BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1Pengantar
Ciri prosodi merupakan tanda yang menjadi bagian dari sistem lambang
bahasa. Lambang bahasa yang memiliki fungsi, bahwa ciri prosodi merupakan
satu aspek tuturan yang harus dilihat dari dua sudut pandang yaitu, bagaimana
prosodi dihasilkan oleh penutur (produksi suara) dan bagaimana ciri prosodi dapat
dipahami atau dipersepsi (peseptual) oleh pendengar.
Bab ini akan membahas konsep kendala prosodi pembelajar bahasa
Prancis di Medan, membahas beberapa teori dan pendekatan yang menyangkut
fonetik dan fonologi, prosodi, sistem bunyi bahasa, modus dan metode pengajaran
bahasa Prancis aerta tinjauan pustaka dari penelitian-peneitian yang terdahulu.
2.2Konsep
Konsep penelitian yang digunakan dalam kajian ini memfokuskan pada
kendala prosodi pembelajar bahasa Prancis di Medan berdasarkan variabel jenis
kelamin (perempuan dan laki-laki), lama belajar (3 tahun dan lebih dari 3 tahun)
dan asal daerah (Medan, Karo, Tobasa, Langkat dan Asahan). Prosodi
memperlihatkan adanya frekuensi dan durasi serta adanya uji persepsi. Frekuensi
memperlihatkan kontur tuturan dalam modus deklaratif, interogatif absolut,
interogatif parsial dan imperatif. Durasi memperlihatkan nada tinggi, nada rendah,
nada dasar, nada final dan julat nada. Uji persepsi memperlihatkan kemampuan
diagram 2.1 berikut ini adalah bagan konsep berisi tentang konsep-konsep yang
2.3Landasan Teori
2.3.1 Fonetik dan Fonologi
Ferdinand De Saussure dalam bukunya “Cours de Linguistique Generale” ‘Kuliah Linguistik umum’, Saussure dalam (Bally dan Sechehaye: 1916)
mendefinisikan fonologi sebagai studi tentang bunyi – bunyi bahasa manusia.
Dari definisi tersebut tercermin bahwa bunyi bahasa yang dimaksud olehnya
hanyalah unsur – unsur yang terdengar berbeda oleh telinga dan yang mampu
menghasilkan satuan – satuan akustik yang tidak terbatas dalam rangkaian ujaran.
Jadi dapat dikatakan bahwa Saussure menggunakkan kriteria yang semata – mata
fonetis untuk menggambarkan fonem dan memempatkannya hanya pada poros
sintagmatik. Lalu Saussure mengoreksinya dan mengatakan bahwa pada sebuah
kata yang penting bukanlah bunyi melainkan perbedaan fonisnya yang mampu
membedakan kata itu dengan yang lain.
Istilah fonetik secara umum didefinisikan sebagai suatu kajian ilmiah
tentang bunyi-bunyi suatu bahasa. Dengan demikian kajian ini merupakan cabang
dari kajian linguistik seperti halnya morfologi, sintaksis, dan semantik. Secara
khusus, fonetik mengkaji komponen-komponen bunyi (phonique) suatu bahasa lebih khusus lagi kajian dari aspek fisik (pengujaran, penyampaian ujaran, dan
penerimaan bunyi) dan dari aspek fungsional yaitu peran yang dimainkan oleh
bunyi-bunyi ujaran pada suatu bahasa tertentu (fonologi). Kajian fonetik itu
sendiri dapat ditelaah tanpa mengikutsertakan kajian semantik. Atau dengan kata
lain, kajian fonetik merupakan kajian bebas makna. Oleh karena itu, kita dapat
melakukan kajian karakteristik fonetik suatu bahasa meskipun kita tidak mengerti
Hanya bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tindak komunikasilah yang dikaji
dalam fonetik, sementara bunyi di luar itu seperti bunyi batuk, berdahak, helaan
nafas, termasuk pula bunyi-bunyi non insani, seperti kicauan burung, suara
guntur, guruh, dan lain-lain bukan merupakan kajian fonetik. Sebaliknya, kajian
fonologi tidak dapat dilepaskan dari kajian tentang makna karena kajian ini
berkaitan dengan fungsi-fungsi ujaran dalam menyampaikan pesan (message). Oleh karena itu, dalam mengkaji fonologi, kita harus memahami aspek semantik
bahasa tersebut.
Pada saat mendengarkan bunyi-bunyi bahasa dan dianalisis secara akustik
memerlukan telinga yang berfungsi sebagai panca indra pendengaran untuk
menganalisis bnyi-bunyi tersebut. Melalui telinga dapat diketahui pembicara
tersebut muda, tua, berpendidikan, tidak berpendidikan maupun asal daerah.
Tindakan tersebut merupakan analisis fonetik. Tetapi pada saat otak menganalisi
secara akustik bunyi-bunyi bahasa yang diterima oleh telinga maka otak
mengetahui bunyi bahasa apakah yang sedang didengarkan. Misalnya contoh
modus bahasa Prancis:
C’est long [selõ] atau C’est bon [sebõ] atau C’est rond [serõ] Ini panjang Ini enak Ini bulat
(Leon et Bhatt:2005)
Bunyi bahasa tersebut merupakan tuturan yang memiliki ciri khas dari
bahasa tertentu.(Verhaar:1999) berpendapat bahwa bunyi bahasa diselidiki oleh
fonetik dan fonologi. Fonetik meneliti bunyi bahasa menurut pelafalannya, dan
menurut sifat akustiknya. Sedangkan fonologi meneliti bunyi bahasa tertentu
menurut fungsinya. Misalnya saja bunyi [p] pada bahasa Prancis. Bunyi [p]
merupakan konsonan occlusive misalnya épais [ɛpɛ], [p] juga merupakan konsonan sourdes tidak bergetar misalnya pâte [pɑt], [p] juga merupakan konsonan dengan yang forte misalnya pas [pa] (Léon:1966). Oleh karena itu fonetik mengkaji komponen-komponn bunyi (phonique) suatu bahasa lebih khusus lagi kajian dari aspek fisik (pengujaran, penyampaian ujaran, dan
penerimaan bunyi) dan dari aspek fungsional yaitu peran yang dimainkan oleh
bunyi-bunyi ujaran pada suatu bahasa tertentu (fonologi).
La phonétique est l’étude de la production, de la transmission et de la perception des sons de la parole (Léon:2005). Fonetik mempelajari tetang bagaimana memproduksi bunyi, mentransmisikan bunyi dan mempersepsikan
bunyi. Tiga cabang fonetik yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik dan fonetik
auditive. Fonetik artikulatoris meneliti alat-alat ucap manusia melalui organ bicara
seperti lidah, langit-langit, dan gigi yang digunakan untuk menghasilkan bunyi
ujaran. Misalnya [p] dalam bahasa Prancis, kedua bibir harus dikatupkan
bersama-sama, dihembuskan udara dari paru-paru, dan bibir dibuka sehingga membuat
http://id.wikipedia.org/wiki/berkas.places_of_articulation.svg
Daerah artikulasi (pasif & aktif):
1. Bibir luar, 2. Bibir dalam, 3. Gigi, 4. Rongga-gigi, 5. Pascarongga-gigi, 6.
Pralangit-langit, 7. Langit-langit, 8. Langit-langit belakang, 9. Tekak, 10. Hulu
kerongkongan, 11. Celah suara, 12. Katup napas, 13. Akar lidah, 14. Lidah
belakang, 15. Punggung lidah, 16. Lidah depan, 17. Ujung lidah, 18. Bawah ujung
lidah.
Komponen-komponen yang sangat penting dalam mendeskripsikan aspek
fisik bunyi suatu bahasa adalah gerakan larynk dan juga corde vocal (rongga mulut), posisi organes mobiles (artikulator) pada cavite bucale (rongga mulut) seperti lidah, dan fungsi des cavités nasales (rongga hidung) yang berfungsi sebagai resonator.
Fonetik akustik mempelajari bunyi menurut sifat-sifatnya sebagai bunyi
frekuensi lebih tinggi dibanding konsonan lain seperti bunyi [ʃ]. Seperti pada kata
sou [su] dan chou [ʃu].
Fonetik auditive mempelajari bunyi yang didengar dan dianalisis oleh otak
dan dialirkan ke indra pengucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Sebagai
contoh, apa yang membuat kita mendengar bunyi-bunyi silabel bertekanan (une syllabe acccentuée) apakah panjang pendeknya suara, kekuatan suara, atau frekuensi, ataukah kombinasi ketiganya. Seperti diketahui kepekaan telinga
manusia dalam mendengar bunyi memiliki batas minimal dan batas maksimal,
dan variasi batas kepekaan setiap orang berbeda-beda. Selain itu, hasil
pendengaran bunyi oleh telinga pada masing-masing orang sangat bergantung
pada orang yang mendengar dan pada pengalaman orang tersebut dalam
mendengar suatu bunyi. Kajian tentang bidang fonetik auditif ini biasa disebut
dengan la psychologie expérimentale.
Dengan fonetik dapat dipelajari tentang gaya bahasa seseorang yang
dilihat dari jenis suara, secara emosional, sikap, aksen individu yang menjelaskan
asal daerah dan status sosial.
La phonologie suprasegmentale touche à tout ce qui au-delà de ces segments individuels. Elle traite surtout de deux facteurs qui portent sur le group rythmique ou la phrase entière et qi influence notre compréhension: l’accentuation et intonation (Antes:2007).
Fonologi suprasegmental menandai ciri-ciri segmen dari individu. Bunyi
suprasegmental mencakup pada dua faktor yaitu grup ritme pada modus yang
2.3.2 Prosodi
Pada sebuah tuturan memiliki unsur lain yang mengkarakterisasi struktur
leksikal sesuai dengan struktur yang harus dituturkan. Dari sudut pandang fonetik,
unsur yang pertama disebut unsur segmental, dan unsur yang mengkarakterisasi
unsur segmental itu disebut unsur suprasegmental atau prosodi. Setiap prosodi
memiliki frekuensi dan durasi.
Collier dalam Sugiyono (2003) mengatakan bahwa ciri prosodi mempnyai
fungsi demarkasi yaitu sebagai pewatas dalam tuturan. Sebagai pewatas
antarmodus, prosodi menandai kohesi leksikal dalam satuan informasi yang
ditonjolkan di antara satuan-satuan lain. Dalam hal ini prosodi sebagai pembatas
yang berfungsi sebagai penekanan sehingga makna tuturan menjadi lebih
transparan bagi pendengar. Pembatas inilah yang disebut Perseptual Boundary Strenght (PBS). Prosodi juga dapat di gunakan untuk memarkahi batas antar satuan informasi, seperti pewatas antar kata atau antar frasa yang dapat dipahami
oleh pendengar. Pada tataran wacana, pewatas itu memiliki ekuivalensi dengan
pewatas lain dan pada tataran yang lebih tinggi dari pada struktur wacana, prosodi
menjadi pewatas, misalnya, untuk pergantian topik dalam monolog dan pemarkah
turn-taking dalam percakapan. Heuven dalam sugiyono (2003) merinsi fungsi prosodi atas tiga macam, yaitu memberi pembatas domain atau bagian tuturan
(misalnya paragraf, modus, atau frasa), memberi sifat tertentu pada informasi
yang ditampilkan dalam domain (misalnya pernyataan atau pertanyaan), dan
menonjolkan konstituen tertentu.
Menurut Cruttenden (1997) ciri-ciri prosodik meluas pada domain yang
atau satu morfem (disebut nada berhubungan dengan domain lebih pendek), dan
dapat terjadi pada ucapan yang panjang, satu frasa, satu klausa, atau satu modus
(disebut intonasi umumnya berhubungan dengan domain lebih panjang).
Kajian prosodi (la prosodie) adalah fonem-fonem suprasegmental (les phonèmes suprasegmentaux), yaitu elemen-elemen fonik yang bersifat supra (taille supérieur) pada proses penyampaian pesan wicara seperti aksentuasi (l’accentuation), dan intonasi (l’intonation). Gardes-Tamine (1991) memaparkan bahwa La Prosodie regroupe sous ce terme des phénomènes comme l’accent, les tons, le rythme, la quantité et l’intonation. Ils font intervenir l’intensité, la quantité, la durée et la hauter du son. Prosodi gabungan dari tekanan, nada, ritme, kuantitas dan intonasi. Dari semua itu dikenal dengan intensitas, kuantitas, durasi,
dan tinggi nada.
La Prosodie comprend: l’accentuation, le rythme, l’intonation et la syllabation (Abry:2007). Prosodi bahasa Prancis yang mencakupi accent atau tekanan, irama, intonasi, dan suku kata. Bahasa Prancis merupakan bahasa yang
memiliki tekanan yang pasti. Penggunaan tekanan pada bahasa Prancis
ditempatkan pada vokal terakhir pada pengucapan suku kata atau kumpulan kata.
Kumpulan kata tersebut di sebut iama.
Contoh pada:
Un café! [œ̃kafe ] Secangkir kopi!
Un café allongé! [œ̃kafealõƷe ]
Terjadi tekanan “é” pada kata café pada modus imperatif.
disebabkan banyak bahasa yang memiliki tekanan pada kata dan pembelajar dapat
mengucapkan satu kata tanpa tekanan.
Realisasi tekanan suku kata pada huruf vokal yang memiiki accent bahasa Prancis lebih panjang dibandingkan dengan semua vokal yang tidak memiliki
tekanan. Direalisasikan dengan suara lebih keras atau lebih tinggi dari pada
vokal-vokal yang lain.
Tekanan (accent) dan ritme dalam bahasa Prancis memiliki variasi bunyi. Dalam satu modus, bahasa Prancis memiliki jumlah tekanan yang bervariasi dan
ritme yang berbeda.
Contoh:
1. Ce matin très tôt, il a télèphoné. [sematɛ̃trɛto ilatelɛpone] Pagi-pagi buta tadi, dia telah menelepon saya
2. Ce matin, très tôt, il a télèphoné. [sematɛ̃ trɛto ilatelɛpone] Pagi-pagi buta tadi, dia telah menelepon saya
3. Si tu as le temps, demain, viens avec moi chez le docteur. Jika kamu ada waktu, besok, pergi ke dokter dengan saya
[si ty a lǝ tɑ̃ dǝmɛ̃ vjɛ̃ avek mwa ʃe lǝ doktœ]
4. Si tu as le temps demain, viens avec moi chez le docteur. Jika kamu ada waktu, besok, pergi ke dokter dengan saya
[si ty a lǝ tɑ̃ dǝmɛ̃ vjɛ̃ avek mwa ʃe lǝ doktœ]
Dari keempat contoh tersebut memilki ritme dan tekanan yang berbeda-beda. Pada
contoh no.1 memiliki 2 grup ritme dan 2 tekanan, no.2 memiliki 3 grup ritme dan
3 tekanan, no.3 memiliki 4 grup ritme dan 4 tekanan, no.4 memiliki 3 grp ritme
dan 3 tekanan. Tekanan (accent) memiliki fungsi demarkatif yang berarti tidak terbatas dari grup nomina, grup verba, keterangan tempat, keterangan waktu dan
Accent atau tekanan dapat dibedakan sesuai dengan jenisnya. Ada accent fixe yaitu tekanan yang terlihat dan ada juga accent libre yaitu accent yang tidak terlihat. Bahasa prancis berkiblat pada jenis accent fixe dimana tekanan selalu terjadi pada suku kata terakhir pada kata atau kelompok kata, maupun modus.
Contoh pada:
Satu suku kata memiliki tekanan yang lebih panjang.
irama dalam linguistik berhubungan erat dengan tekanan. Persamaan
antara pajang irama ditunjukkan nada. Seperti pada grup kata yang memiliki tiga
Je me désole [Ʒǝmdezɔl]
(Gardes-Tamine:1991)
Intonasi dalam fungsi linguistik terdapat pada modus deklaratif, modus
interogatif atau imperatif. Sedangkan intonasi dalam fungsi ekspresif menyatakan
adanya perbedaan pada pembicara pada saat menyatakan keragu-raguan,
konfirmasi, marah dan kejutan. Pada modus deklaratif bisa memiliki banyak grup
ritme tergantung dari panjangnya modus. Ada intonasi naik dari suku kata terakhir
dari grup yang dijadikan sbagai pelanjut modus, dan intonasi turun pada akhir
modus.
La phrase déclarative, elle descend en fin de phrase (Abry:2007). Modus deklarative memiliki intonasi turun pada akhir modus.
Contoh:
Je pense partir ce soir [Ʒpɛ̃ spartisǝswar] Saya berpikir pergi sore ini
Modus deklaratif memiliki banyak grup ritme sesuai dengan panjang modusnya.
Ada intonasi naik pada suku kata terakhir menandakan bahwa modus tersebut
berlanjut, dan intonasi turun pada suku kata terakhir.
Contoh:
Il a dit qu’il viendrait si on l’invitait très solennellement Dia bicara bahwa dia akan datang jika kita mengundangnya suatu kebanggaan.
[iladikilvɛ̃ drɛsiõlɛ̃ vitɛtrɛsolenelemɛ̃]
menggunakan kata tanya, intonasi akan naik sesuai letak dari kata tanya tersebut,
bisa di depan atau di akhir modus.
Contoh:
Tu pars? [typar? ]
Anda pergi?
Tu ne pars pas? [tynǝparpa? ]
Anda tidak pergi?
Quand pars-tu? [kɑ̃ party? ]
Anda kamu pergi?
Quand est-ce que tu pars? [kɑ̃ tesketypar? ] Anda kamu pergi?
Tu pars quand? [typarkɑ̃ ]
Anda pergi kapan?
La phrase impérative secaractérise par la forte descente de la voix sur la dernière syllabe. Il y a un grand écart avec la syllabe précédente (Abry:2007). Modus imperatif memiliki karakteristik dari tingginya suara dengan nada tinggi
pada suku kata terakhir. Hal tersebut mempengaruhi suku kata selanjutnya.
Contoh:
Sortez immédiatement! [soteimɛdiǝtǝmɛ̃] Keluar cepat!
Pada bahasa Prancis intonasi juga merupakan satu ekspresi, walaupun
tidak merupakan bagian linguistik, intonasi menunjukkan sikap seorang
pembicara, apakah ragu-ragu, marah, senang, terkejut maupun hanya
mengabarkan saja.
Intonasi memiliki fungsi yang sangat mempengaruhi suatu modus dalam
linguistik. Intonasi dapat membedakan jenis modus dan menunjukkan suatu kata
Secara fisik, bunyi berasal dari suara yang dihasilkan oleh pergerak pita
suara. Frekuensi perpindahan tergantung dari kecepatan dan aliran udara dan
tekanan kuat atau lemah dari pita suara. Tingginya suara bervariasi sesuai dengan
fungsi dan faktor pergerakan. Dalam akustik, melodi menghasilkan variasi bunyi
yang sangat mendasar dimana harmoni suara normal lebih sering terjadi.
Intonasi dapat menggambarkan kontur melodi ada atau tidaknya jumlah
tekanan yang jelas. Beberapa pendapat tentang continuitas, final, pertanyaan.
4 Question 3 Continuité
2 Niveau du fondamental (niveau moyen)
1 Finalité
4
3
2
1
(Leon et Bhatt:2005)
Dengan skema melodi diatas dapat diketahui jenis-jenis modus secara mudah.
Contoh:
Modus deklaratif dengan melodi netral
4
3 tis
Modus deklaratif dengan penjelasan 4
3 pas,
2 j’en mange sauf si j’ai 1 dit-il, faim.
Modus imperatif
4 des- 3 cen- 2 dez 1 vite !
Modus interogatif
4 ça? 3 mez 2 vous ai- 1
Modus interogatif dengan kata interogasi
4
3 vous
Modus interogatif dengan inversi
4 gez 3 man- vous? 2 en
1
Intonasi merupakan bagian dari prosodi, tekanan dan intonasi yang
dijelaskan melalui phonematik yaitu fonem, vokal dan konsonan. Seperti tekanan,
intonasi berfungsi sebagai fungsi demarkatif yang berfungsi sebagai pemberi
makna suatu modus.
Pengertian tentang ritme dan melodi kelompok gerakan tidak dapat dipisahkan
dalam bahasa Prancis. Terlihat, kontur melodis yang turun dibawa dengan
menekankan jumlah suku kata akhir memungkinkan pendengar untuk struktur
modus unit untuk merekonstruksi makna secara keseluruhan ucapan.
Gerakan-gerakan melodi ini sangat bervariasi dan mencerminkan emosi dan
karakteristik individu dalam situasi komunikatif. Konsep melodi dalam bermain
peran penting dalam menggambarkan gerakan frase melodi. Dalam kontur
melodis mungkin bergerak naik( ) atau gerakan ke bawah ( ). Sebuah modus
yang terdiri dari satu kata atau satu grup rytme dapat dikatakan sebagai jatuh nada
(deklinasi) atau nada naik (inklinasi). Jika pengucapan suara mendatar, ungkapan
akan ditafsirkan sebagai modus deklaratif. Jika pengucapan suara naik, akan
ditafsirkan sebagai modus interogatif. inklinasi atau deklinasi tidak menekankan
intonasi pada suku kata, yang ditandai dalam tulisan ini.
[an] [an]
Ma gentille voisine. (tetangga baik saya) [maƷɛ̃tivwazin]
Ma gentille voisine? (tetangga baik saya?) [maƷɛ̃tivwazin]
Untuk modus yang lebih panjang dapat diindikasikan oleh jeda, tetapi
paling sering akan ditandai dengan intonasi. Dengan demikian "Ma gentille voisine m'a invitée" (tetangga baik saya mengundang saya) dapat dibagi menjadi "Ma gentille voisine" (tetangga baik saya) dan "m'a invitée" (mengundang saya). Suku kata dari kedua kelompok berirama masing-masing, dan perbatasan antara
dua kelompok yang ditandai oleh gerak melodis tertentu, atas atau bawah sesuai
dengan aturan dua prosodi tertentu. Intonasi Prancis dapat diringkas dalam dua
mekanisme yang sederhana.
Gambaran tentang pola melodi dasar dari frase Prancis, dan aturan-aturan
yang ada, dipahami untuk memodulasi fungsi ganda yang dapat mengisi intonasi.
compréhension, des choix préférentiels à faire dans l'interprétation, en particulier dans le non-dit" (E. Lhote: 1995)
"Intonasi: Interpretasi dari pendengar menunjukkan beberapa pemahaman dengan
menunjukkan adanya sesuatu yang tidak bisa dikatakan. Dengan menyusun semua
lafal yang terstruktur pembicara dapat memahami pembicaraan melalui sintaks
modus untuk mengungkapkan suasana hati dan mungkin keadaan emosional
pembicara. Situasi tersebut menerjemahkan maksud dari pembicara dengan
bahasa komunikatif bermaksud menuturkan kata dan makna bahwa pembicara
ingin mengungkapkan kepada pendengar bahwa maksud yang tidak jelas dapat
diungkapkan. "(E. Lhote:1995)
Disebutkan di sini bahwa fungsi yang paling relevan dengan situasi
pembelajaran bahasa kedua dan didefinisikan oleh Lhote untuk penjelasan rinci
tentang berbagai fungsi intonasi. Di Cristo mendefinisikan bahwa: Fungsi
distingtif atau Fungsi pembeda, dengan tidak adanya tanda untuk membedakan
sintaksis seperti modus deklaratif, sebuah modus interogatif atau modus imperatif.
Di Cristo berpendapat bahwa fungsi modal yang beroperasi pada dua tingkat:
tingkat primer modalitas atau tidak ekspresif, dan tingkat sekunder atau ekspresif
modalitas. Mendengarkan dan melihat pernyataan berikut masing-masing
memiliki tiga modalitas utama yang berbeda:
a. Tu manges avec lui demain. [tymɑ̃aveklwidemɑ̃ ] Anda makan bersamanya besok.
b. Tu manges avec lui demain? [tymɑ̃ aveklwidemɑ̃ ] Anda makan bersamanya besok?
Fungsi demarkatif (disebut "fungsi disambiguasi" oleh Di Cristo) mengambil
organisasi semantik suatu ucapan, dan dengan demikian menghapus beberapa
ambiguitas. Fungsi sintaksis, dengan intonasi saja, untuk membangun hubungan
koordinasi dan subordinasi antara 2 modus atau 2 segmen disandingkan
pernyataan. Écoutez et visualisez les 2 exemples suivants: Dengar dan melihat
contoh 2 berikut:
a. Laporan sebab dan akibat.
"Il s'est acharné. Il a terminé son projet." "Dia kesulitan. Dia sudah menyelesaikan proyeknya."
b. Laporan keadaan
"Tu franchis cette porte. C'est fini." "Anda melintasi pintu. Sudah selesai."
Fungsi ekspresif termasuk dalam subjektif dan mencerminkan emosi, niat, sikap
pembicara, dan diwujudkan dalam berbagai cara tergantung pada tingkat ekspresi,
kepribadian dan maksud dari setiap komunikasi.
“ Au sein d'un groupe donné se construisent des habitudes de communication qui permettent aux participants de se comprendre facilement, de se comprendre à mi-mot, voire de se deviner." ( Lhote , 1995)
"Dalam kelompok tertentu komunikasi biasanya dapat dimengerti dengan mudah
untuk memahami pertengahan kata maupun memilih penggunaan kata. " (Lhote,
1995).
Sistem bahasa Prancis memiliki banyak mekanisme untuk menunjukkan
kohesi atau pembagian unit berturut-turut dalam rantai yang diucapkan.
Dengan demikian, dalam kelompok "petits amis" (kawan dekat), la liaison (penghubung) antara "petits" dan "amis” suatu kelompok menandai kohesi dalam rantai yang diucapkan. Sebaliknya dalam modus "les petits aiment le chocolat" (anak-anak suka coklat), tidak ada link dalam kelompok "les petits" (anak-anak) dan "aiment le chocolat" (suka coklat). menunjukkan pembagian urutan ke dua unit: "les petits" (anak-anak) dan "aiment le chocolat" (suka coklat) (http://coursweb.edteched.ottawa.cn/phonetique/pages/phonetique/liaisons).
La prononciation de ces consonnes-dites de liaison ou d’enchaînement-dépend de leur position à l’intérieur d’un même groupe rythmique ou à la jointure de deux groupes (Leon et Bhatt:2005). Pelafalan konsonan dapat dihubungkan atau penyeretan tergantung dari letaknya pada grup ritme yang sama atau
penggabungan.
Penggabungan konsonan merupakan konsonan yang diucapkan yaitu pada posisi
di belakang kata.
Élision (Leon:1961) terdapat pada penulisan dan pengucapan, pada vokal [a], [e], atau [i], berada di depan kata yang dimulai dengan huruf vokal atau h muet: La [la] + Amie [ami] > L’amie [lami]
Le [lǝ] + Ami [ami] > L’ami [lami] Si [si] + Il [il] > S’il [sil]
La [la] + Hirondelle [irõdel] > L’hirrondelle [lirõdel] Le [lǝ] + Homme [ɔm] > L’homme [lɔm]
Que [kǝ] + Elle [el] > Qu’elle [kel]
selanjutnya, maka meiliki irama yang sama, misalnya: une amie [ynami]. Terjadi pengecualian pada konsonan [f] pada kata neuf berubah menjadi v apabila berada
di depan kata neuf heures [nœvœ:r] dan neuf ans [nœvɑ̃].
Liaison atau penyeretan irama dari satu kata ke kata yang lain (Leon:1961) huruf konsonan yang berada pada akhir kata pada tulisan, tetapi tidak pada pengucapan,
didepan konsonan atau h aspiré. Diucapkan jika terletak didepan vokal atau h
Frekuensi merupakan bunyi yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
nada sebuah bunyi. Frekuensi bunyi menentukan tinggi atau rendahnya nada
sebuah bunyi. Dengan kata lain, frekuensi bunyi menurut Lehiste (1970) adalah
jumlah getaran dalam waktu satu detik (Lehiste, 1970; Johnson, 2003). Frekwensi
menentukan titi nada atau nada. Adalah satu hal yang sangat sulit untuk
mendeskripsikan secara konkrit tentang bunyi, sebab bunyi dapat diujarkan tetapi
tidak dapat diamati secara akurat. Akan tetapi, dari sudut pandang ilmu fisika
bunyi dapat diukur dan digambarkan dalam bentuk grafik yang menggambarkan
2.3.2.2Durasi
Durasi menurut Sugiyono (2003) merupakan rentang waktu yang
diperlukan untuk realisasi sebuah segmen yang diukur dalam satuan milidetik.
Jika segmen itu berupa modus, rentang waktu itu biasanya disebut tempo. Durasi
dapat diartikan sebagai penentuan waktu rangkaian artikulatori dan dimensi waktu
terhadap sinyal akustik. Lehiste (1970) berpendapat bahwa durasi juga bisa
diasosiasikan dengan istilah kuantitas jika berfungsi sebagai suatu variabel bebas
di dalam sistem fonologi bahasa. Oleh sebab itu , istilah durasi instriksi bisa
digunakan terkait dengan durasi suatu segmen yang ditentukan oleh kualitas
fonetiknya.
2.3.2.3Nada Dasar
Halim dalam Sugiyono (2003) memaparkan bahwa nada dasar digunakan
untuk menyebut frekuensi fundamental nada awal yang relevan dalam sebuah alir
nada atau sebuah kontur. Halim menganggap bahwa nada 2 sebagai nada netral
dan nada ini mengawali kelompok jeda, kajian ini menetapkan nada awal itu
sebagai dasar acuan pendeskripsian, baik alirnada maupun kontur secara lengkap.
Artinya, pola perubahan nada di dalam alir nada dan kontur intonasi sebuah
intonasi akan dideskripsikan dengan cara melihat ukuran perbedaan atau ekskursi
2.3.2.4Nada Final
Yang disebut nada final adalah nada relevan yang berposisi di akhir kontur
intonasi secara keseluruhan. Karena memisahkan satu kontur dengan kontur lain,
nada final juga disebut batas final. Oleh karena itu pembedaan struktur melodik
tuturan dari modus deklaratif, interogatif dan imperatif didasarkan pada tinggi
nada final.
2.3.2.5Puncak Nada
Puncak nada (peak) digunakan untuk menyebut prominensi tertinggi dalam sebuah alir nada. Lawan dar nada puncak adalah lembah (valley). Dalam kaitannya dengan F0, puncak nada adalah F0 tertinggi dalam sebuah alirnada yang
dalam bahasa Prancis, umumnya berposisi pada pertengahan alir nada.
2.3.2.6Julat Nada
Julat Nada (pitch range) adalah rentang F0 dalam sebuah tuturan. Nada dasar ditentukan dengan menghitung selisih F0 tertinggi dan F0 terendah. Dengan
demikian julat nada dalam kajian ini sama dengan istilah tonal space.
2.3.2.7Alir Nada
Alir nada (pitch movement) adalah komposisi nada-nada relevan dalam domain konstituen pembentuk tuturan. Atas dasar perbandingan atau perubahan
tinggi F0 relevan itulah sebuah alirnada digambarkan. Dalam kajian Halim (dalam
(pitch movement) kombinasi nada dalam domain kelompok jeda atau kelompok tona.
2.3.2.8Kontur Intonasi
Kontur intonasi (intonation contour) adalah kombinasi nada yang memberi ciri melodik sebuah tuturan dalam domain modus atau yang membentuk struktur
melodik sebuah tuturan. Dalam beberapa pendekatan, intonasi dianalisis sebagai
kontur yang di dalamnya berisi variasi tingkat tinggi nada.
2.3.2.9Jeda
Jeda (pause) adalah hentian sesaat antara satu konstituen dengan konstituen berikutnya dalam sebuah tuturan. Jeda digunakan sebagai pembatas
konstituen-konstituen pokok ujaran, seperti batas antara klausa yang satu dengan
klausa yang lain atau antara konstituen subjek dengan konstituen predikatnya.
2.3.2.10 Ambang Atas
Ambang atas adalah nilai unik stimulus yang jika dilampaui batas atas
akan memicu respon positif dan sebalimnya jika tidak melampaui batas atas akan
memicu respon negatif. Karena nilai unik itu seringkali berubah-ubah meski
stimulus dan subjek yang mempersepsi sama, ambang tidak benar-benar bisa
berada pada satu titik nilai unik mutlak seperti yang dikonsepkan.
Ambang atas adalah nilai unik stimulus yang jika dilampaui batas bawah
akan memicu respon positif dan sebalimnya jika tidak melampaui batas bawah
akan memicu respon negatif. Karena nilai unik itu seringkali berubah-ubah meski
stimulus dan subjek yang mempersepsi sama, ambang tidak benar-benar bisa
berada pada satu titik nilai unik mutlak seperti yang dikonsepkan.
2.3.2.12 Deklinasi
Dekinasi adalah modifikasi nada dengan membuat nada turun pada satu
nada. Deklinasi pada suatu nada membuat perubahan nada tuturan asli.
2.3.2.13 Inklinasi
Dekinasi adalah modifikasi nada dengan membuat nada naik pada satu
nada. Deklinasi pada suatu nada membuat perubahan nada tuturan asli.
2.3.2.14 Persepsi
Persepsi adalah mempersepsikan tuturan, baik tuturan asli maupun tuturan
yang dimodifikasi. Persepsi nada dari nada yang dinaikan atau diturunkan dengan
tujuan responden dapat mempersepsikan secara betul.
2.3.3 Sistem Bunyi Bahasa
Bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi
bahasa dapat pula diartikan sebagai bunyi yang diartikulasikan yang menghasilkan
1. Udara keluar dari paru-paru melalui glotis (celah sempit) yang dibentuk oleh pita suara. Ukuran celah yang terbentuk oleh pita suara berperan menentukan jenis bunyi yg diha silkan. Bunyi2 yang dihasilkan dengan cara
mempersempit glotis disebut bunyi
bersuara. Jika glotis terbuka lebar,
aliran udara leluasa melewati pita suara. Dalam keadaan demikian pita suara tidak bergetar dan tidak menimbulkan suara. Bunyi yang dihasilkan disebut
bunyi tak bersuara.
2. Getaran udara yg dihasilkan oleh celah dan getaran pita suara itu menuju ke rongga mulut atau hidung sesuai dengan posisi langit-langit lunak
(velum) yang berfungsi sebagai
pengatur jalur aliran udara.
3. Jika langit-langit lunak membuka jalan aliran udara menuju ke hidung, artikulator yang berada di rongga mulut berfungsi menutup aliran udara. Sehinggaa udara sepenuhnya melewati rongga hidung, menghasilkan jenis bunyi yang berbeda.
4. Saat aliran udara ke rongga hidung tertutup, udara yang menuju ke mulut dapat bergerak bebas. Proses artikulasi merupakan proses produksi bahasa yang paling penting dalam pebelajaran berbicara.
5. Bunyi yang dihasilkan dengan cara mengalirkan udara melalui rongga mulut disebut bunyi oral. Bunyi yg dihasilkan
Alat Ucap dalam proses produksi bunyi.
- Artikulator dapat dikelompokkan
Semua manusia mempunyai alat ucap dan hampir semua gerakan alat-alat
ucap dapat dipelajari. Léon Monique dalam Muntarsih (2009) mengemukakan
sebagai berikut:
Pernyataan Léon Monique di atas dapat dikemukakan kembali bahwa setiap
bahasa menggunakan alat ucap yang relatif mudah untuk dipelajari,
kesulitn-kesulitan berawal dari penggunaan alat ucap karena kebiasaan pada pelafalan,
ritme dan irama yang tidak sesuai dengan bahasa ibunya. Hal tersebut menjadi
faktor kesulitan bahasa yang dialami pembelajar. Oleh karena itu Lyons John
dalam Muntarsih (2009) juga berpendapat: ‘inability’ to produce certain sounds is generally a result of environemental factors in childhood, the main factor being that of learning one’s native language as one hears is pronounced. Yang berarti bahwa “ketidak mampuan” mengcapkan bunyi-bunyi tertentu pada umumnya
merupakan faktor-faktor lingkungan pada masa kanak-kanak, dan faktor utamanya
adalah faktor mempelahjari bahasa ibu seseorang seperti yang didengar dari cara
pengucapannya.
Dalam bahasa Prancis, terdapat tiga kelas bunyi yaitu vokal, konsonan,
dan semi vokal atau konsonan (Gardes-Tamine:1990). Pada prinsipnya dalam
bahasa Prancis penulisan satu tanda fonetik tidak pada satu suara saja. Hal
tersebut yang membedakan bahasa Prancis dengan bahasa Indonesia, karena
dalam bahasa tulisan dan bahasa lisan memiliki perbedaan. Kemungkinan dalam
I. Sons qui ont toujours un seul timbre
III.Tableau des consonnes
[p] Comme dans pont [põ] [z] Comme dans zèbre [zɛ:br]
[b] Comme dans bon [bõ] [ʃ] Comme dans chou [ʃu] [t] Comme dans ton [tõ] [Ʒ] Comme dans joue [Ʒu]
[d] Comme dans dont [dõ] [l] Comme dans la [la] [k] Comme dans cou [ku] [r] Comme dans rat [ra] [g] Comme dans goût [gu] [m] Comme dans mes [me] [f] Comme dans fou [fu] [n] Comme dans nez [ne] [v] Comme dans vous [vu] [ɲ] Comme dans gnôl [ɲo:l]
[s] Comme dans ses [se] [ɳ] Comme dans camping [kɑ̃ piɳ]
Pada bahasa Prancis la voyelle accentuée la denière voyelle prononcée (Leon:1961). Maksudnya vokal dengan aksen yang berada di belakang kata harus
diucapkan. Hal tersebut terdapat pada penekanan fonie dan bukan pada aksen
ortographie. Pada kata été [etɛ] terdiri dari dua vokal yang memiliki aksen pada penulisan, dapa vokal ke dua terjadi penekanan pada pengucapan. Penekanan pada
vokal secara pengucapan sedikit lebih tekan dan lebih panjang dari pada yang lain.
Secara umum bunyi vokal lebih tinggi dapa modus tanya dan pada saat jeda atau
lebih rendah pada saat mengakiri suatu modus. Selain itu ada juga vokal yang
2.3.3.2Sistem Bunyi Bahasa Karo
Bahasa Karo adalah salah satu diantara bahasa-bahasa daerah yang ada di
Indonesia. Bahasa Karo mencerminkan adat-istiadat dari budaya Bahasa Karo.
Bahasa Karo adalah bahasa yang digunakan di Kabupaten Karo. Dalam pergaulan
sehari-hari peranan bahasa Karo sangat fungsional. Pemakaiannya tidak saja
terbatas pada suku Karo, tetapi juga pada suku-suku pendatang yang ada di
Medan.
Dalam bahasa Karo pada umumnya terdapat kata-kata yang di dominasi
oleh vokal oleh karena itu mudah dicapkan, jelas di dengar, dan mudah ditengkap.
Tuturan bahasa Karo memiliki variasi bunyi vokal dan konsonan. Pada bunyi
vokal [ǝ] di awal dan di tengah kata dalam bahasa Indonesia, sering dihilangkan
oleh penutur bahasa Batak Karo.
Contoh:
mereka [mre:ka]
keluar [klu:ar]
sekali [ska:li]
berapa [bra:pa]
semua [smu:wa]
selasa [sla:sa]
Pada bunyi konsonan bahasa Karo memiliki variasi bunyi pada Bunyi [m]
bervariasai dengan bunyi [n]
Contoh:
Belum [be:lun]
Bunyi [k] yang seharusnya diucapkan di tengah kata bervariasi dengan bunyi
Terpaksa [terpa?sa]
Saksi [sa:?si]
Maklum [ma:?lum]
Maksiat [ma?si:at]
Di samping itu penutur bahasa Batak Karo selalu memanjangkan bunyi vokal di
antara suku-suku kata. Hal ini sudah menjadi ciri khas penutur bahasa Karo,
cirikhas tesebut merupakan variasi pada irama yang juga merupakan variasi
prosodi.
Contoh:
Mari [ma:ri]
Jangan [ja:nan]
Susah [su:sah]
Marah [ma:rah]
Lepas [lǝ:pas]
Bunyi [j] bervariasi dengan bunyi [z] bahasa Indonesia penutur Batak Karo
contoh:
Jangan [za:n,an]
Jari [za:ri]
Majal [ma:zal]
Jeruk [zǝ:ru?]
2.3.3.3Sistem Bunyi Bahasa Toba
Bahasa batak Toba (BT) termasuk rumpun bahasa Austronesia. Bahasa BT
merupakan salah satu dari lima sub bahasa Batak yaitu bahasa batak Karo, batak
Simalungun, Batak Pakpak-Dairi, dan Batak Angkola-mandailing. Marice (2010)
memaparkan bahwa berdasarkan kelima bahasa tersebut, terdapat tiga kelompok
pembagian bahasa Batak yaitu kelompok I adalah batak Toba dan bahasa Batak
Angkola Mandailng, kelompok II adalah hanya bahasa batak Sialungun dan
kelompok III adalah bahasa Batak Karo dan Pakpak-Dairi.
Sibarani dalam Marice (2010) mengungkapkan dua alasan mengapa
masing-masing subsuku tersebut memiliki bahasanya sendiri, pertama, diantara
subsuku pemakai bahasa itu sudah terdapat hambatan komunikasi atau hampir
tidak terdapat lagi saling pemahaman (mutual intelligibility). Kedua, tiap-tiap
suku itu mendukung dan menyatakan bahwa bahasa yang mereka pergunakan
adalah bahasanya sendiri.
Sistem bunyi bahasa BT menurut Sibarani (1997) memiliki 19 buah fonem
yaitu /a/, /b/, /c/, /d/, /e/, /g/, /h/, /i/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /o/, /p/, /r/, /s/, /t/, /u/, dan
/ɳ/. Huruf vokal BT dalam Marice (2010) terdiri dari fonem /a/, /o/, /i/, /u/ dn /e/.
Semua fonem vokal tersebut dapat menempati semua posisi pada kata. Bahasa
batak Toba memiliki variasi fonologis pada vokal dan konsonan. Pada vokal
penutur batak Toba tidak mengenal bunyi [ǝ]
Contoh:
Terik [t ri?]
Sebab [s bab]
Sedih [sɛdih]
Sepi [sɛpi]
Bunyi [ǝ] bervariasi dengan bunyi [ɛ] pada penutur bahasa batak Toba. Dalam
bahasa batak Toba vokal rangkap ai bervariasi dengan bunyi [ɛ].
Contoh:
Gulai [gulɛ]
Sampai [sampɛ]
Pantai [pantɛ]
Balai [balɛ]
Petai [petɛ]
Vokal rangkap au bervariasi dengan bunyi [ǝ]
Contoh:
Pulau [pulǝ]
Gurau [gurǝ]
Rantau [rattǝ]
Lampau [lappǝ]
kemarau [kemarǝ]
pada konsonan bahasa batak Toba tidak mengenal bunyi [c]. Karena itu pada
waktu mengucapkan bunyi tersebut maka terjadilah variasi bunyi. Bunyi [c]
divariasikan dengan [s].
Contoh:
Cabe [sabɛ]
Calo [salø]
Cabang [sabag]
Cari [sari]
Bahasa batak Toba tidak mengenal bunyi [k] diawal kata. Karena itu pada waktu
mengucapkan bunyi tersebt diawal kata maka terjadilah variasi bunyi. Bunyi [k]
divariasikan dengan bunyi [h]
Contoh:
Kambing [habbing]
Kapal [hapal]
Kartu [hartu]
Karangan [harangan]
Bunyi [h] pada akhir kata tidak diucapkan.
Contoh:
Sekolah [si?kola]
Perintah [pɛritta]
Menengah [mɛnɛga]
Lebih [lɛbi]
Kata-kata yang mempunyai bunyi sengau bagi penutur bahasa batak Toba selalu
dihilangkan dan duganti dengan konsonan yang sama dengan konsonan yang
mengikuti sengau itu.
Contoh:
Simanjuntak [simajjuttak]
Mungkin [mukkin]
Antar [attar]
Sandar [saddar]
Pada studi eksperinmental Chen dalam Rooseman (20060 terdapat bahwa
bahasa batak Toba adalah bahasa yanga memiliki tekanan (stress). Tekanan
tersebut terlihat pada frekuensi fundamental. Perbedaan frekuensi fundamental
antara silabel bertekanan dan silabel tidak bertekanan menjadikan tekanan pada
tuturan kata kurang jelas. Ketika perbedaan durasi antara silabel bertekanan dan
tidak bertekanan pada kata akan memiliki tekanan. Jika kata yang menjadi terget
pada puncak nada, tekanan akan memiliki durasi yang lebih panjang.
2.3.3.4Sistem Bahasa Melayu
Bahasa Melayu di Medan memeiliki catatan sejarah sesuai dengan
pendapat Syarfina (2008) bahwa Kerajaan Deli mempunyai beberapa wilayaha,
yang tiap daerah dikepalai oleh kepala daerah yang bergelar Datuk. Datuk tersebut
diberi gelar nama Datuk 4 suku. Vokal-vokal dalam bahasa Melayu vokal-vokal
itu adalah [a], [e], [ȇ], [i], [o], [u]. Pada bahasa Melayu memiliki variasi bunyi
vokal dan konsonan. Pada bunyi vokal bunyi [a] diakhir kata bervariasi dengan
bunyi [ǝ].
Contoh:
Buka [bukǝ]
Lupa [lupǝ]
Bawa [bawǝ]
Baca [bacǝ]
Puja [pujǝ]
Contoh:
Duduk [dudǝ?]
Tidur [tidǝ?]
Musuh [musǝ?]
Kampung [kampǝɳ]
Jatuh [jatǝh]
Diftong [au] bervariasi dengan bunyi [ǝ]
Contoh:
Kalau [kalǝ]
Pulau [pulǝ]
Himbau [himbǝ]
Ranjau [ranjǝ]
Panau [panǝ]
Diftong [ai] bervariasi dengan bunyi [e]
Contoh:
Pantai [pantɛ]
Gulai [gule]
Balai [bale]
Inai [ine]
Petai [pǝte]
Pada variasi bunyi konsonan bunyi [r] (dental) divariasikan dengan bunyi [R]
(velar)
Contoh:
Beri [bǝRi]
Ramai [Rame]
Dari [daRi]
Rubuh [Rubuh]
2.3.4 Modus
Modus menurut (Tata Bahasa Baku Indonesia:1998) adalah satuan bahasa
terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh.
Dalam wujud lisan, modus diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut,
disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan.
Dalam wujud ulisan berhuruf latin, modus dimulai dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!). tanda titik, tanda
tanya dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir. Spasi yang mengikuti tanda
titik, tanda tanya dan tanda seru melambangkan kesenyapan.
Modus menurut Chaer (1994) adalah pengungkapan atau penggambaran
suasana psokologis perbuatan menurut tafsiran si pembicara tentang apa yang
diucapkannya. Berdasarkan bentuk atau kategori sintaksisnya, modus lazim dibagi
atas modus deklaratif atau modus berita, modus imperatif atau modus perintah,
modus interogatif atau modus tanya dan modus eksklamatif atau modus seruan.
Modus deklaratif juga dikenal dengan nama modus berita dalam buku tata
bahasa Indonesia, secara formal, jika dibandingkan dengan ketiga jenis modus
yang lainnya, tidak bermarkah khusus. Modus deklaratif adalah modus yang
digunakan untuk membuat pernyataan sehingga isinya merupakan berita bagi
isinya merupakan pemberitaan. Modus imperatif adalah modus perintah atau
suruhan dan permintaan. Modus interogatif atau modus tanya, secara formal
ditandai oleh kehadiran kata seperti siapa, berapa, kapan, dan bagaimana dengan
atau tanpa partikel kah sebagai penegas.
2.3.4.1Modus Bahasa Indonesia
Modus dilihat dari bentuk sintaksis dibagi menjadi empat modus, yaitu
modus deklaratif, modus interogati, modus imperatif, dan modus ekslamatif.
Modus deklaratif yang juga dikenal sebagai modus beritaa. Modus ini
digunakan oleh pembicara untuk membuat pernyataan sehingga isinya merupakan
berita bagi pendengar. Modus deklaratif merupakan pemberitaan dalam bentuk
tulisnya modus ini diakhiri dengan tanda titik, dan dalam bentuk lisan, suara
berakhir dengan nada turun.
Modus interogatif yang juga dikenal sebagai modus tanya, secara formal
ditandai oleh kehadiran kata tanya seperti apa, siapa, berapa, kapan, dan
bagaimana dengan atau tanpa partikel-kah sebagai penegas. Modus interogatif
diakhiri dengan tanda tanga (?) pada bahasa tulis dan pada bahasa lisa dengan
suara naik, terutama jika ada kata tanya atau suara turun. Bentuk modus
interogatif biasanya untuk meminta jawaban ya atau tidak atau infoemasi
mengenai sesuaitu atau seseorang dari lawan bicara atau pembaca.
Modus ekslamatif, yang juga dikenal dengan nama modus seru, secara
formal ditandai oleh kata alangkah, betapa, bukan main pada modus berpredikat
adjektival. Modus eksamatif juga dinamakan modus interjeksi yang digunakan
Modus imperatif yang juga dikenal sebagai modus perintah. Modus ini
digunakan oleh pembicara untuk memerintah, menyuruh dan meminta. Ciri
modus imperatif memiliki intonasi nada rendah di akhir tuturan, pemakaian
parrrtikel penegas, penghalus, dan kata tugas ajakan, harapan, permohonan dan
larangan, pelaku tindakan tidak selalu terungkap.
2.3.4.2Modus Bahasa Prancis
Menurut Bescherelle (2006) Bahasa Prancis memiliki empat jenis modus.
Modus tersebut yaitu modus deklaratif, modus interogatif, modus imperatif dan
modus ekslamatif. Dalam sebuah komunikasi, terdapat beberapa cara seseorang
mengutarakan pendapatnya kepada orang lain. Misalnya, seseorang ingin
menginformasikan sesuatu. Dalam konteks tersebut digunakan modus berita.
Ketika kita menanyakan tentang sesuatu, maka digunakan modus tanya. Pada saat
seseorang meminta orang lain untuk melakukan sesuatu maka digunakan modus
perintah. Dan jenis yang terakhir adalah ketika seseorang ingin mengutarakan
perasaan seperti dukungan, rasa kagum, hinaan, amarah, dan sebagainya terhadap
orang lain. Dalam konteks tersebut digunakan modus seru.
2.3.4.2.1 Modus Berita
Modus berita (afirmatif) pada dasarnya merupakan jenis modus yang
berisi berita atau informasi. Dalam bahasa lisan modus tersebut dapat ditandai
dengan nada suara tinggi pada awal modus dan diakhiri dengan suara rendah pada
Contoh: La baisse de la fécondité est désormais quasiment universelle. Penurunan angka kesuburan pasti akan terjadi pada siapa saja.
Ketika penutur ingin mengutarakan sebuah informasi ata berita secara
positif atau negatif, maka hal tersebut akan menentukan jenis modus berita yang
akan digunakan, yakni modus positif atau modus negatif.
Contoh: Nous sommes iquiets. Kami khawatir.
Nous ne sommes pas très inquiets. Kami tidak begitu khawatir.
2.3.4.2.2 Modus Tanya
Modus tanya biasanya berisi pertanyaan. Dalam bahasa lisan modus
tersebut dapat ditandai dengan nada tinggi pada akhir modusnya. Dalam bahasa
tulisan modus tersebut diakhiri tanda tanya.
Modus tanya dapat dibedakan menjadi dua bagian :
1. Modus tanya total yang membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’, yang
tentu saja dengan menggunakan kembali seluruh kata yang sebelumnya
terdapat pada modus tanyanya.
Contoh :
As-tu fini ton travail ? oui, (j’ai fini)
Apakah kamu sudah menyelesaikan pekerjaan kamu ? Ya (saya sudah menyelesaikan pekerjaan saya)
Modus tanya total dapat diucapkan secara langsung atau tidak langsung.
Contoh:
Arriveront-ils à temps? Apakah mereka akan tiba tepat waktu ?
2. Modus tanya parsial adalah Modus tanya yang hanya menanyakan
sebagian unsur dari kata penyusun modusnya, membutuhkan jawaban
dimana jawaban tersebut memang tidak terdapat sama sekali pada modus
tanyanya.
Contoh:
Comment es-tu arrivé? En train. Naik apa kamu dating ke sini? Naik kereta.
Sama halnya dengan modus tanya total, modus tanya parsial juga dapat diucapkan
secara langsung maupun tidak langsung.
Contoh:
Que s’est-il passé Apa yang telah terjadi?
Je ne sais pas ce qu’il s’est passé. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi?
Modus Tanya parsial dapat digunakan untuk menanyakan tentang semua kata-kata
penyusun modusnya, berdasarkan fungsi fungsi dari kata tersebut di dalam modus.
Contoh:
Pour son anniversaire, Pierre a offert à sa femme une décapotable. Untuk perayaan ulang tahunnya, Pierre telah memberikan sebuah mobil pada istrinya.
Maka modus Tanya yang dapat muncul adalah:
Quand Pierre-a-t-il offert…? Kapan Pierre memberikan …… ?
À qui Pierre a-t-il offert….? Kepada siapa Pierre telah memberi….. ?
Kata-kata Tanya yang dapat digunakan dalam modus Tanya parsial antara lain:
Adverbia penanda modus tanya: kapan, dimana, bagaimana …..
Kata ganti penanda modus tanya: siapa, yang manakah, tentang apa ….
Pewatas penanda modus tanya : yang mana (yang harus disesuaikan dengan jenis
dan jumlah dari benda yang ditanyakan quel untuk kata benda maskula tunggal, quelle femina tunggal, quels maskula jamak, quelles femina jamak).
Pembentukan Modus Tanya dapat dibentuk melalui 3 cara. Cara yang
pertama, cara ini digunakan dalam bahasa lisan, yakni tetap dengan menggunakan
susunan kata yang sama dengan modus beritanya. Penanda modus tanya dari
modus tersebut hanyalah penggunaan tanda tanya diakhir modusnya.
Contoh :
Tu as réussi ? Kamu telah berhasil ?
Tu veux quoi ? kamu mau apa ?
Penggunaan kata tanya ‘est-ce que’ merupakan cara pembentukan yang kedua. Contoh:
Est-ce que tu as réussi? Apakah kamu telah berhasil ?
Qu’est-ce que tu veux? Apa yang kamu mau?
Cara yang ketiga yakni, cara yang kerap kali digunakan dalam bahasa tulisan,
posisi). Cara ini merupakan ragam variasi bahasa sangan resmi jikan
dibandingkan dengan kedua cara yang tersebut di atas.
Avez-vous réussi? Apakah kamu berhasil?
Que voulez-vous? Apa yang anda inginkan?
Pembalikan kata ganti subjek dalam modus tanya. Terdapat dua buah cara yang
dapat digunakan dalam proses pembalikan subjek pada modus Tanya total, hal
tersebut disesuaikan dengan kelas katannya.
Jika subjek modus merupakan kata ganti orang : maka subjek pada modus tersebut
diletakkan setelah verba, ini disebut juga pembalikan sederhana.
Contoh :
Sont-elles heureuses au moins ? Kurang bahagiakah dia?
Jika subjek modus merupakan kata benda: maka subjek tersebut harus tetap
diletakkan sebelum kata kerja dan harus dicari kata gantinya yang harus
diletakkan setelah verbanya, kata ganti yang dimaksd adalah, il, ils, elle, elles dsb. Cara ini disebut pembalikan kompleks.
Contoh :
Tes sœurs sont – elles heureuses au moins ?
Merupakan kata ganti dari kata benda ‘tes sœurs’.
Dalam hal pembentukan modus tanya parsial, kita dapat memilih dua cara
pembalikan berikut ini.
Namun pembalikan sederhana harus digunakan jika menggunakan kata tanya
‘que’. Contoh :
Que veut ce monsieur ? Apa yang diinginkan bapak itu?
Pembalikan kompleks harus digunakan dengan kata tanya ‘Pourquoi’ Contoh :
Pourquoi Pierre part-il ? Mengapa Pierre pergi?
Pembalikan kompleks harus digunakan dengan kata tanya ‘A qui’. A qui Pierre a-t-il parlé ?
Dengan siapa Pierre berbicara?
Modus tanya nagatif dibentuk melalui kombinasi modus tanya dan modus negatif.
Contoh :
Avez-vous déjà mangé ? Apakah kamu sudah makan?
N’avez-vous pas déjà mangé ? Tidakkah kamu sudah makan?
Pada modus pertama dapat dilihat bahwa orang yang bertanya tidak punya
jawaban sama sekali atas pertanyaannya. Jawabannya bisa ‘oui’ atau ‘non’.
Pada modus yang kedua, orang yang bertanya itu pasti sudah makan. Dan jawaban
2.3.4.2.3 Modus Perintah
Modus tanya digunakan untuk menyatakan perintah, dan larangan.
Namun kadang kala modus tersebut juga digunakan untuk memberikan nasehat
dari pada untuk menyatakan perintah.
Contoh:
Ménage- toi! Bebenah-kamu!
Modus perintah dibentuk melalui konjugasi kata kerja pada kata ganti orang kedua
tunggal (tu), orang pertama jamak (nous), dan orang kedua jamak (vous).
Makna larangan dalam modus perintah dibentuk dalam modus negatif, yang harus
dibuat dalam modus impératif ditambah dengan penggunaan kata ingkar.
Contoh :
Ne me tutoyez pas! Jangan berkamu!
Penggunaan modus subjonctif dalam modus perintah dapat terjadi ketika modus
perintah yang akan diutarakan tidak langsung pada orang yang diperintah namun
kita sampaikan pada orang yang bukan ingin kita tuju.
Contoh:
Qu’il aille au diable!
Penggunaan modus infinitif juga bermakna perintah jika, perintah yang akan
Laisser le passage!
2.3.4.2.4 Modus Seru
Dalam bahasa lisan modus seru ditandai dengan intonasi tertentu:
volume suara yang keras, nada yang terputus, nada tinggi. Dalam bahasa tulisan
ditandai dengan penggunaan tanda seru pada akhir modusnya.
Contoh :
C’est injustice ! Ini tidak adil!
Modus seru dapat ditandai dengan:
Kata seru :
Hélas, elle est partie ! Ya sudah, dia sudah pergi!
Kata keterangan :
Comme elle est laide ! Pewatas kata benda :
Quel gâchis tu as fait !
Jenis ini kadang kala memiliki bentuk modus impersonalia (subjek modusnya
bukan orang)
Quel temps magnifique! Cuacanya bagus!
Subjek pada modus seru dapat juga dibalikkan seperti dalam modus Tanya
sederhana
Modus indikatif menyatakan aksi yang benar terjadi pada saat diutarakan atau aksi
yang nyata.
Contoh :
Comme tu cours vite !
Modus kondisional menyatakan aksi yang akan dilakukan.
Et je devrais en plus lui offrir un cadeau !
Modus infinitif atau subjantif menyatakan aksi yang mungkin dilakukan.
Moi, lui offrir un cadeau ! Moi, que je lui offre un cadeau !
2.3.5 Metode Pengajaran Bahasa Prancis
Sejarah pengajaran fonetik pada bahasa prancis memiliki perkembangan
teknik pengajaran bahasa. Rousselot dan Passy dalam (Guimbretier:1994) telah
berhasil mengajarkan tentang fonetik. La prononciation deviendra une priorité dans la mesure où il est désormais indispensable d’enseigner la langue parlée. Pengucapan mnjadi hal yang utama dalam mengajar bahasa lisan. Saat ini dapat
diklasifikasikan penekanan pada pengajaran berbicara, yang pada jaman
tradisional disebut sebagai metode koreksi fonetik.
La méthode articulatoire atau metode artikulasi (Guimbretier:1994) digunakan sampai tahun1970, metode tersebut sering digunakan. Karakteristik
metode tersebut yaitu émission des sons (emisi suatu bunyi) diimplikasikan dengan pengetahuan tentang fungsi organ alat ucap. Dipraktekan pada saat yang
bersamaan dengan menggunakan skema organ alat ucap dan diucapkan
L’audition de modèles atau model auditive (Guimbretier:1994) berdasarkan model tersebut dengan menggunakan mesin. Pertama digunakan le phonographe atau mesin untuk mengetahui bunyi. Metode ini diajarkan didalam laboratorium bahasa dan menggunakan tape. Pengajaran bahasa dengan metode
ini mengintegrasikan dari semua fasilitas yang ada di laboratorium. Latuhan yang
dilakukan pada pengucapan menggunakan metode audio-orale. Kelebihan dari metode ini pembelajar dapat mengetahui buyi tekanan dari audio dan diucapkan
sesering mungkin. Sebaliknya metode ini murdi dilakukan dengan mesin dan
pembelajar menjadi lelah terutama untuk pembelajar pemula yang belum dapat
mendengarkan dan mengkoreksi.
La méthode des oppositions phonologiques (Guimbretier:1994), morode ini diaplikasikan dari prinsip klasifikasi fonem. Sesuai pndapat Bloomfield,
Jakobson dan Halle dalam (Guimbretier:1994) yang mengklasifikasikan bunyi
fonem dari unsur pembeda. Metode ini bertujuan untuk memudahkan pembelajar
mengingat bunyi fonem dari unsur pembeda dan mengulangi bentuk pair minimal.
Prioritas dilakukan tanpa adanya audio. Metode ini digunakan metode artikulasi
agar mengetahui kelebihan bunyi dan mengurangi kemungkinan adanya
kombinasi fonem.
2.4 Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan yaitu Halim (1969), membahas
tentang intonasi dalam bahasa Indonesia. Kajian ini adalah kajian yang pertama
dengan cara yang akurat dengan menggunakan alat ukur Mingograph milik
yang akurat baik dalam intensitas, durasi dan frekuensi. Halim mengkaji intonasi
bahasa Indonesia yang dikaitkan dengan sintaksis. Kajiannya pertama, memerikan
intonasi bahasa Indonesia ke dalam ciri-ciri akustik seperti kontur, tingkat tinggi
nada, jeda, kelompok jeda, dan penempatan tekana atau aksen. Kedua memerikan
penjelasan tentang letak intonasi dalam modus yang meliputi pola-pola intonasi,
satuan-satuan fonologis yang menandai ciri-ciri intonasi, fungsi intonasi, dan
hubungan antara intonasi dengan tata modus. Ia memfokuskan pada intonasi
bahasa Indonesia lisan informal dan menjadikan dirinya dan isterinya sebagai
informan utama dan beberapa orang dewasa lainnya sebagai informan tambahan.
Kajian yang dilakukan terkait dengan hubungan struktural antara modus dengan
wacana melalui pola intonasi. Pola-pola intonasi yang diperolehnya dipaparkan
dengan menggunakan notasi angka Arab 1,2,3 dan 4 yang berfungsi sebagai
pelambang ketinggian nada.
T. Syarfina (2008) membicarakan tentang ciri akuistik yang menandakan
tingkatan sosial pada masyarakat Melayu Deli. Dalam kajiannya memaparkan
bahwa tuturan kelompok sosial Bahasa Melayu Deli disesuaikan dengan
golongannya begitu juga dalam berinteraksi satu sama lain dibedakan atas cara
mereka memberi perintah, bertanya dan memberi tahu. Dari penilitiannya tersebut
ditemukan bagaimana nada suara golongan kelompok sosial bawah bertutur
dengan kelompok sosial atas, begitu juga sebaliknya bagaimana nada, tempo, dan
intensitas golongan kelompok sosial asas bertutur dengan kelompok sosial
menengah atau kelompok sosial bawah. Syarfina (2008) menemukan juga ada tiga
variasi kelas sosial (kelas sosial atas, tengah dan bawah), yaitu pada intensitas
hanya berbeda pada intensitas dasar kelas sosial. Makin tinggi kelas sosial
seseorang makin rendah kenyaringan suara ketika bertutur.
Sugiyono (2003), membicarakan tentang prosodik kontras deklaratif dan
interogatif dalam bahasa Melayu Kutai dan mencari toleransi modifikasi setiap
ciri akustik yang signifikan dalam kedua modus tersebut. Kajiannya mampu
dijadikan bahan acuan bagi peneliti-peneliti prosodi yang mengkaji bahasa-bahasa
daerah maupun bahasa asing yang digunakan di Indonesia. Usaha Sugiyono untuk
mencari ambang atas dan ambang bawah serta ambang kontras setiap parameter
yang menjadi pemarkah kontur deklaratif dan kontur interogatif yang
membedakan penelitiannya berbeda dengan peneliti yang lain. Dia juga
membuktikan adanya eksperimen produksi dan eksperimen persepsi dalam
kajiannya merupakan keunggulan tersendiri. Eksperimen produksi mengkaji
bagaimana struktur melodik dan struktur temporal tuturan deklaratif dan tuturan
interogatif bahasa Melayu Kutai. Kemampuannya mendeskripsikan pengukuran
puncak komponen-komponen melodik seperti tinggi nada awal, nada final, puncak
nada dan julat nada. Serta ditemukannya juga nilai terendah dan nilai tertinggi
pada setiap melodik. Adanya pengukuran lain seperti nilai rata-rata dan ambang
atas dan ambang bawah Fo pada setiap komponen. Sugiyono juga menemukan
pola-pola frekwensi fundamental dan pola durasi sebagai hasil analisis akustis,
temuannya menunjukkan bahasa baik tuturan deklaratif maupun tuturan
interogatif rentang julat nada tuturan bahasa Melayu Kutai adalah 50,21 Hz
sampai 366,73 Hz dengan rerata 133,39 Hz. Julat nada yang besar yang ditemukan
pada bahasa Melayu Kutai terdapat pada tuturan deklaratif-kontras yang
signifikan. Dari tuturan tersebut ditemukan adanya perbedaan yang sangat
signifikan antara penutur laki-laki dan penutur perempuan yaitu dengan nada
dasar tuturan perempuan p<0,0001. sedangkan pada tuturan laki-laki yang
terdapat pada modus deklaratif maupun interogatif lebih rendah dibandingkan
dengan nada dasar tuturan perempuan yakni 181,86 Hz berbanding 283,01 Hz.
Dengan kata lain, nada dasar tuturan laki-laki berkisar 5,25 st di atas nada C atau
sama dengan nada F, sedangkan nada dasar tuturan perempuan bisa mencapai
13,11 st di atas nada C atau sama dengan nada #C dalam piano. Julat nada di
buktikan oleh Sugiyono dengan ukuran parameter akustik tuturan pada nada satu
oktaf, dengan rata-rata 10,28 st. Selain itu ditemukannya rerata nada final
deklaratif berekskursi negatif, sedangkan nada final interogatif berekskursi positif,
maka nada final menjadi pembeda yang sangat signifikan. Ekskursi puncak nada
deklaratif juga lebih kecil dibandingkan dengan ekskursi puncak nada interogatif.
Puncak nada menjadi pemarkah signifikan jika yang diukur ekskursinya. Terkait
dengan durasi, ditemukan juga durasi deklaratif berkisar 2,16 detik dan durasi
interogatif berkisar 1,19 detik.
Ebing (1997), membicarakan bahasa Indonesia. Kajian ini mengkonstruksi
model intonasi bahasa Indonesia yang diverifikasi secara eksperimental, yaitu
membandingkan model ujaran dan kontur yang telah disederhanakan oleh
komputer. Ebing mengkaji intonasi bahasa Indonesia secara eksperimental dan
menggunakan fasilitas komputer sehingga akurasi yang dicapai lebih tinggi. Ia
memfokuskan penelitiannya hanya pada ciri pokok intonasi bahasa Indonesia
dengan merekonstruksi model intonasi bahasa Indonesia. Cita-citanya menjawab
model melodis intonasi dalam bahasa Indonesia dan elemen apakah yang
diperlukan untuk membentuk model tersebut. Ebing menganut konsep bahwa
prosodi dipelajari bukan semata-mata sebagai fenomena fisik (frekwensi dasar,
durasi, intensitas) melainkan berada pada ranah linguistik. Ebing berpendapat
bahwa intonasi merupakan bagian dasar dari melodi ujaran yang ditentukan oleh
sistem linguistik di atas tingkat leksikal. Sehingga dapat dipahami bahwa intinasi
membentuk melodi ujaran. Pengolahan data dilakukan dengan pendekatan IPO
dan menganalisisnya dengan program PRAAT. Dengan program tersebut dia
dapat menjadikan penelitiannya memiliki temuan yang lebih akurat dari
peneliti-peneliti sebelumnya. Program tersenut juga mampu memanipulasi dan
memodifikasi parameter intonasi.
Stoel (2000) mengkaji tentang intonasi bahasa Melayu Menado. Dia
membedakan dua pola intonasi dasar dan pola intonasi khusus. Pada pola intonasi
dasar, ia menganalisis dua jenis nada yaitu aksen (accent) yang menandai fokus
modus dan nada akhir (edhe tones) yang menandai ikatan prosodik (prosodic
boundaries). Semua informan yang ia gunakan adalah penutur asli bahasa Melayu
Menado yang berdomisili di Menado. Stoel berpendapat intonasi bahasa tidak
dapat dijelaskan tanpa menggunakan suatu mode strutur melodik. Pada bahasa
Melayu Menado memiliki dua konstituen prosodik yang paling penting yaitu frasa
intonasi (intonational phrase) dan frasa fonologi (phonological phrase). Frasa
intonasi merupakan konstituen prosodik tingkat tinggi yang bisa diikuti oleh jeda.
Setiap frasa intonasi (IP) berisikan sekurang-kurangnya satu frasa fonologi.
Sedangkan, frasa fonologi (PhP) tidak bisa diikuti oleh jeda bila akhir frasa