BAB II KAJIAN TEORI A. Sejarah Kebudayaan
Ruang lingkup sejarah kebudayaan sangat luas. Sema bentuk manifestasi
keberadaan manusia berupa bukti atau saksi seperti artifact (fakta Benda),
Mentifact (fakta mental-mental kejiwaan) dan sosiofact (fakta hubungan social)
termasuk dalam kebudayaan. Semua perwujudan berupa struktrur dan proses
kegiatan manusia menurut dimensi idesional, etis dan estetis adalah kebudayaan
(Kartodirjo, 1992:17,176,195,199)
Sejarah kebudayaan gaya baru memiliki ruang cakup yang lebih luas.
Termasuk diantaranya ialah berbagai aspek gaya hidup, etika, etiket pergaulan,
upacara adat, siklus kehidupan, kehidupan dalam keluarga sehari-hari, permainan,
olahraga, seni, mode, sampai kepada jenis masakan (Kartodirjo, 1992: 195)
B. Pengertian Batik
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia khususnya Jawa yang
sampai saat ini masih ada. Kata “batik” berasal dari Bahasa Jawa yaitu Amba yang
maknanya menulis, dan Tik yang maknanya titik atau tetes. Batik juga dapat
diartikan suatu gambar atau lukisan yang dibuat pada kain dengan bahan lilin atau
malam dan pewarna, dengan menggunakan alat canting atau kuas serta teknik
tutup celup. Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah
menjadi bagian dari budaya Indonesia khususnya Jawa sejak lama
(Eni Mistiana P, 2009: 35).
Batik merupakan salah satu produk Indonesia. Dalam perkembangannya,
perjalanan masa dan sentuhan berbagai budaya lain. Batik dibangun dengan
padangan dasar astistik yang berkembang sesuai dengan tuntutan jaman
(Hasanudin, 2001:9).
Batik merupakan barang seni yang digemari orang karena mengandung nilai
sejarah dan seni tersendiri, batik bukanlah bahan kasar seperti penilaian sementara
seorang, melainkan suatu proses pelumuran lilin pada sepotong bahan sebaliknya
ada sementara orang yang memerlukan keahlian dan pengetahuan khusus tentang
desain dan ide-idenya dalam memberi warna (Ismunandar, 1985:7)
Batik adalah karya yang dipaparkan di atas bidang datar (kain atau sutra)
dengan dilukis atau ditulis, dikuas atau ditumpahkan dengan menggunakan
canting atau cap dengan menggunakan malam untuk menutup agar tetap seperti
warna aslinya (Yahya, 2001:2). Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau
pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannnya
batik cap yang memungkinkan masuknya kaum laki-laki dalam bidang ini. Ada
beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis
maskulin seperti yang bisa di lihat pada corak “Mega Mendung”, di mana di
beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum laki-laki.
Ragam corak dan warna batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing,
awalnya batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas dan beberapa corak
hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap
berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhinya para
penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh orang Tionghoa,
mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang
sebelumnya tidak dikenal seperti bunga tulip dan juga benda-benda yang dibawa
oleh penjajah misalnya gedung atau kereta kuda, termasuk juga warna-warna
kesukaan mereka seperti warna biru.
Batik tradisional tetap mempertahankan coraknya dan masih dipakai dalam
upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki
perlambangan masing-masing atau memiliki makna tertentu. Cara-cara dalam
menciptakan pola ragam hias batik tradisional dinamakan “distilir” artinya
mengisi bidang-bidang dasar dengan hiasan yang disederhanakan. Bidang-bidang
dasar seperti bujur sangkar, segitiga, lingkaran, segi enam, atau bulat telur dan
sebagainya.
C.Pengertian Motif Batik
Tradisi falsafah Jawa yang mengutamakan pengolahan jati diri melalui
praktek-praktek meditasi dan mistik dalam mencapai kemuliaan, adalah satu
sumber utama penciptaan corak-corak batik. selain pengabdian sepenuhnya
kepada kekuasaan raja sebagai pengejawantahan Yang Maha Kuasa di dunia.
Sikap ini menjadi akar nilai-nilai simbolik yang terdapat di balik corak-corak
batik (Biranul Anas,1995:64). Motif-motif batik tidak sekedar gambar atau
ilustrasi saja, namun motif-motif batik tersebut dapat dikatakan ingin
menyampaikan pesan, karena motif-motif tersebut tidak terlepas dari pandangan
hidup pembuatnya, dan pemberian nama terhadap motif-motif tersebut berkaitan
D.Ragam Hias Geometris Untuk Isian Motif Batik
Ragam hias geometris isian motif batik diterapkan pada benda-benda pakai
dengan bentuk yang pada dasarnya menggunakan pola benda dengan bentuk
geometris. Bentuk yang dibuat sudah disesuaikan dengan kebutuhan desain yang
akan diwujudkan, teknik yang digunakan dengan cara penggabungan dan
pengulangan unsur utama bentuk geometris. Pengulangan tidak dilakukan hanya
dengan bentuk yang sama tetapi disertai dengan memasukkan unsur lain yang
tergabung dalam jenis yang sama seperti : matawalik (mata terbalik),
anamanaman (anyam-anyaman), kembang tanjung (bunga tunjung), kawung,
kembang cemara (bunga cemara), balkatupat (belah ketupat).
a. Bentuk utama ragam hias geometris
Ragam hias geometris ini lebih banyak mengungkapkan unsur utama
sehingga tidak bertolak dari objek nyata dalam pengertian mengalihkan bentuk
alam, dari sekian banyak bentuk tersebut dapat dibagi bentuk pola utama dalam
empat kelompok besar yaitu :
1. Kaki silang, berupa bentuk persilangan garis yang bertumpu atau pada satu titik
ini dapat berupa: silang dua, silang tiga dan silang empat, ini dapat berbentuk
garis tegak maupun lengkung.
2. Pilin (spiral) berupa relung-relung yang saling bertumpuk atau bertumpang
membentuk ulir yang berupa huruf S atau kebalikannya, bentuk pilin ini dapat
diperkaya dengan pengulangan pilin ganda atau kombinasi yang dibuat dengan
3. Kincir, bertolak dari mata angin yang mempunyai gerak ke kiri atau kekanan.
Pada garisnya membentuk putaran yang berakhir dalam susunan melingkar
dengan putaran (spill)
4. Bidang, pada kelompok ini dapat terdiri atas bidang segitiga, bundar, empat
persegi, dan gumpalan (blob) yang tidak beraturan.
(Soegeng Toekio, 1987:53)
b. Ragam hias tumbuh-tumbuhan
Ragam hias tumbuh-tumbuhan menampilkan sumber pokok yang berasal
dari alam tumbuh-tumbuhan atau flora. Berbagai bentuk penggambaran yang
diwujudkan dengan pengalihan benda asal seperti daun-daun, bunga-bunga, pohon
serta buah-buahan. Meskipun objek itu berasal dari alam, tetapi tidak seluruhnya
dituangkan dengan bentuk yang sama. Terdapat perbedaaan dalam membatik
untuk mengungkapkan suatu objek bila dibandingkan dengan melukis. (Soegeng
Toekio, 1987:74)
c. Jenis ragam hias kelompok tumbuhan jenis kelompok menurut bentuk
penggambarannya :
1. Bentuk naturalis, memiliki ciri yang tidak mengalami perubahan dari bentuk
asli, dengan demikian dapat menggunakan pewarnaan yang mewakili warna
aslinya. Terutama dalam ragam hias seni tekstil karena dapat memberikan
beberapa segi yang menguntungkan, yang pertama adalah dapat menghasilkan
berbagai ragam variasi desain yang dikehendaki dan kedua adanya landasan
yang akrab antara para konsumen terhadap bentuk serupa. Dengan demikian
dapat meningkatkan permintaan sebagai daya rangsang membeli yang berarti
2. Bentuk stilasi tumbuh-tumbuhan, teknik yang digunakan dengan
penyederhanaan bentuk-bentuk yang diambil dari alam, objek asalnya
sebenarnya masih bertitik tolak dari alam tumbuh-tumbuhan dengan
mengambil intinya. ( Soegeng Toekio, 1987 : 82 )
Jalinan masyarakat orang timur terhadap alam lingkungannya adanya
kaitannya antara mikro kosmos dengan makro kosmos, jalinan antara manusia
berakal dengan alam lingkungannya memberikan unsur-unsur kehidupan spiritual,
kondisi seperti ini dapat dilihat dalam cara pengungkapan perasaan, dan emosi
terhadap pendekatan dengan alam, keadaaan itu tercermin dalam karya kehidupan
yang mentradisi terhadap ragam hias yang diterangkan, dalam benda pakai
beberapa hal yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Penggambaran simbolis, seperti halnya dengan hias geometris, dapat
memvisualkan makna tertentu.
b. Stilasi alam dan penggambaran dengan bagian-bangian yang esensinya saja
tanpa simbolis
c. Semata-mata bersifat merias permukaan benda (Soegeng Toekio, 1987: 93).
Pembagian ragam hias bentuk hewan di Indonesia dapat dibagi dalam tiga jenis
secara garis besar :
a. Binatang yang hidup di darat (termasuk binatang melata)
b. Binatang yang hidup di air
Dari ketiga jenis itu dapat diperoleh beribu-ribu bentuk penggambaran,
oleh karena itu tidak mengherankan bahwa setiap jenis dapat memberikan corak
yang berlainan hal dipengaruhi pada kemampuan mencipta serta faktor lain yang
berkaitan dengan tingkat peradapan.( Soegeng Toekio, 1987 :115 )
d. Jenis-jenis binatang sebagai ragam hias
Pada tulisan terdahulu, melihat tentang bagaimana manusia menjadi
sasaran dari karya seninya, maka disini tak luput pula bahwa fauna baik satwa
besar dan kecil sampai pada binatang berbisa pun turut mengambil bagian dari
sebagai objek. Dari hal itu terdapat beberapa jenis binatang yang diangkat secara
simbolis untuk mewakili suatu makna tertentu, binatang tersebut dapat mewakili
satu kekuatan, keperkasaan, dinamis, kokoh, angkuh, cerdik, sakti, pemurah dan
sebagainya. Beberapa dari misi itu dapat ditemukan seperti cicak di Batak,burung
enggang di Kalimantan, ular hitam di Sulawesi Utara, kerbau di Toraja, ayam di
Maluku, ular dan garuda di Jawa.(Soegeng Toekio, 1987 :127).
Teknik cara produksi dari ragam hias ini yang proses pengalihan atau
penciptaan tidak selalu sama, untuk tiap kali pembuatan atau penciptaan baru
maka baik susunan maupun uluran dibuat dengan pola ulang tertentu walaupun
banyak diantaranya tidak bersifat tertulis. Kenyataan demikian masih mampu
bertahan dalam lingkungan kehidupan masyarakat bertumpu pada tradisi dari
sekian banyak kegiatan memproduksi benda pakai yang metradisi dapat dilihat
dalam tiga hal dalam proses pola ulang ragam hias :
Pertama, bentuk pola ulang dengan susunan maupun ukuran yang dibuat
sebagai pola ulang tunggal pattern, tidak hanya merupakan satu tetapi bisa juga
merupakan sebuah himpunan atau kelompok yang memiliki suatu kesatuan
mandiri.
Kedua, merupakan jenis lain dalam cara reproduksi untuk ragam hias ini
dapat kita perhatian yang tiap bagian merupakan suatu kelompok dan merupakan
himpunan untuk pola ulang, disini bentuk dari himpunan bisa saja terdiri atas
beberapa bentuk atau unsur namun masih bersifat satu kesatuan pokok, tiap
kelompok itu mempunyai beberapa bentuk atau bagian yang berbeda, unsur
gambar yang diterapkan disini tampak demikian bervarisi, pengulangan bentuk
demikian ini kita namakan sebagai pola ulang himpunan assemblage. Pola ulang
seperti ini tidak sekedar dijumpai pada benda pakai sehari-hari saja dapat
diaplikasi dalam karya yang monumental seperti pada langit-langit, dinding, daun
pintu, bahkan sampai pada latar dasar dinding candi, didalam kehidupan yang
berlanjut, pola ulang demikian ini rupanya semakin banyak mengalami
pengembangan di dalam pemakaian oleh para pencipta benda pakai yang kian hari
kian bervariasi.
Ketiga, merupakan cara pengulangan bereproduksi dari ragam hias dengan
kombinasi-kombinasi ulangan. Pengulangan disini disertai dengan membubuhkan
bentuk lain yang tidak tercakup pada kelompoknya tanpa merusak atau
mengganggu bagian atau bentuk pokok itu sendiri cara pengulangan demikian
lebih banyak dipergunakan dalam permukaan benda-benda yang berpermukaan
luas, keuntungan dengan cara ini lebih banyak diperoleh variasi serta bentuk yang
[image:8.595.102.514.214.636.2]memberikan bentuk jadi yang beraneka ragam, setiap pengulangan demikian
dapat kita sebut sebagai pola ulang menyeluruh, setiap pengulangan itu tidaklah
dibatasi dengan unsur ragam hias buku saja.
Dari ketiga jenis pola ulang tersebut selanjutnya di diperhatikan lebih rinci
maka secara garis besar ia dapat kita kelompokkan dalam dua cara proses
pengalihan :
1. Proses pengulangan sejajar cara ini dibuat dengan sistem vertikal maupun
horisontal, bentuk-bentuk yang dibuat disini disusun dalam kedudukan yang
serupa bahkan jarak penggambarannya dibuat demikian sama. Susunan seperti
ini mudah untuk kita bedakan, kita perhatikan saja dalam bentuk dasar dari
meander, pilin berganda, swastika atau bentuk-bentuk dari tumbuhan dan
makhluk hidup yang bersifat pictograph. Cara pengulangan seperti ini banyak
dibuat oleh para penggubah sejak masa lampau, versi lain dari cara
pengulangan sejajar ini dapat ditemukan dengan bentuk diagonal atau miring,
seperti pada tumpal, parang, dan beberapa jenis isen yang terdapat di Jawa,
ragam hias demikian sangat tampak sekali pada beberapa desain dari kain
ataupun unsur estetik pada dinding ruangan. Pola ulangan sejajar ini dapat kita
jumpai dengan ukuran yang bermacam-macam baik pola ulang datarnya
maupun yang menggunakan pola ulang menyudut.
2. Proses pengulangan lainnya adalah yang bersifat tumpang dapat kita sebut
sebagai pola ulang berpotongan terdapat dua jenis pokok yang merupakan pola
ulang diagonal dan pola ulang melintang terhadap bidang penggambarannya.
E.Unsur-Unsur Utama Dalam Motif Batik
Motif batik tiap daerah memiliki ciri khas, tetapi pada dasarnya merupakan
suatu motif ornamen.
a. Ornamen Utama Batik
Ornamen utama batik merupakan gambaran mencirikan suatu motif
batik, ornamen inilah yang menjadi ciri batik sesuai daerah asalnya. Menurut
paham Jawa kuno ornamen-ornamen untuk motif batik mempunyai maksud
dan tujuan tertentu. Sebagai contoh adalah motif semen yang ornamen
pokoknya terdiri atas meru, pohon hayat, tumbuhan, garuda, burung, bangunan,
lidah api, ular, dan bintang. Sedangkan ornamen pelengkapnya berupa
daun-daun dan bunga.
Motif abstrak dinamis, yaitu motif yang sebenarnya merupakan gubangan
dari motif klasik dan motif modern. Pada motif dinamis ini masih dapat
dibedakan unsur-unsur ornamennya yang berupa ornamen tradisional, tetapi
bergaya dinamis mendekati abstrak.
Cara mengerjakan batik modern ini yang bermotifkan abstrak dinamis ini
tidak memerlukan pembuatan pola terlebih dahulu seperti halnya batik klasik
tradisional, keindahan pada motif abstrak dinamis ini tidak terikat oleh suatu
ketentuan yang mengikat, melainkan kebebasan mencipta dalam pengisian
bidang dengan ornamen pokok dan ornamen isiannya dinamis.
b. Motif-Motif Pinggiran Batik.
Motif-motif pinggiran merupakan motif-motif yang khusus digunakan
dengan bidang yang kosong, motif pinggiran ini biasanya khusus pada kain
panjang, seperti tepi slendang dan tepi kain ikat kepala.
a. Motif hiasan pinggir, antara lain kemada salangan, kemada gendulan,
kemadana sekar tela dan kemada sungging.
b. Motif hiasan antara dua pola dan hiasan ujung kain, antara lain blabagan,
cinden, untu walang, stupa.
c. Motif batas blumbungan (kolam), yaitu motif seperti cemukiran atau
modang, cemukiran Yogyakarta, cemukiran Solo, dan lidah api. (Destin
Heru Setiati, 2008:43)
F.Penelitaian Yang Relevan
Penelitian Arif (2010) mengkaji tentang “Kajian Fenomenologi Mengenai
Upaya Pelestarian Batik Batang Sebagai Warisan Budaya Masyarakat”,
Masyarakat Batang adalah masyarakat yang hidup di daerah Batang. Salah satu
potensi daerah yang menjadi ciri khas dan merupakan hasil dari kebudayaan
masyarakat Batang adalah kerajinan batik Batang. Batik Batang sebagai warisan
kekayaan budaya nenek moyang masyarakat Batang belum begitu dikenal oleh
masyarakat umum, bahkan oleh sebagian masyarakat Batang sendiri.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga kelestarian Batik Batang menjadi acuan
untuk mengetahui mengapa Batik batang kurang begitu dikenal oleh masyarakat.
Upaya-upaya pelestarian batik Batang mempunyai faktor-faktor pendukung dan
penghambat. Solusi terhadap faktor-faktor penghambat upaya pelestarian batik
Batang akan berpengaruh pula terhadap upaya pelestarian batik Batang.