• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pengkajian Penyelesaian Konflik Pertanahan di Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Evaluasi Pengkajian Penyelesaian Konflik Pertanahan di Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Pengkajian Penyelesaian Konflik Pertanahan di Kecamatan Tanah

Putih

Kabupaten Rokan Hilir

(Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 2011)

Oleh:

Idris Yusri Munaf

Abstrak

Apabila penggunaan lahan hutan tersebut tidak diatur sesuai pasal 2 UUPA di atas, dikuatirkan akan terjadi konflik pertanahan antara masyarakat dengan investor yang mempunyai modal atau dengan pemerintah, Mengingat mereka juga ingin hidup layaknya seperti masyarakat lainnya, apalagi tanah yang begitu luas dan tidak diolah dan dimanfaatkan dengan baik, sehingga memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menggarap dan mengolahnya, sampai mempunyai anak dan cucu tanpa ada teguran dan peringatan dari pemerintah. Untuk tidak terjadinya konflik pertanahan tersebut, masyarakat ingin mengajukan permohonan hak atas tanah dengan Hak Guna Usaha (HGU), tetapi luas di atas 5 Ha, harus didampingi oleh Investor (penanam modal) yang merupakaan salah satu syarat dalam memperoleh hak atas tanah tersebut. Untuk mendapatkan HGU di atas, mereka mendirikan Koperasi PPD di Kecamatan Tanah Putih setelah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Rokan Hilir, tetapi tidak berkembang. Selanjutnya bergambung dengan PT. Ria Estella Tahun 2005 dengan janji kemitraan dan saling menguntungkan satu dan lainnya. Metode Penelitian yang digunakan adalah Deskriptif dengan pendekatan Kualitatif dengan mempergunakan teknik pengumpulan data Triangulasi Teknik, sehingga data yang terkumpul betul-betul baik dan dapat dipertanggungjawaban. Hasil penelitian di lapangan menyatakan bahwa telah terjadi konflik pertanahan di atas tanah seluas + 3050 ha antara PT. Ria Estella dengan Koperasi PPD di Kepenghuluan Putat Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir. Untuk dapat menyelesaikan konflik pertanahan tersebut, perlu dicari akar permasalahan agar dapat menentukan pokok-pokok masalah yaitu dengan melakukan Evaluasi Pengkajian Konflik Pertanahan Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 2011 di Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir. Hasil evaluasi tersebut menjelaskan bahwa PT.Ria Estella belum dapat me-menuhi janji-janji yang telah disepakati bersama sampai berakhirnya Izin Lokasi, sehingga Koperasi PPD membatalkan kembali perjanjian dengan PT. Ria Estella.

Key Word :Implementasi , Penyelesaian, Konflik Tanah, & BPN

Pendahuluan

Tanah disamping sebagai sumber kehidupan, kekuasaan, dan kesejahteraan masyarakat, tanah juga mempunyai sifat yang strategis, politis dan ekonomi , sebagaimana disebut di dalam pasal 33 ayat (3)

Undang-undang Dasar 1945; “Bumi, air dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Perumusan kebijakan pertanahan tersebut telah dituangkan ke dalam pasal 2 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 lebih

dikenal dengan Undang-undang Pokok Agraria

(UUPA) yang berbunyi “ dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1 bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai

organisasi kekuasaan seluruh rakyat”. Disini negara diberi wewenang untuk mengatur dan menetapkan peruntukan, penggunaan, penyediaan dan pemeliharaan untuk mencapai kesejahteraan adil dan makmur.

(2)

(misalnya masyarakat dengan Investor atau masyarakat dengan pemerintah) maupun bersifat horizontal antara masyarakat adat dengan masyarakat adat lainnya atau perusahaan dengan perusahaan lainnya.

Menurut data dan informasi dari Bernhard Limbong menyatakan 1 bahwa, sepanjang tahun 2011 terdapat 163 konflik pertanahan dengan jumlah rakyat yang menjadi korban meninggal dunia mencapai 22 orang meninggal. Data konsorsium

pembaharuan Agraria (KPA) juga

menunjukkan, konflik agraria yang terjadi pada tahun 2011 melibatkan 69.975 KK (kepala keluarga) dengan luas area konflik mencapai 472.048,44 Ha (hektar), rincian 97 kasus disektor perkebunan, 36 kasus disekitar kehutanan, 21 kasus disektor infrastruktur, 8 kasus di sektor pertambangan dan 1 kasus di wilayah tambak atau pesisir.

Tanah sebagai sumber kehidupan rakyat, perlu diatur sedemikian rupa demi kepentingan masyarakat dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat umum sebagaimana yang disebutkan di dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 pasal 2 sebagai berikut :

1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1 bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat;

2) Hak menguasai dari Negara termasuk dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

1Bernhard Limbong,(2011) ; Konflik Pertanah “ Dalam

Tema Karya di Cibubur Jawa Barat, CV. Margaretha Pustaka; 2012; Jakarta, hal 4

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa; 3) Wewenang yang bersumber kepada hak

menguasai dari Negara tersebut pada ayat 2 pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur;

4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaanya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantera dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah.

Salah satu penyebab munculnya masalah pertanahan di Kecamatan Tanah Putih adalah tanah yang dikelola oleh masyarakat di atas tanah yang dikuasai oleh Negara (seluasnya 82,85 % dari luas wilayah kawasan hutan Kecamatan Tanah Putih, masyarakat hanya menguasai 17,15 % saja.

Atas berkat usaha bersama dan petunjuk-petunjuk dari Dinas terkait (Dinas perkebunan, Kehutanan, Perdagangan dan Industri serta Koperasi) terbentuklah Koperasi dengan nama Koperasi Perkebunan Putat Damai (Koperasi PPD) Badan Hukum No. 56/BH/KDK 1.2/1.2/XI/1998.

(3)

Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana upaya penyelesaian Konflik

Pertanahan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 3 Tahun 2011;

2. Apa faktor penghambat dalam

ppenyelesaian Konflik Pertanahan di Kecamatan Tanah Putih - Kabupaten Rokan Hilir.

Dari permasalah yang muncul di atas, Penulis mengkaji dan mengevaluasi

“Konflik Pertanahan antara PT. Ria Estella

dengan Koperasi PPD di Kecamatan Tanah Putih - Kabupaten Rokan Hilir berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.

Kerangka Teori

1. Pemerintah

Sebelum memahami fungsi

pemerintah, apa yang dimaksud dengan pemerintah. Ada beberapa konsep pemerintah yang sangat penting dalam hubungannya dengan masalah pertanahan yaitu :

a. Pemerintah dalam arti luas adalah semua Lembaga Negara yang oleh Konstitusi Negara yang bersangkutan disebut sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan.

b. Pemerintah dalam arti sempit adalah

Lembaga Negara yang memegang

kekuasaan eksekutif saja;

c. Pemerintah dalam arti pelayanan, diambil dari konsep civil servant. Disini pemerintah dianggap sebagai sebuah warung (toko) dan pemerintah adalah pelayan yang melayani pelanggan (pembeli);

2. Fungsi Pemerintah

Menurut para ahli pemerintah bahwa fungsi pemerintah secara garis besarnya dapat dibagi 3 (tiga) fungsi, yaitu : Pelayanan, Pemberdayaan, dan Pembangunan, sedangkan menurut Taliziduhu Ndraha 2 Ada dua macam

2Taliziduhu Ndraha; Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru I); ,( 2003); PT. Rineka Cipta, Jakarta; hal 76. .

fungsi pemerintah. Pertama; Fungsi Primer yaitu fungsi yang terus menerus berjalan dan berhubungan positif dengan kondisi pihak yang diperintah. Artinya, fungsi primer tidak pernah berkurang dengan meningkatnya kondisi ekonomi, politik dan sosial masyarakat: Semakin meningkat kondisi yang diperintah, semakin meningkat fungsi primer pemerintah.

Kedua; Fungis sekunder adalah fungsi yang berhubungan negatif dengan kondisi ekonomi, politik, dan sosial yang diperintah, dalam arti, semakin tinggi taraf hidup, semakin kuat bargaining position, dan semakin integratif masyarakat yang diperintah, semakin berkurang fungsi sekunder pemerintah.

Menurut David Truman menyatakan 3 bahwa “Bahwa kelompok ini dapat menjadi kelompok yang mempunyai kepentingan politik, apabila membuat klaim kepada lembaga-lembaga pemerintah”

3. Kebijakan Pemerintahan

Kebijakan publik dalam definisi populer menurut Dye dalam buku Dwiyanto Indiahono adalah 4 What ever governments choose to do or not to do. Maksudnya apapun kegiatan pemerintah baik yang eksplisit maupun implisit yang dilakukan ataupun tidak dilakukan itu merupakan kebijakan. Selanjutnya Dye (1995:1) juga mengemukakan Pendapat yang sama dalam buku Leo Agustinom bahwa 5 Kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan

Secara sosiologi, Ralf Dahrendorf mengatakan 6dalam buku Leo Agustino.

“Melihat konflik sebagai dua makna. Makna Pertama, (peristiwa) Konflik merupakan

3David Truman, (1951:37); Ibid, hal. 21

4 Dwiyanto Indiahono; Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis, CV. Gava Media; 2009; Jakarta; hal. 17.

5 Leo Agistino (1995:1); Dasar-dasar Kebijakan Pub lik; 2008; Alfabeta; Bandung; hal. 7

(4)

akibat dari proses integrasi di dalam masyarakat yang tidak tuntas. Dalam konteks ini konflik merupakan sebuah symtton (gejala peyakit) yang dapat merusak persatuan dan kesatuan masyarakat. Dalam intensitas yang tinggi, konflik semacam ini dapat membuat sebuah Negara kesatuan ancur berkeping-keping.

Makna Kedua, Konflik dapat pula dipahami sebagai sebuah proses alamiah dalam rangka sebuah proyek rekonstruksi

sosial”. Dalam hal ini konflik dapat dilihat

secara fungsional sebagai suatu strategi untuk menghilangkan unsur-unsur disintegrasi di dalam masyarakat yang tidak terintegrasi secara sempurna.

4. Kebijakan Pertanahan

Kebijakan yang dikembangkan belum sepenuhnya berdasarkan semangat Undang-undang Dasar 1945, khususnya pasal 33 ayat (3) dan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria, hal ini membawa akibat kepada masyarakat berupa sengketa dan atau konflik pertanahan antara individu dengan individu lainnya, antara individu dengan masyarakat, antara masyarakat dengan pemerintahan atau pihak swasta.

Konflik kepemilikan dan

kewenangan yang berkaitan dengan pertanahan yang sering muncul antara individu dengan masyarakat, masyarakat dengan investor (penanam modal) dan atau masyarakat dengan pemerintah yang disebabkan oleh perbedaan cara pandang melihat pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945.

Kalau kita perhatikan hal ini bertentangan dengan keinginan pasal 2 Undang-undang No. 5 Tahun 1960; yang berbunyi ) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

Jadi pasal 2 di atas, pemerintah sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia mempunyai kewajiban pada tingkatan tertinggi untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, menentukan dan mengatur hubungan hukum untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantera dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

Penjelasan pasal ini semakin menyatakan bahwa kewenangan pertanahan sesungguhnya merupakan kewenangan pemerintah pusat yang menyatakan bahwa soal agraria menurut sifatnya dan pasa azasnya merupakan tugas pemerintah pusat, dengan demikian pelimpahan wewenang untuk melaksanakan hak penguasaan Negara atas tanah itu adalah merupakan Medebewind atau tugas pembantuan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

5. Pengertian Evaluasi

Pengertian evaluasi menurut beberapa pakar mengenai evaluasi sebagai berikut :

a. Rutman and Mowbray 1983 mendefinisikan evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi dan outcomes suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan.

b. Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 1) adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.

(5)

Pasal 21, Bab V Pengkajian Kasus Pertanahan, Bagian Keempat tentang Pengkajian Sengketa, berbunyi :

(1) Pengkajian akar dan riwayat sengketa dilakukan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya dan potensi penyelesaian sengketa;

(2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meneliti dan menganalisis data sengketa yang terjadi;

(3) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berasal dari pengaduan, satuan organisasi di lingkungan BPN RI atau lembaga/instansi terkait;

(4) Hasil penelitian dan analisa data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan pokok permasalahan sengketa dan potensi penyelesaian sengketa.

Pasal 23, berbunyi :

(1) Pengkajian akar dan riwayat konflik dilakukan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya dan potensi dampak dari terjadinnya konflik;

(2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meneliti dan menganalisis data konflik yang terjadi;

(3) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berasal dari pengadu, satuan organisasi di lingkungan BPN RI atau lembaga/instansi terkait;

(4) Hasil penelitian dan analisa data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk menentukan dan merumuskan pokok permasalahan atas terjadinya konflik.

Pasal 24, berbunyi :

(1) Pokok permasalahan konflik sebagaimana dimaksud dalam pada pasal 23 dilakukan telaahan hukum berdasarkan data yuridis, data fisik dan/atau data pendukung lainnya.

(2) Hasil telaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kajian penerapan

hukum yang selanjutnya menghasilkan rekomendasi penanganan konflik.

Pasal 39, Bab VI Penanganan Kasus Pertanahan, Bagian Kedua tentang Penanganan Sengketa, berbunyi :

(1) Gelar Mediasi bertujuan:

a. Menampung informasi/pendapat dari semua pihak yang berselisih dan pendapat dari unsur lain yang perlu dipertimbangkan;

b. Menjelaskan posisi hukum para pihak baik kelemahan/kekuatannya;

c. Memfasilitasi penyelesaian kasus pertanahan melalui musyawarah; dan d. Pemilihan penyelesaian kasus

pertanahan.

(2) Peserta Gelar Mediasi : a. Tim Pengolah;

b. Pihak pengadu, termohon dan pihak lain yang terkait;

c. Pejabat Kantor BPN RI, Kantor Wilayah BPN dan/atau Kantor Pertanahan dan instansi/lembaga yang terkait;

d. Pakar dan/atau saksi ahli yang terkait dengan kasus pertanahan;

e. Tim Mediator Kantor BPN RI, Kantor Wilayah BPN dan/atau Kantor Pertanahan atau eksternal BPN RI; dan f. Unsur-unsur lain yang diperlukan. (3) Substansi Hasil Gelar Mediasi :

a. Kronologi kasus pertanahan;

b. Analisa dan alternatif penyelesaian kasus pertanahan;

c. Kesimpulan hasil musyawarah kasus pertanahan; dan

d. Rekomendasi dan tindak lanjut putusan gelar kasus.

(4) Setiap Pejabat Kantor BPN RI, Kantor Wilayah BPN dan/atau Kantor Pertanahan yang menangani kasus pertanahan,

sebelum mengambil keputusan

penyelesaian kasus pertanahan harus melakukan Gelar Mediasi;

(6)

(1) Penanganan konflik pertanahan dilaksanakan secara komprehensif melalui kajian akar permasalahan, pencegahan dampak konflik dan penyelesaian konflik; (2) Konflik pertanahan yang masalahnya

sederhana dan mudah diselesaikan dapat dilakukan dengan mempedomani prosedur penanganan kasus pertanahan;

(3) Konflik yang berdampak luas dilakukan dengan perencanaan dan target waktu yang disesuaikan dengan situasi yang dihadapi serta perkembangannya selama proses penanganan konflik.

Pasal 49, berbunyi :

(1) Kajian akar permasalahan konflik dilaksanakan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 21;

(2) Upaya pencegahan konflik pertanahan antara lain :

Penelitian administrasi pertanahan yang berkaitan dengan sumber konflik;

a. tindakan proaktif untuk mencegah dan menangani potensi konflik;

b. penyuluhan hukum dan/atau sosialisasi program pertanahan;

c. pembinaan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat; d. pencegahan lainnya.

(3) Upaya pencegahan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dimaksudkan untuk mengurangi munculnya konflik dan kerugian yang lebih besar;

(4) Kegiatan untuk mencegah meluasnya konflik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) baik yang dilakukan langsung oleh jajaran BPN RI maupun bekerjasama dengan lembaga penegak hukum.

5. Teori Konflik

Teori Konflik memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.

Menurut pendekatan interaksionis atau pluralis yang dikemukakan oleh Aldag,

R.J dan Stearns, T.M. (1987:415); Robbins, S.P (1990) dalam buku Wahyudi, berpandangan bahwa 7 Interaksionis atau pluralis berusaha menstimuli dan menciptakan konflik apabila diketahui kelompok bersifat statis, apatis dan tidak tanggap terhadap perubahan dan inovasi.

Kontribusi dari pendekatan interaksionis adalah mendorong pemimpin untuk mempertahankan suatu tingkat konflik yang optimal yang dapat menciptakan inovasi, tanggap terhadap perubahan, kreaktif dan cepat beradaptasi, dan kritis terhadap kegiatan intern organisasi.

a) DuBrin, A.J. (1984:346) mengartikan konflik mengaju pada pertentangan antar individu atau kelompok yang dapat meningkatkan ketegangan sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan sebagaimana dikemukakan sebagai

berikut “Conflict in the context used,

refers to the opposition of persons or forces that gives rise to some tension. It occurs when two or more parties (individuals, groups, organizay) perceive

mutually exlusive goals, or events”.

b) Hardjana (1994), bahwa konflik adalah perselisihan, pertentangan antara dua orang/dua kelompok dimana perbuatan yang satu berlawanan dengan yang lainnya sehingga salah satu atau duanya saling terganggu.

c) Kedua pendapat terakhir menganggap bahwa pertentangan antara individu dan kelompok sebagai perilaku yang

mengganggu percapaian tujuan

organisasi.

d) Aldag, R.J. dan Stearns, T.M. (1987:412), secara tegas mengartikan konflik adalah ketidak sepahaman antara dua atau lebih individu atau kelompok sebagai akibat dari usaha kelompok lainnya yang mengganggu pencapaian tujuan. Dengan kata lain, konflik timbul karena satu pihak mencoba untuk merintangi/mengganggu

(7)

pihak lain dalam usahanya mencapai tujuan.

6. Konflik Pertanahan

Menurut Mudzakkir 8 “Persoalan

pertanahan dan persengketaan tanah secara massal dapat mempengaruhi upaya membangun dan menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat merenggangkan kohesi Nasional dalam wadah Negara yang Bhineka Tunggal Ika”.

Dalam Keputusan Kepala BPN RI No. 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian masalah pertanahan disebutkan bahwa 9 Masalah pertanahan meliputi permasalahan teknis, sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang memerlukan pemecahan atau penyelesaian.

Sedangkan dalam Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang pengelolaan pengkajian dan penanganan kasus pertanahan memberikan batasan sesuai pasal 1 ayat (1) Peraturan Kepala BPN tersebut menyatakan 10 bahwa Kasus pertanahan adalah Sengketa, konflik, atau perkara pertanahan yang disampaikan kepada BPN RI untuk mendapatkan penanganan, penyelesaikan, sesuai ketentuan peraturan per undang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan nasional.

a. Sengketa Pertanahan

Sengketa adalah perbedaan nilai, kepentingan, pendapat dan atau persepsi antara orang perorangan dan atau badan hukum (privat atau publik) mengenai status penguasaan atau kepemilikan dan atau status penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu, atau status keputusan tata usaha negara menyangkut penguasaan, pemilikan dan penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu.

8 Bernhard Limbong;op.cit, hal. 47

9 Peraturan Kepala BPN RI No. 34 Tahun 2007; Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan; Petunjuk Teknis No. 01, Diktum II angka 1

10 Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011; pasal 1 ayat (1)

Lebih ditekankan di dalam Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Tanah mengatakan 11 bahwa Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perorangan, badan hukum, atau lembaga tidak berdampak luas secara sosio-politis.

b. Konflik Pertanahan

Menurut Keputusan Kepala BPN RI No. 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penangangan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan, menyatakan 12 Konflik adalah perbedaan nilai, kepentingan, pendapat dan atau persepsi antara warga atau kelompok masyarakat dan atau warga atau kelompok masyarakat dengan Badan Hukum (privat atau publik), masyarakat dengan masyarakat mengenai status penguasaan dan atau status kepemilikan dan atau status penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu, atau satus Keputusan Tata Usaha Negara menyangkut penguasaan, pemilikan dan penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu, serta mengandung aspek politik, ekonomi dan sosial budaya.

Menurut Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Komflik pertanahan adalah 13 Perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, Badan Hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis.

Rachmadi Usman menyatakan 14 Bahwa baik kata conflict dan dispute kedua-duanya mengandung pengertian tentang adanya perbedaan kepentingan diantara kedua pihak atau lebih, tetapi keduanya dapat dibedakan.

11Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011; pasal 1 ayat (2)

12ibid Diktum II angka 4

13Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011; pasal 1 ayat (3).

(8)

Kata conflictsudah diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi konflik, sedangkan kata dispute dapat diterjemahkan dengan kata sengketa. Sengketa (dispute difference) atau konflik hakekatnya merupakan bentuk aktualisasi dari suatu perbedaan dan atau pertentangan antara dua pihak atau lebih.

c. Perkara Pertanahan

Menurut Keputusan Kepala BPN No. 34 Tahun 2007, Perkara pertanahan adalah sengketa dan atau komflik pertanahan yang penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Peradilan. Senada dengan definisi tersebut, Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan memberi pengertian bahwa Perkara pertanahan adalah Perselisihan pertanahan yang penyelesaiannya dilaksanakan oleh Lembaga Peradilan atau Putusan Lembaga Peradilan yang masih dimintakan penanganan perselisihannya di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI).

Dari kedua pengertian ini, dapat dikatakan bahwa sebuah konflik atau sengketa berkembang menjadi perkara bila pihak yang merasa di rugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya, dengan melakukan pengaduan atau gugatan melalui Badan Pengadilan Umum baik secara langsung maupun melalui kuasa hukum kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian.

Metode penelitian

Kabupaten Rokan Hilir merupakan Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Bengkalis berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 Tentang pembentukan Kabupaten Rokan Hilir.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanah Putih yang merupakan salah satu Kecamatan yang ada di dalam Kabupaten Rokan Hilir, pada awal pembentukannya hanya terdiri dari 5 (lima) Kecamatan yaitu Tanah Putih, Bangko, Kubu, Bagan Sinembah dan Rimba Melintang.

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Deskriptif Analisis dengan mempergunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan penggumpulan data yang diperlukan mempergunakan Triangulasi Teknik.

Variabel yang dikaji tersebut berinteraksi sampai memperoleh kesimpulan yang benar. Apabila kesimpulan kurang memadai maka diperlukan kegiatan pengujian ulang yaitu dengan cara mencari data lagi dilapangan danmenginterprestasikandengan fokus yang lebih terarah. Agar data-data tersebut bermanfaat bagi laporan hasil penelitian, maka perlu diolah dengan beberapa tahap analisis yaitu :

1. Tahap reduksi data adalah mengumpulkan semua jawaban dari Informan/nara sumber lalu peneliti mengadakan suatu proses pemilihan atau memisah-misahkan untuk penyederhanaan dan pengabstrakan untuk ditransformasikan dari data kasar yang muncul dari hasil interview dilapangan tempat penelitian.

2. Sajian data merupakan, kumpulan data-data yang memungkinkan diambil yang akan disajikan dalam penelitian ini. Penyajian data ini akan dilakukan secara sistematis yaitu melalui gambar, skema maupun jaringan kerja yang ada kaitannya dengan kegiatan maupun tabel dan hal ini akan dirancang agar mudah dimengerti.

3. Penarikan kesimpulan/ verivikasi, semua proses yang terjadi dalam penelitian dilapangan melalui catatan, pertanyaan-pertanyaan, konfigurasi-konfigurasi yang ada kaitannya dengan penelitian ini kemudian ditarik kesimpulan.

Pembahasan

1. Penyelesaian Konflik Pertanahan

(9)

penelitian, bahwa saat ini telah terjadi konflik pertanahan antara Koperasi Perkebunan Putat Damai (Koperasi PPD) yang mewakili masyarakat Kepenghuluan Putat dengan Investor yang ingin mengembangkan usaha dibidang perkebunan kelapa sawit yaitu PT. Ria Estella yang lokasinya terletak di Kepenghuluan Putat Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir dengan luas tanah yang dipermasalahkan + 3.050 ha.

Untuk lebih jelasnya, Penulis akan mencoba menjelaskan secara terinci penyebab terjadinya konflik pertanahan yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat Kepenghuluan Putat Kecataman Tanah Putih.

1.1 Pengkajian Akar Permasalahan Konflik Pertanahan

1.1.1. Hasil Wawancara dengan Koperasi PPD

Tanah yang dimiliki oleh pihak Koperasi berasal dari tanah negara (Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir) dan masyarakat setempat dengan luas 3.050 ha, dimana tanah tersebut terletak di Kepenghuluan Putat Kecamatan Tanah Putih yang berupa tanah kosong dan tanah perkebunan rakyat yang cukup baik dan dapat memberi harapan hidup bagi keluarga mereka.

Atas kesepakatan dan musyawarah bersama antara para tokoh masyarakat dengan Warga Kepenghuluan Putat dan didukung oleh

Pemerintah (Kepenghuluan Putat)

berkeinginan untuk mendirikan suatu Koperasi dengan harapan meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan warganya (lihat hal. 9-11).

Hasil musyawarah tersebut

menghasilkan kesepakatan berdirinya sebuah Koperasi yang berbentuk Badan Hukum

dengan nama “Koperasi Perkebunan Putat Damai (Koperasi PPD)” dengan Akta No.

56/BH/KDK 1.2/1.2/XI/1998.

Selanjutnya pada tahun 2004 Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir menginformasikan kepada masyarakat Kepenghuluan Putat bahwa ada rencana akan masuknya sebuah PT. Ria Estella (Investor) ke Penghuluan Putat Kecamatan Tanah Putih yang ingin membantu perkembangan Koperasi

yang selama ini belum berjalan sesuai dengan harapan semua Anggota Koperasi PPD dan masyarakat walaupun sudah berjalan + 6 tahun.

Atas kesepakatan dan hasil musyawarah masyarakat dan Anggota Koperasi PPD yang ingin untuk lebih memajukan Koperasi mereka, timbul suatu keinginan bersama antar masyarakat yang dipelopori oleh para Anggota Koperasi untuk bergabung dan menerima PT. Ria Estella dimaksud dengan harapan bahwa Investor yang akan mau bekerjasama dengan mereka mempunyai prinsip yang sama yaitu saling menguntungkan satu dengan yang lainnya.

Untuk mencapai keinginan tersebut di atas, Badan Hukum yang telah ada (Koperasi PPD) dianjurkan untuk merubah Anggaran Dasarnya supaya bisa bergabung dengan PT. Ria Estella dengan tujuan bisa bergerak lebih leluasa lagi dan juga bisa bergerak dibidang perkebunan dibandingkan dari Badan Usaha semula.

Berdasarkan hasil musyawarah para Anggota Koperasi diajukanlah permohonan perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang baru dengan persetujuan dan kemudian disahkan berdirinya dengan Keputusan Menteri Negara Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor : 129/BH/PAD/KDK/1.1/IX/2004 tentang Pengesahan Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi tanggal 23 September 2004 yang beralamat di Desa Putat (Kepenghuluan) Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir; dan sekaligus memperoleh status Badan Hukum.

Maksud tersebut di atas setelah disepakati bersama, baik dari Koperasi PPD sebagai wakil masyarakat Kepenghuluan Putat maupun dari pihak PT. Ria Estella dituangkan ke dalam Akta Pernyataan dan Akta perjanjian bersama sebagai berikut :

(10)

Pernyataan ini No. 22 tanggal 11 Agustus 2004.

2. Akta Perjanjian yang dibuat pada hari Rabu oleh Riama Gultom, Sarjana Hukum, Notaris Kabupaten Bengkalis yang berkedudukan di Mandau dan dihadiri oleh para saksi yang disebutkan namanya di dalam Akta Perjanjian ini No. 47 tanggal 23 Maret 2005;

(Hasil wawancara ini dan beberapa dokumen diperoleh dari Koperasi PPD pada minggu pertama bulan Februari 2012 di Kepenghuluan Putat Kecamatan Tanah Putih).

Berdasarkan data yang Peneliti peroleh di Koperasi PPD (dilapangan), baik dari hasil wawancara dengan Ketua Koperasi PPD maupun dari dokumen berdasarkan pengumpulan data melalui Triangulasi Teknik bahwa :

a. Koperasi PPD yang mewakili masyarakat Putat dan Pihak Investor (PT. Ria Estella) pada awal kegiatan telah melakukan kerjasama yang baik (disini belum terjadi konflik) dengan mitra kerjanya dan saling mendukung di dalam mendapatkan Izin Lokasi dari Bupati Rokan Hilir. Disini Penulis telah melakukan Evaluasi terhadap Koperasi PPD dan PT. Ria Estella dengan Nilai(B/ Baik).

b. Setelah keluarnyaIzin Lokasi untuk Usaha Perkebunan, tetapi tidak untuk Izin Pengelolaan Kayu (IPK), PT. Ria Estella kurang bersemangat dan banyak mengabaikan isi perjanjian (MOU) dan malah tidak melaksanakan, begitu juga dengan syarat yang ada di dalam pemberian Izin Lokasi, termasuk tidak mengurus surat tanah (HGU) ke BPN dan jangka waktu 3 tahun sudah lewat (habis). Disini Penulis

telah melakukan Evaluasi terhadap PT. Ria Estella denganNilaiKB (Kurang Baik). b. .PT. Ria Estella mengajukan Izin Usaha

Perkebunan-Budidaya dan mendapat-kan Rekomendasi dari Kadis Perkebunan untuk diajukan kepada Bupati Rokan Hilir tanggal 1 Maret 2007 (jangka waktu 1 tahun). Izin Usaha Perkebunan-Budidaya tersebut

sampai saat ini juga belum keluar dan tidak ada usaha lain yang dilakukannya oleh PT. Ria Estella. Disini Penulis telah melakukan Evaluasi terhadap PT. Ria Estella denganNilai(KB/ Kurang Baik).

1.1.2. Hasil Wawancara dan Dokumen PT. Ria Estella

Atas dasar perjanjian (Akta Notaris) dan beberapa surat dukungan dari Tokoh Masyarakat dan Koperasi sebagai persyaratan Izin Lokasi yaitu :

a. Peta Areal Lokasi + 5000 ha;

b. Surat Dukungan dari Penghulu Putat No. 503/PMK/23/2005 tanggal 7 April 2005; c. Surat Dukungan dari unsur Masyarakat

Putat (Tokoh Masyarakat Ninik Mamak dan Pemuda).

d. Surat dari Camat Tanah Putih ke Bupati Rokan Hilir No. 503/PMD/195/2005 tentang Dukungan Pengelolaan Hutan untuk Kebun Kelapa Sawit dan Pemanfaatan Kayu di Kepenghuluan Putat Kecamatan Tanah Putih;

Berdasarkan persyaratan tersebut di atas, kami PT. Ria Estella mengajukan permohonan izin Pengelolaan Hutan untuk Kebun Kelapa Sawit dan Pemanfaatan Kayu (IPK) di Kepenghuluan Putat Kecamatan Tanah Putih kepada Bupati Rokan Hilir

Berkat usaha bersama antara PT. Ria Estella, Koperasi PPD dan masyarakat Putat serta dibantu oleh pihak Kecamatan untuk melakukan pendekatan, sehingga Izin Lokasi keluardengan Surat Keputusan Bupati Rokan Hilir No. No. 332/TP/2005, tanggal 20 Oktober 2005 tentang Pemberian Izin Lokasi

untuk Usaha Perkebunan, sedangkan untuk

Izin Pengelolaan Kayu (IPK) tidak keluar.

(Hasil wawancara ini dan beberapa dokumen diperoleh dari PT. Ria Estella pada Awal minggu kedua bulan Februari 2012 di Kecamatan Tanah Putih dalam pertemuan bersama dengan Camat).

(11)

dokumen berdasarkan pengumpulan data melalui Triangulasi Teknikbahwa :

a. Awal dari kegiatan tersebut sebelum Izin Lokasi keluar, kerjasama kedua belah pihak sangat baik dan saling mendukung satu dengan lainnya, sehingga mereka membuat perjanjian yang bersifat Otentik di atas Akte Notaris (MOU); Disini Penuilis beri Nilai B ( Baik);

b. Setelah keluar Izin Lokasi untuk Usaha Perkebunan, tetapi bukan untuk Izin Pengelolaan Kayu (IPK), mereka (PT. Ria Estella) kurang bersemangat, apalagi setelah ada tanda-tanda Izin Usaha Perkebunan-Budidaya tidak keluar, mereka kecewa. Disini Penuilis beri Nilai KB ( Kurang Baik);

1.1.3. Hasil Wawancara dan Dokumen dengan Camat tanah Putih

Untuk mengadakan rapat persiapan pelaksanaan rencana kegiatan Survey Awal Pembukaan Lahan Kebun Kelapa Sawit di Kabupaten Rokan Hilir, dengan hasil rapat keluarnya Perintah Bupati Rokan Hilir Nomor 100/TP/2005/478 tanggal 26 Mei 2005 untuk menunjuk para petugas pelaksanaan survey dimaksud.

Disamping itu Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kabupaten Rokan Hilir selaku Ketua Komisi Penilai Amdal Daerah Rokan Hilir mengeluarkan surat Pernyataan No. 666.1/AMDAL-BAPEDALDA/2006/89 tanggal 4 Mei 2006 bahwa PT. Ria Estella yang dipimpin oleh seorang Direktur (Daulat Ambarita) yang beralokasi di Desa Putat Kecamatan Tanah Putih pada saat ini sedang dalam proses Penyusunan Kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal), yang bekerjasama dengan Konsultan Penyusunan Amdal CV. Mitra Riau Lestari (terlampir).

Dalam waktu bersamaan CV. Mitra Riau Lestari sebagai Konsultan Penyusunan Amdal (Konsultan Bidang Studi Lingkungan) mengeluarkan Surat Keterangan No. 04.49/MRL.10/PKU/V/2006 tanggal 4 Mei 2006 menerangkan bahwa pada saat ini sedang

melaksanakan penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) PT. Ria Estella untuk kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit seluas 3.050 ha dan pabrik pengolahannya berkapasitas 45 ton TBS per jam di Desa Putat Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir (terlampir).

Setelah keluarnya rekomendasi dari hasil Survey Lapangan dan surat dukungan lain yang terkait dengan Izin Lokasi, Bupati Rokan Hilir sebagai Kepala Daerah yang

mempunyai wewenang mengeluarkan

Keputusan Bupati Rokan Hilir No.

332/TP/2005 tentang Pemberian Izin Lokasi

untukUsaha Perkebunan, tetapi bukan untuk Izin Pengelolaan Kayu (IPK.

Berdasarkan Keputusan Bupati Rokan Hilir No. 332/TP/2005 tentang Pemberian izin Lokasi untuk Usaha Perkebunan tanggal 20 Oktober 2005 dan surat dukungan kepada PT. Ria Estella

mengajukan permohonan Izin Usaha Perkebunan-Budidaya kepada Bupati Rokan Hilir melalui Kepala Kantor Dinas Perkebunan Kabupaten Rokan Hilir No. 06/RE/07/2006 tanggal 15 Maret 2006. Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Rokan Hilir memberikan Rekomendasi

Teknis Izin Usaha Perkebunan-Budidaya (IUP-B)kepadaBupati Rokan Hilir sebagai bahan pertimbangan untuk diberikan

kepada PT. Ria Estella NPWP

02.326.830.3-211.000 dengan Alamat Jln. Bangka No. 16-A Sago-Kecamatan Senapelan Kotamadya Pekanbaru dengan luas lahan + 3.050 ha lokasi lahan di Desa Putat Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir.

(Hasil wawancara ini dan beberapa dokumen diperoleh dari Camat dan Kasi Pemerintahan pada minggu kedua bulan Februari 2012 di Kecamatan Tanah Putih).

(12)

pengumpulan data melalui Triangulasi Teknik bahwa :

a. Awal dari kegiatan tersebut sebelum Izin Lokasi keluar, kerjasama kedua belah pihak sangat baik dan saling mendukung satu dengan lainnya, sehingga mereka membuat perjanjian yang bersifat Otentik di atas Akte Notaris tanggal 23 Maret 2005 No. 47 (MOU); Disini Penuilis beri Nilai B ( Baik);

b. Setelah keluar Izin Lokasi untuk Usaha Perkebunan, tetapi bukan untuk Izin Pengelolaan Kayu (IPK), mereka (PT. Ria Estella) mulai ogah-ogahan, apalagi setelah ada tanda-tanda Izin Usaha Perkebunan-Budidaya tidak keluar, mereka seolah olah tidak mempunyai keinginan lagi untuk berusaha dan mengabaikan semua isi perjanjian yang mereka buat bersama.

Disini Penuilis beri Nilai KB ( Kurang Baik);

1.2. Pencegahan Dampak Konflik Pertanahan

1.2.1. Pencegahan Dampak Konflik yang dilakukan oleh Koperasi PPD

Semenjak keluarnya Izin Lokasi pada tanggal 20 Oktober 2005 dengan Surat Keputusan Bupati Rokan Hilir Nomor 332/TP/2005 tentang Pemberian izin Lokasi untuk Usaha Perkebunan, PT Ria Estellah telah melakukan aktivitas-aktivitas, baik dalam rangka persiapan Izin Usaha Perkebunan–

Budidaya maupun Pengelolaan tanah yang termasuk dalam Izin Lokasi, berupa pembersihan lahan hutan, ganti rugi tanah yang dimiliki oleh masyarakat, tetapi tidak melakukan pembibitan atau pembelian bibit walaupun rekomendasi pengadaan bibit sudah keluar dari Dinas Perkebunan (surat terlampir). Berdasarkan kondisi dan situasi di lapangan pada pertengahan bulan November 2007, pengurus Koperasi PPD bersama dengan masyarakat Kepenghuluan Putat mengadakan rapat musyawarah tanggal 19 November 2007 dan diketahui oleh Pemerintah (Penghulu Putat) telah mengambil Keputusan Bersama tentang Pencabutan kembali lahan (tanah)

milik masyarakat Kepenghuluan Desa Putat (daftar rapat terlampir)

(Hasil wawancara ini dan beberapa dokumen diperoleh dari Koperasi PPD pada minggu kedua bulan Februari 2012 di Kecamatan Tanah Putih).

Berdasarkan data yang Peneliti peroleh dari Koperasi PPD (dilapangan), baik dari hasil wawancara dengan Ketua maupun dari dokumen dokumen berdasarkan pengumpulan data melalui Triangulasi Teknik bahwa :

a. Koperasi PPD telah melakukan pencegahan melalui teguran kepada PT. Ria Estella Tanggal 14 Februari 2007 Nomor 01/KOP.PPD/II /2007;

b. Tanggal 28 April 2007 Nomor 02/KOP.PPD/III/2007; dan

c. Tanggal 10 Juli 2007 Nomor

03/KOP.PPD/V/2007. Tetapi tidak satupun dibalas oleh PT. Ria Estella. Disini Penuilis simpulkan bahwa Koperasi PPD cukup aktif untuk melakukan pencegahan terjadinya konflik, Peneliti memberi Nilai B ( Baik);

1.2.2. Pencegahan Dampak Konflik oleh PT. Ria Estella

Berdasarkan Izin Lokasi dari Bupati Rokan Hilir tanggal 20 Oktober 2005 No.

332/TP/2005” dan dukungan dari semua

lampisan masyarakat Putat, sebagaimana surat di bawah ini :

a. Surat keterangan dari Penghulu Putat tentang keterangan siap menerima PT. Ria Estella (investor) dari luar, yang ingin menanamkan modalnya di Kepenghuluan Putat, (surat tanggal 20 Juni 2004);

b. Surat dari Penghulu Putat ke Camat Tanah Putih No. 503/PMK/23/2005 tentang Dukungan Pengelolaan Hutan untuk Kebun Kelapa Sawit dan Pemanfaatan Kayu; tanggal 7 April 2005 (daftar Rapat terlampir);

(13)

Kecamatan Tanah Putih; tanggal 12 April 2005; Dengan lampiran surat sebagai berikut :

d. Peta Areal Lokasi;

e. Perjanjian kerjasama PT. Ria Estella dengan Koperasi PPD ( Akta Notaris No. 47 tanggal 23 Maret 2005);

f. Surat Dukungan dari Penghulu Putat No. 503/PMK/23/2005; tanggal 7 April 2005; g. Surat Dukungan dari Unsur Masyarakat

Putat ( Tokoh Masyarakat Ninik Mamak dan Pemuda);

Tanggal 19 April 2012 kami mengirim surat pemberitahuan kepada Penghulu Putat tentang kegiatan kerja PT. Ria Estella dalam wilayah kerja Kepenghuluan Putat, tetapi balasan yang kami dapat dari : 1). Ketua Koperasi PPD surat tanggal 27 April 2012 No. 02/Kop/PPD/IV/2012, tentang penolakan atas kegiatan kerja PT. Ria Estella dalam wilayah kerja Koperasi PPD dan 2). Surat dari Ketua Koperasi tanggal 27 April 2012 No. 01/Kop/PPD/ IV/2012 yang ditujukan kepada Bupati Rokan Hilir dan tembusannya disampaikan kepada PT. Ria Estella tentang Pembatalan Kerjasama.

(Hasil wawancara ini dan beberapa dokumen diperoleh dari PT. Ria Estella pada Awal minggu kedua bulan Februari 2012 di Kecamatan Tanah Putih dalam pertemuan bersama dengan Camat).

Berdasarkan data yang Peneliti peroleh dari PT. Ria Estella (dilapangan), baik dari hasil wawancara dengan Penanggung jawab lapangan (Zulkifli B.C) maupun dari dokumen berdasarkan pengumpulan data melalui Triangulasi Teknikbahwa :

a. Belum ada niat untuk menyelesaikan secara serius konflik pertanahan dimaksud, dengan bukti PT. Ria Estella tidak mau mendaftarkan Izin Lokasi dan pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) ke BPN Rokan Hilir.

b. PT. Ria Estella tidak memahami arti isi dari perjanjian yang telah dibuat bersama dan tidak memahami isi Izin Lokasi, sehingga waktu yang diberikan habis tanpa dimanfaatkan.

c. Kelalaian PT. Ria Estella yang sebenarnya tidak perlu terjadi, terkecuali disengaja.

1.2.3. Pencegahan Dampak Konflik oleh Pemerintah

Dalam rapat musyawarah antara Koperasi PPD bersama masyarakat Kepenghuluan Putat, kami sebagai Penghulu Putat dipanggil untuk menghadiri rapat dan Setelah mengambil keputusan bersama untuk menentukan kehidupan mereka ke depan, mereka (Koperasi PPD dan masyarakat Putat) menandatangani Berita Acara pada tanggal 19 November 2007 oleh Wakil Ketua Koperasi PPD dan Sekretaris serta diketahui oleh Penghulu Desa Putat (daftar hadir terlampir).

Salah satu fungsi kami , Camat selalu mengadakan koordinasi dengan Instansi Vertikal yang terkait dengan masalah pertanahan dan melaporkan kepada Bupati Rokan Hilir tentang perkembangan dan kejadian-kejadian yang berada di daerah kewenangannya, termasuk masalah konflik pertanahan antara PT. Ria Estella dengan Koperasi PPD dan masyarakat Putat, seperti surat :

a. Tanggal 14 Februari 2007 Nomor

01/KOP.PPD/II /2007 tentang

Permasalahan Perkebunan Kelapa Sawit. b. Tanggal 28 April 2007 Nomor

02/KOP.PPD/III/2007 tentang Pembatalan Kerjasama; dan

c. Surat tanggal 10 Juli 2007 Nomor 03/KOP.PPD/V/2007 tentang Pembatalan Kerjasama.

Semua surat tersebut di atas dikoordinasikan kepada semua Instansi Vertikal yang terkait dengan tanah dan melaporkan kepada Bupati Rokan Hilir untuk mintak petunjuk dan arahan penyelesaiannya. (Hasil wawancara ini dan beberapa dokumen diperoleh dari Camat dan Kasi Pemerintahan pada minggu kedua bulan Februari 2012 di Kecamatan Tanah Putih).

(14)

pengumpulan data melalui Triangulasi Teknik bahwa :

a. Camat dan Kepenghuluan Putat telah melakukan pencegahan melalui koordinasi dengan Instansi Vertikal dan melaporkan kepada Bupati Rokan Hilir, tentang perkembangan situasi dan kondisi Koperasi PPD dengan PT. Ria Estella;

b. Pemerintah juga memperinggati PT. Ria Estella untuk mengurus tanah perkebunan ke BPN untuk mendapatkan Hak Guna Usaha, tetapi belum dihindahkan (ingat jangka waktu habis).

1.3. Penyelesaian Konflik Pertanahan

Data hasil penelitian yang penulis dapatkan di lapangan, khususnya di Kepenghuluan Putat, Kecamatan Tanah Putih

Kabupaten Rokan Hilir mengenai “Konflik Pertanahan” antara PT. Ria Estella dengan

Koperasi Perkebunan Putat Damai (Koperasi PPD) disajikan berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan khususnya pasal 23, 24 dan pasal 48 serta 49.

Walaupun kasus pertanahan tersebut belum sampai ke Kantor BPN dan Kantor Pengadilan Negeri Kabupaten Rokan Hilir, tetapi konflik pertanahan dimaksud masih dapat mempergunakan evaluasi berdasarkan beberapa pasal umumdalam Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, yaitu Bab V Bagian Kelima tentang Pengkajian Konflik pasal 23, 24 dan Bab VI Bagian Ketiga tentang Penanganan Konflikpasal 48 serta pasal 49.

Sedangkan pasal-pasal lain di dalam Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 tidak dapat dijadikan Standar Evaluasi karena sudah masuk di dalam perkara dan sudah masuk ke ranah hukum, sedangkan konflik yang terjadi antara PT. Ria Estella dengan Koperasi PPD belum didaftarkan ke Kantor BPN Kabupaten Rokan Hilir untuk diperkarakan.

1.3.1. Evaluasi Izin Lokasi Pertanahan

Berdasarkan data yang diperoleh di Kepenghuluan Putat (lapangan), baik dari masyarakat Putat, Koperasi PPD dan dokumen berdasarkan pengumpulan data melalui Triangulasi Teknik bahwa PT. Ria Estella

belum ada tanda-tanda untuk dapat memenuhi janji-janji sesuai kesepakatan bersama dalam Akta Perjanjian (Notaris) No. 47 tanggal 23 maret 2005, khususnya pasal 2 dan pasal 6 tersebut yang telah diuraikan pada hal 90 s.d hal 94 di atas, dan Diktum Pertama Izin Lokasi No. 332/TP/2005 Angka 2,3,4, dan 5 (hal. 101 s.d 103). Disini Penulis telah melakukan Evaluasi terhadap PT. Ria Estella, dengan NilaiKB (Kurang Baik).

1.3.2. Evaluasi Faktor Penyebab Terjadinya Konflik

Berdasarkan data yang diperoleh di Kepenghuluan Putat (lapangan), baik dari masyarakat Putat, Koperasi PPD dan dokumen berdasarkan pengumpulan data melalui Triangulasi Teknik bahwa PT. Ria Esttela tidak melakukan sebagaimana janji-janji dan persyaratan di dalam Akta Notaris No. 47 tanggal 23 Maret 2005 dan Izin Lokasi No. 332/TP/2005 tanggal 20 Oktober 2005,

penyebab terjadinya konflik sebagai berikut :

1. Tidak ada kegiatan dilakukan oleh PT. Ria Estella yang berarti seperti Kerjasama kemitraan (tidak ada pembagian kerja yang dilakukan oleh PT. Ria Estella terhadap anggota Koperasi PPD dan masyarakat Kepenghuluan Putat)

(15)

dan sudah berbuah pasir kepada Pihak Kedua (Koperasi PPD) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak Izin Prinsip di keluarkan oleh Bupati Rokan Hilir (20 Oktober 2005), pada kenyataanya sampai saat ini tidak terlaksana.

3. Tenaga Kerja Koperasi PPD dan masyarakat tidak pernah diikut sertakan dalam kegiatan PT. Ria Estella dimaksud. 1. Pembuatan parit pembatas untuk

menghindari Ocupacy dari pihak lain oleh perusahaan PT. Ria Estella juga tidak dilaksanakan.

2. PT. Ria Estella tidak pernah membuat areal pembibitan apalagi penanaman bibit.

Berdasarkan data yang diperoleh di Kepenghuluan Putat (lapangan), baik dari Koperasi PPD maupun dari Kecamatan Tanah Putih serta dokumen berdasarkan pengumpulan data melalui Triangulasi Teknik bahwa Koperasi PPD dan juga mewakilan masyarakat Putat, telah melakukan kewajibannya sebagai mitra kerja yang baik yaitu telah mengingatkan mitra kerja hal-hal yang tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. Disini Penulis telah melakukan Evaluasi terhadap KoperasiPPD, dengan NilaiB (Baik).

Kami mohon maaf atas

keterbatasan kemampuan kami dalam menjaga dan mengawasi keutuhan lahan tersebut,

yang bisa kami lakukan selama 3 (tiga)

tahun/sampai berakhir masa berlaku Izin

Lokasi yang diberikan oleh Bapak Bupati

Rokan Hilir kepada PT. Ria Estella ” (surat

terlampir). Artinya Penulis telah melakukan Evaluasi terhadap Pemerintah Kepenghuluan Putat,NilaiB (Baik).

1.3.3. Evaluasi Penyelesaian Konflik Pertanahan antara PT. Ria Estella dengan Koperasi PPD.

Selain penyelesaian sengketa,

konflik dan perkara melalui

pengadilan/litigasi, di dalam sistem hukum nasional dikenal penyelesaian sengketa melalui lembaga di luar peradilan sebagaimana

yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Mediasi pada intinya adalah “a

process of negotiations facilitated by a third person who assist disputens to pursue a

mutually agreeable settlement of their conlict.”

Sebagai suatu cara penyelesaian sengketa alternatif, mediasi mempunyai ciri-ciri yakni waktunya singkat, terstruktur, berorientasi kepada tugas, dan merupakan cara intervensi yang melibatkan peran serta para pihak secara aktif. Keberhasilan mediasi ditentukan itikad baik kedua belah pihak untuk bersama-sama menemukan jalan keluar yang disepakati.

Aria S. Hutagalung (2005) menegaskan mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan atau paksaan. Dengan demikian, solusi yang dihasilkan mengarah kepada win-win solution.

Upaya untuk mencapai win-win solution ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya proses pendekatan yang obyektif terhadap sumber sengketa lebih dapat diterima oleh pihak-pihak dan memberikan hasil yang saling menguntungkan dengan catatan bahwa pendekatan itu harus menitikberatkan pada kepentingan yang menjadi sumber konflik.

Maria SW.Sumardjono (2005) menyatakan segi positif mediasi sekaligus dapat menjadi segi negatif, dalam arti keberhasilan mediasi semata-mata tergantung pada itikad baik para pihak untuk menaati kesepakatan bersama tersebut karena hasil akhir mediasi tidak dapat dimintakan penguatan kepada pengadilan. Supaya kesepakatan dapat dilaksanakan (final and

binding) seyogyanya para pihak

mencantumkan kesepakatan tersebut dalam bentuk perjanjian tertulis yang tunduk pada prinsip-prinsip umum perjanjian.

(16)

Kepenghuluan Putat dan dihadiri oleh Kapolsek Tanah Putih, Penghulu Putat, Perwakilan PT. Ria Estella dan UPIKA (Unsur Pimpinan Kecamatan) pada tanggal 2 Juni 2012 di Kantor Kecamatan Tanah Putih, dimana Camat sebagai Mediator.

Dalam pertemuan tersebut, masing-masing pihak memaparkan argumentasinya sebagai berikut :

a. Koperasi Perkebunan Putat Damai sebagai wakil masyarakat Kepenghuluan Putat Kecamatan Tanah Putih :

1. Memaparkan semua poin-poin perjanjian sesuai dengan Akte Perjanjian No. 47 tanggal 23 Maret 2005 yang tidak dapat dilaksanakan oleh PT. Ria Estella;

2. Memaparkan semua Keputusan Bupati Rokan Hilir No. 332/TP/2005 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk Usaha Perkebunan, khususnya Diktum Pertama poin 2, poin 3, poin4, poin 5 dan Diktum Keenam tentang batas waktu izin lokasi yang diberikan masimak 3 tahun (20 Oktober 2005 s.d 20 Oktober 2008). b. Sdr. Swando Ambarita (PT. Ria Estella)

yang diberikan kuasa untuk menghadiri mediasi,mendengarkan aspirasi semua pihak yang di undang dan membacakan surat Direktur PT. Ria Estella; Isi surat yang dianggap penting adalah sebagai berikut :

Implementasinya (Pelaksanaan) dilapangan tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh Pihak Pertama (PT. RIA ESTELLA) sesuai harapan masyarakat Kelurahan Putat, khususnya pada pasal 2 ayat 2 dan ayat 3 serta pasal 6 Surat Perjanjian dengan Akte No 47 Tanggal 25 Maret 2005.

Apabila melalui Mediasi ini masih tidak mampun untuk mencarikan kesepakatan atau solusi, karena masing-masing pihak tetap mempertahankan argumentasinya, jalan terakhir harus melalui Pengadilan Negeri berdasarkan pengaduan dari salah satu pihak yang berkonflik.

Hasil penelitian dari 3 (tiga) pembahasan indikator yang dibahas

berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan dapat Penulis simpulkan Sebagai berikut :

1. Pengkajian Akar Permasalahan; Baik yang dilakukan oleh PT. Ria Estella maupun Koperasi PPD pada tahap awal kegiatan sangat baik, mulai dari persiapan surat menyurat, pembebasan tanah /ganti rugi dan pembuatan MOU sampai keluarnya Izin Lokasi. Penulis menyimpul dengan Nilai B (Baik), tetapi dengan tidak keluarnya Izin Pengelolaan Kayu (IPK) sudah mulai tanda-tanda munculnya masalah-masalah diantara kedua belah pihak. Disini Penulis Menilai KB (Kurang Baik);

2. Pencegahan Dampak Konflik; Yang dilakukan oleh PT. Ria Estella kurang tepat, bisa disebut setengah hati dan tidak serius. Penulis simpulkan KB (Kurang Baik), sedangkan untuk Koperasi Penulis simpulkan dengan Nilai Baik (baik); dan

3. Penyelesaian Konflik; yang dilakukan oleh kedua belah pihak melalui Mediasi di Kantor Kecamatan Tanah Putih, Penulis simpulkan KB (Kurang Baik) karena kedua belah pihak masih mempertahan argumentasi masing-masing.

2. Faktor Penghambat dari Penyelesaian Konflik

2.1. Tidak diurusnya Hak Guna Usaha (HGU) oleh PT. Ria Estella

Setelah keluar Izin Lokasi tertanggal 20 Oktober 2005 No. 332/TP/2005 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk Usaha Perkebunan maka PT. Ria Estella menerima Izin Lokasi diwajibkan mengajukanhak atas tanah kepada pejabat yang berwenang (BPN), karena merupakan persyaratan mendapatkan Hak Guna Usaha (HGU), apabila hak ini tidak diurus sesuai dengan peraturan, tanah tersebut kembali pada negara;

(17)

batal karena hukum. Ini berarti bahwa PT. Ria Estella tidak lagi mempunyai hak di atas lahan tersebut sejak tanggal 1 Oktober 2008. Ini dilanggar oleh PT. Ria Estella, oleh sebab itu Penulis memberikan Nilai KB (kurang Baik);

2.2. Tidak Keluarnya Izin Pengelolaan Kayu ( IPK)

Sesuai dengan peraturan yang ada, apabila seseorang atau Badan Usaha ingin memperoleh hak atas tanah negara, diwajibkan kepada mereka untuk mengajukan Izin Lokasi terlebih dahulu, bukan Izin Pengelolaan Kayu.

Dilihat dari keinginan PT. Ria Estella memperoleh Izin Pengelolaan Kayu (IPK), dapat diartikan bahwa PT. Ria Estella tidak serius mengembangkan usahanya dibidang perkebunan, tetapi tujuan utama hanya mengharapkan hasil kayu.

Ini mempunyai dampak terhadap kewajibannya terhadap mitra kerjanya yaitu terhadap Koperasi PPD dan masyarakat Kepenghuluan Putat yang tidak memenuhi janji-janji yang telah mereka buat bersama.

Disini Penulis memberi Nilai KB (Kurang Baik) kepada PT. Ria Estella.

2.3. Tidak Keluarnya Izin Usaha Perkebunan-Budidaya

Permohonan Izin Usaha

Perkebunan-Budidaya yang disampaikan kepada Bupati Rokan Hilir melalui Kepala Dinas PerkebunanIzinnya juga tidak keluar. Kondisi ini Penulis analisa bahwa tidak keluarnya Izin Usaha Perkebunan-Budidaya disebabkan oleh surat teguran dan pembatalan dari Koperasi PPD kepada PT. Ria Estella dan semua surat tersebut tembusannya kepada Bupati Rokan Hilir dan Dinas-dinas terkait.

2.4. Kedua Belah Pihak Masih Mempertahankan Argomentasinya

Untuk dapat menyelesaikan konflik ini, kedua belah pihak harus bersepakat untuk bisa berdamai dengan adanya pihak ke tiga yang Adil, Jujur, Terbuka dan mau bermusyawarah untuk mencari kesepakatan. Ini masih dalam proses penyelesaian. Disini Penulis memberi Nilai KB (Kurang Baik)

kepada PT. Ria Estella dan juga Koperasi PPD.

2.5. Peran BPN dalam Menyelesaikan Konflik Pertanahan

Dalam Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 pasal 5 ayat (1) mengatakan bahwa Pengaduan kasus pertanahan disampaikan kepala BPN RI, Kepala Kantor Wilayah dan/atau Kepala Kantor. Pasal 7 ayat (1) mengatakan bahwa Surat pengaduan yang diterima melalui loket pengaduan dicatat dalam Register Penerimaan Pengaduan dan kepada Pengadu diberikan surat tanda penerimaan Pengaduan.

Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan Pengkajian Penyelesaian Konflik Pertanahan di Kecamatan Tanah Putih -Kabupaten Rokan Hilir adalah :

a. Untuk menilai pelaksanaan penyelesaian Konflik Pertanahan yang dimulai dengan meidentifikasikan akar permasalahan, pencegahan dampak konflik dan penyelesaian konflik

b. Adapun untuk menilai faktor yang

mempenggaruhi kurang baiknya

penyelesaian Konflik Pertanahan ada beberapa penyebab, antara lain:

a) Belum diurusnya Hak Guna Usaha (HGU) sebagaimana dipersyaratkan dalam poin 4 Diktum Pertama, Diktum Kedua dan Diktum Keenam;

b) Tidak keluarnya Izin Pengelolaan Kayu (IPK) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dari Bupati Rokan Hilir, karena telah menerima pengaduan dari pihak

Koperasi dan masyarakat

Kepenghuluan Putat bahwa PT. Ria

Estella belum memenuhi

kewajibannya sesuai perjanjian di

dalam MOU dan persyaratan di dalam Izin Lokasi;

c) Belum adanya titik temu dari kedua

belah pihak, karena masih

mempertahankan argumentasinya masing-masing.

(18)

menyebabkan terhambatnya penyelesaian konflik pertanahan di Kecamatan Tanah Putih.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dalam Penyelesaian Konflik Pertanahan berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan yang terjadi di Kepenghuluan Putat Kecamatan tanah Putih Kabuparen Rokan Hilir dapat disimpulkan sebagai berikut : a. PT. Ria Estella maupun Koperasi PPD pada

tahap awal kegiatan hubungan mereka sangat baik, mulai dari persiapan surat menyurat, pembebasan tanah /ganti rugi dan pembuatan MOU sampai keluarnya Izin Lokasi, tetapi dengan tidak keluarnya Izin Pengelolaan Kayu (IPK) sudah mulai tanda-tanda munculnya masalah-masalah diantara kedua belah pihak.

b. Selanjutnya dalam pencegahan dampak konflik yang dilakukan oleh PT. Ria Estella kurang tepat, bisa disebut setengah hati dan tidak serius, berbeda dengan Koperasi yang ingin masyarakatnya maju dan berani memperingati PT. Ria Estella karena kelalaiannya dan mengirim surat kepada pemerintah untuk bertanya; dan

c. Penyelesaian konflik yang dilakukan oleh kedua belah pihak melalui Mediasi di Kantor Kecamatan Tanah Putih belum berjalan dengan baik sesuai dengan konsep Mediasi, karena kedua belah pihak masih mempertahan argumentasi masing-masing.

Untuk kelanjutan usaha bersama kepada PT. Ria Estella disarankan untuk meminta maaf atas keteledoran dan kekilafannya kepada pihak Koperasi PPD (Pihak Kedua), dan masyarakat Kepenghuluan Putat, kemudian mengadakan perjanjian ulang yang lebih baik dan nyata dan betul-betul berdasarkan kemitraan yang saling menguntungkan satu dengan yang lainnya di depan Notaris (pejabat yang berwenang);

Selanjutnya PT. Ria Estella mengajukan kembali Izin Lokasi kepada

Bupati Rokan Hilir, dan diikuti langsung pengurusan Hak Atas Tanah Perkebunan (HGU), Apabila saran dan rencana ini dapat dilaksanakan oleh PT. Ria Estella, Pihak Koperasi PPD serta Masyarakat Kepenghuluan Putat pun dapat menerimanya dengan baik; Kedepannya diharapkan kerjasama ini akan lebih baik dari pada sebelumnya.

Kepada pihak Pemerintah, baik Kepenghuluan Putat maupun Kecamatan Tanah Putih, diharapkan selalu dalam posisi seperti ini, yaitu sebagai Mediator yang baik, adil dan terbuka bagi kedua belah pihak tanpa membela salah satunya, sehingga tercapai win-win solution tanpa merugikan pihak manapun juga. Apabila hal ini terjadi maka pihak Pemerintah Rokan Hilir dan Pemerintah Provinsi Riau, harus menegakan hukum yang tegas dan adil kepada semua pihak yang melanggarnya.

Daftar Pustaka

Bungin Ed Burhan, 2008, Metode Penelitian Kualitatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, 1999, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Pertanahan, Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat. Jakarta.

Danim Sudarman, 2002, Menjadi Penelitian Kualitatif, Cv Pustaka Setia, Bandung.

Effendi Khasan, 2010, Memadukan Metode Kuantitatif Kualitatif, CV Indra Prahasta, Bandung.

Farida Yusuf Tayibnapis.MPd, 2008, Evaluasi Program an Instrumen Evaluasiu untuk Program Pendidikan dan Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.

Fandeli C, 2004, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar Dalam Pembangunan, Liberty, Yogyakarta

(19)

Pertanahan, PT, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Herimanto, dan Winarno, 2003,Ilmu sosial dan Budaya Dasar, Bumu Aksara, Jakarta

Kyin Robert, 2002, Studi Kasus Desain & Metode, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.?

Limbong Bernhard, 2012, Konflik Pertanahan, Margaretha Pustaka, Jakarta.

Mu’adi Sholih, 2010, Penyelesaian Sengketa

Hak Atas Tanah Perkebunan dengan Cara

Litigasi dan Non Litigasi, Prestasi Pustakaraya, Jakarta.

Maleong, Lexy j, 1994 , Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.?

Ndraha Taliziduhu, 2011, Kybernologi, Sirao Credentia Center, Tanggerang.

Nasution S., 2008, Metode Research (Penelitian Ilmiah), PT. Bumi Aksara, Jakarta

Ndraha Taliziduhu, 2003, Kybernologi, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Sugiyono, 2010, Memahami Penelitian Kualitatif, CV. Alfabeta, Bandung.

Tunggal S. H, 2009, Peraturan Pertanahan, Havarindo, Jakarta.

Sangsun Florlanus SP, 2008, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Visimedia, Jakarta.

Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, CV.Alfabeta, Bandung.

Sugandhy A, Hakim R, 2007, Prinsip Dasar

Kebijakan Pembangunan

Berkelanjutan Berwawasan

Lingkungan, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Tunggal HS, 2010, Kumpulan Peraturan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Harvarindo, Jakarta.

Wahyudi, 2008, Manajemen Konflik Dalam Organisasi, CV. Alfabeta, Bandung.

Wasistiono Sadu MS dkk, 2002, Evaluasi Pelaksanaan Otonomi Daerah Sebagai Awal Merevisi UU No22 Tahun 1999, Alqaprint , Bandung.?

Sumber Lain:

Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2011 Tentang pengelolaan pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan

Peraturan Kepala BPN Nomor 34 Tahun 2007

Tentang Petunjuk Teknis

Penanganan dan penyelesaian masalah pertanahan

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor A HU-35435. AH. 01.02 Tahun 2008.

Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir Sekretariat Daerah Nomor 100/ TP/2005/478 Tentang Survey Awal Pembukaan Lahan kebun kelapa sawit di kepenguluan Putat.

Surat ganti rugi tanaman nomor 592.2/ Pem/ 779/2005.

Surat Rekomendasi Tekhnis Izin usaha perkebunan-Budidaya Nomor 525/ DISBUN/2007/ 30 b.

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan modeling ini sistem kontrol dapat disimulasikan sesuai dengan kondisi kendaraan beroperasi.Pada bagian ini merupakan blok dari AFR modeling Matlab Simulink yang

Ditetapkan di Sidoarjo Pada Tanggal 12 Juni 2013 KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SIDOARJO.. SEDATI.

bahwa sehubungan dengan ditetapkannya Keputusan Bersama Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk validitas software Pharmacy Support System melalui uji diagnostik (sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif) dari

bentuk membangun hubungan dengan Tuhan kabhanti (5) direpresentasikan ungkapan dadihanomo aitu dasenea-neatiha ‘jadi sekarang kita berniat’ sedangkan tujuan doa disampaikan

Peranan TPP yang seharusnya adalah TPP sebagai tim yang bertugas memberi pertimbangan kepada pimpinan dalam rangka tugas pengamatan terhadap pelaksanaan pembinaan

Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun) di mana salah satu entrinya adalah hasil dari sesuatu pekerjaan (thing done), pengertian performance

10 pasal tentang peninjauan yang tidak mengatur apa sungai yang tegas bagi yang