• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG NOMOR 30 TAHUN2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG NOMOR 30 TAHUN2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

WALIKOTA TANJUNGPINANG

PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG

NOMOR 30 TAHUN2013

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN RETRIBUSI

PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TANJUNGPINANG,

Menimbang

: bahwa untuk melaksanakan ketentuan BAB III Peraturan

Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 6 Tahun 2012 tentang

Retribusi Jasa Usaha, perlu ditetapkanPeraturan Walikota

tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Retribusi Pemakaian

Kekayaan Daerah;

Mengingat

: 1. Undang-Undang

Nomor

19

Tahun

1997

tentang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42,Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3987);

2.

Undang-Undang

Nomor

5

Tahun

2001

tentang

Pembentukan Kota Tanjungpinang (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 85, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4112);

3.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

(2)

4.

Undang-Undang

Nomor

1

Tahun

2004

tentang

Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

5.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan

Pengelolaaan

dan

Tanggungjawab

Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4400);

6.

Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana

telah diubah beberapa kali, terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang

Pemerintahan

Daerah

(Lembaran

Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

7.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

8.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

9.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan

Peraturan

Perundang-undangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5234);

10.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

(3)

Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578)

11.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006

tentang

Pedoman

Pengelolan

Keuangan

Daerah

sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir

dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21

Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

12.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2009

tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah

Daerah;

13.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011

tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);

14.

Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 6 Tahun

2012 tentang Retribusi Jasa Usaha (Lembaran Daerah

Kota Tanjungpinang Tahun 2012 Nomor 6);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN

WALIKOTA

TENTANG

PETUNUJUK

TEKNIS

PELAKSANAAN

RETRIBUSI

PEMAKAIAN

KEKAYAAN DAERAH

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam PeraturanWalikota ini yang dimaksud dengan:

1.

Daerah atau disebut kota adalah Kota Tanjungpinang.

2.

Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Tanjungpinang.

(4)

4.

Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu di bidang

retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

5.

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah adalah

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota

Tanjungpinang.

6.

Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah yang

selanjutnya disebut Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan

Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tanjungpinang.

7.

Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD

adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Tanjungpinang.

8.

SKPD pengelola adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang tugas

pokok dan fungsinya mengelola aset daerah.

9.

Kas Daerah adalah Kas Daerah Kota Tanjungpinang atau badan yang

diserahi wewenang dan tanggungjawab sebagai Pemegang Kas Daerah

Kota Tanjungpinang.

10.

Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan

daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu

yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Kota

untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

11.

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah pembayaran atas

dikenakan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.

14.

Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut

peraturan

perundang-undangan

retribusi

diwajibkan

untuk

melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong

retribusi tertentu.

15.

Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan

batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan

(5)

16.

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan

kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan

usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan

Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan

nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana

pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,

organisiasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembagadan bentuk

badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha

tetap.

17.

Barang milik Daerah yang selanjutnya disebut Kekayaan Daerah

adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah.

18.

Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD

adalah bukti pembayaran atau penyetoran Retribusi yang telah

dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan

cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk

oleh Walikota.

19.

Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD

adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya jumlah

pokok Retribusi yang terutang.

20.

Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya

disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan

jumlah kelebihan pembayaran Retribusi karena jumlah kredit

Retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau

seharusnya tidak terutang.

21.

Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD

adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau sanksi

administratif berupa bunga dan/atau denda.

22.

Pendaftaran dan pendataan adalah serangkaian kegiatan untuk

memperoleh data/informasi serta penatausahaan yang dilakukan oleh

Petugas Retribusi dengan cara penyampaian SKRD kepada Wajib

(6)

23.

Perhitungan Retribusi Daerah adalah perincian besarnya retribusi

yang harus dibayar oleh Wajib Retribusi (WR) baik pokok retribusi,

bunga, kekurangan pembayaran retribusi, kelebihan pembayaran

retribusi, maupun sanksi administrasi.

24.

Pembayaran Retribusi Daerah adalah besarnya kewajiban yang harus

dipenuhi oleh Wajib Retribusi sesuai dengan SKRD dan STRD ke Kas

Daerah atau tempat lain yang ditunjuk dengan batas waktu yang telah

ditentukan.

25.

Penagihan

Retribusi

D aerah

adalah

serangkaian

kegiatan

pemungutanretribusi daerah yang diawali dengan penyampaian Surat

Peringatan, Surat Teguran sampai dengan STRD kepada yang

bersangkutan untuk melaksanakan kewajiban membayar retribusi

sesuai dengan jumlah retribusi yang terutang.

26.

Utang Retribusi Daerah adalah sisa utang retribusi atas nama Wajib

Retribusi yang tercantum pada STRD dan/atau SKRDLB dan/atau

SKRDKB yang belum kadaluwarsa dan retribusi lainnya yang masih

terutang.

27.

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara

teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang

meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah

harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup

dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba

rugi untuk periode Tahun Retribusi tersebut.

28.

Pemungutan

adalah

suatu

rangkaian

kegiatan

mulai

dari

penghimpunan data objek dan subjek retribusi, penentuan besarnya

retribusi terutang sampai kegiatan penagihan retribusi kepada Wajib

Retribusi serta pengawasan penyetorannya;

29.

Aparat Pelaksana Pemungutan adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan

Keuangan Dan Aset Daerah dan instansi terkait dalam pemungutan

retribusi daerah.

30.

Penanggung Jawab Pemungutan retribusi daerah adalah Walikota,

Sekretaris Daerah dan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan

(7)

BAB II

TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN

Pasal 2

(1) Setiap pemakaian kekayaan daerah harus mendapatkan izin terlebih

dahulu dari Walikota melaluiSatuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

yang tugas pokok dan fungsinya mengelola aset daerah.

(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib

retribusi daerah harus mengajukan permohonan tertulis yang

disampaikan kepada Walikota melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD) pengelola.

(3) Penyampaian permohonan izin atas pemakaian kekayaan daerah harus

disampaikan paling lambat 30 hari (tiga puluh hari), sebelum pemakaian

kekayaan daerah tersebut dipergunakan.

(4) Pengajuan permohonan izin tertulis wajib disampaikan dalam bahasa

Indonesia dengan benar, jelas, lengkap dan ditandatangani oleh Wajib

Retribusi dengan melampirkan fotocopy identitas diri/penanggung

jawab/penerima kuasa.

(5) Identitas diri sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat berupa KTP,

SIM dan / atau Pasport.

BAB III

WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 3

Retribusi yang terutang dipungut diwilayah Kota.

BAB IV

TATA CARA PENGHITUNGAN RETRIBUSI

Pasal 4

(1) Besarnya Retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara

(8)

(2) Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah

jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang

ditanggungPemerintah

Kota

untuk

penyelenggaraan

jasa

yang

bersangkutan.

(3) Apabila tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

sulit diukur maka tingkat penggunaan jasa dapat ditaksir berdasarkan

rumus yang dibuat oleh Pemerintah Kota.

(4) Rumus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus mencerminkan

beban yang ditanggung oleh Pemerintah Kota dalam menyelenggarakan

jasa tersebut.

(5) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah nilai rupiah

atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya

Retribusi yang terutang.

(6) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentukan

seragam atau bervariasi menurut golongan sesuai dengan prinsip dan

sasaran penetapan tarif Retribusi.

(7) Besarnya tarif Retribusi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa usaha.

BAB V

PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI

Pasal 5

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa

Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang

layak.

(2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah

keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut

(9)

BABVI

PEMUNGUTAN RETRIBUSI

Bagian Kesatu

Tata Cara Pemungutan

Pasal6

(1)

Pemungutan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah tidak dapat

diborongkan.

(2)

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah dipungut dengan menggunakan

SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(3)

Sebelum menerbitkan SKRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

terlebih dahulu harus diterbitkan NPWRD.

(4)

Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

dapat berupa karcis, kupon atau kartu langganan, bill, media elektronik

atau non elektronik, atau sejenisnya.

(5)

Bentuk dan isi SKRD dan NPWPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dan ayat (3),tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Bagian Kedua

Tata Cara Pembayaran

Pasal 7

(1)

Pembayaran dan penyetoran retribusi harus dilakukan dengan

menggunakanSSRD atau sarana administrasi lain yang dipersamakan.

(2)

SSRD atau sarana administrasi lain yang dipersamakan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), berfungsi sebagai bukti pembayaran retribusi

apabila telah disahkan oleh Bendahara Penerimaan atau pihak lain yang

berwenang setelah mendapatkan validasi.

(3)

Apabila pembayaran retribusi dilakukan melalui loket atau petugas yang

ditunjuk maka harus segera disetor ke kas daerah sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

(4)

Bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan

(10)

kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk denganSSRD.

(5)

Bentuk dan isi SSRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum

dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Peraturan Walikota ini.

Pasal 8

(1) Pembayaran retribusi daerah ke Kas Umum Daerah dapat dilakukan

melalui Bendahara Penerimaan atau langsung ke Bank sesuai

ketentuan yang berlaku.

(2) Pembayaran retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat(1),

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal diterbitkannya

SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(3) Tata cara pembayaran retribusi daerah melalui Bendahara Penerimaan

adalah sebagai berikut:

a.

wajib Retribusi menyetor uang kepada Bendahara Penerimaan,

kemudian Wajib Retribusi menerima SSRD atau dokumen lain yang

dipersamakan yang telah divalidasi oleh Bendahara Penerimaan

sebagai bukti setoran; dan

b.

Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada huruf a,

menyetor uang ke Bank, paling lama 1 (satu) hari kerja dan

mendapatkan Bukti Setoran Bank.

(4) Pembayaran Retribusi Daerah melalui Bank dengan cara sebagai

berikut:

a.

wajib retribusi atau yang mewakili menyetor uang ke Bank dengan

media SSRD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan

sekurang-kurangnya mencantumkan nama Wajib Retribusi, Jenis

Retribusi, Masa Retribusi, Besaran Uang Retribusi, kemudian Wajib

Retribusi menerima tanda bukti pembayaran berupa SSRD atau

dokumen lain yang dipersamakan yang telah divalidasi Bank; dan

b.

fotocopy SSRD atau dokumen lain yang dipersamakan yang telah

(11)

Bagian ketiga

Tata Cara Penagihan

Pasal 9

(1)

Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar, ditagih dengan

menggunakan STRD.

(2)

Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dilakukan oleh petugas dengan terlebih dahulu menyerahkan

suratpemberitahuan.

(3)

Surat teguran/surat peringatan sebagai tindak lanjut pelaksanaan

penagihan retribusi, dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo

pembayaran.

(4)

Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/ surat

peringatan, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.

(5)

Surat teguran/surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.

(6)

Bentuk dan isi Surat Teguran/Peringatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

BAB VII

PEMANFAATAN

Pasal 10

(1) Pemanfaatan dari penerimaan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

diprioritaskan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung

dengan penyelenggaraan pelayanan sarana dan prasarana terhadap

pemakaian kekayaan daerah.

(2) Alokasi untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan

penyelenggaraan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan

oleh

Walikota

dengan

memperhatikan

kebutuhan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan kemampuan

(12)

BAB VIII

KEBERATAN

Pasal 11

(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan keberatan berupa

pembetulan, pengurangan ketetapan, penghapusan atau pembatalan

kepada Walikota melalui Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan

Keuangan dan Aset Daerah atas suatu SKRD atau dokumen lain yang

dipersamakan.

(2) Permohonan keberatan disampaikan secara tertulis dalam bahasa

Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan melampirkan:

a.

asli SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan; dan

b.

fotokopi KTP/ SIM /Paspor/ Kartu Keluarga/ identitas lain.

(3) Pengajuan permohonan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi

dan pelaksanaan penagihan Retribusi.

(4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)

bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika Wajib Retribusi

dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi

karena keadaan di luar kekuasaannya.

(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), tidak dianggap sebagai Surat

Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.

(6) Walikota melalui Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan

Aset Daerah memberikan tanda terima setelah menerima pengajuan

keberatan dari Wajib Retribusi.

(7) Tanda terima surat keberatan yang diberikan oleh Walikota melalui

Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

dan/atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat

sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan.

Pasal 12

(1) Walikota menunjuk Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan

dan Aset Daerah untuk melakukan pemeriksaan sederhana atas

(13)

berita acara hasil pemeriksaan sebagai bahan pertimbangan pemberian

persetujuan/penolakan atas pengajuan keberatan oleh Wajib Retribusi.

(2) Dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak tanggal Surat

Keberatan diterima, Walikota harus memberi keputusan atas

keberatan yang diajukan.

(3) Keputusan Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat

berupa:

a.

mengabulkan seluruhnya;

b.

mengabulkan sebagian;

c.

menolak; dan

d.

menambah besarnya jumlah retribusi yang terutang.

(4) Apabila lewat batas waktu tersebut permohonan keberatan dianggap

dikabulkan, permohonan keberatan diterima dan ternyata jumlah yang

telah dibayarkan lebih besar dari jumlah yang telah ditetapkan dalam

Surat Keputusan atas keberatan, maka kelebihan pembayaran retribusi

tersebut dapat diperoleh kembali melalui prosedur pengembalian

kelebihan pembayaran retribusi.

BAB IX

TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN

PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 13

(1) Pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi diberikan dengan

memperhatikan kemampuan wajib retribusi.

(2) Pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi dapat diberikan

apabila wajib retribusi memenuhi kriteria sebagai berikut:

a.

pemakaian kekayaan daerah untuk penyelenggaraan kegiatan yang

bersifat sosial, keagamaan, pendidikan dan pelaksanaan pemilihan

umum; dan

b.

pemakaian

kekayaan

daerah

untuk

kepentingan

tamu-tamu

(14)

(3) Pemberian pengurangan dan keringanan retribusi dapat diberikan paling

banyak 15 % (lima belas persen).

Pasal 14

Tata cara permohonan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi

adalah sebagai berikut:

a.

wajib retribusi mengajukan permohonan kepada Walikota melalui

pejabat yang ditunjuk;

b.

permohonan yang diajukan oleh wajib retribusi akan ditindaklanjuti oleh

Pejabat yang ditunjuk dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja; dan

c.

dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak permohonan

diterima, Pejabat yang ditunjuk memberikan jawaban atas permohonan

dari wajib retribusi.

Pasal 15

Ketentuan pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi

adalah sebagai berikut:

a.

Walikota dalam hal ini Pejabat yang ditunjuk menetapkan besarnya

pemberian

pengurangan,

keringanan

dan

pembebasan

retribusi

berdasarkan hasil pencermatan dengan instansi terkait;

b.

besarnya pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan

retribusi memperhatikan kemampuan wajib retribusi;

c.

pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi hanya

diberikan sekali pada saat retribusi terutang; dan

d.

pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi pada

saat wajib retribusi sudah membayar retribusi dapat dikembalikan

sesuai besarnya pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan

retribusi yang dikabulkan.

(15)

BAB X

ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN RETRIBUSI

Pasal 16

Wajib retribusi dapat mengajukan kepada Walikota melalui Kepala Dinas

Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tanjungpinang

secara tertulis untuk mengangsur atau menunda pembayaran retribusi

yang masih harus dibayar.

Pasal 17

Tata cara angsuran retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 16,

sebagai berikut:

a.

menerima surat permohonan angsuran dari wajib retribusi;

b.

mengadakan pemeriksaan untuk dijadikan bahan dalam pemberian

dan/atau menolak angsuran dan penundaan pembayaran oleh Pejabat

yang ditunjuk;

c.

membuat surat perjanjian angsuran apabila permohonan disetujui yang

ditandatangani oleh Pejabat yang ditunjuk;

d.

Dalam hal permohonan angsuran tidak disetujui atau ditolak maka

diterbitkan surat penolakan angsuran yang yang ditandatangani oleh

Pejabat yang ditunjuk; dan

e.

menyerahkan surat perjanjian angsuran/penolakan angsuran kepada

Wajib Retribusi.

Pasal 18

Tata cara penundaan pembayaran retribusi daerah sebagaimana dimaksud

pada Pasal 16, sebagai berikut:

a.

menerima surat Permohonan Penundaan dari wajib retribusi;

b.

mengadakan penelitian untuk dijadikan bahan dalam pemberian

persetujuan atau penolakan penundaan pembayaran oleh Pejabat yang

ditunjuk;

c.

membuat surat persetujuan penundaan pembayaran atau penolakan

penundaan pembayaran yang ditandatangani oleh Pejabat yang

(16)

d.

menyerahkan

surat

persetujuan

penundaan

pembayaran

atau

penolakan penundaan pembayaran kepada Wajib Retribusi.

BAB XI

KELEBIHAN PEMBAYARAN RETRIBUSI

Pasal 19

(1) Dalam hal diketahui SKRD lebih besar daripada retribusi yang terutang

atau seharusnya tidak terutang, wajib retribusi memberitahukan secara

tertulis kepada Walikota melalui Pejabat yang ditunjuk.

(2) Berdasarkan pemberitahuan dari wajib retribusi, Walikota melalui

pejabat yang ditunjuk menerbitkan SKRDLB.

BAB XII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN RETRIBUSI

Pasal 20

(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian atas

kelebihan pembayaran retribusi, kepada Walikota.

(2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak

diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah

dilampaui

dan

Walikota

tidak

memberikan

suatu

keputusan,

permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan

dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu)

bulan.

(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan

pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung

diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi

tersebut.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

(17)

(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah

lewat 2 (dua) bulan, Walikota memberikan imbalan bunga sebesar 2%

(dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan

pembayaran Retribusi.

Pasal 21

(1)

Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan dalam jangka

waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

(2)

Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan dengan cara

sebagai berikut:

a.

wajib retribusi mengajukan permohonan pengembalian kelebihan

pembayaran retribusi kepada Walikota melalui Pejabat yang

ditunjuk;

b.

permohonan dilakukan dengan melampirkan SKRDLB;

c.

pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian atas permohonan dari

wajib retribusi; dan

d.

pejabat yang ditunjuk harus mengembalikan kelebihan pembayaran

retribusi dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak

diterbitkannya SKRDLB.

BAB XIII

PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI

Pasal 22

(1)

Piutang retribusi yang tercantum dalam SKRD atau STRD yang tidak

mungkin atau tidak dapat ditagih lagi karena hak untuk melakukan

penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.

(2)

Pejabat yang ditunjuk mengajukan permohonan kepada Walikota untuk

menghapus piutang retribusi karena sudah kedaluwarsa.

(3)

Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kadaluwarsa sebagaimana

(18)

Pasal 23

(1)

Piutang retribusi yang tercantum dalam SKRD atau STRD, walaupun

hak untuk melakukan penagihan belum kadaluwarsa juga dapat

dihapuskan apabila piutang retribusi tersebut tidak dapat atau tidak

mungkin ditagih lagi.

(2)

Piutang retribusi yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:

a.

wajib retribusi yang dinyatakan pailit berdasarkan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan dari

hasil penjualan harta tidak mencukupi untuk melunasi utang

retribusinya;

b.

wajib retribusi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta

warisan dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak

dapat ditemukan;dan

c.

hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dan sebab

lain sesuai hasil penelitian.

BAB XIV

INSENTIF PEMUNGUTAN

Pasal 24

(1)

Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif

atas dasar pencapaian kinerja tertentu.

(2)

Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan

melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(3)

Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud

(19)

BAB XV

PELAKSANAAN, PEMBERDAYAAN, PENGAWASAN

DAN PENGENDALIAN

Pasal 25

(1)

Pelaksanaan, pemberdayaan, pengawasan dan pengendalian Peraturan

Walikota ini dikoordinasikan oleh SKPD yang bertugas dibidang

manajemen pendapatan daerah.

(2)

Pelaksanaan pemungutan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

dilakukan oleh SKPD teknis melalui Bidang Aset.

(3)

SKPD dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat bekerja sama dengan SKPD atau lembaga lain terkait.

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal26

Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar

setiap

orang

mengetahuinya,

memerintahkan

pengundangan

Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota

Tanjungpinang.

Ditetapkan di Tanjungpinang

pada tanggal 30 Desember 2013

WALIKOTA TANJUNGPINANG,

ttd

LIS DARMANSYAH

Diundangkan di Tanjungpinang

pada tanggal 30 Desember 2013

Plt. SEKRETARIS DAERAH

KOTATANJUNGPINANG

ttd

SYAFRIAL EVI, MS

Referensi

Dokumen terkait

Nama Fakultas : Fakultas Ilmu Keolahragaan Nama Jurusan/ Program Studi : Pendidikan Kepelatihan Olahraga Nama Mata kuliah (.... Kompetensi Dasar:

Dari analisis cause and effect diagram diketahui penyebab kecacatan terbagi dalam lima kategori yaitu manusia, mesin, bahan baku, metode dan lingkungan, sehingga perusahaan

Cengkeh mengandung senyawa eugenol yang merupakan senyawa dari golongan fenol dengan karakter tidak berwarna serta memiliki aroma atau bau yang kuat Aroma

Jadi secara keseluruhan judul tersebut aiatas - mempunyai pengertian bahwa sekelompok alat-alat atau ba - gian yang bekerja bersama-sama yang berupa lembaga-lembaga

Jati Agung Furniture Bareng Kudus” telah dilaksanakan dengan tujuan untuk menghasilkan sebuah sistem pemasaran dan pemesanan meubel berbasis web, yang nantinya

Kebutuhan gula nasional semakin meningka.t, tentu- nya harus diimbangi dengan usaha peningkatan produksi gula, sthingga pelaksanaan TRI hendaknya diusahakan secara

Sosiologi yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga bagi PenulisB. Teman seperjuangan Sosiologi Angkatan 2013 yang tidak bisa

Perubahan merupakan suatu yang konstan dan tidak dapat dihindari.. Setiap manusia tidak akan terlepas dari perubahan seiring