REVIEW CHAPTER II DAN III
“WHY TOURISM?” DAN “PUBLIC SECTOR MANAGEMENT AND TOURISM”
Dosen Pengampu: Drs. Usmar Salam, M. Int. Stu.
Kelompok 1:
Calista Dyah Amalia 13/345256/SP/25526
A.A. Putri Parameswari 13/345296/SP/25551
Sonia Kristavilia 13/348482/SP/26091
Puspita Ningrum 13/353852/SP/26014
Immanuel Borotoding 14/364357/SP/26901
Kevin Hervian P. 14/367542/SP/26421
DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
A. INTRODUCTION
Dalam beberapa chapter dalam buku ini, khususnya chapter II dan III
menjelaskan bagaimana pemerintah dianggap benar dan salah dalam mengelola
pariwisata. Hal-hal yang terkait didalamnya mengatur penggunaan kekuasaan oleh
organisasi kekuasaan publik di manajemen aneka pariwisata. Pemerintah pusat
mencakup semua jenis organisasi publik mulai dari pemerintah pusat departemen untuk
unit pariwisata kecil yang dikelola oleh pemerintah daerah. Dua masalah yang dianggap
penting oleh pendekatan buku ini yang pertama adalah prinsip pembenaran untuk
penggunaan kekuasaan oleh pemerintah. Pemerintah memberikan legitimasi terhadap
tindakan manager dan warga negara berharap bahwa prinsip-prinsip akan diikuti.
Prinsip kedua adalah praktek aktual manjemen, bagaimana manajer dan masyarakat
berperilaku di berbagai tingkat pemerintahan dari federal dan nasional.
Perhatian yang diberikan secara formal nilai-nilai, sikap, tujuan, peran dan
hubungan antara pemerintah dan pariwisata dan industri, tetapi juga untuk
praktek informal. Pariwisata: politik dan manajemen sektor publik
Pemerintah dan pariwisata adalah daerah yang luas dan kompleks untuk dipelajari dan
penting. analisis dan evaluasi merupakan faktor yang signifikan, kerangka kerja yang
digunakan didasarkan pada empat pertanyaan utama: mengapa, siapa, bagaimana dan
apa. Mengapa disini mengartikan bahwa pemerintah sangat penting untuk mendukung
pariwisata. Saran yang digunakan adalah pemerintah memiliki tanggung jawab yang
mengharuskan mereka untuk terlibat dalam bidang kebijakan seperti pariwisata. Ada
prinsip-prinsip yang manajer harus mengikuti dan ada tujuan yang pemerintah ingin
capai untuk politik, ekonomi dan moral yang beralasan. Beberapa isu dan masalah
hanya dapat dikelola oleh pemerintah. Fokus kedua adalah siapa. Dalam hal ini yang
ditekankan adalah siapa yang dapat membuat kebijakan yang signifikan. Yang ketiga
adalah bagaimana. Bagaimana mencakup manajemen benar-benar dilakukan,
bagaimana peserta beroperasi dan berperilaku, dll. Keempat adalah apa. Pertanyaan
yang muncul adalah apa dampak pariwisata? Apa hasil
manajemen dalam praktek dan kinerja? Apakah ada keberhasilan atau
kegagalan? Apa yang menjadi masalah yang paling signifikan? Berprinsip
diikuti, tujuan tercapai? Apa pelajaran untuk pariwisata
PSM?
Pemerintah sangat penting dalam menentukan langkah yang akan diambil untuk
Pemerintah memiliki kekuasaan, tapi bagaimana
mereka menggunakan ini akan tergantung pada banyak faktor termasuk budaya politik,
pemegang kekuasaan politik dan ekonomi dan persepsi mereka tentang
industri pariwisata. Ada berbagai jenis pemerintah, termasuk
nasional, negara bagian dan lokal, dan mereka dapat aktif atau pasif dalam
manajemen pariwisata dan dalam penggunaan kekuatan mereka. Pemerintah bisa
membantu pariwisata dengan penyediaan layanan; mereka juga dapat mengontrol
industri dan kegiatan dalam rangka untuk memastikan bahwa kegiatan dan keamanan
standar dipertahankan untuk kepentingan umum. Ini semua adalah salah satu fungsi
pemerintah yang mereka diharapkan untuk melakukan untuk publik. Bagaimana
fungsi-fungsi ini dilakukan dan keberhasilan pemerintah tergantung pada kualitas sektor
publik manajemen (PSM). Pemerintah melakukan fungsi mereka melalui PSM. PSM
termasuk semua manajer di semua pemerintah dan masyarat organisasi yang tugasnya
mempengaruhi pariwisata dalam beberapa cara salah satunya adalah Layanan
Masyarakat yang disediakan, seperti imigrasi atau pantai umum bersih, merupakan
bagian dari total produk pariwisata dan dapat menambah atau mengurangi daya tarik
suatu wilayah yang akan dijadikan tempat wisata.
Dalam periode penurunan industri dan ekonomi,
resesi dunia, pengangguran besar-besaran dan kesenjangan yang tumbuh antara
kaya dan miskin, pariwisata merupakan salah satu dari beberapa industri pertumbuhan;
itu juga mampu memberikan mata uang asing yang langka yang sebagian besar
pemerintah sangat membutuhkan. Pariwisata adalah salah satu industri terbesar di dunia
dan, menurut Organisasi Pariwisata Dunia (WTO), pariwisata memiliki
digantikan minyak di bagian atas daftar dalam hal mata uang asing
gerakan, atau paling lambat ia akan melakukannya pada tahun 2000. Pada tahun 1995,
ada total dari 567 juta kedatangan wisatawan internasional
dibandingkan dengan 25 juta pada tahun 1950. Selama beberapa negara dan
pemerintah pariwisata adalah kegiatan ekonomi yang paling penting.
Chapter II memeriksa pentingnya ekonomi pariwisata dan yang
pertumbuhan bersejarah.
Pariwisata sebenarnya lebih dari sebuah industri dan kegiatan ekonomi, itu
adalah fenomena sosial yang dinamis yang universal menyentuh sebagian besar negara
mendalam, terutama di negara-negara berkembang; masyarakat lokal dapat
diubah menjadi baik atau buruk. Standar hidup dan kualitas
hidup dapat ditingkatkan dengan masuknya keuangan, pekerjaan baru dan
kesempatan pendidikan, dan revitalisasi tradisi lokal dan
budaya. Pariwisata dapat menjadi sumber bagi perdamaian dan lebih baik internasional
memahami antara masyarakat yang berbeda dengan membawa mereka lebih
erat ekonomi dan sosial dan membangun persahabatan. Berbicara soal pariwisata
sebenarnya tidak jauh dari opini mengenai politik dan manajemen sektor publik. Prakter
formal dan informal meliputi sistem, rencana, konsep, teknologi dan kebijakan
semuanya harus dipikirkan secara mendalam agar tujuan dan hasil sesuai dengan
keinginan. Hasil praktek dan kinerja manajemen sangat penting. Hal ini digunakan
untuk menanggapi berbagai macam pertanyaan yang seringkali muncul karena ada
pihak yang membuat program kertas dan rencana yang dihasilkan tanpa tindakan nyata
yang diambil. Pembenaran untuk PSM dalam rangka memanajemen pariwisata dan uji
yang berlaku, legitimasi, profesionalisme, efektivitas dan efisiensi yang ditemukan
dalam hasil praktek dan kinerja. Praktek terdiri dari evaluasi praktek yang sebenarnya
dari manajemen. Sedangkan kinerja adalah evaluasi manajemen yang telah sukses
mencapai tujuan pariwisata.
Kebijakan publik mempengaruhi kehidupan masyarakat, fisik, emosional dan
spiritual, selain itu juga memiliki dampak dalam pengaruh pelestarian lingkungan
hidup. Kepentingan umum tersebut meliputi menghormati sistem politik, administrasi
dan budaya masyarakat yang ada. PSM harus bisa mengelola dan memenuhi kriteria
yang dibutuhkan oleh sistem politik, hukum dan perilaku manajemen. Bahasan terakhir
yang menjadi sorotan terhadap chapter ini adalah dampak dari PSM yang paling penting
bagi kehidupan manusia dan pariwisata itu sendiri. Manajemen berupaya untuk
memantau dan mengontrol sistem dan dampaknya melalui berbagai macam
mekanisme. PSM mempunyai prinsip utama yaitu kontrol dan akuntabilitas. Sebuah
sistem kontrol yang ideal akan mengevaluasi dampak dan bagaimana manajemen
berhasil memiliki prinsip yang akan diikuti. Pemantauan juga merupakan suatu proyek
dari organisasi. Kinerja pariwisata industri dinilai oleh keuntungan dan pertumbuhan
dan kiat-kiat menjadi sukses dalam prakteknya harus didasarkan dari pertumbuhan
keuntungan yang signifikan. Evaluasi kinerja manajemen publik termasuk sulit
dilakukan karena manajemen mempunyai tugs yang sangat kompleks dan meliputi
Manajemen publik menjadi pekerjaan yang sulit dan kerapkali menimbulkan stress
karena dilakukan dibawah pengawasan publik. Manajer yang bertanggung jawab untuk
kontrol itu sendiri dibawah pengawasan akuntabel. Kompleksitas juga tercermin dari
kesulitan tugas tetapi juga menyediakan alat untuk membantu menganalisis kinerja
manajemen yang sebenarnya.
B. CHAPTER II: WHY TOURISM? Definisi Pariwisata1
Pariwisata dapat didefinisikan kedalam beragam cara berdasarkan dari bidang
ilmu yang mendasarinya. Sebagai contoh, definisi pariwisata dapat dikaitkan dengan
serangkaian kegiatan sektor industri seperti perhotelan, usaha restoran dan transportasi
serta usaha lainnya yang berhubungan dengan penyediaan jasa layanan kepariwisataan.
Pariwisata, dapat pula diartikan sebagai pengalaman dari para wisatawan yang
menikmati pemandangan, dan pengalaman dalam melakukan liburan atau bersantai.
Bagi masyarakat yang dikunjungi, pariwisata juga dapat diartikan sebagai sebuah
keramahtamahan dan usaha yang mendatangkan keuntungan.
Definisi pariwisata menjadi penting bagi pemerintah dan menejemen sektor
publik (PSM) serta industri yang berkaitan dengan data statistik, administrasi dan
kegiatan industrial. Hal tersebut menjadi penting karena akan digunakan untuk alokasi
budget, evaluasi kinerja menejemen sektor publik, bahan untuk pembuatan kebijakan,
termasuk kebijakan sumber daya dan perencanaan lahan. Mengacu pada World Tourism Organisation (WTO) yang mendefinisikan penggunaan kata dari 'pariwisata' atau tourism, 'pengunjung' atau visitors dan 'wisata' atau tourist, pariwisata diartikan sebagai kegiatan seseorang yang bepergian ke atau tinggal di suatu tempat di luar
lingkungannya yang biasa dalam waktu tidak lebih dari satu tahun secara terus menerus,
untuk kesenangan, bisnis ataupun tujuan lainnya.
Terdapat 3 kegiatan yang termasuk didalam pariwisata yakni, Domestik tour yang dapat diartikan sebagai perjalanan wisata dengan ruang lingkup masih di dalam
suatu negara yang sama (contoh: perjalanan wisata yang dilakukan dari Jogjakarta ke
Bali). Kedua, Inbound tour yakni kegiatan perjalanan wisata yang dilakukan wisatawan asing ke negara lain (contoh: perjalanan wisata yang dilakukan oleh seorang wisatawan
asal Prancis ke Korea). Dan yang ketiga, Outbound tour merupakan perjalanan wisata yang dilakukan wisatawan dalam negeri yang melakukan perjalanan ke luar negri
(contoh: perjalanan wisata yang dilakukan oleh wisatawan Indonesia ke Jepang).
Pariwisata juga terbagi atas tiga kategori yakni, internal tourism yang didalamnya termasuk domestic and inbound tourism,kemudian national tourism yakni domestic tourism and outbound tourism, dan yang ketiga adalah international tourism yakni inbound and outbound tourism.
Istilah berikutnya yang diperkenalkan WTO adalah visitors atau pengunjung. Penguncung ialah yang mengacu pada seseorang yang sesorang yang melakukan
perjalanan ke daerah lain di luar dari lingkungan kesehariannya dalam jangka waktu
tidak lebih dari 12 bulan berturut – turut dan tujuan perjalanan tidak untuk mencari
nafkah di daerah tersebut. Termasuk didalamnya, same-day visitors yakni pengunjung yang tidak bermalam di akomodasi umum atau pribadi di daerah tujuan dan tourist yakni pengunjung yang menginap atau pengunjung yang tinggal di daerah tujuan
setidaknya satu malam di akomodasi umum ataupun pribadi.
Historical Reasons For Government Involvement In Tourism2
Pariwisata selalu bergantung pada manajemen sektor publik (PSM) suatu
negara sedari awal. Secara historis, PSM telah terlibat dalam perjalanan dan pariwisata
dari awal kali untuk alasan normatif dan empiris. Jelas ada banyak perubahan dari
waktu ke waktu dalam sifat perjalanan dan pariwisata, banyak terjadi perkembangan
dalam budaya politik dan inovasi teknologi, tetapi PSM masih memiliki tanggung
jawab dasar yang sama. Ia menerima tanggung jawab untuk kepentingan umum
menyediakan manajemen kontrol pariwisata untuk memastikan keselamatan publik.
Salah satu tujuan pemerintah dalam melakukan intervensi ke ranah pariwasata adalah
untuk meningkatkan pendapatan. Pendapatan tersebut kemudian digunakan sebagian
untuk penyediaan layanan infrastruktur serta dana subsidi. Pemerintah dan PSM selalu
berusaha untuk melindungi kepentingan publik, melayani masyarakat secara efisien dan
efektif, dan untuk mempertahankan kontrol dari kedua sektor publik dan swasta
pariwisata.
Pada awalnya, perdagangan dan religi menjadi alasan terbesar bagi seorang
penduduk untuk berpindah secara temporer ke dalam suatu negara pada masa itu.
Seiring dengan perkembangam trade dan travel keterlibatan PSM juga semakin
bertambah karena adanya kebutuhan untuk menjaga keamanan perjalanan dan hukum
dan ketertiban antara masyarakat. Memasuki era modern, pertumbuhan akan perjalanan
dan pariwisata bergantung pada sistem transportasi, seperti diabad ke – 19 dimana
mulai diperkenalkan kapal uap dan kereta api. Peranan PSM dapat terlihat dari
keterlibatan mereka dalam penyediaan dermaga dan dermaga, infrastruktur, dan dalam
pengaturan regulasi kapal dan kereta api untuk keselamatan penumpang. Hal ini
kemudian juga menjadi sumber pendapatan pemerintah. Pariwisata era modern juga
didukung oleh beberapa faktor seperti pertumbuhan urbanisasi, industrialisasi,
kemakmuran dan pendidikan, dan keinginan untuk mengunjungi tempat yang menarik
dalam negeri maupun luar negeri.
Meskipun PSM mengambil peran yang cukup banyak dalam pariwisata, sektor
swasta bagaimanapun tetap menjadi sektor utama. Sektor swasta secara umum menjadi
sektor yang paling dinamis dan responsif terhadap permintaan pasar dan perubahan
lingkungan. Contohnya adalah Britain Thomas Cook seorang penggiat dalam
kewirausahaan biro perjalanan. Cook mempunyai usaha yang mengorganisir kunjungan
menggunakan kereta serta paket tur. Ia mengatur kereta kunjungan pertamanya di
Inggris dari Leicester ke Loughborough pada tahun 1841, kemudian berkembang ke
luar negeri seperti ke Belanda, Jerman dan Perancis pada tahun 1855, dan menyediakan
paket tur pertamaya pada tahun 1863 ke Swiss. Cook juga menyediakan penjaminan
keselamatan hingga penjualan voucher hotel untuk berbagai destinasi. Di tahun 1871,
Cook membuka kantornya yang baru di New York dan menjadi the leading tour operator. Untuk Cook travel bukan hanya sekadar aktivitas untuk menghasilkan uang, tetapi juga terdapat dimensi moral dan sosial didalamnya. Ia ingin kelas – kelas pekerja
untuk sesekali menikmati udara bersih di pantai, dan Cook juga mendukung hak kelas
menengah, kaum profesional dan perempuan untuk berpergian ke luar negeri untuk
tujuan pendidikan dan rekreasi.
Keberhasilan Cook maupun usaha lainnya, serta pertumbuhan pariwisata secara
keseluruhan, bagaimanapun tidak mungkin terjadi tanpa dukungan dari pemerintah dan
PSM. Pemerintah menyediakan lingkungan serta menjaga keamananannya, membuat
undang-undang, mengatur sistem keuangan yang diperlukan untuk sektor pariwisata.
Contohnya infrastruktur dan jasa publik yang disediakan oleh Kerajaan Inggris seperti
telegraf, penyediaan jalan, pelabuhan dan kereta api. Intervensi pemerintah dulu dan
sekarang dimotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan pendapatan guna memenuhi
Namun, inisiatif sektor swasta telah menjadi faktor penting dalam pertumbuhan
pariwisata.
Pasca Perang Dunia ke II, perkembangan pariwisata semakin meningkat dengan
pesat di kepentingan ekonomi. Hal tersebut dibuktikan dengan meningkatnya
sumbangan untuk devisa negara dari sektor pariwisata, contohnya AS dan Inggris. Dari
segi historis dapat dillihat dampak adanya kontrol pemerintah dan PSM terhadap
pariwisata. Pemerintahan yang baik dan PSM harus selalu mengusahakan proteksi
terhadap kepentingan publik, melayani publik secara efektif dan efisien, dan untuk
menjaga dan mengontrol baik sektor pariwisata baik publik maupun privat.
Economic Reason of Government Involvement3
Pemerintah telah terlibat dalam pariwisata secara historis, dan masih terlibat
dalam pengelolaan pariwisata hingga saat ini, terutama karena alasan ekonomi. Hal ini
berlaku dari pemerintah di semua tingkatan, mulai dari daerah hingga nasional.
Pemerintah berharap mendapatkan keuntungan ekonomi dari pariwisata. Pariwisata
dipandang sebagai industri utama dan dorongan untuk ekonomi secara umum.
Menurut buku Tourism Politics and Public Sector Management, terdapat beberapa alasan dari segi ekonomi mengapa pemerintah ikut terlibat dalam sektor
pariwisata. Pertama, pariwisata internasional saat ini menjadi salah satu industri terbesar di dunia yang mengalami pertumbuhan sangat cepat. Kedua, pemerintah domestik ingin meningkatkan perekonomian nasional dan menambah jumlah devisa
untuk memperbaiki posisi nilai tukar terhadap negara lain. Yang ketiga, pariwisata menarik bagi pemerintah karena merupakan growth industry, tidak seperti industri lainnya. Kemudian, sektor pariwisata memberikan tantangan tersendiri bagi pemerintah
lokal dan nasional serta industri untuk meningkatkan kulitas sektor pariwisata dalam
negeri.Kehadiran investor, baik asing maupun lokal, dapat menstimulasi pertumbuhan
ekonomi, terlebih khusus di negara berkembang.
C. CHAPTER III: PUBLIC SECTOR MANAGEMENT AND TOURISM
Public Sector Management (PSM) merupakan pengelolaan pariwisata yang dilakukan oleh keseluruhan instansi publik dari departemen tinggi negara, asosiasi
bisnis, masyarakat sekitar, dan pemerintahan lokal dalam menangani berbagai
permasalahan pariwisata. Karena pariwisata dianggap sebagai industri yang rumit akan
pengelolaannya sehingga memerlukan keterlibatan semua aktor yang
bertanggungjawab. PSM sendiri terbagi menjadi dua bagian penting, yakni: Public Sector dan Public Management. Di mana Public Sector mendeskripsikan aktor-aktor yang berperan dalam proses pengelolaan pariwisata, seperti melayani kepentingan
publik dan mencapai tujuan-tujuan publik.
Sedangkan Public Management adalah pengelolaan pariwisata sebagai industri sekaligus aktivitas yang rumit, karena setiap aktor yang terlibat dalam pengelolaan
pariwisata berperan secara terpisah namun saling berkaitan satu sama lain. Aktor-aktor
yang berperan dalam pengelolaan pariwisata itu sendiri adalah pegawai negeri selaku
pengawas negara dalam menangani pariwisata; agen-agen bisnis pariwisata sebagai
pengelola; dan masyarakat yang menjalankan pengelolaan pariwisata. Hubungan di
antara ketiga aktor ini ditentukan oleh faktor kekuasaan politik dan tren manajerial yang
berlaku di negara tersebut.
Why: Political Environment and Principles
a) Environment
Pemerintah memiliki kuasa dan bertanggungjawab dalam pembuatan kebijakan.
Untuk itu, PSM harus dioperasikan dalam lingkungan politik konstitusional dan
legal yang dibangun oleh pemerintah. Pemerintah dalam hal ini berarti institusi dan
proses di mana masyarakat membuat dan meyakni keputusan yang mengikat
anggotanya. Kemudian PSM dilibatkan dalam membuat formulasi dan
implementasi dari kebijakan publik atas pemasalahan tertentu agar tujuan
pemerintah dapat tercapai. Manajemen harus dikerjakan dalam suatu sistem politik
di ranah lokal hingga internasional. Ideologi yang dianut oleh masing-masing
negara pada dasarnya mendukung pariwisata, sehingga nilai ideologi tersebut dapat
mempengaruhi dukungan pemerintah terhadap sektor pariwisata.
Para politisi dalam sistem politik menginginkan kekuasaan dan hal ini membuat
sistem politik memiliki input yang dinamis, namun bisa saja terdapat input yang irasional dan impermanen, karena politisi akan mengejar kekuasaan dalam berbagai
situasi. Tetapi, manajemen sendiri idealnya bersifat rasional, permanen, formal, dan
efiisen. Namun, berbeda dengan praktiknya, di mana politik juga beroperasi di
dalam manajemen dan organisasi yang pada tetap saja mengarah pada perebutan
kekuasaan. Kemudian para pemegang kekuasaan dalam sistem politik ataupun
adminsitartif memiliki peran yang cukup krusial karena kekuasaan dapat mengatasi
mendapatkan apa yang diinginkan. Karena power dapat menentukan siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana. Sehingga PSM memiliki posisi penting
untuk dijadikan arena dalam memperoleh kekuasaan dalam sektor pariwisata.
b) Principles
PSM memiliki andil dalam sistem politik dan masyarakat karena terdapat 5
(lima) prinsip yang harus diikuti dan pemerintah bertanggungjawab dalam
implementasi prinsip tersebut. Dalam pelaksanaan dan penegakan prinsip disertai
dengan perlindungan dasar moral negara adalah tanggung jawab pemerintah dan
manajer publik. Kelima prinsip umum tersebut di antaranya:
1) Public Interest (public good): PSM bertanggungjawab untuk mengelola
pariwisata demi kepentingan publik dengan sistem politik dan adminsitrasi
yang ideal sesuai dengan syarat-syarat demokrasi, keterbukaan, dan
keadilan.
2) Public Service: basis dari peran manajer adalah pelayanan terhadap masyarakat di sektor pariwisata. Pelayanan dalam mengatur organisasi,
mencapai tujuan, dan mengaplikasikan peraturan demi manfaat publik.
3) Effectiveness: prinsip ini didapat setelah tujuan organisasi tercapai dan menjadi tanggungjawab utama PSM. Jika tujuan tidak tercapai, kemampuan
manajerial atau organisasi diragukan.
4) Efficiency: memperoleh nilai tertinggi dari pengeluarab biaya publik saat output maksimal dapat dicapai dari input biaya. Sehingga manajer harus efisien dalam mengarahkan dan mengendalikan organisasi, sumbe
penghasilan, keuangan, personal.
5) Accountability: prinsip yang paling kuat dalam sektor publik dan penyempurna prinsip utama PSM. Prinsip ini meliputi tanggungjawab PSM
(tingkah laku, hasil, dan keuangan). Prinsip ini juga merupakan syarat
pokok dalam pencegahan penyalahgunaan wewenang dan dapat
memastikan tercapainya tujuan nasional yang mengutamakan efisiensi,
efektivitas, kejujuran, dan kebijaksaan.
Who: Multiplicity and Diveristy
Organisasi-organisasi publik secara langsung maupun tidak langsung turut serta
dalam menangani menajamen pariwisata dan hal ini dapat ditemukan di setiap tingkatan
pemerintahan, baik nasional, negara, regional, dan lokal. Parlemen dan pengadilan pun
departemen pemerintah yang dipimpin oleh menteri atau lembaga yang
bertanggungjawab. Ada juga multiplicity dari organisasi lain, seperti lembaga yang diberi otoritas hukum yang dipimpin oleh dewan yang dikelola oleh executives. Dari otoritas tersebut, terdapat peraturan dan pemasaran, serta perusahaan bisnis pemerintah.
Pada umumnya, pihak pariwisata publik mengelola industri pariwisata atas
nama pemerintah. Sehingga pemerintah mengambilalih beberapa perusahaan, misalnya
maskapai penerbangan. Sedangakan seperti Concert Hall atau taman dikelola oleh departemen resmi dari dewan lokal. Bisa juga dikelola oleh manajer sektor publik di
bawa pemerintah jika berkaitan dengan sektor pariwisata.
How: Formal, Informal, and Changes
a) The Weberian Ideal Type
Terdapat karakteristik dan prinsip dari Weberian Ideal Type yang diusung oleh Weber. Weber memahmi bahwa bentuk ideal rasional dapat menghasilkan
kontinuitas, presisi, disiplin, ketelitian, dan kehandalan. Sistem birokrasi pun
dianggap lebih efisien karena terdapat karakteristik dan rasionalitas pada organisasi.
Tetapi terdapat pula kelemahan dalam jenis birokrasi ini yang didorong oleh faktor
infromal, sehingga akan berdampak pada kerusakan industri pariwisata.
Karakteristik dan prinsip ini dijabarkan sebagai berikut:
1) Staf menjabat secara bebas yang dibatasi oleh tugas yang dimiliki secara
profesional tanpa terpengaruh kepentingan pribadi.
2) Terdapat pembagian jabatan secara hierarkis dan jelas.
3) Terdapat pembagian fungsi dan tugas masing-masing jabatan secara spesifik
dan jelas.
4) Setiap individu yang menjabat pad abagiannya masing-masing terikat pada
kontrak dengan tugas yang harus dijalankan.
5) Setiap pegawai diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalisme secara ideal
melalui seleksi yang kompetitif.
6) Setiap pegawai memiliki gaji, termasuk hal untuk menerima dan apensiun
sesuai dengan tingkatan hierarki jabatannya. Setiap pegawai dapat
memutuskan untuk berhenti bekerja atau mengakhiri kontrak pekerjaan
dengan kondisi tertentu.
7) Jabatan yang dipegang merupakan pekerjaan utama dari pegawai tersebut.
8) Terdapat struktur pengembangan karir yang jelas dengan promosi
9) Pegawai tidak diperbolehkan menyalahgunakan jabatannya maupun sumber
daya perusahaan untuk kepentingan pribadi.
10)Setiap pegawai berada di bawah pengawasaan suatu sistem yang berjalan
secara disiplin.
b) Politics, Controls, and Informal factors
Dari pemaparan karakteristik dan prisnip yang dipaparkan oleh Weber, dalam
prakteknya PSM dapat beroperasi berbeda dengan tipe ideal Weberian. Karena
perilaku rasional dan prinsip tidak selalu mengacu pada aturan. Untuk itu,
faktor-faktor di bawah ini jarang ditemukan dalam operasi manajemen sektor swasta.
Politik
Salah satu perbedaan utama antara sektor publik dan swasta adalah
lingkungan politik tempat PSM melaksanakan tugas-tugasnya. Manajer
merupakan pejabat pubik yang bertanggungjawab kepada menteri, sehingga
manajer memiliki tugas untuk mengelola kebijakan dari keputusan
pemerintah dan menteri walaupun seringkali bertentangan. Karena dalam
masyarakat sektor, nilai-nilai politik selalu menimpa nilai manajerial
(Caiden, 1991). Tujuan pengelolaan jangka panjang pun bisa saja
disalahgunakan untuk keuntungan politik jangka pendek, tetapi manajer
harus tetap mengikuti pemimpin politik yang sah. Namun, tetap saja
terdapat celah PSM melakukan korupsi politik atau pelanggaran
undang-undang lainnya.
Kontrol
Kontrol dan hambatan yang beroperasi pada PSM jauh lebih kuat dan
luas dibanding manajer pribadi. Manajer harus beroperasi dalam proses dan
lingkungan yang menekankan akuntabilitas dan pengawasan yang lebih
cermat ke berbagai badan, termasuk parlemen. Kebebasan mereka untuk
bertindak tegas jauh lebih rumit daripada sektor swasta karena sistem
kontrol yang berbeda. Dalam hal pengelolaan keuangan dan anggota serta
pengambilan keputusan. Sehingga manajer harus memperhatikan opini
publik, media, dan kelompok kepentingan sebagai pengembangan prinsip
resort pariwisata. Partisipasi PSM pun penting dalam proses pembuatan
kebijakan.
Faktor informal tidak dapat dianggap remeh karena dapat menghambat
kerja organisasi, sistem politik, atau kebijakan. Faktor ini mencakup
individu atau organisasi kepentingan diri yang bertentangan dengan
kepentinga umum, moral, loyalitas kelompok, ambisi, naluri bertahan
hidup, membangun kerajaan dan kerahasiaan. Hal ini dapat menimbulkan
konflik yang dapat menghalangi tercapainya tujuan manajer. Dalam
prakteknya, manajer dapat mengubah tujuan pariwisata formal dengan
tujuan pribadi untuk membangun kekuasaan mereka sendiri. Tekanan yang
ada terhadap manajer, atau budaya organisasi perusahaan, menghabiskan
terlalu banyak waktu dan pengelolaan organisasi dan proses mencapai
tujuan formal organisasi, dapat mendorong manajer untuk mengabaikan
tujuan formal.
c) Changes
Terdapat mekanisme baru yang ditawarkan oleh private sector, yakni managerialism. Mekanisme ini diharapkan dapat menjadi solusi agar PSM bekerja secara lebih efektif dan efisien. Cutting budget adalah salah satu tujuan yang paling penting untuk dicapai sektor publik ini. Pemikiran yang disampaikan oleh penganut
ideologi kanan maupun kiri menyatakan bahwa pengaturan pariwisata dan
manajemen sektor publik tidak terpisah dari perdebatan politik serta trend dalam dunia manajemen. Prinsip yang ditawarkan para politisi tersebut adalah keharusan
pengadaan pembagian kerja. Pemerintah fokus untuk bekerja dalam merumuskan
dan menetapkan kebijakan, sedangkan sektor privat bersama dengan pemerintah
lokal bertugas untuk mengimplementasikan kebijakan serta melakukan pemasaran.
Dibawah ini merupakan beberapa panduan yang menyatakan praktek dalam
PSM yang biasa dilakukan manajer. Dapat dilihat bahwa terdapat poin-poin penting
yang harus dilakukan manajer agar PSM bisa lebih menjadi lembaga yang efektif.
Why? Pariwisata sangat penting bagi negara dan tidak akan berhasil tanpa
adanya bantuan sektor publik. Maka dari itu, manajer harus memahami dan
sensitif mengenai dampak ekonomi dan sosial dari pariwisata, baik positif
maupun negatif. Manajer juga bertanggung jawab terhadap implementasi
prinsip dan kebijakan serta manajemen secara efisien dari sumber daya
Who? Manajemen publik dari pariwisata membutuhkan tingkat fleksibilitas dan kebebasan yang tinggi. Agen-agen diluar lembaga layanan masyarakat
diperbolehkan untuk membentuk staf-staf ahli dengan kemampuan yang
sesuai dengan bidangnya. Manajemen pada tingkat lokal pun sangat vital,
karena berhubungan secara langsung dengan konsumen.
How? PSM pariwisata harus mempunyai kemampuan komunikasi,
kooperasi, dan koordinasi yang baik, serta memiliki pemikiran yang
terbuka. Manajer harus bisa menjaga kepercayaan pelanggan, menjaga
hubungan baik, menjembatani antara pelanggan dengan agensi, mampu
mengatur program kebijakan jangka pendek maupun panjang di segala
tingkat pemerintahan, serta sadar bahwa pariwisata bersangkutan dengan
politik, kekuasaan, dan konflik.
What Industry? Manajer harus mampu berurusan dengan sektor privat dan
publik serta lingkungan kerjanya, responsif karena industri pariwisata
sangat kompetitif, dapat memastikan bahwa industrinya harus mempunyai
kebebasan penuh untuk merespon keinginan pasar, menerima keadaan
bahwa kontrol adalah tanggung jawab penting dalam manajemen publik,
menjaga integritas, dan menerima keadaan bahwa pengaruh dari pariwisata
adalah ujian bagi performa manajemen.
D. PERLUASAN TEORI CHAPTER II DAN III
Pada chapter 2 ada tiga poin yang dibahas oleh James Elliot. Poin yang pertama
adalah definisi dari pariwisata itu sendiri. Elliot menyatakan bahwa definisi dari
pariwisata itu dapat diinterpretasikan sebagai berbagai hal tergantung dari bidang studi
apa pariwisata itu sendiri dipandang. Adrian Franklin dalam bukunya, Tourism: An Introduction, menjelaskan hal yang serupa. Pariwisata merupakan suatu fenomena budaya yang memiliki sejarah yang cukup kompleks. Dengan karakteristik tersebut
pariwisata dapat diinterpretasikan sebagai beberapa hal yang berbeda dan dapat
diperdebatkan definisinya.4 Franklin juga menuliskan beberapa definisi dari ahli-ahli
lain dan menyangkut hal tersebut ia menyatakan bahwa kebanyakan dari definsi para
ahli tersebut lebih berfokus kepada pariwisata sebagai insdustri dan simbol dari rekreasi
tanpa mengikutsertakan karakteristik kemanusiaannya seperti sisi performatis, estetis,
4
konsumtif, reflektif, dan sebagainya. Hal tersebut membuat persepsi tentang pariwisata
menjadi dangkal, hanya menjadi sebatas aktifitas yang dilakukan oleh wisatawan. Salah
satu contoh dari hal ini dapat dilihat dari definisi yang diberikan oleh Weaver dan
Opperman:
“Tourism is the sum of the phenomena and relationships arising from the
interaction among tourist, business suppliers, host governments, host communities, origin governments, universities, community colleges, and non-governmental organisations, in the process of attracting, transporting, hosting,
and managing these tourist and other visitors.”5
Hal ini juga dapat dilihat dari definisi pariwisata menurut Elliot sendiri, yaitu
the activities of persons travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business, and other purposes.Namun seperti yang dikatakan oleh kedua ahli tersebut, definisi pariwisata tidaklah terkunci pada satu interpretasi. Dengan kata lain tidak ada definisi yang ‘salah’, namun yang menjadi poin utama disini adalah bagaimana persepsi manusia dapat
mempengaruhi interpretasi orang lain mengenai arti suatu kata.
Lalu Elliot juga mengatakan bahwa pariwisata selalu bergantung kepada sektor
manajemen publik. Ini adalah poin kedua. Sejak dahulu kala pemerintah selalu
menyediakan elemen-elemen penting yang dibutuhkan oleh pariwisata seperti
keamanan, hukum, dan sistem finansial. Hubungan antara pemerintah dengan
pariwisata merupakan simbiosis mutualisme. Namun selain menghasilkan devisa bagi
negara, pemerintah memiliki alasan lain untuk ikut campur tangan dalam sektor
pariwisata. Dalam buku Tourism Management, Stephen J. Page menyatakan bahwa
campur tangan pemerintah merupakan hal yang diperlukan karena pada tingkat negara,
pariwisata merupakan aktivitas yang berbahaya bagi lingkungan bila tidak dikendalikan
dan dapat mempengaruhi masyarakat dan ekonomi sekitar baik secara negatif maupun
positif.6 Hal tersebut menunjukan bahwa pada dasarnya campur tangan pemerintah
adalah sangat diperlukan karena tidak hanya sektor pariwisata perlu pengawasan dari
pemerintah, tetapi sektor pariwisata juga mendapat beberapa keuntungan dari
pemerintah. Baik Page dan Elliot menyataakan hal yang sama, yaitu pariwisata
membutuhkan infrastruktur yang memadai seperti jalan, persediaan air, aliran listrik,
penanganan limbah, dan telekomunikasi untuk dikembangkan. Disinilah pemerintah
berperan. Hal tersebut juga menunjukan bahwa pariwisatadapat memberikan
keuntungan bagi komunitas lokal dengan memberikan infrastruktur yang lebih
berkembang. Dan perkembangan pariwisata ini juga dapat menutupi biaya
pengembangan infrastuktur itu sendiri. Tidak hanya itu, pariwisata juga menydiakan
pasar baru untuk produk lokal dan dengan demikian dapat mengembangkan sektor
ekonomi lokal. Hal ini membawa kita kepada poin Elliot yang terakhir.
Poin yang ketiga adalah kepentingan pariwisata dalam sektor ekonomi.
Keterlibatan pemerintah dalam pariwisata saat ini lebih dikarenakan alasan ekonomi.
Pariwisata dilihat sebagai industri besar yang dapat menggerakan roda perekonomian.
Hal ini berlaku di sebagian besar negara-negara dunia. Pariwisata sering menjadi
sumber pendapatan negara yang utama. Pemerintah telah mencoba menaikan pariwisata
internasional untuk meningkatan ekonomi nasional mereka. Pariwisata juga dapat
membantu negara memecahkan masalah ekonominya. Dalam jurnalnya, Daniel J.
Stynes juga menyatakan hal yang serupa. Pariwisata memiliki dampak yang
bermacam-macam terhadap perkonomian. Wisatawan berkontribusi terhadap penjualan,
keuntungan, perkerjaan, penghasilan pajak, dan pendapatan dalam sebuah daerah.
Tidak hanya itu, secara tidak langsung pariwisata juga mempengaruhi berbagai sektor
ekonomi lainnya.7 Stynes memberikan beberapa contoh seperti perubahan harga,
perubahan kualitas dan kuantitas dalam barang dan jasa, perubahan tanah dan pajak,
dan dampak sosial dan lingkungan dari dimensi ekonomi.
Lalu pada chapter 3 Elliot membahas tentang hubungan antara sektor
manajemen publik dan pariwisata. Ada beberapa poin yang diapaparkan oleh Elliot.
Yang pertama adalah sektor manajemen publik dan pemerintah secara keseluruhan
memiliki pengaruh dan kekuatan yang besar dalam pariwisata. Pemerintah adalah
pemegang resmi dari kekuasaan dalam sistem politik dan oleh karena hal tersebut
pemerintah bertanggung jawab dalam pembuatan kebijakan. Sedangkan sektor
manajemen publik sendiri harus dioperasikan dalam lingkungan politik konstitusional
dan legal yang dibentuk oleh pemerintah. Namun meskipun demikian, berbagai
organisasi publik secara langsung dan tidak langsung terlibat dalam manajemen
pariwisata dan dapat ditemukan di semua tingkat pemerintahan, nasional, negara,
regional, dan lokal. Titik berat poin ini ada pada keragaman. Dalam Tourism
Management, Page menyatakan hal yang serupa. Untuk mengelola pariwisata secara
efektif dibutuhkan beberapa elemen organisasi tertentu, terutama pada saat tahap
perencanaan pariwisata. Hal yang terpenting dalam proses perencaan itu sendiri adalah
struktur organisasi, yang mana melibatkan agensi pemerintahan, kelompok kepentingan
sektor privat, dan juga badan pemerintahan lokal dan regional, yang semuanya terlibat
dalam perencanaan aktivitas pariwisata dan juga peraturan serta perundang-undangan
yang berkaitan dengan pariwisata.8
Poin selanjutnya adalah bagaimana sektor manajemen publik dapat
dipengaruhi. Elliot menyatakan bahwa sektor manajemen publik yang ideal adalah
sektor publik yang memiliki karakteristik tertentu, yaitu tipe Weberian. Namun pada
kenyataannya sektor manajemen publik dapat beroperasi dengan sangat berbeda dari
karakteristik Weberian yang ideal. Perilaku rasional dan prinsip tidak selalu mengacu
pada aturan, sehingga kepentingan publik dan wisatawan dapat terabaikan.
Prinsip-prinsip normatif yang ada digunakan untuk membimbing dan mengontrol perilaku
sektor manajemen publik, tapi ada faktor-faktor lain yang dapat lebih berpengaruh.
Faktor-faktor tersebut adalah politik, kontrol, dan faktor-faktor informal. Tidak hanya
itu saja, Michael Barber juga menyatakan bahwa karakteristik sektor publik dapat
dipengaruhi oleh tren global. Tren-tren tersebut adalah makroekonomi, sosial dan
lingkungan, dan bisnis.9 Faktor-faktor tersebut juga mempengaruhi karakteristik sektor
publik, memaksanya untuk berubah agar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi
internal dan eksternal.
E. KRITIK CHAPTER II: WHY TOURISM?
Berbicara mengenai pariwisata berarti kita sedang berbicara mengenai
manejemen sektor publik. Dimana dari sektor ini dapat memberikan benefit terhadap
pengelolanya. Banyak negara yang menggantungkan pendapatan pada sektor
pariwisata alasan utamanya karena industri pajak merupakan sumber pajak dan
pendapatan. Pariwisata juga merupakan sebuah industri baru yang mampu
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam menyediakan lapangan
8 J. Stephen, p. 288
pekerjaan, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor
produktivitas lainnya (Wahab, 1996).
Kebutuhan manusia terhadap pariwisata pada umumnya selalu berkembang.
Dimana mereka selalu menuntut agar selalu mendapatkan sesuatu yang lebih dari apa
yang mereka dapatkan sebelumnya. Hal ini tentu saja berbicara mengenai sarana dan
prasarana sebagai penunjang dalam sektor pariwisata tersebut. Salah satu hal yang
harus dilakukan yaitu peningkatan terhadap sarana dan prasarana yang ada. Hal ini
bertujuan agar dapat menarik visitors dan tourist untuk berkunjung ke tempat tersebut. Menurut buku Tourism Politics and Public Sector Management, terdapat beberapa alasan dari segi ekonomi mengapa pemerintah ikut terlibat dalam sektor
pariwisata. Pertama, pariwisata internasional saat ini menjadi salah satu industri terbesar di dunia yang mengalami pertumbuhan sangat cepat. Kedua, pemerintah domestik ingin meningkatkan perekonomian nasional dan menambah jumlah devisa
untuk memperbaiki posisi nilai tukar terhadap negara lain. Yang ketiga, pariwisata menarik bagi pemerintah karena merupakan growth industry, tidak seperti industri lainnya. Dari sisi ekonomi, pariwisata muncul dari empat unsure yang saling terikat erat
atau menjalin hubungan dalam suatu sistem, yakni permintaan atau kebutuhan,
penawaran atau pemenuhan berwisata itu sendiri, pasar dan kelembagaan yang berperan untuk memfasilitasi keduanya, serta pelaku atau aktor yang menggerakkan
ketiga elemen tersebut.
Dalam buku The Tourism System: an introduction text yang ditulis oleh Robert Christie Mill dan Alastair M. Morrison dikatakan bahwa: “Tourism is a difficult phenomena to describe. We have trouble in thinking of tourism as an industry. The idea of tourism industry would give some unity to the idea of tourism, and from an image and political viewpoint it sound attractive” (Robert dan Alastair, 1984). Dari kutipan ini sebenarnya istilah industri pariwisata mempunyai tujuan bagi perekonomian
suatu negara dan mempunyai daya tarik yang tersendiri.
Peranan pemerintah dalam ekonomi pariwisata dapat kita lihat dalam
dasawarsa terakhir ini, banyak negara berkembang menaruh perhatian yang khusus
terhadap industri pariwisata. Hal ini jelas kelihatan dengan banyaknya program
pengembangan kepariwisataan di negara tersebut. Negara yang satu seolah-olah hendak
melebihi negara yang lain untuk menarik kedatangan lebih banyak wisatawan, lebih
banyak tinggal dan lebih banyak menghamburkan uangnya. Sayang bahwa banyak
diperoleh apakah lebih besar daripada perusakan yang ditimbulkannya. Dalam hal
mencari tempat-tempat rekreasi ada kecendrungan untuk menjadikan cahaya matahari
dan laut untuk menjadi daya tarik wisata. Dengan cara demikian potensi yang dimiliki
dapat dikembangkan sebagai aktivitas perekonomian dalam membangun
kepariwisataan menjadi sesuatu yang mudah untuk dapat menghasilkan devisa yang
sifatnya quick yielding.
Disamping itu kita mengetahui, bahwa bahan baku industri pariwisata tidak
akan pernah habis-habis, sedangkan bahan baku industri lain terbatas. Untuk
menggalakkan pembangunan perekonomian dengan suatu pertumbuhan yang
berimbang kepariwisataan dapat diharapkan memegang peranan yang menentukan dan
dapat dijadikan sebagai katalisator untuk mengembangkan pembangunan sektor-sektor
lain secara bertahap.Seperti terjadi pada sektor lain, kebijakan pemerintah pada sektor
pariwisata ada yang memberikan dampak langsung dan ada pula yang memberikan
dampak tidak langsung. Selain dari hal diatas ada kemungkinan suatu kebijakan
ekonomi pemerintah memberikan dampak langsung pada sektor lain tetapi dapat
memberikan dampak tidak langsung bagi sektor pariwisata. Tujuan pokok dari
kebijakan ekonomi pemerintah terhadap pariwisata adalah untuk memaksimalkan
kontribusi pariwisata terhadap ekonomi nasional.
Ada beberapa alasan mengapa pemerintah atau sektor publik harus terlibat
dalam kepariwisataan. Yang pertama berbicara mengenai alasan politik, dimana
pariwisata secara alami bersifat lintas wilayah negara, karenanya diperlukan pengaturan
mengenai tata cara keluar masuk para wisatawan. Yang kedua berbicara mengenai
alasan lingkungan, dimana pariwisata banyak menjual keindahan alam, sejarah, dan
situs kebudayaan di berbagai tempat. Disini peran pemerintah diperlukan agar
kelestarian dan keberadaan lingkungan tersebut dapat terus terjaga. Dan yang ketiga
sekalian yang terakhir adalah mengenai alasan ekonomi. Karena dari sektor inilah
pemerintah dapat menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya jika dimaksimalkan
dengan baik.
Dari segi historis, dapat dillihat dampak adanya kontrol pemerintah dan PSM
terhadap pariwisata. Salah satu tujuan dari adanya kontrol tersebut adalah untuk menjaga
pariwisata yang ada agar tetap menjadi sumber pemasukkan ekonomi bagi pemerintahan
tersebut. Terlebih lagi dari kontrol tersebut kita bisa melihat bahwa sebenarnya pemerintah
melakukan suatu protect terhadap wilayahnya yang dianggap potensial untuk bisa menjadi
diperlukan pengaturan-pengaturan alokasi ruang yang bertujuan untuk meningkatkan
pemanfaatn sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna dan
tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada. Dari sini juga dapat
dicegah dampak negatif terhadap lingkungan sehingga lingkungan tersebut tidak mengalami
kerusakan.
Di dalam pengembangan pariwisata harus merupakan pengembangan yang
berencana secara menyeluruh, sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi
masyarakat, baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya. Perencanaan ini harus
mengintegrasikan pengembangan pariwisata kedalam suatu program pembangunan
ekonomi, fisik, dan sosial suatu negara. Di samping itu, rencana ini harus mampu
memberikan kerangka kerja kebijakan pemerintah, untuk mendorong dan
mengendalikan pengembangan pariwisata. Peranan pemerintah dalam
mengembangkan pariwisata dalam garis besarnya adalah menyediakan infrastruktur
(tidak hanya dalam bentuk fisik), memperluas berbagai bentuk fasilitas, kegiatan
koordinasi antara aparatur pemerintah dengan pihak swasta, pengaturan dan promosi
umum ke luar negeri.
Ada kode etik yang harus diperhatikan agar pengembangan pariwisata dapat
berkelanjutan. Kode etik tersebut ditetapkan dalam konfrensi pariwisata tahun 1999
yang mengatur etika global pariwisata untuk menjamin sumber daya alam yang menjadi
sumber kehidupan kepariwisataa dan melindungi lingkungan dari dampak buruk
kegiatan bisnis pariwisata (Kartawan:2004)
Oleh karena itu, kita harus memperhatikan juga prinsip-prinsip pariwisata
berkelanjutan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain, penggunaan sumber daya alam yang
berkelanjutan, penurunan konsumsi sampah yang berlebihan, mempertahankan
keberagaman, integrasi pariwisata dalam perencanaan, ekonomi pendukung,
melibatkan masyarakat local, konsultasi para stakeholder dan masyarakat, pelatihan
staf, tanggung jawab pemasaran pariwisata melalui networking, dan pelaksanaan
penelitian tentang pariwisata dalam melahirkan inovasi-inovasi baru kepariwisataan
yang dapat dijadikan produk baru pariwisata (Sinclair:2003)
F. KRITIK CHAPTER III: PUBLIC SECTOR MANAGEMENT AND TOURISM Marx Weber merupakan seorang filsuf yang terkenal dengan teorinya yang
terhadap suatu struktur, birokrasi atau administratif. Weber berpendapat bahwa tidak
mungkin kita memahami setiap gejala kehidupan yang ada secara keseluruhan, sebab
yang mampu kita lakukan hanyalah memahami sebagian dari gejala tersebut. Satu hal
yang penting ialah memahami mengapa birokrasi atau struktur administratif itu bisa
diterapkan dalam kondisi organisasi negara tertentu. Dengan demikian tipe ideal
memberikan penjelasan kepada kita bahwa kita mengabstraksikan aspek-aspek yang
amat penting yang membedakan antara kondisi organisasi tertentu dengan lainnya.
Berikut ini adalah teori dari The Weberian Idel Type:
1) Staf menjabat secara bebas, tetapi dibatasi oleh tugas yang dimilikinya
secara profesional tanpa terpengaruh dengan kepentingan pribadi.
2) Terdapat pembagian jabatan secara hierarkis dengan jelas.
3) Terdapat pembagian fungsi dan tugas dari masing-masing jabatan secara
jelas dan spesifik.
4) Setiap individu yang menjabat pada masing-masing bagian terikat pada
kontrak sesuai dengan tugas yang harus dijalankan.
5) Setiap pegawai diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalisme, idealnya,
hal ini dapat dilakukan melalui seleksi yang kompetitif.
6) Setiap pegawai memiliki gaji, termasuk hak untuk menerima dana
pensiunnya sesuai dengan tingkatan hierarkis jabatan yang disandangnya.
Setiap pegawai dapat sewaktuwaktu memutuskan untuk berhenti dari
pekerjaannya dan mengakhiri kontrak pekerjaan dengan kondisi tertentu.
7) Jabatan yang dipegang merupakan pekerjaan utama dari pegawai tersebut.
8) Terdapat struktur pengembangan karir yang jelas dengan promosi
berdasarkan senioritas sesuai dengan pertimbangan yang obyektif.
9) Pegawai tidak diperbolehkan menyalahgunakan jabatannya ataupun sumber
daya perusahaan untuk kepentingan pribadi.
10)Setiap pegawai berada di bawah pengawasan suatu sistem yang dijalankan
secara disiplin.
Tipe birokrasi seperti ini di nilai oleh Weber sebagai tipe birokrasi yang ideal,
dan dalam tipe ini pula Weber mencoba menjelaskan bahwa suatu birokrasi atau
administrasi itu mempunyai suatu bentuk yang pasti dimana semua fungsi dijalankan
dengan rasional agar tercipta struktur yang mampu menjalankan fungsinya dengan baik,
kenyataannya PSM berbeda dengan tipe ideal yang dipikirkan oleh Weber. Adanya
kompleksitas global membuat acuan pada aturan ini menjadi tidak sejalan dengan
semestinya, kemudian perilaku rasional dan prinsip juga tidak menjadi acuan sehingga
pelayanan publik utamanya dalam hal ini turis dan wisatawan memiliki kemungkinan
untuk terabaikan. Mengingat PSM merupakan sektor yang memiliki dinamika
kompleks dan terlibat beberapa aktor penting di dalamnya, seperti pemerintah,
kebijakan publik, dan sistem politik yang memiliki birokrasi serta penekanan pada
masing- masing struktur yang mampu memberikan pengaruh pada PSM. Cara
manajemen yang terus berubah juga mampu memberi pengaruh mengapa The Ideal
Type of Weberian tidak dapat berjalan seperti yang diharapkan dalam teori tersebut.
G. KESIMPULAN
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat penting untuk membantu
laju pertumbuhan ekonomi negara, daerah, maupun masyarakat yang terlibat dalam
pengelolaan sektor ini. Untuk itu, pemerintah maupun masyarakat perlu berkoordinasi
dengan baik dalam mengelola potensi-potensi pariwisata di setiap daerah dalam suatu
negara. Baik dengan merumuskan dan menetapkan kebijakan, pengelolaan tempat,
budgetting, manajerial, dan lain sebagainya.
Dalam chapter III yang menjelaskan Public Sector Management and Politics pun dapat terlihat bahwa dalam pengelolaan pariwisata terdapat keterkaitan dengan
aspek politik. Bahkan pariwisata dijadikan sebagai ajang mencari dan memperluas
kekuasaan demi kepentingan pribadi. Padahal relasi politik dengan aktor-aktor yang
terlibat untuk mengelola pariwisata harus mengaplikasikan kebijakan-kebijakan serta
aturan yang sudah dibuat tanpa adanya penyalahgunaan agar pariwisata dapat
berkembang dengan baik dan mampu menarik konsumen yang lebih besar.
Kemudian, dalam perluasan teori yang penulis bahas, beberapa tokoh lainnya
juga sama-sama menganggap bahwa sektor pariwisata memang penting untuk dikelola
sebagai sektor yang dapat membantu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Buktinya
dapat dilihat dari banyak negara berkembang yang mulai memperhatikan sektor
pariwisatanya pasca Perang Dunia II.
Kritik-kritik yang penulis bawa terhadap chapter II dan III kebanyakan
membahas bagaimana cara mengelola pariwisata yang baik di mana perlu adanya
pariwisata tidak hanya dijadikan wilayah berebut kekuasaan, tetapi memang ditujukan
untuk memenuhi tujuan-tujuan pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.
H. DAFTAR PUSTAKA
B. Weaver, D., M. Oppermann. Tourism Management, John Wiley & Sons Australia, Brisbane, 2000.
Barber, M., A. Levy, & L. Mendonca, Global Trends Affecting the Public Sector, McKinsey & Co, New York, 2007.
Elliot, J., ‘Chapter 2: Why Tourism’ dalam Tourism: politics and public sector
management, Routledge, London, 1997.
Franklin, A., Tourism: An Introduction, Sage Publications, London, 2003. J. Page, S., Tourism Management, Taylor and Francis, Florence, 2014.