• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Perspektif sutardji tentang tuhan dalam “Amuk” Analisis semiotika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Perspektif sutardji tentang tuhan dalam “Amuk” Analisis semiotika"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).

2.1.1 Sutardji Calzoum Bachri

Sutardji Calzoum Bachri merupakan salah satu penyair Indonesia yang terkemuka. Ia juga dikenal sebagai cerpenis, eseis dan budayawan. Lahir di Rengat Riau, 24 Juni 1941, ia terkenal sejak awal 1970-an ketika mengumumkan Kredo

Puisinya (1973), “Kata harus dibebaskan dari beban pengertian.” Artinya,

(2)

2.1.2 Tuhan

Tuhan adalah sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa, dan sebagainya ; sesuatu yang dianggap sebagai Tuhan (KBBI, 2007:1216). Menurut Audifax (2007:6), “Tuhan adalah sesuatu yang tidak berwujud tapi ada dan dibicarakan di mana-mana. Bahkan tidak sedikit orang yang merasa paling tahu akan sesuatu yang berada di luar jangkauan

pengetahuan manusia itu.” Banyak yang mencoba menggambarkan-Nya dan

banyak pula yang mempertanyakan keberadaan-Nya. Oleh karena itu, manusia terjebak dalam pendefenisian Tuhan. Padahal Tuhan bukan untuk didefenisikan, tetapi justru untuk dilayani. Manusia pada hakikatnya mengikut Tuhan tanpa didasari suatu penjelasan yang begitu lengkap, melainkan berdasarkan iman dan pengharapan.

Nietzche (dalam Audifax, 2007) menyatakan bahwa manusia terjebak

dalam nihilisme, kosong, dan tidak bermakna. Pada titik ini, “tuhan” itu sudah mati

karena sejatinya manusia sudah hidup tanpa Tuhan. Tidak ada Tuhan ketika manusia berjalan dalam rutinitas. Di situ, doa pun sudah tidak perlu lagi. Dengan atau tanpa tuhan, manusia tetap berada dalam ketidakmampuannya untuk hidup. Bukan tuhan yang menjadi kunci hidup, melainkan keputusan manusialah yang

menjadi kuncinya. Maka, jelaslah tidak benar jika orang mengatakan, “Manusia

yang berencana, tetapi Tuhan yang menentukan.” Jika sudah ditentukan, untuk apa

(3)

Sekarang, ungkapan yang benar adalah “Manusia yang menentukan, tuhan yang

mengusahakan”.

Dari pernyataan Nietzhe tersebut, ada dua pemahaman tentang Tuhan:

1. Tuhan Yang Hakiki

Tuhan Yang Hakiki dituliskan dengan /T/ huruf kapital, yaitu “Tuhan”.

Tuhan dengan penulisan seperti ini adalah Tuhan disembah dalam hubungan spiritual sehari-hari. Tuhan yang sering disebut sebagai Tuhan Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, dan lain-lain.

2. Tuhan yang tidak hakiki

Tuhan yang tidak hakiki dituliskan dengan /t/ huruf kecil, yaitu “tuhan”.

Tuhan dengan penulisan seperti ini adalah tuhan yang tercipta atas kepentingan-kepentingan manusia. Tuhan yang sering diseret-seret dalam berbagai peristiwa nirhumanitas (Audifax, 2007). Dijadikan alasan untuk pengeboman, peperangan antarbangsa, perang agama, bahkan perang saudara. Tuhan yang demikian juga dijadikan sebagai alat untuk membenarkan kebencian, peperangan, perpecahan, pembunuhan, penghujatan, pemfitnahan, dan dosa-dosa lainnya yang sudah jelas merupakan hal yang dilarang oleh-Nya.

Hal ini terjadi karena sifat manusia yang pragmatis dan cenderung ingin

selalu berada di dalam “pembenaran”. Akhirnya, pembicaraan tentang Tuhan

(4)

memuaskan tentang Tuhan. Karena dalam ke-Tuhanan, dasarnya adalah iman, yakni dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang kita lihat (Ibrani 11:1). Tuhan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah sehingga banyak yang meragukan keberadaan-Nya. Padahal, justru di situlah iman itu bekerja. Karena jika segala sesuatu itu sudah jelas, pasti, atau dapat dibuktikan

secara ilmiah, manusia tidak akan berpengharapan dan iman itu menjadi mati.

2.1.3 Puisi

(5)

Sutardji (1992:3), “Dalam (penciptaan) puisi saya, kata-kata saya biarkan

bebas.” Menulis puisi adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan

kata pada awal mulanya. Pada awal mulanya adalah kata. Dan kata pertama adalah

mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata pada mantera.

Dalam puisi ditemukan tanda-tanda yang memiliki makna dan maksud tertentu. Tanda-tanda tersebut dapat ditemukan melalui kata-kata yang terdapat di dalamnya. Dari tanda-tanda tersebut dapat dipahami pemaknaan yang ingin disampaikan. Tugas pembaca adalah memberi makna pada puisi. Pemberian makna tersebut dilakukan dengan menemukan makna dari tanda-tanda yang tersirat pada setiap kata. Semiotika dapat membantu pembaca dalam menemukan makna

tanda-tanda tersebut.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Semiotika

Karya sastra merupakan refleksi pemikiran, perasaan, dan keinginan pengarang lewat bahasa yang khas. Bahasa itu memuat tanda-tanda yang akan

membentuk sistem ketandaan (Endraswara : 2008).

“Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda

(6)

tanda tersebut mempunyai arti. Dalam kaitannya dengan pemaknaan, pembacalah yang seharusnya bertugas memberi makna karya sastra. Khusus pemaknaan terhadap puisi, proses pemaknaan itu dimulai dengan pembacaan heuristik, yaitu menemukan meaning unsur-unsurnya menurut kemampuan bahasa yang berdasarkan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi tentang dunia luar (mimetic function). Akan tetapi, pembaca kemudian harus meningkatkannya ke tataran

pembacaan hermeneutik yang di dalamnya kode karya sastra tersebut dibongkar (decoding) atas dasar significance-nya. Untuk itu, tanda-tanda dalam sebuah puisi memiliki makna setelah dilakukan pembacaan dan pemaknaan terhadapnya (Riffaterre : 1978).

Dalam penelitian ini, konsep semiotika yang akan digunakan adalah konsep yang didasarkan pada pemikiran Riffaterre. Konsep dan teori yang digunakan Riffaterre lebih mengkhusus pada pemaknaan puisi secara semiotika sehingga lebih memberikan ruang untuk interpretasi makna. Penulis menganggap bahwa konsep

inilah yang lebih tepat untuk diterapkan dalam penelitian ini.

Memaknai sebuah puisi secara semiotika, Riffaterre (dalam Uniawati,

2007:11) mengemukakan empat langkah sebagai hal pokok.

Pertama, puisi memiliki bahasa yang dapat menyatakan beberapa konsep secara

(7)

Kedua, pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik. Pembacaan heuristik

adalah pembacaan pada taraf mimesis atau pembacaan yang didasarkan konvensi bahasa. Karena bahasa memiliki arti referensial, pembaca harus memiliki kompetensi linguistik agar dapat menangkap arti (meaning). Kompetensi linguistik yang dimiliki oleh pembaca itu berfungsi sebagai sarana untuk memahami beberapa hal yang disebut sebagai ungramatical (ketidakgramatikalan teks). Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan yang akan menunjukkan hal-hal yang semula tidak gramatikal menjadi himpunan kata-kata yang ekuivalen. Ketiga, penentuan matriks dan model. Dalam hal ini, matriks dapat dimengerti sebagai konsep abstrak yang tidak pernah teraktualisasi. Konsep ini dapat dirangkum dalam satu kata atau frase. Meskipun demikian, kata atau frase yang dimaksud tidak pernah muncul dalam teks puisi yang bersangkutan, tetapi yang muncul adalah aktualisasinya. Aktualisasi pertama dari matriks adalah model. Model ini dapat berupa kata atau kalimat tertentu. Berdasarkan hubungan ini, dapat dikatakan bahwa matriks merupakan motor penggerak derivasi tekstual, sedangkan model menjadi pembatas derivasi itu.

Keempat, prinsip intertekstual. Prinsip intertekstual adalah prinsip hubungan

antarteks sajak. Sebenarnya hal itu berangkat dari asumsi bahwa karya sastra, termasuk puisi, tidak lahir dari kekosongan budaya. Dalam keadaan seperti ini, sebuah sajak merupakan respons atau tanggapan terhadap karya-karya sebelumnya. Dalam proses tersebut dikenal adanya istilah hipogram.

(8)

yang dapat ditelusuri dalam bahasa bersifat hipotesis, seperti yang terdapat dalam

matriks, sedangkan hipogram aktual bersifat nyata atau eksplisit.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian semiotika terhadap sebuah puisi bukanlah hal baru dalam dunia sastra. Sudah ada peneliti terdahulu tentang masalah ini. Puisi “Amuk” karya Sutardji pun sudah banyak dibicarakan orang, baik dalam bentuk buku, artikel, maupun tulisan bebas. Tulisan yang membahas Tuhan dalam puisi Sutardji pun sudah pernah ada. Tulisan itu berjudul Eksistensi Manusia atas Keberadaan Tuhan dalam Puisi Amuk karya Sutardji yang ditulis oleh Fredy W. P.

(http://fredywp.blogspot.com/2009/10/eksistensi-manusia-ataas-keberadaan.html). Namun, tulisan itu tidak menggunakan teori dalam pembahasannya. Artinya, tulisan ini merupakan tulisan bebas yang tidak dilengkapi dengan teori sebagai kerangka berpikir.

Skripsi tentang Tuhan dalam puisi karya Sutardji pun sudah ada. Skripsi tersebut berjudul Pencarian Hakikat Ketuhanan dalam Kumpulan Puisi O Amuk Kapak Karya Sutardji Calzoum Bachri yang disusun oleh Heru Prasetyo,

(9)

tersebut adalah pendekatan teoretis fenomenologi dan metodologis yaitu kualitatif.

Penelitian dengan menggunakan teori semiotika pun banyak dilakukan orang, termasuk teori semiotika Riffaterre. Penelitian dengan semiotika Riffaterre sudah pernah dilakukan oleh Uniawati dalam tesisnya yang berjudul Mantra Melaut Suku Bajo: Interpretasi Semiotika Riffaterre. Penelitian tersebut berbeda dengan

penelitian ini karena objek kajiannya berbeda. Penelitian tersebut dapat dijadikan acuan untuk melengkapi data dalam penelitian ini. Sejauh peneliti ketahui,

penelitian puisi “Amuk” karya Sutardji dengan teori semiotika Riffaterre belum

Referensi

Dokumen terkait

Nama DPL Prof... Nama DPL

– Cantumkan semua attribute dari relationship R sebagai attribute biasa dalam skema relasi – Primary key dari S biasanya berupa kombinasi dari semua FK yang terbentuk di atas.

Dengan teknologi multimedia dapat digunakan sebagai media pembuatan video profil “Vihara Dhama Sundara” yang menjadi media informasi dan promosi agar dikenal oleh masyarakat

ketidaktepatan waktu pengiriman barang, ketidakamanan transaksi mulai dari pembayaran menggunakan kartu kredit milik orang lain (pembajakan), akses ilegal ke sistem informasi

Penelitian ini bertujuan mengungkap: (1) berbagai keahlian yang dipelajari mahasiswa peserta program praktik industri (PI) dalam proses kegiatan produksi atau jasa

Program Magister Teknik Sipil akan menjamin, bahwa sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung proses bisnis dalam penyediaan jasa layanan di bidang Teknik Sipil tersedia

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

dilindungi.. perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi dengan tujuan untuk menemukan persamaan dasar dan konsep penanganan tindak pidana perdagangan satwa liar