harta pailit.
Dengan tetap memperhatikan ketentuan pasal 15 ayat (1) UUK dan
PKPU, kurator harus memulai pemberesan dan menjual semua harta
pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan debitur, apabila:
i. Usul untuk mengurus perusahaan debitur tidak diajukan dalam
jangka waktu yang telah ditentukan atau usul tersebut telah
diajukan tetapi ditolak; atau
ii. Pengurusan terhadap perusahaan debitur dihentikan (Pasal 184
UUK dan PKPU).
Dalam rangka membiayai tindakan-tindakan pengurusan dan
pemberesan termasuk jasa kurator diperlukan dana, dan dana tersebut
diperoleh dari hasil penjualan harta kekayaan pailit, baik barang-barang
Semua benda harus dijual dimuka umum sesuai dengan tata cara
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Bila penjualan
dimuka umum tidak tercapai, maka dapat dilakukan penjualan dibawah
tangan dengan izin hakim pengawas (Pasal 185 UUK dan PKPU). Untuk
semua benda yang tidak segera atau sama sekali tidak dapat dibereskan,
maka kurator yang memutuskan tindakan yang harus dilakukan terhadap
benda tersebut dengan izin pengawas.
Dalam melaksanakan penjualan harta pailit ini, kurator harus
terlebih dahulu meminta izin dari hakim pengawas. Izin dari hakim
pengawas ini dituangkan dalam suatu penetapan. Izin penetapan ini
diperoleh setelah kurator terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk
melakukan penjualan harta pailit dan dapat dilakukan secara lelang
didepan umum maupun secara dibawah tangan.
Sebelum berlakunya UUK dan PKPU dan UUK Lama, ketika BHP
merupakan satu-satunya kurator dalam kepailitan, BHP akan
melaksanakan penjualan harta pailit dengan cara dibawah tangan,
alasannya adalah penjualan secara lelang akan menyita banyak waktu dan
memerlukan dana yang akan dibebankan kepada harta pailit.
Kurator berkewajiban membayar piutang kreditur yang mempunyai
hak untuk menahan suatu benda, sehingga benda itu masuk kembali dan
menguntungkan harta pailit.
Kurator wajib menyusun suatu daftar pembagian untuk dimintakan
persetujuan kepada hakim pengawas. Daftar pembagian memuat rincian
penerimaan dan pengeluaran termasuk di dalamnya upah kurator, nama
kreditur, jumlah yang dicocokkan dari tiap-tiap piutang dan bagian yang
wajib diterima diberikan kepada kreditur. Daftar pembagian yang telah
disetujui oleh hakim pengawas wajib disediakan di kepaniteraan
pengadilan agar dapat dilihat oleh kreditur selama tenggang waktu yang
ditetapkan oleh hakim pengawas pada waktu daftar tersebut disetujui dan
diumumkan oleh kurator dalam surat kabar.
Daftar pembagian ini dapat dilawan oleh kreditur dengan
mengajukan surat keberatan disertai alasan kepada panitera pengadilan
dengan menerima tanda bukti penerimaan. Hakim pengawas akan
menetapkan hari untuk memeriksa perlawanan di sidang pengadilan yang
terbuka untuk umum. Dalam sidang tersebut, hakim pengawas memberi
laporan tertulis, sedang kurator dan setiap kreditur atau kuasanya dapat
mendukung atau membantah daftar pembagian tersebut dengan
mengemukakan alasannya dan pengadilan paling lambat dalam jangka
waktu 7 (tujuh) hari wajib memberikan putusan yang disertai dengan
pertimbangan hukum yang cukup. Terhadap putusan pengadilan ini dapat
diajukan permohonan kasasi.
Setelah berakhirnya tenggang waktu untuk melihat daftar
pembagian atau setelah putusan akibat diajukan perlawanan diucapkan,
kurator selesai melaksanakan pembayaran kepada masing- masing
kreditur berdasarkan daftar pembagian, maka berakhirlah kepailitan.
Kurator melakukan pengumuman mengenai berakhirnya kepailitan dalam
Berita Negara Republik Indonesia dan surat kabar (Pasal 201 dan Pasal
202 UUK dan PKPU).
c) Membuat daftar perhitungan dan pertanggungjawaban pengurusan dan
pemberesan kepailitan kepada hakim pengawas
Kurator wajib memberikan pertanggungjawaban mengenai
pengurusan dan pemberesan yang telah dilakukannya kepada hakim
pengawas paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya kepailitan.
Semua buku dan dokumen mengenai harta pailit wajib diserahkan kepada
debitur dengan tanda bukti penerimaannya (Pasal 202 ayat (3) dan ayat
(4) UUK dan PKPU).
Bila sesudah diadakan pembagian penutup, ada pembagian yang
tadinya dicadangkan jatuh kembali dalam harta pailit atau apabila
ternyata masih terdapat bagian harta pailit yang sewaktu diadakan
pemberesan tidak diketahui, maka atas peritah pengadilan, kurator
membereskan dan membaginya berdasarkan pembagian yang dahulu
(Pasal 203 UUK dan PKPU). Pemberesan dan pembagian harta pailit
tersebut menjadi tanggung jawab kurator.
Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya
dalam melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan yang
C. Pembagian Harta Pailit
Apabila hakim pengawas berpendapat terdapat cukup uang tunai, kurator
diperintahkan untuk melakukan pembagian kepada kreditur yang piutangnya telah
dicocokkan (Pasal 188 UUK dan PKPU).
Kurator wajib menyusun suatu daftar pembagian untuk dimintakan
persetujuan kepada hakim pengawas. Daftar pembagian memuat rincian
penerimaan dan pengeluaran termasuk didalamnya upah kurator, nama kreditur,
jumlah yang dicocokkan dari tiap-tiap piutang, dan bagian yang wajib diterimakan
kepada kreditur. Kreditur konkuren harus diberikan bagian yang ditentukan oleh
hakim pengawas. Pembayaran kepada kreditur:60
Ketentuan Pasal 189 UUK dan PKPU ini secara tegas mengatur tentang
pembagian harta pailit, terutama terhadap keistimewaan kreditur pemegang hak 1. Yang mempunyai hak yang diistimewakan, termasuk didalamnya yang
hak istimewanya dibantah;dan
2. Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak
agunan atas kebendaan lainnya, sejauh mereka tidak dapat dibayar
menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 UUK dan
PKPU, dapat dilakukan dari hasil penjualan benda terhadap mana mereka
mempunyai hak istimewa atau yang diagunkan kepada mereka.
Apabila hasil penjualan benda jaminan tidak mencukupi untuk membayar
seluruh piutang kreditur yang didahulukan maka untuk kekurangannya mereka
berkedudukan sebagai kreditur konkuren (Pasal 189 UUK dan PKPU).
60
jaminan yang berbeda dengan kreditur konkuren. Bahkan, bila nilai benda
jaminan yang telah dijual, hasilnya tidak cukup untuk membayar utang, maka
kreditur yang dijamin ini akan memperoleh hak sebagai kreditur konkuren.
Khusus untuk kreditur yang piutangnya diterima dengan bersyarat, maka
besarnya jumlah bagian kreditur tersebut dalam daftar pembagian dihitung
berdasarkan presentase dari seluruh jumlah piutang (Pasal 190 UUK dan PKPU).
Semua biaya kepailitan dibebankan kepada setiap benda yang merupakan
bagian harta pailit, kecuali benda tersebut telah dijual sendiri oleh kreditur
pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas
kebendaan lainnya (Pasal 191 UUK dan PKPU).
Pasal 21 ayat (3) UU KUP menyatakan bahwa, hak mendahului untuk
utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:
1. Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk
melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
2. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;
dan/atau
3. Biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan
penyelesaian suatu warisan".
Berdasarkan ketentuan di atas maka kedudukan utang pajak merupakan
dimiliki oleh Negara. Dengan hak tersebut negara mempunyai hak mendahulu
atas barang-barang milik wajib pajak/penanggung pajak.61
Selanjutnya di dalam Pasal 21 Ayat (1) UU KUP disebutkan mengenai
posisi negara terkait utang pajak, yaitu “Menetapkan kedudukan negara sebagai
kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang
milik penanggung pajak yang akan dilelang di muka umum. Pembayaran kepada
kreditur lain diselesaikan setelah utang pajak dilunasi".
62
61
Irwan Ariwibowo, “Kreditur Preferen Dalam Pajak, Apakah Sama Dalam Versi
Kepailitan?”, dalam
Posisi tersebut juga
dipertegas didalam Pasal 21 Ayat (3a) UU KUP, yakni: "Dalam hal wajib pajak
dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau
badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta
wajib pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau
kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang
pajak wajib pajak tersebut". Termasuk dalam hal ini penjelasan yang ada di dalam
Pasal 19 ayat (6) UU PPSP yang menyatakan sebagai berikut: "Menetapkan
kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak
mendahulu atas barang-barang milik penanggung pajak yang akan dijual kecuali
terhadap biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman
untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak, biaya yang
telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud, atau biaya perkara
yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
Desember 2014.
62
Hasil penjualan barang-barang milik penanggung pajak terlebih dahulu untuk
membayar biaya-biaya tersebut di atas dan sisanya dipergunakan untuk melunasi
utang pajak".63
Menurut Jerry Hoft, tujuan kepailitan adalah untuk membayar hak para
kreditur yang seharusnya mereka peroleh sesuai dengan tingkat urutan tuntutan
mereka.
D. Tanggung Jawab Kurator
Pasal 1 angka 5 UUK dan PKPU menyebutkan bahwa kurator adalah
Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan
untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah pengawasan
hakim pengawas sesuai dengan UU ini. Tugas kurator diatur pada Pasal 69 ayat
(1) UUK dan PKPU yang menyebutkan bahwa “Tugas kurator adalah melakukan
pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit”.
64
63
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
64
Jerry Hoft, Hukum Kepailitan Di Indonesia (Indonesian Bankrupcty Law), Diterjemahkan oleh Kartini Muljadi, (Jakarta: Tata Nusa, 2000), hlm.66.
Kurator wajib memastikan bahwa semua tindakan yang dilakukan
adalah untuk kepentingan harta pailit. Banyak hambatan yang ditemui kurator,
antara lain terkait dengan kepastian hukum terhadap profesi ini, yaitu belum
adanya jaminan hukum yang jelas untuk melindungi tugas kurator yang terkadang
dipersulit pelaksanaan tugasnya, diantaranya : Seorang kurator seringkali
menghadapi permasalahan dalam proses pelaksanaan putusan pailit, dimana
melakukan transaksi bila kurator datang, kurator tersebut bahkan diusir dan
terhadap debitur ini tidak ada akibat atau sanksi apa-apa dari pengadilan.65
65
Imaran Nating, Op.Cit, hlm. 11.
Kurator mempunyai kewajiban untuk melakukan penetapan dan
pengumuman mengenai daftar harta pailit, yang secara serta merta bertanggung
jawab atas penetapan tersebut, karena kurator bertugas untuk menginventerisasi
keseluruhan harta pailit beserta kepengurusan lainnya. Oleh karena itu apabila ada
suatu keberatan terkait dengan penetapan tersebut, maka pihak yang keberatan
dapat mengajukan permohonan kepada hakim pengawas dengan menyerahkan
surat keberatan terkait ketidaksetujuan terhadap daftar pembagian harta pailit yang
telah dibuat oleh kurator, yang dalam hal ini akan bertindak sebagai pihak yang