PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak dulu, masalah penduduk sudah menjadi perhatian. Jumlah penduduk
Sumatera Utara dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan meskipun laju
pertumbuhannya tidak terus meningkat dari laju pertumbuhan tahun sebelumnya.
Pertambahan jumlah penduduk identik dengan pertambahan jumlah penduduk
miskin, dan kesulitan memperoleh pangan.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2000-2010
diperoleh laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,22 % per tahun. Angka ini lebih
kecil jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk tahun 1990-2000
yang sebesar 1,32 %, jauh dibawah dari pertumbuhan penduduk nasional yaitu
1,43 persen. Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat, adalah termasuk
dua kabupaten/kota dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk
terbanyak. Pertumbuhan penduduk tersebut bisa berdampak luas pada sektor
pembangunan dan berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk pertumbuhan
ekonomi (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2010).
Banyak ahli ekonomi yang telah mengemukakan pendapat mereka
mengenai masalah kesejahteraan masyarakat dan menjadi perdebatan diantara
mereka sendiri. Beberapa di antara mereka ada yang mendukung teori korelasi
antara penduduk dan pembangunan, namun ada juga diantara mereka yang
mengasumsikan ini adalah sebuah pembalikan fakta terhadap kegagalan ekonomi
yang ada. Menurut Malthus dalam Silalahi (2011) penduduk (seperti juga
dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi
ini. Isu kependudukan telah lama menjadi permasalahan global, Malthus
berpendapat bahwa pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali
merupakan ancaman besar bagi negara. Dalam karyanya “Essay on the principle of population” (esai tentang prinsip-prinsip populasi), Malthus mengatakan
bahwa jumlah penduduk meningkat tidak terkendali mengikuti barisan ukur
(1, 2, 4, 8, dan seterusnya) sedangkan produksi pangan bertambah menurut
barisan hitung (1, 2, 3, 4, dan seterusnya) sehingga diprediksi manusia akan
mengalami kekurangan pangan tidak mampu mencukupi ledakan penduduk.
Prediksi akan terjadinya krisis pangan tidak hanya di Indonesia tetapi di
seantero dunia, harus dapat disikapi tidak hanya oleh pemerintah pusat saja, akan
tetapi lebih kepada pemerintah tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh
Indonesia. Dalam hal ini justru sebenarnya pemerintah daerah (provinsi dan
kabupaten/kota) seharusnya dari sejak dini sudah mengambil langkah-langkah
kebijakan untuk mengantisipasi krisis pangan tersebut. Berdasarkan berita
waspada 14 Agustus 2010, Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang
masuk dalam kategori kerawanan pangan. Sebab masih banyak masyarakat
Sumatera Utara yang mengkonsumsi beras cukup tinggi.
Ketidakseimbangan pertambahan penduduk dengan pertambahan produksi
pangan ini sangat mempengaruhi keadaan lingkungan hidup, dimana lingkungan
hidup diperas dan dikuras untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pertumbuhan
penduduk yang cepat dan jumlah yang makin besar akan menggerus sumber yang
tersedia. Jumlah penduduk yang terus meningkat menuntut ketersediaan sumber
dikonsumsi, hal itu akan melahirkan kelangkaan yang mengarah pada perebutan
sumber daya di antara penduduk yang dapat memicu konflik. Ancaman paling
nyata adalah meningkatnya kemiskinan, terutama bila laju pertumbuhan penduduk
tidak dibarengi kemampuan menyediakan kebutuhan dasar: pangan, sandang,
papan. Logika pemikiran ini sangat dipengaruhi mazhab Malthusian yang
berhipotesis bahwa pertumbuhan penduduk bergerak secara eksponensial (cepat),
sementara sumber daya pendukung, terutama pasokan kebutuhan dasar,bergerak
secara aritmetikal atau lambat (Komunitas timur Indonesia, 2011).
Prediksi Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyebutkan,
pada tahun 2015 dunia akan semakin berkecukupan dalam memenuhi kebutuhan
pangannya. Diramalkan, pertumbuhan penduduk mencapai 1,3 persen, sementara
pertumbuhan produksi pangan 3,5 persen. Namun, ironisnya prediksi FAO juga
menyatakan pada tahun 2015 kelaparan akan menimpa sekitar 500 juta penduduk
dunia karena produksi dikuasai oleh negara-negara maju, sementara negara-negara
berkembang termasuk Indonesia, menjadi konsumennya. Permasalahan ketahanan
pangan dan kemiskinan yang masih melilit adalah dua masalah krusial yang
dihadapi bangsa ini dan jika dikaji lebih jauh, kedua masalah tersebut memiliki
keterkaitan yang secara simultan harus diatasi (Lesmana, 2007).
Kemiskinan juga sering menjadi topik yang dibahas dan diperdebatkan
dalam berbagai forum baik nasional maupun internasional, walaupun kemiskinan
itu sendiri telah muncul ratusan tahun yang lalu. Kemiskinan merupakan suatu
keadaan yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan
dalam berbagai keadaan hidup. Perkembangan kondisi kemiskinan di suatu negara
tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya, dengan semakin menurunnya
tingkat kemiskinan yang ada maka dapat disimpulkan meningkatnya
kesejahteraan masyarakat di suatu negara (Hudayana, 2009).
Permasalahan kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang
terus dihadapi di sejumlah daerah di Indonesia, tidak terkecuali Provinsi Sumatera
Utara. Berdasarkan berita resmi statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi
Sumatera Utara jumlah dan persentase penduduk miskin di Sumatera Utara pada
periode 1999-2011 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Untuk lebih jelas mengenai
jumlah dan presentase penduduk miskin di Sumatera Utara tahun 1999-2011,
dapat dilihat dalam Tabel 1 di bawah ini
Tabel 1
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara
Dari tabel di atas dapat kita lihat jumlah dan presentase penduduk miskin terus
persentase penduduk miskin kembali naik dan mencapai 1979,7 ribu jiwa (15,66%).
Jumlah ini kembali turun pada bulan Maret 2007, dan terus menurun dari tahun ke tahun
hingga pada September 2011 persentase penduduk miskin menjadi 10,38 %.
Menurut Anderson and Roumasset (1996) dalam Lesmana (2007), karena
kemiskinan, sebagian besar pendapatan yang diperoleh oleh penduduk miskin di
negara berkembang dialokasikan untuk makanan. Konsumen di
negara-negara miskin selalu dalam resiko akan kelaparan dan kerapuhan terhadap
guncanan-guncangan harga yang berujung terhadap kelangkaan pangan. Untuk
mengantisipasi masalah tersebut, sejumlah negara miskin mengambil langkah aksi
publik (public action) untuk meningkatkan ketahanan pangannya. Umumnya tipikal pendekatan yang diambil bertujuan mengurangi jumlah populasi yang
mengalami kelaparan dengan meningkatkan pendapatan kaum miskin dan secara
simultan mengelola ekonomi pangan dalam rangka meminimalkan
guncangan-guncangan yang akan memicu kelangkaan pangan.
Pada dasarnya, kemiskinan adalah masalah yang berdimensi ganda (multi
dimensional). Hal ini berarti bahwa kemiskinan semestinya dikonseptualisasikan
untuk mengindikasikan lebih dari sekedar taraf hidup yang rendah seperti yang
sering diukur dengan tingkat pendapatan atau pengeluaran yang tidak memadai
secara normatif. Konsep kemiskinan juga harus merujuk pada rendahnya kualitas
dari komponen-komponen sumber daya pembangunan manusia (human developmentresources), seperti kekurangan gizi, status kesehatan yang buruk dan tingkat pendidikan yang kurang memadai. Selain itu. dimensi penting lainnya dari
kemiskinan juga sering dikaitkan dengan insiden kerawanan pangan
pangan" atau food security di sini didefinisikan sebagai akses dari semua
penduduk di suatu negara atau wilayah untuk memenuhi konsumsi kebutuhan
dasar makanan yang cukup, yang dibutuhkan untuk bisa hidup secara layak
(aktif dan sehat).
Menurut Baliwati (2004), Akses pangan merupakan salah satu aspek dari
empat aspek ketahanan pangan, selain Kecukupan (sufficiency), keterjaminan
(security), dan waktu (time). Akses pangan ini oleh Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara (2010) didefinisikan sebagai kemampuan rumah tangga untuk
secara periodik memenuhi sejumlah pangan yang cukup melalui kombinasi
cadangan pangan mereka sendiri dan hasil dari rumah/pekarangan sendiri,
pembelian, barter, pemberian, pinjaman dan bantuan pangan.
Rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih pangan pokok ,
daya beli pangan (ukuran kemampuan masyarakat rata-rata penduduk dalam
membeli pangan), persentase penduduk yang tidak tamat sekolah dasar (SD)
merupakan indikator yang dipakai dalam mengukur akses pangan
(Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2010).
Kondisi kemiskinan di Sumatera Utara terus mengalami tren penurunan.
Meskipun demikian, tantangan ke depan untuk mencapai target yang ditentukan
juga masih cukup besar. Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan agenda
nasional. Kebijakan itu meliputi penyediaan lapangan kerja untuk penduduk yang
menghendakinya, memberikan kesempatan pendidikan, meningkatkan kesehatan
serta usaha-usaha menambah kesejahteraan penduduk lainnya. Berbagai ikhtiar
penanggulangan kemiskinan di wilayah kabupaten/kota memiliki tekanan dan
Upaya penanggulangan kemiskinan tidak dapat dilakukan hanya dengan
menggunakan pendekatan sektoral semata, akan tetapi harus menggunakan
pendekatan yang lebih terpadu, sistemik, dan menyentuh pada akar permasalahan
kemiskinan. Belajar dari pengalaman penanggulangan kemiskinan yang dilakukan
selama ini, permasalahan utama dalam penanggulangan kemiskinan adalah belum
optimalnya koordinasi antar sektor dan pemangku kepentingan lainnya dalam
implementasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.
Koordinasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan
merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan
kemiskinan. Koordinasi kebijakan adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh
pemerintah dan pemangku kepentingan untuk menyelaraskan setiap keputusan
yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan, sehingga dalam pelaksanaan
program, tidak mengalami benturan atau inkonsitensi antara satu kebijakan
dengan kebijakan lainnya.
Diperlukan suatu disain kebijakan pangan yang koheren yang akan
menggandeng strategi ketahanan pangan dengan strategi pertumbuhan yang pada
gilirannya akan menjangkau kaum miskin. Pertambahan penduduk, akses pangan
dan kemiskinan, ketiga indikator tersebut berkaitan erat dengan kemiskinan hal
tersebut yang menjadi dasar ketertarikan penulis mengadakan penelitian dengan
objek pertambahan penduduk, akses pangan dan kemiskinan serta kebijakan
dalam menangani masalah kemiskinan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian
Pengentasan Kemiskinan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Sumatera
Utara”
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka identifikasi masalah yang
dirmuskan adalah sebagai berikut:
1.Bagaimanakah tingkat pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara ?
2.Bagaimanakah akses pangan di Sumatera Utara ?
3.Bagaimanakah pengaruh jumlah penduduk, akses pangan, pengentasan
kemiskinan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1.Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara
2.Untuk mengetahui akses pangan di Sumatera Utara
3.Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk, akses pangan, pengentasan
kemiskinan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan
2.Bahan masukan bagi pemerintah terutama dalam rangka mengevaluasi
kebijaksanan dan menyusun perencanaan dalam rangka peningkatan