• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERFORMANSI FISIOLOGIS UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei YANG DIPELIHARA PADA MEDIA AIR TAWAR DENGAN APLIKASI KALIUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERFORMANSI FISIOLOGIS UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei YANG DIPELIHARA PADA MEDIA AIR TAWAR DENGAN APLIKASI KALIUM"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMANSI FISIOLOGIS UDANG VANAME,

Litopenaeus vannamei YANG DIPELIHARA PADA MEDIA

AIR TAWAR DENGAN APLIKASI KALIUM

Aan Fibr o Widodo, Br at a Pant j ar a, Noor Bim o Adhiyudant o, d an Rachm ansyah

Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

Jl. Makm ur Dg. Sit akka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selat an E- m ail: litkanta@indosat.net.id

(Naskah diterima: 21 Maret 2011; Disetujui publikasi: 12 Mei 2011)

ABST RAK

Kalium sangat pent ing bagi udang t erut am a yang dipelihara pada m edia air t awar. Kalium m erupakan m ineral m ikro yang penting bagi udang terutam a dalam m enjaga keseim bangan elektrolit cairan tubuh, penghantaran im puls saraf, serta pem bebasan tenaga yang berasal dari protein, lem ak, dan karbohidrat pada proses m etabolism e. Penelit ian ini bert ujuan unt uk m enget ahui perform ansi udang vanam e, Litopenaeus vannamei, yang dipelihara pada m edia air t awar dengan aplikasi kalium . Penelit ian dilakukan di Laborat orium Basah Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. Hewan uji yang digunakan adalah udang vanam e um ur 62 hari dengan bobot awal rata- rata 5,80± 0,02 g. Penelitian dirancang dengan pola rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah aplikasi KCl sebagai sumber kalium pada air tawar pengencer media bersalinitas 1- 0 ppt, masing-m asing konsentrasi kaliumasing-m pada perlakuan A, B, C, dan D secara berurutan adalah 25, 50, 75, dan 0 m g/ L (kontrol). Sebelum penelitian berlangsung, udang diadapt asikan di air payau dengan salinit as 25 ppt selam a 10 hari. Selanjut nya salinit as dit urunkan sam pai 1 ppt selam a 3 hari, dilanjutkan pem eliharaan pada salinitas 0 ppt sam pai akhir penelitian (30 hari). Peubah yang diam ati adalah tingkat kerja osm otik, laju konsum si oksigen, konsentrasi glukosa darah, sintasan, laju pert um buhan bobot, dan panjang spesifik harian serta peubah kualitas air. Hasil penelitian m enunjukkan bahwa aplikasi kalium 25- 75 mg/ L pada media pemeliharaan air tawar dapat meningkatkan kemampuan osm oregulasi dan m engurangi tingkat stres udang vanam e sehingga dapat m ening-kat kan laju pert um buhan dan sint asannya. Uji st at ist ik t erhadap t ingening-kat kerja osm ot ik, t ingkat konsum si oksigen, dan konsent rasi glukosa darah berbeda nyat a (P< 0,05) antar perlakuan, nam un perform ansi fisiologis udang vanam e terbaik dengan tingkat osm ot ik, laju konsum si oksigen, dan konsent rasi glukosa darah t erendah diperoleh pada perlakuan aplikasi kalium konsentrasi 50 m g/ L (optim um 55,05–56,43 m g/ L).

KATA KUNCI: air t aw ar , k alsium , per f or m ansi f isiologis, udang vanam e

ABST RACT : Ph y si o l o g i ca l p e r f o r m a n ce o f w h i t e sh r i m p , Litopenaeus vannamei cultured in potassium - treated f reshw ater m edia. By: Aan Fi b r o Wi d od o, Br at a Pan t j ar a, N oor Bi m o Ad h i yu d an t o, a n d Ra ch m a n sy a h

(2)

PENDAHULUAN

Salah sat u sum berdaya hayat i perairan b er n i l ai ek o n o m i s p en t i n g d an t el ah d i -budidayakan secara kom ersial adalah udang vanam e (Litopenaeus vannamei). Pada pene-rapan t eknologi sederhana sam pai int ensif dalam produksi udang vaname di wilayah tropis t elah m enunj uk k an b ahwa ud ang vanam e m em iliki keunggulan dibandingkan dengan jenis udang yang lain. Udang vanam e per-t u m b u h an n ya l eb i h cep aper-t , d ap aper-t m en g i si semua kolom air sehingga dapat dibudidayakan d en g an p ad at t eb ar yan g t i n g g i , b er si f at eurihalin, serta lebih tahan terhadap penyakit dan gangguan lingkungan (Poernomo, 2004).

Bu d i d aya u d an g van am e d i In d o n esi a u m u m n y a h an y a d i l ak u k an d i t am b ak , sementara untuk daerah yang jauh dari sumber air laut belum banyak dilakukan. Kendala utama yang dihadapi adalah terbatasnya ketersedian air laut unt uk pem eliharaan (Taqwa et al., 2008). Selain it u, peningkat an salinit as yang cukup tinggi (40- 47 ppt) juga menjadi kendala dalam budidaya udang vaname di tambak pada m usim kem arau (Hendradjat & Mangam pa,

2007). Budidaya udang vanam e di air t awar merupakan salah satu solusi untuk mengatasi hal t ersebut . Perm asalahan selanjut nya yang m u n cu l ad al ah r en d ah n ya si n t asan yan g dihasilkan. Beberapa teknik aklimatisasi udang vanam e pada m edia bersalinit as rendah t elah dilaporkan m eskipun sintasan yang diperoleh m asih rendah (McGraw et al., 2002; Saoud et al., 2 0 0 3 ). Tingk at m or t alit as yang t inggi diduga disebabkan perubahan salinit as yang ekstrim. Perubahan salinitas menyebabkan laju osm oregulasi m eningkat sehingga laju beban osm ot ik, konsum si oksigen dan t ingkat st res m eningkat . Selain it u, dalam m edia air t awar, diduga udang m engalam i defisiensi m ineral-m iner al p ent ing unt uk sint asannya. Salah sat u m ineral yang perlu unt uk dit am bahkan adalah kalium . Berdasarkan hasil pengukuran l ab o r at o r i u m d i k et ah u i b ah wa m ed i a ai r t awar (air sum ur) yang digunakan m em iliki konsent rasi kalium yang sangat rendah (2,12 m g/ L), sed angk an Riley & Chest er (1 9 7 1 ) menyatakan bahwa air laut bersalinitas 35 ppt m en g an d u n g k al i u m seb esar 4 2 0 m g / L. Defisiensi kalium disebut Hipokalemia, yait u suat u keadaan di m ana konsent rasi kalium releasing energy from protein, fat, and carbohydrate in the metabolic processes. This study was aimed to determine the performance of white shrimp (Litopenaeus vannamei) cultured in freshwater media treated with potassium. The research was conducted in the Wet Laboratory of the Institute for Coastal Aquaculture (RICA), Maros. Whiteleg shrimps of 62 days in age average and 5.80±0.02 g of initial weight average were used in the experiment. The study employed completely randomized design (RAL) which consisted of four treatments and three replications. The treatments were the application of KCl as the source of potassium into freshwater media of which the salinity was maintained at 1-0 ppt. The KCI addition as the treatments were 25, 50, 75, and 0 mg/L (control) arranged as treatment A, B, C, and D, respectively. The shrimp was firstly acclimatized in brackishwater media with the salinity of 25 ppt for 10 days before the treatment. Dilution of salinity was done by gradual addition of fresh water for 3 days which decreased the salinity from 25 ppt down to 1 ppt, and then the process was continued by rearing the shrimp for 30 days. The experiment variables measured were the level of osmotic activity, rate of oxygen consumption, blood glucose levels, survival rate, and weight gain and daily specific lenght. The results showed that the application of potassium with the concentration of 25-75 mg/L into the freshwater media was visibly enhancing the shrimp’s ability in controlling osmoregulation and reducing stress level which then led to the increase of growth and survival rate. The statistic analysis showed that the osmotic activity, oxygen consumption rate, and blood glucose levels in treated shrimp exibited a significant difference (P<0.05) among the treatments. The best performing whiteleg shrimp in terms of osmoregulation level, oxygen consumption rate and the minimum blood glucose levels was found in the treatment with the application of 50 mg/L potassium (optimum of 55.05–56.43 mg/L potassium).

(3)

dalam darah kurang dari 3,5 m Eq/ L darah (Anonim, 2008).

McGr aw & Scar p a (2 0 0 3 ) m en yat ak an bahwa akt ivit as enzim pada krust ase sangat t er gant ung pada k onsent r asi k alium yang b er p er an d alam m em p er t ahank an k ond isi k onst an hemolymp k et ik a t erj adi f luk t uasi salinitas. Kalium merupakan mineral mikro yang pent ing bagi udang. Di dalam t ubuh, kalium biasanya bekerja sam a dengan sodium (Na) d al am m en g at u r k esei m b an g an m u at an elektrolit cairan tubuh (Anonim, 2008). Kalium juga penting dalam penghantaran impuls saraf, sert a pem bebasan t enaga yang berasal dari prot ein, lem ak, dan karbohidrat pada proses metabolisme (Ningharmanto, 2009). Pengaruh penam bahan k alium t erhadap perf orm ansi pascalarva udang vanam e pada m asa akli-m at isasi ke akli-m edia bersalinit as rendah t elah dit elit i (Taqwa et al., 2008), nam un im pli-kasinya t erhadap perform ansi udang vanam e yang dipelihar a di m edia air t awar belum b an yak d i l ap o r k an . Taq w a et al. (2 0 0 8 ) m el ap o r k an b ah w a p en am b ah an k al i u m sebanyak 25 m g/ L pada air t awar pengencer (konsent rasi kalium m edia bersalinit as 2 ppt ) menjadi 51 mg/ L pada aklimatisasi pascalarva vanam e selam a 4 har i dapat m enur unk an beban osm ot ik, pem belanjaan energi unt uk metabolisme basal dan tingkat stres sehingga d ap at m en i n g k at k an si n t asan p ascal ar va udang vanam e.

Meskipun t elah diket ahui bahwa udang vaname bisa hidup pada kisaran salinitas yang luas, namun implikasi metabolisme dari kondisi t er seb ut b elum b anyak d ik et ahui p ad ahal inform asi fisiologi yang berhubungan dengan l aj u o sm o r eg u l asi san g at d i b u t u h k an . Met abolism e respirasi, t ingkat osm ot ik, dan t ingkat st res t am paknya cukup t epat unt uk m engukur pengeluaran energi udang vanam e dalam kondisi tawar karena umumnya dianggap sebagai salah sat u indikat or t erbaik akt ivit as f isiologis um um individu, m engint egrasikan khususnya pertukaran energi yang diperlukan unt uk regulasi osm ot ik . Oleh sebab it ulah p en am b ah an su m b er k al i u m p ad a m ed i a pem eliharaan diharapkan dapat m enunjang kebut uhan kalium sehingga dapat m ening-katkan sintasan udang vaname yang dipelihara pada m edia air t awar. Penelit ian ini bert ujuan u n t u k m en g et ah u i p er f or m an si f i si ol og i s udang vanam e dengan aplikasi kalium pada media pemeliharaan air tawar.

BAHAN DAN METODE

Penelit ian dilaksanakan di Laborat orium Basah Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP), Mar os. Penelit ian m enggunak an wadah berupa akuarium fiberglass berukuran panjang, lebar dan t inggi m asing- m asing 50 cm x 75 cm x 60 cm berjum lah 12 buah. Akuarium masing- masing diisi air laut sebanyak 20 L dan diaerasi t erus- m enerus. Hewan uji yang digunakan adalah udang vanam e um ur 62 hari dengan bobot awal rata- rata 5,80± 0,02 g. Udang vaname uji ditebar dengan kepadatan 5 ekor/ akuarium yang dipelihara selam a 30 hari. Sebelum dit ebar k e wadah penelit ian terlebih dahulu dilakukan penimbangan bobot d engan m enggunak an t im b angan elek t r ik b er k et el i t i an 0 , 0 1 g . Sel am a p en el i t i an berlangsung udang diberi pakan kom ersial (pelet ) dengan kom posisi proksim at : lem ak (6,53%), protein (27,43%), serat kasar (1,45%), d an ab u (7 ,7 9 %) (Tahe, 2 0 0 8 ). Pem b er ian dilakukan set iap hari sebesar 5% biom assa dengan frekuensi pem berian 3 kali/ hari yakni pada pukul 07.00, 12.00, dan 17.00.

Sum ber air yang digunakan t erdiri at as air laut bersalinit as 30 ppt . St ok air laut diam bil dari perairan Teluk Awerange Kabupaten Barru, Sulawesi Selat an. Unt uk m endapat kan m edia p er l ak u an sesu ai d en g an sal i n i t as yan g diinginkan maka dilakukan teknik pengenceran dengan air t awar yang bersum ber dari air su m u r . Pen g en cer an d i l ak u k an d en g an ber pedom an pada r um us yang digunak an Anggoro (1992) sebagai berikut:

Penelit ian dirancang dengan pola ran-cangan acak lengkap (RAL) yang t erdiri at as 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah aplikasi kalium pada air tawar pengencer media bersalinitas 1- 0 ppt. Masing-m asing konsent rasi KCl pada perlakuan A, B, C dan D secara berurut an adalah 25, 50, 75, dan 0 m g/ L (kont rol) yang berdasarkan hasil laboratorium setara dengan konsentrasi kalium di m ana:

S2 = Tingkat salinit as yang diinginkan (ppt ) S1 = T i n g k at s al i n i t as ai r l au t y an g ak an

diencerkan (ppt )

a = Volum e air laut yang diencerkan (L) n = Volume air tawar yang perlu ditambahkan (L)

(4)

secara berurutan sebesar 10,37; 20,55; 31,02; d an 2 ,1 2 m g / L. Seb el u m p en el i t i an b er -langsung, udang diadapt asikan di air payau d en g an sal i n i t as 2 5 p p t sel am a 1 0 h ar i . Selanjutnya salinitas diturunkan sam pai 1 ppt selam a 3 hari, dilanjutkan pem eliharaan pada salinitas 0 ppt sampai akhir penelitian (30 hari). Air t awar yang digunakan sebelum nya t elah dit am bahkan dolom it (CaMg(CO3)2) sebagai su m b er k al si u m seb an yak 5 0 m g / L d an perlakuan aplikasi KCl sebagai sumber kalium sesuai perlakuan. Persent ase m ineral yang t erkandung di dalam dolom it (CaMg(CO3)2) berdasarkan kem asan t erdiri at as MgO (20%), CaO (3 0 %), d an H2O (1 %). Unt uk m enj aga kualit as air m edia penelit ian, m aka sisa- sisa pakan dan kot oran udang uji disipon set iap hari. Untuk m em pertahankan salinitas m edia, m aka dilakukan pengukuran salinit as pada set iap pagi dan sore sehari dengan m eng-g unak an hand refraktometer. Ji k a t er j ad i peningkatan salinitas, maka dilakukan penam-bahan air tawar sam pai salinitas m edia sesuai dengan perlakuan.

Peu b ah yan g d i am at i ad al ah t i n g k at osm ot ik, laju konsum si oksigen, konsent rasi glukosa darah, sint asan, laju pert um buhan b o b o t d an p an j an g sp esi f i k h ar i an ser t a p eu b ah k u al i t as ai r . Pen g u k u r an t i n g k at osm ot ik, laju konsum si oksigen, konsent rasi g l u k o sa d ar ah , d an p eu b ah k u al i t as ai r d ilak uk an p ad a awal d an d an selanj ut nya set iap 7 hari, sedangkan sint asan dan laju pert um buhan diam at i pada akhir penelit ian. Wad ah yang d igunak an p ad a p enguk ur an t ingkat konsum si oksigen adalah chamber/ bent ik jar yakni alat yang t erbuat dari kaca volum e 1 L sebanyak 4 unit . Keseluruhan chamber/ bent ik jar diinkubasikan selam a 1 jam dalam wadah yang menggunakan air yang sam a d en g an m ed i a p en el i t i an . Ok si g en terlarut diukur dengan alat pengukur O2 (TPSTM Model WP- 82 DO m et ers). Dat a laju respirasi selam a proses inkubasi diperoleh dari dat a loger yang m erek am dinam ik a k andungan oksigen terlarut diukur setiap lima menit. Pada p r i n si p n ya p en g u k u r an i n i m en g g u n ak an m edia air unt uk m enget ahui oksigen yang dikonsumsi/ digunakan oleh udang uji dengan mengurangkan oksigen terlarut awal dan akhir setelah diinkubasi selama 1 jam. Data tersebut m enunjukkan t ot al konsum si oksigen oleh udang vaname. Selain merekam data kelarutan ok sigen, data loger j uga m er ek am secar a otom atis nilai suhu dari m edia yang diukur.

Konsum si oksigen dihit ung berdasarkan form ula Liao & Huang (1975) sebagai berikut:

Sel an j u t n y a d i l ak u k an p en g am b i l an hemolymph udang vanam e sebanyak 0,05 m L dengan spuit/disposible syringe 1 m L lalu d i m asu k k an k e d al am t u b e 1 ,5 m L yan g seb elum nya t elah d it am b ahk an Trisodium Citrate (Na3C6H5O7) 3,8% sebagai antikoagulan. Hemolymph disentrifuge dengan kecepat an 3500 rpm selam a 10 m enit pada suhu 4oC unt uk m em isahk an plasm a dari sel darah. Plasm a yang didapat k an digunak an unt uk p en g u k u r an t i n g k at k er j a o sm o t i k d an konsentrasi glukosa darah.

Tingkat kerja osmotik diukur dengan Fiske Model 210 Micro-Osmometer. Penguk ur an konsent rasi glukosa darah m enggunakan kit Glucose Iiquicolor (GOD-PAP Method Enzymatic Colorimetric Test for Glucose Method without Deproteinisation). Konsent rasi glukosa darah diukur dengan formula:

Dot n = Konsent rasi oksigen t erlarut pada wakt u

t (m g/ L)

W = Bobot hewan uji (g) T = Periode pengam at an (jam )

Ni l ai ab so r b an si co n t o h d an l ar u t an st andar diukur pada panjang gelom bang 500 nm.

Sint asan dihit ung dengan m enggunakan form ula Huynh & Fotedar (2004), yaitu:

C = 100 x ∆Asampel

∆ASTD

di m ana:

C = Konsent rasi glukosa darah (m g/ dl) ∆Asam pel = Absorbansi cont oh

∆ASTD = Absorbansi larut an st andar

(5)

HASIL DAN BAHASAN

Laju Osmoregulasi

Tingkat osmotik setiap perlakuan disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan analisis ragam , p en am b ah an k al i u m b er p en g ar u h n yat a (P< 0 ,0 5 ) t er hadap t ingk at osm ot ik udang vanam e. Penam bahan k alium sebanyak 50 m g/ L m enghasilkan beban osm ot ik t erendah yai t u seb esar 4 7 9 ,3 3 m Osm / k g , d i su su l bert urut - t urut pada penam bahan 75 m g/ L (526,33 mOsm/ kg); 25 mg/ L (582,33 mOsm/ kg), dan beban osm ot ik t ert inggi diperoleh p ad a p er lak uan k ont r ol (0 m g/ L) seb esar 772,00 mOsm/ kg. Hal ini berarti, penambahan k alium p ad a m ed ia p em elihar aan m am p u memperbaiki laju osmoregulasi udang vaname yang dipelihara pada m edia air tawar.

Dengan beban osm otik yang rendah m aka energi yang diperoleh udang dari m akanan yang digunakan unt uk proses osm oregulasi akan lebih banyak digunakan unt uk proses p er t u m b u h an d an m em p er t ah an k an sint asannya. Taqwa et al. (2008) m elaporkan, penambahan kalium pada air tawar pengencer sebesar 25- 50 m g/ L m enghasilkan t ingkat kerja osmotik terendah (612- 659 mOsm/ L H2O). Hasil t ersebut berbeda dengan t ingkat kerja osm ot ik yang didapat kan pada penelit ian ini, d i m an a t i n g k at k er j a o sm o t i k t er en d ah didapatkan pada penambahan kalium pada air t awar pengencer sebesar 50 m g/ L dengan tingkat kerja osm otik sebesar 479,33 m Osm / kg. Hal ini diduga karena sum ber kalium yang digunakan berbeda. Pada penelitian Taqwa et al. (2 0 0 8 ), k alium yang d igunak an d alam bent uk K2CO3, sedangkan pada penelit ian ini digunakan KCl sebagai sum ber kalium (50% Laj u p er t um b uhan b ob ot d an p anj ang

sp esi f i k h ar i an d i h i t u n g d en g an f o r m u l a Spannhof (1983) dalam Tesk eredzic et al. (1989) yaitu:

di m ana:

SGR = Laju pertum buhan bobot spesifik harian (%/ hari)

Wo = Bo b o t r at a- r at a h ew an u j i p ad a aw al penelit ian (g)

Wt = Bobot rat a- rat a hewan uji pada wakt u t (g) T = Lam a pem eliharaan (hari)

Selam a penelit ian berlangsung dilakukan pengukuran beberapa peubah fisika kim ia air media pemeliharaan yaitu suhu, pH, NH3, NO2, NO3, dan PO4. Dat a yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Uji jarak g an d a Du n can d i g u n ak an u n t u k m em -bandingkan perbedaan antara perlakuan. Data h asi l p en g u k u r an d i an al i si s r eg r esi d an korelasi unt uk m enent ukan pola hubungan ant ar a k onsent r asi k alium dengan t ingk at konsum si oksigen, tingkat kerja osm otik, dan konsentrasi glukosa darah. Sebagai alat bantu unt uk m elak sanak an uj i st at ist ik t er seb ut digunakan paket program SPSS versi 16.0. dan Curve Ex pert Ver. 1.4. Dat a peubah kualit as air yang diperoleh selama penelitian dianalisis secara deskriptif berdasarkan kelayakan hidup udang vanam e.

No = Jum lah hewan uji pada awal penelit ian (ind.)

Nt = Jum l ah hewan uj i yang hi d up p ad a ak hi r

penelit ian (ind.)

Tabel 1. Tingkat osmotik setiap perlakuan selama penelitian Table 1. Osmotic level of each treatment during the experiment

Nilai yang diikut i superscript serupa dalam kolom yang sam a t idak berbeda nyat a (p> 0,05)

Values followed by the same superscript in the same column are not significantly different (P>0.05)

(6)

K2O). Selain it u, udang dipelihara di m edia air t awar, sehingga diduga konsent rasi kalium yang dibut uhkan vanam e lebih besar karena konsent rasi m edia yang lebih rendah (2,12 m g/ L). Uk ur an hewan uj i yang digunak an juga berbeda, di m ana pada penelit ian ini d i g u n ak an u d an g van am e u m u r 6 2 h ar i sedangkan pada penelitian Taqwa et al. (2008) digunakan PL7 sebagai hewan uji. Byod (1990) m enyat akan kebut uhan udang akan oksigen berbeda- beda, bergant ung kepada spesies, ukuran st adia, akt ivit as, jenis kelam in, saat reproduksi, tingkat konsumsi pakan, suhu dan konsentrasi oksigen terlarut. Salah satu faktor yang m em pengaruhi t ingkat kerja osm ot ik adalah t ingkat konsum si oksigen dan t ingkat st res. Jom pa et al. (2009) m elaporkan bahwa konsum si oksigen udang pam a akan sem akin berkurang sejalan dengan pertambahan bobot tubuh.

Sal i n i t as m er u p ak an sal ah sat u f ak t or abiotik penting yang m em pengaruhi sintasan dan pertumbuhan organisme akuatik. Salinitas dapat m em odif ikasi peubah f isika dan kim ia air m enj adi sat u k esat uan pengar uh yang berdam pak osm ot ik pada osm oregulasi dan bioener get ik (Kar im , 2 0 0 7 ). Osm or egulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol keseim bangan air dan ion ant ara di dalam tubuh dan lingkungannya m elalui m ekanism e pengat uran t ekanan osm ot ik. Sif at osm ot ik air berasal dari seluruh elekt rolit yang larut dalam air t ersebut . Sem akin t inggi salinit as, konsent rasi elekt rolit m akin besar, sehingga tekanan osmotiknya makin tinggi (Connaughey & Zot t oli, 1 9 8 3 ). Seb alik nya j ik a salinit as m enurun m ak a k onsent rasi elek t rolit j uga rendah.

Kal i u m p en t i n g b ag i u d an g k ar en a m em b an t u m en j ag a c ai r an t u b u h d an elekt rolit , m enjaga keseim bangan dalam sel-sel t ubuh dan m em bant u dalam pengat uran t ekanan darah. Ion K+ m erupakan elekt rolit i n t r asel l u l er / k at i o n yan g m em p en g ar u h i t ek an an o s m o s e s el l u l er , d an d al am hubungannya dengan Na+ dan Cl- di luar sel menyebabkan adanya potensial muatan dalam dinding sel yang m em ungkinkan t erjadinya im puls syaraf , denyut jant ung dan lain- lain (Linder, 1992; Lucu & Towle, 2003). Perubahan sal i n i t as m ed i a ak an b er p en g ar u h p ad a osm olarit as m edia dan cairan t ubuh (plasm a) ud ang. Per b ed aan osm olar it as m ed ia d an p l as m a u d an g y an g d i s eb ab k an o l eh perubahan salinitas akan menentukan tingkat

kerja osm ot ik (beban osm ot ik) udang. Ket ika terjadi perubahan salinitas lingkungan, energi d i g u n ak an u n t u k m en g u b ah k o n sen t r asi cairan t ubuh sesuai dengan lingkungan.

Penurunan laju k onsum si ok sigen ber-d asar k an p eningk at an b ob ot t ub uh ber-d ap at dipaham i karena pada saat udang berukuran kecil/ muda kebutuhan oksigen untuk respirasi banyak digunak an unt uk berbagai k epen-tingan, selain untuk m etabolism e sendiri juga unt uk kepent ingan pert um buhan sel, gant i kulit , dan lain- lain sedangkan unt uk udang dewasa/ ukuran lebih besar t idak sebanyak sepert i pada udang m uda karena lebih unt uk per t ahanan dir i (maintenance). Hasil yang berbeda juga didapat kan pada hasil pengu-kuran laju konsum si oksigen dan konsent rasi glukosa darah.

Hasil analisis regresi m engenai hubungan f akt or konsent rasi kalium dan t ingkat kerja osm ot ik ud ang vanam e selam a p enelit ian menunjukkan hubungan kuadratik (Gambar 1). Hu b u n g an t er seb u t d i g am b ar k an d en g an persamaan sebagai berikut:

Persam aan regresi m enunjukkan bahwa konsent rasi kalium berkorelasi kuat dengan t ingkat kerja osm ot ik udang vanam e dengan rx y = 0,996, r2 = 0,991, dan r2 disesuaikan (ad-justed r2) = 0,989. Hal ini berarti sebesar 98,9% tingkat konsumsi oksigen udang vaname dapat diprediksi oleh konsentrasi kalium dan sisanya 1,1% dapat diprediksi oleh faktor lainnya. Dari persam aan regresi didapat k an k onsent rasi kalium optimum, yaitu pada konsentrasi 55,05 m g/ L. Penam bahan kalium sebanyak 55,05 m g/ L m enghasilkan beban osm otik m inim um yait u sebesar 209,80 m Osm / kg, set elah it u b eb an o s m o t i k m en i n g k at m es k i p u n konsentrasi kalium ditingkatkan.

Laju Konsumsi Oksigen

(7)

Dalam sist em biologis, oksigen um um nya dit ranslokasi oleh dif usi sederhana, diikut i oleh gradien yang t erdiri at as produksi dan konsum si oksigen (Waser & Heisler, 2004). Per ub ahan salinit as secar a ek st r em d ap at m eningkat kan laju m et abolism e udang yang m em i cu p er g er ak an p er n af asan seh i n g g a m eningk at k an k onsum si ok sigen dan laj u p em b el an j aan en er g i . Kon d i si sep er t i i n i

akan m ungkin m em berikan pengaruh yang signifikan pada kehidupan krustase, terutama di tambak pembesaran. Udang umumnya dapat m en g al am i hypoxia at au b ah k an anoxic, k ar en a t er g an g g u n y a p r o ses r esp i r asi organism e dan dekom posisi bahan organik ak um ulasi d ar i sisa p ak an yang t id ak d i-konsum si dan kotoran, terutam a pada m alam hari, dan kondisi hypoxia ini dapat mengancam Tabel 2. Laju konsumsi oksigen setiap perlakuan selama penelitian

Table 2. Oxygen consumption rate for each treatment during the experiment

Nilai yang diikut i superscript serupa dalam kolom yang sam a t idak berbeda nyat a (values followed by the same superscript in the same column are not significantly different ) (P> 0.05)

Perlakuan ( p enamb ahan KCl) T r ea t m en t (a d d it ion of KCl)

Laju ko nsumsi o ksig en Con sum pt ion oxyg en r a t e

( mg 02/ g / jam)

A (25 mg/ L) 0.63±0.028c

B (50 mg/ L) 0.44±0.048a

C (75 mg/ L) 0.53±0.024b

D (0 mg/ L) 0.85±0.012d

Gambar 1. Hubungan antara konsentrasi kalium dengan tingkat kerja osmotik udang vanam e selam a penelitian

Figure 1. Relationship between potassium concentration and osmotic activity in whiteleg shrimp for each treatment during the experiment

Konsentrasi kalium (Potassium concentration) (m g/ L)

T

in

g

k

a

t

o

s

m

o

ti

k

(

Osmotic levels

)

(m

0

s

m

/

k

g

)

Y = a + bX + cX2

(8)

kehidupan udang (Cheng et al., 2003). Hy-poxia yait u m enurunnya kem am puan udang dalam mengambil oksigen (Kusmini et al., 2006) sehingga m engham bat kinerja fisiologis nor-m al udang, nor-m engurangi frekuensi gant i kulit, m en g h am b at p er t u m b u h an d an b ah k an m enyebabkan kem at ian (Allan & Magurire, 1991).

Un t u k m em p er t ah an k an h o m eo st asi s f isiologis sebagai respon t erhadap kondisi lingkungan tidak menguntungkan, setiap jenis k r u st ase t el ah m en g em b an g k an sen d i r i mekanisme adaptif spesifik, termasuk perilaku dan t anggapan f isiologis, unt uk m engat asi f lukt uasi oksigen t erlarut dari m edium at au bahkan kondisi hypoxia. Respon adaptif untuk hypoxia t er m asu k p en g u r an g an t i n g k at metabolisme (Hill et al., 1991), dan modifikasi dari keseim bangan asam - basa hem olym ph, kapasit as m engikat hemocyanin, oxyhemo-cyanin prot ein, hem olym ph osm olalit as, dan k onsent rasi ion (Charm ant ier et al., 1994; Morris & But ler, 1996; Chen & Kou, 1998). Hip er vent ilasi ak ib at hypoxia t id ak hanya m eningkat kan aliran air di at as perm ukaan insang unt uk m eningk at k an p engam b ilan oksigen, t et api juga m eningkat kan ekskresi

CO2 d ar i hem olym p h, yang m enyeb ab k an meningkatnya pH darah (Morris & Butler, 1996). Menurut Hepher & Pruginin (1981), bahwa tingkat kelarutan oksigen dipengaruhi oleh laju produksi oksigen m elalui f ot osint esis, laju t ransf er oksigen dari udara ke dalam air dan laju konsum si oksigen karena respirasi, sert a dipengaruhi oleh suhu dan salinit as (Boyd, 1990). Kebut uhan udang akan oksigen ber-b ed a- ber-b ed a, ber-b er g an t u n g k ep ad a sp esi es, ukuran st adia, akt ivit as, jenis kelam in, saat reproduksi, tingkat konsumsi pakan, suhu, dan konsent rasi oksigen t erlarut . Hal serupa juga dilaporkan oleh Bat ara (2004), bahwa t ingkat k onsum si ok sigen udang ant ar a lain ber -gant ung pada ukuran/ st adia udang (int ernal) dan status makan (eksternal).

Hasil analisis regresi m engenai hubungan f akt or konsent rasi kalium dan t ingkat kon-sum si oksigen udang vanam e m enunjukkan hubungan kuadrat ik (Gam bar 2). Hubungan tersebut dapat digam barkan sebagai berikut:

Y = 0,8596 – 0,0137X + 0,000122X2

Persam aan regresi m enunjukkan bahwa f akt or konsent rasi kalium berkorelasi kuat

Gambar 2. Hubungan antara konsentrasi kalium dengan laju konsumsi oksigen udang vanam e selam a penelitian

Figure 2. Relationship between potassium concentration and oxygen consumption level in whiteleg shrimp for each treatment during the experiment

Y = a + bX + cX2

Y = 0,8596 – 0,0137X + 0,000122X2

Konsentrasi kalium (Potassium concentration) (m g/ L)

T

in

g

k

a

t

k

o

n

s

u

m

s

i

o

k

s

ig

e

n

(

m

g

O

2

/

g

/

ja

m

)

Consumption oxygen levels (mg O

2

(9)

Tabel 3. Konsentrasi kelarutan oksigen dan konsekuensinya terhadap organisme akuatik Table 3. Dissolve oxygen concentration and its consequences for aquatic organisms

– Sangat mematikan (75-90%) pada beberapa ikan: pipe fish, winter flounder, summer flounder, Atlantic menhaden

Highly Lethal (75-90%) in fishes: pipe fish, winter flounder, summer flounder, Atlantic menhaden

– Mematikan (~ 25%) pada tiga ikan tambahan: windowpane flounder, tautog, fourspine stickleback

Lethal (~ 25%) in three additional fishes: windowpane flounder, tautog, fourspine stickleback

– Peningkatan day a mematikan (50%) pada y uw anae krustase: Americ an lobster, sand shrimp, grass shrimp

Increased lethality (50%) in yuwanae crustaceans: American lobster, sand shrimp, grass shrimp

– Mematikan pada beberapa ikan: pipe fish, 50%; winter flounder, 35%; summer flounder, 25%; Atlantic menhaden, 20%

Lethal for some fishes: pipe fish, 50%; winter flounder, 35%;

summer flounder, 25%; Atlantic menhaden, 20%

– Ambang lethal pada beberapa y uwana krustase: Americ an lobster, sand shrimp, grass shrimp

Lethal threshold for some juvenile crustaceans: American lobster, sand shrimp, grass shrimp

– Pertumbuhan menurun (~ 50%) pada y uwanae summer flounder and y uwanae grass shrimp

Reduced growth (~ 50%) in juvenile summer flounder and yuwanae grass shrimp

– Oksigen terlarut terendah aman bagi kelangsungan hidup beberapa y uwana ikan dan krustase

Lowest safe dissolved oxygen for survival of juvenile of several fishes and crustaceans

– Ambang lethal (15%) untuk larv a planktonik krustase y ang

Lethality threshold (15%) for the less sensitive planktonic larvae of crustaceans

– Penurunan pertumbuhan (25%) pada y uwana udang rumput dan summer flounder; 50% pada Americ an lobster

Reduced growth (25%) in juvenile of grass shrimp and summer flounder; 50% in American lobster

– Spesies tambahan y ang hidup di dasar menunjukkan menghindari oksigen terlarut rendah

Additional species of bottom-living fishes avoid low dissolved oxygen area

1.0 mg/ L

1.5 mg/ L

2.0 mg/ L

(10)

d en g an t i n g k at k on su m si ok si g en u d an g vanam e dengan rx y= 0,969, r2= 0,939, dan r2 disesuaikan (adjusted r2)= 0,926. Hal ini berarti bahwa 92,6% tingkat konsumsi oksigen udang vanam e dapat dipredik si oleh k onsent rasi kalium dan sisanya 7,4% dapat diprediksi oleh f akt or lainnya. Dari persam aan regresi di-dapat kan konsent rasi kalium opt im um , yait u pada konsent rasi 56,14 m g/ L. Penam bahan kalium sebanyak 56,14 mg/ L menghasilkan laju konsumsi oksigen minimum yaitu sebesar 0,10 mg O2/ g/ jam, setelah itu laju konsumsi oksigen m en i n g k at m esk i p u n k o n sen t r asi k al i u m ditingkatkan.

Ki sar an l aj u k o n su m si o k si g en yan g diperoleh selam a penelitian adalah 0,44–0,85 m g/ g/ jam dari udang vanam e dengan bobot tubuh 5,80± 0,02 g dengan korelasi kuadratik. Kisaran kelarut an oksigen pada m edia yang digunakan pada saat awal pengukuran adalah 5,17–6,31 mg/ L dan setelah 1 jam pengukuran berkisar 0,78–2,76 mg/ L dan di mana kontrol 4 m g/ L. Jika dibandingkan dengan konsent rasi k elarut an ok sigen hasil penelit ian Zim m er (1996), oksigen terlarut media masih

memung-k inmemung-k an dan sangat m endumemung-k ung memung-k ehidupan udang vaname, namun setelah 1 jam kemudian kelarut an oksigen sudah m encapai daya let al yang t inggi dan bisa m enyebabkan kem at ian (Tabel 3).

Konsentrasi Glukosa Darah

Konsent r asi gluk osa dar ah set iap per -lakuan disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis r ag am m en u n j u k k an b ah wa p en am b ah an kalium berpengaruh nyat a (P< 0,05) t erhadap k onsent r asi gluk osa dar ah udang vanam e yang dipelihara pada m edia air t awar. Pada Tabel 4 dapat dilihat k onsent rasi gluk osa darah t erendah diperoleh pada penam bahan kaliumsebanyak 50 mg/ L yaitu sebesar 87,01 m g/ dL dan t ert inggi pada perlakuan kont rol t an p a p en am b ah an k al i u m yai t u seb esar 135,36 m g/ dL. Penam bahan kalium sebesar 25 dan 75 mg/ L masing- masing menghasilkan konsent rasi glukosa darah sebesar 106,39 mg/ dL dan 96,27 mg/ dL.

Hasil penelit ian ini m enunjukkan bahwa kisaran konsent rasi glukosa udang vanam e m asi h b er ad a d al am k i sar an nor m al . Ji k a Sum ber: Zim m er (1996)

Tabel 3 lanjutan (Table 3 continued)

– Lethal lebih tinggi (~75%) diantarany a y ang sensitif adalah larv a kepiting planktonik

Greater lethality (~75%) among the most sensitive planktonic crab larvae

– Penurunan pertumbuhan (50%) pada y ang lain, sedikit pada larv a kepiting planktonik sensitif

Reduced growth (50%) in other, less sensitive planktonic

– Penurunan pertumbuhan hingga 30 % pada y uwanae

Growth reduced in juvenile of American lobsters by 30%

– Ikan y ang hidup di dasar mulai menunjukkan menghindari oksigen terlarut rendah

Bottom-living fishes begin to show low dissolved oxygen avoidance behavior

– Dapat menurunkan sintasan (30 %) larv a planktonik sangat sensitif

May reduce survival (30%) of very sensitive planktonic larvae of some crabs

5,0 mg/ L atau lebih besar – Beberapa efek samping y ang diharapkan.

5.0 mg/L or greater Few adverse effects expected

3.0 mg/ L

(11)

konsent rasi glukosa hem olym p m elebihi 150 m g / d L m en g i n d i k asi k an u d an g t er seb u t m em but uhkan energi yang lebih t inggi pada saat gant i kulit dan dalam proses m em per-t ahankan hom eosper-t asis konsenper-t rasi glukosa yang m eningkat (t inggi) dalam hem olym p it u sen d i r i (Cu z o n et al., 2 0 0 4 ). Per u b ah an lingkungan yang ekstrim menyebabkan udang rent an t erhadap st res sehingga konsent rasi glukosa dalam hemolymp meningkat.

Stres merupakan suatu respon non spesifik pada tubuh terhadap banyak kebutuhan akibat paparan dari st resor. St res j uga dianggap sebagai upaya m em per t ahank an st abilit as lingkungan internal melalui perubahan berupa proses adaptif aktif melalui produksi berbagai m acam m ed i at or sep er t i st er oi d ad r en al , kat ekolam in, sit okin, m ediat or jaringan, dan gen (McEwen, 1998). St res pada udang dapat disebabkan oleh berbagai faktor biologis, kimia dan faktor fisik, dim ana salinitas adalah salah sat u yang p aling signif ik an. Unt uk m em -pert ahankan hom eost asis f isiologis sebagai respon t erhadap k ondisi lingk ungan t idak m engunt ungkan, set iap jenis krust ase t elah m engem bangkan sendiri m ekanism e adapt if spesif ik, t erm asuk perilaku dan t anggapan fisiologis. Pada ikan, respon stres ditandai oleh rangsangan dari hipot alam us, m enyebabkan ak t i vasi d ar i si st em n eu r o - en d o k r i n d an perubahan m et abolik yang dirancang unt uk m eningkat kan t oleransi organism e t erhadap p er u b ah an l i n g k u n g an (Pi ck er i n g , 1 9 9 2 ; Wendelaar, 1997). Respon prim er t erhadap p er ub ahan salinit as b er hub ungan d engan respon dari sist em endokrin dan pelepasan hormon stres (seperti kortisol dan katekolamin) ke dalam aliran darah, dan tanggapan sekunder

terjadi sebagai akibat langsung dari pelepasan horm on- horm on (t erm asuk perubahan kim ia dalam darah dan jaringan) (Lowe & Davison, 2005).

Peningkat an konsent rasi glukosa darah at au h i p er g l i k em i a, u m u m n ya d i an g g ap sebagai indikator utam a terjadinya stres pada ikan (Bart on, 1997; Begg & Pankhurst , 2004). Pad a ver t eb r at a, el evasi g l u k o sa d ar ah disebabkan oleh ‘aksi dan fungsi’ katekolamin sebagai sum ber asupan energi (kalori) unt uk m en i n g k at k an / m en u r u n k an l aj u r eak si (Pot t inger et al., 2000). Kat ekolam in, sepert i adrenalin, proses f osf orilasinya berlangsung cepat m enyebabk an glik ogenolisis dengan m engak t if k an f osf or ilase sehingga t er j ad i gluk oneogenesis (Vij ayan & Moon, 1 9 9 2 ), dengan sumber utama glikogen di hati dan otot (Wedem eyer et al., 1990). Glukoneogenesis ak an t er j ad i k et i k a p er sed i an g l i k o g en b er k u r an g . Pen i n g k at an t i n g k at si r k u l asi ad r en al i n cep at d an sem en t ar a (Wel l s & Weber, 1990), dan akan terjadi hiperglikem ia. Kor t ik ost er oid hor m on k or t isol j uga t elah dilaporkan sebagai penyebab hiperglikem ia pada ikan (Pickering & Pottinger, 1995; Vijayan et al., 1997; Mom m sen et al., 1999; Begg & Pankhurst , 2004). Hal ini diduga disebabkan karena proses glukoneogenesis (Vijayan et al., 1991). Kortisol berperan dalam mengendalikan beberapa proses f isiologis sepert i perant ara m et ab olism e, r egulasi ionik d an osm ot ik , pert um buhan, st res, dan f ungsi kekebalan t ubuh (Wendelaar, 1997; Mom m sen et al., 1999). Pelepasan kortisol lebih lam bat diban-dingkan dengan pelepasan kat ekolam in, dan dampaknya lebih berkepanjangan (Gamperl et al., 1994; Waring et al., 1996).

Tabel 4. Konsentrasi glukosa darah setiap perlakuan selama penelitian Table 4. Blood glucose content of shrimp in each treatment during the

experiment

Nilai yang diikut i superscript serupa dalam kolom yang sam a t idak berbeda nyat a (values followed by the same superscript in the same column are not significantly different ) (P> 0.05)

Perlakuan ( Penamb ahan KCl) Ko nsent rasi g luko sa d arah T r ea t m en t (Ad d it ion of KCl) Blood g lucose con t en t ( mg / d l)

A (25 mg/ L) 106.39±4.595c

B (50 mg/ L) 87.01±2.563a

C (75 mg/ L) 96.27±2.475b

(12)

Dengan asupan k alium yang diber ik an diharapkan dapat m em bant u m eningkat kan kepekaan horm on insulin t erhadap glukosa darah, sehingga transportasi glukosa ke dalam sel m en j ad i l eb i h l an car d an t en t u n y a m et ab olism e sel j uga ak an m enj ad i leb ih lancar, dan im plikasinya dapat m enurunkan konsent rasi glokosa darah udang vanam e.

Hasil analisis regresi m engenai hubungan f ak t or k onsent rasi k alium dan k onsent rasi glukosa darah udang vanam e m enunjukkan hubungan kuadrat ik (Gam bar 3). Hubungan tersebut dapat digam barkan sebagai berikut:

Y = 136,309 – 1,693X + 0,015X2

Persam aan regresi m enunjukkan bahwa f akt or konsent rasi kalium berkorelasi posit if d en g an t i n g k at k on su m si ok si g en u d an g vanam e dengan rx y= 0,969, r2= 0,962, dan r2 disesuaikan (adjusted r2)= 0,953 . Hal ini berarti bahwa 95,3% konsentrasi glukosa darah udang vanam e dapat dipredik si oleh k onsent rasi kalium dan sisanya 4,7% dapat diprediksi oleh f akt or lainnya. Dari persam aan regresi di-dapat kan konsent rasi kalium opt im um , yait u pada konsent rasi 56,43 m g/ L. Penam bahan kalium sebanyak 56,43 m g/ L m enghasilkan

k onsent rasi gluk osa darah m inim um yait u sebesar 42,47 m g/ dL, setelah itu konsentrasi g l u k o s a d ar ah m en i n g k at m es k i p u n konsentrasi kalium ditingkatkan.

Sintasan dan Laju Pertumbuhan

Pada penelit ian didapat kan sint asan yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (P> 0,05) yait u sint asan sebesar 100% unt uk sem ua per lak uan. Hal ini disebabk an k ar ena pe-m el i h ar aan d i u sah ak an seb ai k pe-m u n g k i n , kualitas air berada pada kondisi optimal untuk kehidupan udang vaname, serta jumlah pakan yang cukup unt uk m enyuplai energi unt uk k eh i d u p an u d an g van am e. An al i si s l aj u p er t um b uhan b ob ot d an p anj ang sp esif ik harian ant ar perlakuan juga m em perlihat kan perbedaan yang t idak nyat a (P> 0,05). Laju pertumbuhan bobot harian berkisar antara 2,07-2,82± 2,06 dan laju pert um buhan panjang harian berkisar antara 19,70- 24,60± 16,49. Hal d i d u g a d i seb ab k an k ar en a sel an g wak t u pem eliharaan yang relat if singkat (30 hari) sehingga laju pert um buhan yang didapat kan tidak nyata antar perlakuan (Tabel 5).

Pr o ses o sm o r eg u l asi yan g l eb i h b ai k m engakibat kan energi yang diperoleh dari Gambar 3. Hubungan antara konsentrasi kalium dengan konsentrasi glukosa darah udang vaname

selama penelitian

Figure 3. Relationship between potassium concentration and blood glucose content in white shrimp for each treatment during the experiment

Y = a + bX + cX2

Y = 136,309 – 1,693X + 0,015X2

Konsentrasi kalium (Potassium concentration) (m g/ L)

T

in

g

k

a

t

k

o

n

s

u

m

s

i

o

k

s

ig

e

n

(

m

g

O

2

/

g

/

ja

m

)

Consumption oxygen levels (mg O

2

(13)

m akanan dim anf aat kan secara ef isien unt uk p er t u m b u h an . Hal i n i t er l i h at p ad a l aj u pertum buhan bobot dan panjang harian yang lebih rendah pada perlakuan kont rol yait u tanpa aplikasi kalium pada media pemeliharaan dibandingkan dengan perlakuan A, B, dan C. Ion K+ berperan dalam meningkatkan kemam-puan osmoregulasi udang yang dipelihara pada m edia air t awar. Hal ini sangat berpengaruh t erhadap proses m et abolism e udang yang dapat berpengaruh pada tingkat pembelanjaan energi. Oleh sebab it u, pert um buhan udang yang maksimum hanya dapat dihasilkan apabila penggunaan energi untuk m etabolism e dapat dim inim alisir. Pada kondisi hipoosm ot ik at au hiperosmotik, udang melakukan kerja osmotik yang t inggi sebagai respon f isiologis unt uk mempertahankan lingkungan internalnya. Hal i n i m en yeb ab k an t er j ad i n ya p en i n g k at an konsumsi oksigen, penurunan aktivitas makan dan aktivitas rutinitas (Kum lu et al., 2001).

Proses adaptasi terhadap kondisi salinitas dilakukan melalui proses osmoregulasi. Untuk organisme akuatik, proses tersebut digunakan seb ag ai l an g k ah u n t u k m en yei m b an g k an t ek an an osm osi s an t ar a su b st an si d al am tubuhnya dengan lingkungan melalui sel yang perm eabel. Sem akin jauh perbedaan t ekanan osmotik antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi m et abolism e yang dibut uhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adapt asi, hingga bat as t oler ansi yang di-m ilikinya (Set yadi et al., 1997; Supriyat na, 1999). Akibat nya, energi yang diperoleh dari hasil m et abolism e dalam t ubuh yang

seha-Tabel 5. Sintasan dan laju pertum buhan harian udang vanam e (Litopenaeus vannamei) setiap perlakuan selama penelitian

Table 5. Survival rate and daily growth rate of whiteleg shrimp (Litopenaeus vannamei) for each treatment during the experiment

Nilai yang diikut i superscript serupa dalam kolom yang sam a t idak berbeda nyat a

Values followed by the same superscript in the same column are not significantly different (P> 0.05)

rusnya digunakan unt uk pert um buhan akan b er k ur ang at au hab is yang m enyeb ab k an t erham bat nya pert um buhan udang. Ket er-sediaan pakan yang cukup serta daya dukung lingkungan yang baik akan m engef isienkan p en g g u n aan en er g i seh i n g g a d ap at d i -m anf aat kan oleh udang unt uk t u-m buh dan mempertahankan sintasannya.

Kualitas Air

Kualit as air m em punyai peranan pent ing seb ag ai p en d u k u n g k eh i d u p an d an p er -t um buhan udang vanam e. Hasil pengukuran beber apa peubah k ualit as air pada m edia penelit ian m eliput i: suhu, pH, NH3, NO3, NO2, dan PO4 pada set iap perlakuan selam a pene-litian disajikan pada Tabel 6.

Rendahnya kualitas air akan berakibat pada rendahnya sint asan, pert um buhan, frekuensi ganti kulit, serta peningkatan jum lah m ikroba at au jam ur yang m erugikan. Kualit as air yang layak untuk budidaya vanam e adalah salinitas opt im um 10- 25 ppt (t oleransi 50 ppt ); suhu 28oC- 3 1oC (t oler ansi 1 6oC- 3 6oC); ok sigen t erlarut > 4 m g/ L (t oleransi m aksim um 0,8 m g/ L; pH 7,5–8,2; alkalinit as 120- 150 m g/ L; amonia < 0,1 mg/ L; fosfat 0,5–1 mg/ L (Anony-m ous, 2003). Kisaran opt i(Anony-m u(Anony-m nit rit unt uk budidaya vanam e berkisar 0,01–0,05 m g/ L (Adiwij aya et al., 2003), sedangk an unt uk nit rat berkisar 0,4–0,8 m g/ L (Clifford, 1998). Berdasarkan hal t ersebut m aka kualit as air m edia untuk setiap perlakuan cukup baik dan layak dalam m endukung kehidupan udang vanam e.

Perlakuan ( Penamb ahan KCl)

T r ea t m en t (Ad d it ion of KCl)

Sint asan Sur viva l r a t e

( %)

Laju p ert umb uhan b o b o t harian sp esif ik

Da ily weig h t g r owt h r a t e ( %)

Laju p ert umb uhan p anjang harian sp esif ik

Da ily len g h t g r owt h r a t e ( %)

A (25 mg/ L) 100 ± 0.00a 2.73 ± 2.06a 23.56 ± 12.58a

B (50 mg/ L) 100 ± 0.00a 2.82 ± 2.06a 24.60 ± 16.49a

C (75 mg/ L) 100 ± 0.00a 2.30 ± 0.67a 24.06 ± 7.27a

(14)

KESIMPULAN

Kesimpulan

Penam bahan KCl sebagai sum ber kalium 25- 75 m g/ L pada m edia pem eliharaan udang vanam e d ap at m eningk at k an k em am p uan osm oregulasi dan m engurangi t ingkat st res udang vaname yang dipelihara pada media air t awar. Perf orm ansi f isiologis udang vanam e terbaik dengan tingkat osmotik, laju konsumsi o k si g en d an k o n sen t r asi g l u k o sa d ar ah m inim um diperoleh pada perlakuan penam -bahan sumber kalium konsentrasi 55,05- 56,43 mg/ L.

Meskipun t elah diket ahui bahwa udang vanam e m em iliki kisaran salinit as luas yang hidup di air payau, nam un dengan aplikasi kalium pada m edia pem eliharaan m em ung-kinkan udang vanam e unt uk dibudidayakan di air t awar. Budidaya udang vanam e di air t awar m er up ak an salah sat u solusi unt uk menjawab permasalahan pembudidaya udang yang berada jauh dari sum ber air laut.

Saran

Per l u p en el i t i an l eb i h l an j u t t en t an g p en g g u n aan KCl seb ag ai su m b er k al i u m d en g an k o n sen t r asi o p t i m u m yan g t el ah diketahui pada budidaya udang vanam e di air tawar skala besar di lapangan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelit ian ini dibiayai oleh DIPA BRPBAP Kem ent erian Kelaut an dan Perikanan, Tahun Anggaran 2009. Kam i m engucapkan t erim a kasih kepada Mat Fahrur, teknisi BRPBAP, atas bantuannya dalam penyiapan dan pelaksanaan penelit ian dan Hj. Sut risyani at as bant uannya dalam menganalisis kualitas air di Laboratorium Air BRPBAP.

DAFTAR ACUAN

Adiwijaya, D., Sapto, P.R., Sutikno, E., Sugeng, & Su b i yak t o . 2 0 0 3 . Bu d i d aya u d an g vanam e (Litopenaeus vannamei) sist em t er t u t u p y an g r am ah l i n g k u n g an . Departemen Kelautan dan Perikanan. Balai Besar Pengem bangan Budidaya Air Payau. Jepara, 29 hlm.

Allan, G.L. & Magurire, G.B. 1991. Lethal levels of low dissolved ox ygen and effect s of short - t erm ox ygen st ress on subsequent g r owt h of j u ven i l e Penaeus monodon. Aquaculture, 94: 27–37.

Anggor o, S. 1 9 9 2 . Efek osmotik berbagai tingkat salinitas media terhadap daya tetas telur dan vitalitas larva udang windu, Penaeus monodon F. Disertasi. Pascasarjana IPB. Bogor, 230 hlm.

Anonim. 2003. Litopenaeus vannamei sebagai alt er nat if b ud id aya ud ang saat ini. PT Tabel 6. Kisaran kualitas air setiap perlakuan selama penelitian

Table 6. Water quality variation on each treatment during the experiment

A B C K

Suhu

Temperature (oC)

pH 7.19-7.23 7.20-7.24 7.10-7.25 7.21-7.37

NH3

Ammonia (ppm)

NO2

Nitrate (ppm)

NO3

Nitrite (ppm)

PO4

Phospate (ppm)

Peub ah Pa r a m et er s

0.0089-0.0448 0.0162-0.0342 0.0213-0.0824 0.0035-0.0293 0.0214-0.0468 0.0199-0.0244

0.0342-0.0449

0.0621-0.1499 0.0665-0.1001 0.0592-0.1935 0.0410-0.0976

0.0341-0.0494

0.5755-0.7762 0.6003-0.7762 0.5072-0.7762 0.6398-0.7762

Kisaran kualit as air Ra n g e wa t er q ua lit y

(15)

Central Proteinaprima (Charoen Pokphand Group). Surabaya, 16 hlm.

Anonymous. 2008. Kalium atur keseimbangan elektrolit tubuh. http:/ / www.kompas.com/ r e d / x m l / 2 0 0 8 / 0 7 / 0 7 / 2 2 0 3 5 4 9 9 / kalium.atur.keseimbangan.elektrolit.tubuh. Barton, B.A. 1997. Stress in finfish: past, present and future–a historical perspective. In Fish St ress and Healt h in Aquacult ure (Iwam a, G.K., Pi ck er i n g , A.D., Su m p t er , J.P. & Schreck, C.B., eds). Cambridge: Cambridge University Press, p. 1–33.

Begg, K. & Pankhurst, N.W. 2004. Endocrine and metabolic responses to stress in a labora-t ory populalabora-t ion of labora-t he labora-t ropical dam selfish Acant hochrom is polyacant hus. Journal of Fish Biology. 64: 133–145. doi: 10.1046/ j.1095–8649.2004.00290.x van der Boon, J., Van den Thillart, G. E. E. & Addink, A. D. F. (1991). The effects of cortisol administra-tion on intermediary metabolism in teleost fish. Comparative Biochemistry and Physi-ology, 100 A: 47–53.

Bat ara, T. 2004. Tingkat konsumsi oksigen udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan model pengelolaan oksigen pada tambak intensif. Skripsi. Program St udi Tek nologi dan Manaj em en Ak uak ult ur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor, 27 hlm.

Boyd, C.E. 1990. Water quality management in pond aquaculture. Birmingham. Publishing Co. Alabama, p. 3–163.

Ch an g b o , Z., Sh u an g l i n , D., Fan g , W., & Guoqiang, H. 2004. Effects of Na/ K ratio in seawater on growth and energy budget of juvenile Litopenaeus vannamei. Aquacul-ture, 234: 485- 496.

Charm ant ier, G., Soyez, C., & Aquacop. 1994. Effect of molt stage and hypox ia on osmo-regulat ory capacit y in t he penaeid shrim p Penaeus vannamei. J . Exp. Mar. Biol. Ecol., 178: 233–246.

Chen, J.C. & Kou, T.T. 1 9 9 8 . Hem olym p h acid- balance, oxyhemocyanin, and protein levels of Macrobrachium rosenbergii at d i f f er en t co n cen t r at i o n s o f d i sso l ved ox ygen. J. Crustac. Biol., 18: 437–441. Cheng, W., Liu, C.H., & Kuo, C.M. 2003. Effects

o f d i sso l ved o x yg en o n h em o l ym p h param et ers of f reshwat er giant prawn, Macrobrachium rosenbergii (d e Man ). Aquaculture, 220: 843–856.

Clifford, H.C. 1998. Managem ent of ponds st ock ed wit h b lue shr im p Litopenaeus

stylirostris. In print, Proceeding of the 1st latin American Congress on Shrimp Culture, Panama City. Panama, p. 101–109. Connaughey, M. & Zot t oli, R. 1983. Int

roduc-t ion roduc-t o Marine Biology. 4roduc-t h ediroduc-t ion. CV Mosby Company. London, 237 pp. Cuzon, G., Lawrence, A., Gax iol, G., Rosa, C., &

Guillaume, J. 2004. Nutrition of Litopenaeus vannamei reared in t anks or in ponds. Aquaculture, 235: 513–551.

Gam perl, A.K., Vijayan, M.M., & Bout ilier, R.G. 1994. Epinephrine, norepinephrine, and co r t i so l co n cen t r at i on s i n can n u l at ed seaw at er - accl i m at ed r ai n b o w t r o u t (Oncorhynchus mykiss) following black-box confinem ent and epinephrine injec-tion. Journal of Fish Biology, 45: 313–324. Hen d r ad j at , E.A. & Man g am p a, M. 2 0 0 7 .

Pertumbuhan dan sintasan udang vaname pola t radisional plus dengan kepadat an berbeda. Jurnal Riset Akuakultur, 2(2): 149-155.

Jo m p a, H., Hi d ayat , S.S., Un d u , M.C., & Sulaeman. 2009. Tingkat konsumsi oksigen g el o n d o n g an u d an g p am a (Penaeus semisulcatus) d i In st al asi T am b ak Percobaan Maranak . Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 3–4 Desember 2009, Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta, p. 181–183.

Hepher, B. & Pruginin, Y. 1981. Comercial fish farming. John Wiley & Sons. New York, 261 pp.

Hill, A.D., Taylor, A.C., & St rang, R.H.C. 1991. Physiological and m et abolic responses of t he shore crab Carcinus maenas (L.) dur-ing environmental anox ia and subsequent recovery. J. Exp. Mar. Biol. Ecol., 150: 31– 50.

Huynh, M.S. & Fot ed ar , R. 2 0 0 4. Gr owt h, su r vi val , h em o l ym p h o sm o l al i t y an d organosomatic indices of the western king p r awn (Penaeus laticulatus Ki hi nouye, 1896) reared at different salinit ies. Aqua-culture, 234: 601- 614.

Karim, M.Y. 2007. Pengaruh salinitas dan bobot terhadap konsumsi kepiting bakau (Scylla serrata Forsskal). Jurnal Sains & Teknologi, 7(2): 85–92.

(16)

Kusm ini, I.I., Wart ono, H., & Elinda P.S. 2006. Suhu optimum untuk laju pertumbuhan dan sint asan benih lobst er air t awar Cherax quadricarinatus. Jurnal Riset Akuakultur, 1(1): 67–72.

Liao, I.C. & Huang, H.J. 1975. St udies on t he respiration of economic prawns in Taiwan. I. Ox ygen consum pt ion and let hal dis-solved ox ygen of egg up t o young prawn of Penaeus monodon Fab. J. Fisheries Soc. Taiwan, 4(1): 33–50.

Linder, M.C. 1992. Nutritional Biochemistry and Metabolism. (Terjem ahan.): Parakkasi A., 1992, Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UI Press. Jakarta, hlm. 201–214.

Lowe, C.J. & Davison, W. 2005. Plasma osmolar-ity, glucose concentration and erythrocyte responses of t wo Ant arct ic not ot heniid f i sh es t o acu t e an d ch r o n i c t h er m al change. Journal of Fish Biology, 67: 752– 766.

Lucu, C. & Towle, D.W. 2003. Na+ + K+- ATPase in Gill of Aquat ic Crust acea. Comp Biochem Physiol., 135: 195- 214.

McEwen, B.S. 1998. Protective and Damaging Effects of Stress Mediators. N Engl J Med., 338: 171- 179.

McGraw, W.J., Davis, D.A., Teichert- Coddington, D., & Rouse, D.B. 2002. Acclim at ion of Litopenaeus vannamei post larvae t o low salinity: influence of age, salinity endpoint, and rate of salinity reduction. J. of the World Aquaculture Society, p. 78- 84.

McGraw, W.J. & Scarpa, J. 2003. Minimum envi-ronmental potassium for survival of Pasifik w h i t e sh r i m p Litopenaeus vannamei (Bonne) in fresswat er. J. of Shellfish Re-search, 22(1): 263- 267.

Mom m sen, T.P, Vijayan, M.M., & Moon, T.W. 1 9 9 9 . Co r t i so l i n t el eo st s: d yn am i cs, mechanisms of action, and metabolic regu-lation. Rev. Fish Biol. Fish., 9: 211–268. Morris, S. & Butler, S.L. 1996. Hemolymph

res-pirat ory gas, acid–base, and ion st at us of t h e am p h i b i o u s p u r p l e sh o r e cr ab Leptograpsus variegatus (Fabricius) during im m ersion and environm ental hypox ia. J . Crustac. Biol., 16: 253–266.

Ni ng har m ant o. 2 0 0 9 . Kur ang k al i um d an kalsium, masalah di ginjal dan tulang. http:/ / w w w .n i n g h ar m an t o .co m / 2 0 0 9 / 0 9 / kurang- kalium- dan kalsium masalah- di- ginjal-dan- tulang/ .

Pickering, A.D. 1992. Rainbow trout husbandry: management of the stress response. Aqua-culture, 100: 125–139.

Pickering, A.D. & Pottinger, T.G. 1995. Biochemi-cal effect s of st ress. In Biochemistry and Molecular Biology of Fishes , Vo l . 5 (Hochachka, P.W. & Mommsen, T.P., eds), p. 349–379. Amsterdam: Elsevier.

Pot t inger, T.G., Carrick, T.R., Appleby, A., & Yeom ans, W.E. 2000. High blood cort isol levels and low cort isol recept or affinit y: is t he chub, Leuciscus cephalus, a cort isol-resist ant species?. General and Compara-tive Endocrinology, 120: 108–117. Poernomo, A. 2004. Teknologi probiotik untuk

m engat asi perm asalahan t am bak udang dan lingk ungan budidaya. Mak alah di-sam p ai k an p ad a si m p o si u m n asi o n al pengem bangan ilm u dan teknologi dalam budidaya di Semarang, 27- 29 Januari 2004. Semarang, 24 hlm.

Riley, J.P. & Chest er, R. 1971. Introduction to Marine Chemistry. Academ ic Press. Lon-don, 465 pp.

Saoud, I.P., Davis, D.A., & Rouse, D.B. 2003. Suitability studies of inland well waters for Litopenaeus vannamei cult ure. Aquacul-ture, 217: 373- 383.

Setyadi, I., Azwar, Z.I., Yunus, & Kasprijo. 1997. Penggunaan jenis pakan alam i dan pakan buatan dalam pemeliharaan larva kepiting bakau Scylla serrata. J. Pen. Perik. Indone-sia, VII(1): 73- 77.

Su p r i yat n a, A. 1 9 9 9 . Pem el i h ar aan l ar va rajungan Portunus pelagicus dengan waktu pemberian pakan yang berbeda. Prosiding Sem i n ar N asi o n al Pu sl i t b an g k an bekerjasam a dengan JICA ATA, 379: 168-172.

Tahe, S. 2008. Pengaruh starvasi ransum pakan t er had ap p er t um b uhan, si nt asan, d an p r o d u k si u d an g van am e (Litopenaeus vannamei) dalam wadah terkontrol. Jurnal Riset Akuakultur, 3(3): 401- 412.

Taqwa, F.H., Djokoset iyant o, D., & Affandi, R. 2008. Pengaruh penambahan kalium pada m asa ad ap t asi p en u r u n an sal i n i t as t er h ad ap p er f o r m a p ascal ar va u d an g vanam e (Litopenaeus vannamei). Jurnal Riset Akuakultur, 3(3): 431- 436.

(17)

(Salmo gairdneri) in fresh and brachish water in Yugoslavia. Aquaculture, 77: 1- 10. Amsterdam: Elsevier.

Vijayan, M.M. & Moon, T.W. 1992. Acut e han-dling st ress alt ers hepat ic glycogen m e-t abolism in food- deprived rainbow e-t roue-t (Oncorhynchus mykiss). Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences, 49: 2260– 2266.

Vijayan, M.M., Pereira, C., Grau, E.G., & Iwama, G.K. 1997. Metabolic responses associated with confinem ent stress in tilapia: the role of cortisol. Comparative Biochemistry and Physiology. 116C: 89–95.

Waring, C.P., Stagg, R.M., & Poxton, M.G. 1996. Physiological responses to handling in the turbot. Journal of Fish Biology, 48: 161–173. Waser, W.P. & Heisler, N. 2004. Ox ygen

deliv-er y t o t he f ish eye: b lood f low in t he

pseudobranchial art ery of rainbow t rout (Oncorhynchus mykiss). Fish Physiology and Biochemistry, 30: 77–85.

Wedem eyer, G.A., Bart on, B.A., & McLeay, D.J. 1990. St ress and acclim at ion. In Methods for Fish Biology (Schreck, C.B. & Moyle, P.B., eds), Bet hesda, MD: Am erican Fisheries Society, p. 451–489.

Wells, R.M.G. & Weber, R.E. 1990. The spleen in hypox ic and ex ercised rainbow trout. Jour-nal of Experimental Biology, 150: 461–466. Wendelaar, B.S.E. 1997. The st ress response

in ûsh. Physiol. Reviews, 77: 591–625. Zim m er, K. 1996. How Low Dissolved Ox ygen

Gambar

Gambar 1. Hubungan antara konsentrasi kalium dengan tingkat kerja osmotik udangvaname selama penelitianFigure 1.Relationship between potassium concentration and osmotic activity inwhiteleg shrimp for each treatment during the experiment
Gambar 2. Hubungan antara konsentrasi kalium dengan laju konsumsi oksigen udang
Tabel 3 lanjutan (Table 3 continued)
Tabel 4.Konsentrasi glukosa darah setiap perlakuan selama penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

resentasi Menampilkan sli'e presentasi !erisi &gt;i'eo tentan&#34; lan&#34;ka%-lan&#34;ka% 'an perinta% 'alam instalasi sistem operasi. RPP - Teknik Komputer

Dan selama acara tersebut telah berlangsung hingga sekarang, telah banyak  kemajuan-kemajuan yang berarti bagi perkembangan di desa kita.. Namun dalam kurun waktu kemajuan-kemajuan

Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamosa kronis yang dapat dengan mudah dikenali dan biasanya menyerang bayi dan orang dewasa, sering ditemukan pada

Dari analisa data dapat dilihat bahwa nilai kekuatan gel permen jelly dari ekstrak bunga rosella semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah gelatin yang

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda, yaitu untuk menganalisis pengaruh faktor pertumbuhan penduduk, dan tingkat inflasi terhadap

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan terhadap pengendali fuzzy model ke 1, 2, 3, dan 4 seperti terlihat pada Gambar 17, maka dapat diketahui bahwa pengendali fuzzy

Jika ongkos atau pengorbanan yang harus dibayar terlalu tinggi sementara alternatif pekerjaan yang ada memiliki prospek yang lebih baik, maka akan timbul intensi untuk

Hal ini relevan dengan tekanan anggaran waktu sangat besar akan menyebabkan tingkat stres yang tinggi yang berpengaruh terhadap karakteristik personal auditor